• Tidak ada hasil yang ditemukan

Himpunan Konveks dan fungsi Konveks

BAB II RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI

B. Himpunan Konveks dan fungsi Konveks

BAB III METODE HIMPUNAN AKTIF UNTUK MENYELESAIKAN

MASALAH PEMROGRAMAN KUADRATIK

A. Pemrograman Kuadratik B. Metode Himpunan Aktif

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

BAB II

RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI

Dalam Bab II ini akan dibahas tentang ruang vektor, matriks, himpunan dan fungsi konveks serta teori optimasi. Matriks yang akan dibahas, yaitu matriks Hesse dan matriks semidefinit positif. Untuk teori optimasi diawali dengan penjelasan opti-masi berkendala dan optiopti-masi tidak berkendala serta penjelasan-penjelasan lain yang berkaitan dengan teori optimasi.

A. Ruang Vektor Definisi 2.1

Ruangℝ adalah himpunan dari semua kumpulan terurut , , ⋯ , .

Definisi 2.2

Misalkan himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi

1. Jumlah: untuk setiap , ∈ , + ∈ .

2. Perkalian skalar: untuk setiap ∈ dan skalar ∈ ℝ, ∈ .

Himpunan dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar dikatakan mem-bentuk suatu ruang vektor atas ℝ jika memenuhi aksioma-aksioma berikut: a. + = + , untuk setiap , ∈ .

c. Terdapat elemen ∈ sehingga + = , untuk setiap ∈ . d. Untuk setiap ∈ terdapat elemen – ∈ sehingga + – = 0.

e. + = + , untuk setiap skalar ∈ ℝ dan untuk setiap , ∈ .

f. ( + = + , untuk setiap skalar , ∈ ℝ dan untuk setiap ∈ .

g. ( = , untuk setiap skalar , ∈ ℝ dan untuk setiap ∈ .

h. 1 = , untuk setiap ∈ .

Contoh 2.1

Buktikan bahwa ℝ = , , ⋯ , ∈ ℝ, ∈ ℝ, ⋯ , ∈ ℝ adalah ruang

vektor.

Bukti

Misalkan = , , ⋯ , dan = , , ⋯ , , maka

+ = + , + , ⋯ , + = , , ⋯ , a. + = + , + , ⋯ , + = + , + , ⋯ , + = + b. + + = + , + , ⋯ , + + , , ⋯ ,

= , , ⋯ , + , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + + , + , ⋯ , + = + + c. + = , , ⋯ , + 0,0, ⋯ ,0 = + 0, + 0, ⋯ , + 0 = , , ⋯ , = d. + − = , , ⋯ , + − , − , ⋯ , − = + − , + − , ⋯ , + − = 0,0, ⋯ ,0 = e. + = + , + , ⋯ , + = , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , = +

f. + = + , , ⋯ , = + , + , ⋯ , + = + , + , ⋯ , + = , , ⋯ , + , , ⋯ , = , , ⋯ , + , , ⋯ , = + g. = , , ⋯ , = , , ⋯ , = , , ⋯ , = , , ⋯ , = h. 1 = 1 , , ⋯ , = 1 , 1 , ⋯ , 1 = , , ⋯ , =

Karena ℝ = , , ⋯ , ∈ ℝ, ∈ ℝ, ⋯ , ∈ ℝ dengan operasi

pen-jumlahan dan perkalian skalar memenuhi aksioma-aksioma seperti pada Definisi 2.2 maka terbukti bahwa ℝ membentuk ruang vektor.

Definisi 2.3

Misalkan ! = banyaknya baris pada matriks " dan # = banyaknya kolom pada matriks " maka matriks " dikatakan bujur sangkar jika ! = #.

Definisi 2.4

Suatu matriks bujur sangkar " dikatakan simetrik jika " = "$ dengan "$ ada-lah transpose dari ".

Definisi 2.5

Misalkan " ∈ ℝ × adalah matriks simetrik.

" dikatakan definit positif jika $" > 0, ∀ ∈ ℝ , ≠ . " dikatakan semidefinit positif jika )" ≥ 0, ∀ ∈ ℝ .

" dikatakan semidefinit negatif jika $" ≤ 0, ∀ ∈ ℝ , ≠ 0.

" dikatakan indefinit jika tidak semidefinit positif atau semidefinit negatif.

Contoh 2.2

Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: " = , 4 −2−2 30

Untuk mengkaji bahwa matriks " bersifat definit positif, maka: $" = 1 2 , 4 −2−2 3 0 , 0

= 1 2 3 4 − 2−2 + 3 4

= 4 − 2 − 2 + 3

= 4 − 4 + 3

= 2 − + 2 2.1 Persamaan (2.1) adalah penjumlahan kuadrat dan oleh karena itu hasilnya tidak negatif. Persamaan (2.1) akan bernilai nol jika dan hanya jika 2 − = 0 dan = 0, yang secara tidak langsung menyatakan pula bahwa = 0. Hal ini membuktikan bahwa $" > 0 untuk semua ≠ 0. Jadi, dapat disimpulkan bahwa matriks " bersifat definit positif.

Contoh 2.3

Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: " = ,2 00 20

Untuk mengkaji bahwa matriks " bersifat semidefinit positif, maka: $" = 1 2 ,2 00 20 , 0

= 1 2 322 4

= 2 + 2 2

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa matriks " bersifat semidefi-nit positif karena ∀ ∈ ℝ jumlahan kuadrat di atas ≥ 0.

Contoh 2.4

Diberikan sebuah matriks simetrik berikut:

" = 63 0 30 3 0

3 0 37

Untuk mengkaji bahwa matriks " bersifat semidefinit positif, maka: $" = 1 82 63 0 30 3 0 3 0 37 6 8 7 = 1 82 63 + 0 + 30 + 3 + 0 88 3 + 0 + 3 87 = 3 + 0 + 3 8 + 0 + 3 + 0 8 + 8 3 + 0 + 3 8 = 3 + 3 8+ 3 + 3 8 + 3 8 = 3 + 2 8+ 8 + 3 = 3 + 8 + 3

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa matriks " bersifat semidefi-nit positif karena ∀ ∈ ℝ jumlahan kuadrat di atas ≥ 0.

Definisi 2.6

Diberikan titik ∈ ℝ dan 9 > 0.

Kitar titik dengan radius 9 yang diberi notasi :; didefinisikan dengan :; = ∈ ℝ < − < < 9

Definisi 2.7

Barisan di ℝ dikatakan konvergen ke ∈ ℝ, atau dikatakan titik limit da-ri , jika untuk setiap > > 0 ada bilangan asli ? > sehingga untuk semua # ≥ ? > , barisan memenuhi − < >.

Definisi 2.8

Jika barisan mempunyai limit, maka barisan tersebut dikatakan konvergen. Jika barisan tidak mempunyai limit, maka barisan tersebut dikatakan divergen.

Definisi 2.9

Misalkan @ ⊂ ℝ dan ∈ ℝ.

Titik dinamakan titik interior dari @ jika terdapat 9 > 0 sehingga :; ⊂ @.

Definisi 2.10

Himpunan @ dikatakan terbuka dalam ℝ jika setiap titik dari @ adalah titik in-terior @.

Definisi 2.11

Himpunan @ ⊂ ℝ adalah tertutup jika dan hanya jika komplemennya adalah terbuka.

Definisi 2.12

Misalkan ∈ ℝ dan misalkan B: ℝ ⟶ ℝ merupakan fungsi bernilai real yang mempunyai turunan parsial orde ke-2 dalam himpunan terbuka E yang memuat

. Matriks Hesse dari B adalah matriks turunan parsial ke-2 yang dievaluasi pada : ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ = 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 ) ( n n n n n x f x x f x x f x x f x f x x f x x f x x f x f H x Definisi 2.13

Himpunan vektor F , … , F di ruang vektor V disebut bebas linear jika persa-maan

H F + … + HIF = Hanya dipenuhi oleh bilangan H = ⋯ = HI = 0.

Contoh 2.5

Diketahui F = 1,0,1 , F = 2, −3,4 dan F8 = 3,5,2 . Buktikan bahwa F , F , F8 bebas linear.

Bukti

Untuk membuktikan bahwa kumpulan tersebut bebas linear maka dibentuk per-samaan berikut

H F + H F + H8F8 = KH + 2H + 3H −3H + 5H88 = 0= 0 H + 4H + 2H8 = 0

Selanjutnya, akan digunakan operasi baris elementer untuk mencari nilai dari H , H dan H8.

61 2 30 −3 5 1 4 27

Tambahkan -1 kali baris pertama ke baris ketiga untuk memperoleh

61 2 30 −3 5 0 2 −17

Tambahkan 2 kali baris kedua ke 3 dikali baris ketiga untuk memperoleh

61 2 30 −3 5 0 0 77 • 7H8 = 0 H8 = 0 • −3H + 5H8 = 0 −3H = 0 H = 0 • H + 2H + 3H8 = 0

H = 0

Kerana H = H = H8 = 0 maka dapat disimpulkan bahwa kumpulan vektor F , F , F8 bebas linear.

Definisi 2.14

Hasil kali dalam (inner product) ℝ adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan real M , N dengan sepasang vektor dan di ℝ sedemikian ru-pa sehingga aksioma-aksioma berikut ini terpenuhi bagi semua vektor , dan

di ℝ dan semua bilangan skalar H ∈ ℝ.

1. M , N = M , N; (Aksioma Kesimetrian)

2. M + , N = M , N + M , N; (Aksioma Penjumlahan)

3. MH , N = HM , N; (Aksioma Homogenitas)

4. M , N ≥ 0; (Aksioma Positivitas)

M , N = 0 jika dan hanya jika = 0;

Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam real (Real Inner Product Space).

Definisi 2.15

Hasil kali dalam baku untuk ℝ adalah hasil kali skalar M , N = $

Definisi 2.16

Norma (norm) atau panjang sebuah vektor di ℝ , dinotasikan dengan < <, dide-finisikan sebagai

< < = M , N P = ∙ P = R + + ⋯ +

Definisi 2.17

Dua vektor dan pada ℝ dikatakan ortogonal jikaM , N = 0.

Teorema 2.18 (Teorema Pythagoras)

Jika dan adalah vektor-vektor ortogonal di dalam sebuah ruang hasil kali da-lam ℝ , maka < + < = < < + < < Bukti < + < = M + , + N = M , N + M , N + M , N + M , N = M , N + M , N + M , N + M , N = < < + 2M , N + < < = < < + < < □

Definisi 2.19

Jika dan adalah vektor-vektor ortogonal di dalam ruang hasil kali dalam di ℝ dan ≠ , maka proyeksi skalar dari pada diberikan oleh

=M , N

< < 2.2 dan proyeksi vektor dari pada diberikan oleh

T = U< < V =1 M , N

M , N 2.3

Teorema 2.20

Jika ≠ , dan Tadalah proyeksi vektor dari pada , maka 1. − TdanTadalahortogonal.

2. = Tjika dan hanya jika adalah sebuah perkalian skalar dari .

Bukti 1. Karena MT, TN = M< < ,α < < Nα = U< <V M , Nα = α dan

M , TN = M , NM , N =

Hal ini mengakibatkan

M − T, TN = M , TN − MT, TN

= −

= 0

2. Jika = , maka proyeksi vektor dari pada diberikan oleh T =M , N M , N = M , N M , N = =

Sebaliknya, jika = T, menurut persamaan (2.3) maka =

= < < = T □

Teorema 2.21 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz dalam )

Jika dan adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam ℝ ,maka M , N ≤ < << <

Bukti

Jika = , maka

M , N = 0 = < << <

Jika ≠ , maka misalkan T sebagai proyeksi vektor dari pada . Karena T or-togonal pada − T, maka menurut Teorema Pythagoras

<T< + < − T< = < < Jadi,

M , N

< < = <T<

= < < − < − T< dan dari sini diperoleh

M , N = < < < < − < − T< < < ≤ < < < <

Dengan mengambil akar diperoleh

M , N ≤ < << < □

Teorema 2.22 (Ketaksamaan Cauchy-Buniakowski-Schwarz)

Misalkan , ∈ ℝ . Maka

XY Z Z Z[

Bukti

Pertidaksamaan (2.4) akan bersifat trivial jika dan hanya jika = atau = . Oleh karena itu, misalkan dan tak nol. Misalkan \ adalah sebarang bilangan real. Maka 0 ≤ < + \ < = Y Z+ \ Z Z[ = Y Z Z[ + 2\ Y Z Z Z[ + \ Y Z Z[ = < < + 2\ Y Z Z Z[ + \ < <

Misalkan ] = < < , ^ = _Z[ Z Z, dan ` = < < , sehingga pertidaksamaan di atas menjadi

]\ + 2^\ + ` ≥ 0

untuk semua \ ∈ ℝ. Hal ini dapat terjadi jika dan hanya jika diskriminan atau @ = 2^ − 4]` = 4^ − 4]` < 0. Karena itu, ^ < ]`.

Dengan mensubstitusikan nilai ], ^ dan `, maka diperoleh

aY Z Z

Z[

b ≤ < < < < Selanjutnya dengan mengambil akar diperoleh

XY Z Z Z[

Definisi 2.23

Pemetaan <∙< disebut norm jika dan hanya jika memenuhi sifat-sifat berikut: 1. < < ≥ 0, ∀ ∈ ℝ .

2. < < = 0 jika dan hanya jika = 0. 3. <] < = < <, ∀ ∈ ℝ, ∈ ℝ . 4. < + < ≤ < < + < <, ∀ , ∈ ℝ .

Contoh 2.6

Akan dibuktikan bahwa < < = _Z[ Z adalah norm. Bukti

Untuk membuktikan bahwa < < = _Z[ Z adalah norm, maka harus ditunjuk-kan bahwa < < = _Z[ Z memenuhi masing-masing sifat dari Definisi 2.23. Misalkan dan adalah sebarang vektor di ℝ , # dan adalah sebarang bila-ngan real, maka

1. Akan ditunjukkan bahwa < < ≥ 0. Untuk Z ≥ 0, maka

< < = Y Z ≥ 0 Z[

2. Akan ditunjukkan bahwa < < = _Z[ Z = 0 jika dan hanya jika = 0. Jika = 0 maka Z = 0, ∀c.

Oleh karena itu, _Z[ Z = 0 dan < < = 0. Sebaliknya, jika < < = 0 maka _Z[ Z = 0.

Karena Z ≥ 0, dengan demikian _Z[ Z = 0 hanya dipenuhi jika Z = 0 sehingga = 0.

3. Akan ditunjukkan bahwa <] < = < < , ∀ ∈ ℝ, ∈ ℝ .

< < = Y Z Z[ = aY Z Z[ b = < <

4. Akan ditunjukkan bahwa < + < ≤ < < + < < , ∀ , ∈ ℝ .

< + < = Y Z + Z Z[ ≤ Y Z Z[ + Y Z Z[ = < < + < < (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz) Jadi, < + < ≤ < < + < < Contoh 2.7

Bukti

Untuk membuktikan bahwa < < = _Z[ Z d adalah norm, maka harus di-tunjukkan bahwa < < = _Z[ Z d memenuhi masing-masing sifat dari De-finisi 2.23.

Misalkan dan adalah sebarang vektor di ℝ , # dan adalah sebarang bila-ngan real, maka

1. Akan ditunjukkan bahwa < < ≥ 0.

Karena Z ≥ 0 untuk sebarang bilangan real Z, maka < < = aY Z

Z[ b

d ≥ 0

2. Akan ditunjukkan bahwa < < = _Z[ Z d = 0 jika dan hanya jika = 0.

Jika = 0 maka Z = 0, ∀c.

Oleh karena itu, _Z[ Z = 0 dan < < = 0. Sebaliknya, jika < < = 0 maka _Z[ Z = 0.

Karena Z ≥ 0, dengan demikian _Z[ Z P = 0 hanya dipenuhi jika Z = 0 sehingga = 0.

3. Akan ditunjukkan bahwa <] < = < < , ∀ ∈ ℝ, ∈ ℝ .

< < = aY Z Z[

b P

= a Y Z Z[ b P = aY Z Z[ b P = < <

4. Akan ditunjukkan bahwa < + < ≤ < < + < < , ∀ , ∈ ℝ .

< + < = Y Z + Z Z[ = Y Z Z[ + 2 Y Z Z Z[ + Y Z Z[

≤ < < + 2 _Z[ Z Z + < < (Sifat Nilai Mutlak) ≤ < < + 2< < < < + < < (Teorema 2.22) = < < + < <

Dengan mengambil akar maka diperoleh

< + < ≤ < < + < <

Teorema 2.24

Misalkan , , adalah sebarang vektor di ℝ , dengan

< < = aY Z Z[

b d

1. < − < ≥ 0.

2. < − < = 0 jika dan hanya jika = . 3. < − < ≤ < − < + < − <.

4. < − < = < − <.

Bukti

1. Akan dibuktikan bahwa < − < ≥ 0.

< − < = aY ZZ Z[

b P

Karena ZZ ≥ 0 untuk sebarang bilangan real Z dan Z maka dipero-leh < − < ≥ 0.

2. Akan dibuktikan bahwa < − < = 0 jika dan hanya jika = . Jika = maka Z = Z, ∀c.

Oleh karena itu _Z[ ZZ = 0 dan < − < = 0. Sebaliknya, jika < − < = 0, maka _Z[ ZZ = 0.

Karena ZZ ≥ 0, dengan demikian _Z[ ZZ = 0 hanya dipenuhi jika ZZ = 0, ∀c sehingga = .

3. Akan dibuktikan bahwa < − < ≤ < − < + < − <. < − < = < − + − <

= M − + − , − + − N

= < − < + M − , − N + M − , − N + < − < = < − < + 2M − , − N + < − <

≤ < − < + 2< − << − < + < − < = < − < + < − <

Dengan mengambil akar maka diperoleh

< − < ≤ < − < + < − <. 4. Akan dibuktikan bahwa < − < = < − <.

< − < = < −1 − < = 1 < − < = < − < Jadi, terbukti bahwa < − < = < − <.

Teorema 2.25 (Hukum Paralelogram)

Untuk semua , ∈ ℝ , < + < + < − < = 2 < < + < < Bukti: < + < + < − < = M + , + N + M − , − N = M , + N + M , + N + M , − N − M , − N = M , N + M , N + M , N + M , N + M , N − M , N − M , N +M , N

= M , N + M , N + M , N + M , N = 2M , N + 2M , N

= 2< < + 2< <

= 2 < < + < <

Definisi 2.26

Barisan I ⊂ ℝ disebut barisan Cauchy jika lim

h,i⟶j< hi< = 0

Dengan kata lain untuk setiap k > 0, terdapat sebuah bilangan bulat : sehingga < hi< < k untuk semua !, l > :.

Definisi 2.27

Misalkan m adalah sebuah relasi pada himpunan n, maka m disebut relasi urutan parsial jika memenuhi tiga sifat berikut:

1. Refleksif

m adalah fefleksif jika dan hanya jika ] m ] untuk setiap ] ∈ n. 2. Antisimetris

m adalah antisimetris jika dan hanya jika ] m ^ dan ^ m ], maka ] = ^ untuk setiap ], ^ ∈ n.

m adalah transitif jika dan hanya jika ] m ^ dan ^ m `, maka ] m ` untuk se-tiap ], ^, ` ∈ n.

Relasi urutan parsial biasanya dinotasikan dengan ≤; dan ] ≤ ^ dibaca “] men-dahului ^”. Relasi ≥, yaitu ] melampaui ^, juga sebuah urutan parsial dari n, disebut urutan dual.

Definisi 2.28

Himpunan n bersama-sama dengan suatu relasi urutan parsial m pada n disebut

himpunan terurut parsial (partially ordered set).

Contoh 2.8

Perhatikan bilangan bulat positif ℕ. Dikatakan ] membagi ^ ditulis ]|^, jika ter-dapat ` ∈ ℕ sedemikian sehingga ]` = ^. Contoh 2|4, 3|12, 7|21 dan seterus-nya. Tunjukkan bahwa pembagian adalah sebuah pengurutan parsial dari ℕ, yaitu, tunjukkan bahwa

a. ]|].

b. Jika ]|^ dan ^|] maka ] = ^. c. Jika ]|] dan ^|` maka ]|`.

Penyelesaian

b. Anggap ]|^ dan ^|], misal ^ = p] dan ] = H^. Maka ^ = pH^ sehingga pH = 1. Karena p dan H adalah bilangan bulat positif maka p = 1 dan H = 1. Dengan demikian ] = ^. (Antisimetris).

c. Anggap ]|^ dan ^|`, misal ^ = p] dan ` = H^. Maka ` = Hp] sehingga ]|`. (Transitif).

Definisi 2.29

Misalkan q adalah subhimpunan dari sebuah himpunan n yang terurut secara par-sial. Definisikan:

a. Batas atas dan supremum dari q.

Elemen r dalam n disebut batas atas dari q jika r melampaui (≥) setiap elemen dari q, yaitu r adalah batas atas dari q jika ∀ ∈ q, ≤ r. Jika su-atu batas atas dari q mendahului (≤) setiap batas atas lain dari q maka disebut batas atas terkecil atau supremum dari q dan dinyatakan dengan:

sup(q) b. Batas bawah dan infimum dari q.

Elemen ! dalam n disebut batas bawah dari q jika ! mendahului (≤) setiap elemen dari q, yaitu ! adalah batas bawah dari q jika ∀ ∈ q, ! ≤ . Jika suatu batas atas dari q melampaui (≥) setiap batas bawah lain dari q maka disebut batas bawah terbesar atau infimum dari q dan dinyatakan dengan:

Definisi 2.30

Misalkan n merupakan subhimpunan tak kosong dari ℝ.

a. Himpunan n dikatakan terbatas ke atas jika ada bilangan x ∈ ℝ sedemikian sehingga H ≤ x untuk semua H ∈ n. Setiap bilangan x dikatakan batas atas

dari n.

b. Himpunan n dikatakan terbatas ke bawah jika ada bilangan y ∈ ℝ sedemi-kian sehingga y ≤ H untuk semua H ∈ n. Setiap bilangan y dikatakan batas bawah dari n.

Lemma 2.31

Batas bawah l dari himpunan tak kosong n di ℝ adalah infimum dari n jika dan hanya jika ∀> > 0 terdapat ∈ n sedemikian sehingga l + > > .

Bukti

(⟹)

Diketahui l = inf n dan > > 0.

Akan ditunjukkan terdapat ∈ n sedemikian sehingga l + > > . Jika ^ batas bawah n maka ^ ≤ l.

Karena l + > > l maka l + > bukan batas bawah n.

(⟸)

Jika l suatu batas bawah n, dan ∀> > 0 terdapat ∈ n sedemikian sehingga l + > > .

Akan dibuktikan l = inf n.

Misalkan bahwa ^ suatu batas bawah n. Karena ∈ n dan ^ suatu batas bawah n maka ≥ ^.

Karena l + > > maka l + > > ^.

Jadi ∀> > 0 berlaku l + > > ^. Andaikan ^ > l maka jika diambil > =|}i akan diperoleh l + > =i~| sehingga ^ > l + > > l dan ^ > l + > > yang kontra-diksi dengan pernyataan bahwa ^ batas bawah. Jadi, jika ^ batas bawah n harus-lah l ≥ ^ sehingga l merupakan batas bawah terbesar atau l = inf n.

Definisi 2.32

Misalkan • = merupakan barisan bilangan real. Barisan • dikatakan naik

jika memenuhi pertidaksamaan

≤ ≤ ⋯ ≤ ≤ ~ ≤ ⋯

dan dikatakan turun jika memenuhi pertidaksamaan

≥ ≥ ⋯ ≥ ≥ ~ ≥ ⋯

Jika barisan • merupakan barisan naik atau barisan turun maka merupakan bari-san monoton.

Teorema 2.33

Barisan turun dan terbatas ke bawah adalah konvergen.

Bukti:

Diberikan turun dan terbatas ke bawah. Karena : # ∈ ℕ ≠ ∅ maka ter-dapat ^ ∈ ℝdan ^ = inf : # ∈ ℕ . Jadi, untuk setiap # ∈ ℕ berlaku

≥ ^ (2.5)

Karena ^ = inf : # ∈ ℕ , maka untuk > > 0 yang diberikan terdapat : ∈ ℕ dan

^ − > > ≥ ^ (2.6) Karena turun, maka mengingat (2.5) dan (2.6), untuk setiap # ≥ : berlaku

^ − > > ≥ ≥ ^ > ^ + > (2.7) Jadi, diperoleh pernyataan bahwa untuk setiap > > 0 terdapat : ∈ ℕ sedemikian sehingga untuk setiap # ≥ ℕ dan # ≥ :, maka − ^ < >. Jadi, konver-gen dan lim = ^ = inf : # ∈ ℕ .

B. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks Definisi 2.34

Sebuah Fungsi B: ℝ → ℝ dikatakan kontinu pada … ∈ ℝ jika untuk setiap k > 0 yang diberikan, terdapat 9 > 0 sedemikian sehingga jika < − …< < 9 ma-ka B − B … < k.

Definisi 2.35

Limit B( ) untuk mendekati ` adalah †, ditulis

L x f c x = ( ) lim

jika dan hanya jika untuk setiap > > 0 yang diberikan, terdapat 9 > 0 sedemi-kian sehingga bila 0 < − ` < 9 berlaku B − † < >.

Teorema 2.36

Misalkan ‡ adalah konstanta, B dan ˆ adalah fungsi-fungsi yang memiliki limit di `. Maka 1. k k c x = lim ; 2. limkf(x) klimf(x) c x c x = ; 3.

[

f x g x

]

f x g x K L c x c x c x + = + = + ( ) ( ) lim ( ) lim ( ) lim ; 4.

[

f x g x

]

f x g x K L c x c x c x − = − = − ( ) ( ) lim ( ) lim ( ) lim ; Bukti:

1. Misalkan didefinisikan B = ‡ maka harus dibuktikan f x k

c

x =

( )

lim .

Misalkan > > 0, harus ditunjukkan bahwa dapat dicari 9 > 0 sedemikian se-hingga

Ambil sebarang 9 > 0 maka untuk 0 < − ` < 9 berlaku B − ‡ = ‡ − ‡ = 0 < >

Jadi terbukti bahwa k k

c

x =

lim

2. Jika ‡ = 0 maka ‡B( ) = 0, maka

[

0 ( )

]

lim0 0 0 ( ) lim f x f x c x c x = = =

Limit di atas adalah kasus khusus dari rumus 1, dengan ‡ = 0. Oleh karena itu, rumus 1 adalah benar untuk ‡ = 0.

Asumsikan bahwa ‡ ≠ 0. Misalkan > > 0, f x K

c

x =

( )

lim maka melalui definisi limit ada 91 > 0 sedemi-kian sehingga

bila 0 < − ` < 9 berlaku B − ‡ < > Pilih 9 = 91 dan harus ditunjukkan bahwa

bila 0 < − ` <9 berlaku ‡B − ‡? < > Misalkan 0 < − ` < 9, maka

‡B − ‡? = ‡ B − ?

< ‡ > = > Jadi, terbukti bahwa limkf(x) klimf(x)

c x c

3. Misalkan > > 0, f x K c x = ( ) lim dan g x L c x = ( )

lim maka ada 91> 0 dan 92> 0 sedemikian sehingga

B − ? <2> bila 0 < − ` < 9 dan ˆ − † <2> bila 0 < − ` < 9 Pilih 9 = min 9 , 9 . Harus ditunjukkan bahwa

bila 0 < − ` <9 berlaku B + ˆ − ? + † Misalkan bahwa 0 < − ` <9, maka

B + ˆ − ? + † = B − ? + ˆ − †

≤ B − ? + ˆ − †

<2 +> >2 = >

Jadi terbukti bahwa

[

f x g x

]

f x g x K L

c x c x c x + = + = + ( ) ( ) lim ( ) lim ( ) lim

4. Untuk membuktikan rumus 4, akan digunakan informasi dari rumus-rumus se-belumnya.

[ ] [ ]

L K x g x f x g x f x g x f x g x f x g x f c x c x c x c x c x c x c x c x − = − = − + = − + = − + = − ) ( lim ) ( lim 2) rumus (melalui ) ( lim ) 1 ( ) ( lim 3) rumus (melalui ) ( ) 1 ( lim ) ( lim 3) rumus (melalui ) ( ) 1 ( ) ( lim ) ( ) ( lim

Teorema 2.37

Diberikan himpunan ‰ ⊂ m, fungsi B dan ˆ yang didefinisikan pada ‰ ke dalam m dan ‡ ∈ ℝ. Jika B dan ˆ kontinu di [], ^], maka B − ˆ kontinu di [], ^].

Bukti:

Misalkan ` sebarang titik di [], ^].

Akan dibuktikan lim

[

f(x) g(x)

]

f(c) g(c) c x − = −

Karena B dan ˆ kontinu di `, maka limf(x) f(c) c x = dan limg(x) g(c) c x = .

Menurut teorema tentang limit fungsi diperoleh:

[ ]

) ( ) ( ) ( lim ) ( lim ) ( ) ( lim c g c f x g x f x g x f c x c x c x − = − = −

Karena ` adalah sebarang titik di [], ^] maka B − ˆ kontinu di setiap titik pada interval [], ^].

Definisi 2.38

Andaikan n daerah asal dari B, yang memuat titik ` maka

1. B(`) adalah nilai maksimum B pada n jika B(`) ≥ B( ) untuk semua ∈ n.

2. B(`) adalah nilai minimumB pada n jika B(`) ≤ B( ) untuk semua ∈ n. 3. B(`) adalah nilai ekstrimB pada n jika merupakan nilai maksimum atau

Teorema 2.39 (Teorema Titik Kritis)

Andaikan B terdefinisikan pada selang Š yang memuat titik `. Jika B(`) adalah nilai ekstrim, maka ` haruslah berupa suatu titik kritis; yakni ` berupa salah satu: 1. Titik ujung dari Š; atau

2. Titik stasioner dari B yakni titik ` sedemikian sehingga B′(`) = 0; atau 3. Titik singular dari B yakni titik ` sedemikian sehingga B′(`) tidak ada;

Bukti:

Misalkan B(`) berupa nilai maksimum B pada Š dan misalkan bahwa ` bukan ti-tik ujung atau pun titi-tik singular. Harus diperlihatkan bahwa ` adalah titik sta-sioner.

Karena B(`) adalah nilai maksimum, maka B( ) ≤ B(`) untuk semua dalam Š, yaitu

B( ) − B(`) ≤ 0 Jadi, jika < `, sehingga − ` < 0, maka

B( ) − B(`)− ` ≥ 0 (2.8) sedangkan jika > `, maka

B( ) − B(`)− ` ≤ 0 (2.9) Karena ` bukan titik singular maka B′(`) ada. Akibatnya, untuk → `} maka

lim Ž→••

B( ) − B(`)

dan untuk → `~ maka lim Ž→•’

B( ) − B(`)

− ` = B(`) ≤ 0

Jadi, dapat disimpulkan bahwa B(`) = 0 atau ` merupakan titik stasioner.

Teorema 2.40 (Teorema Nilai Rata-rata)

Jika B kontinu pada selang tertutup [], ^] dan terdiferensial dalam interval (], ^) maka terdapat paling sedikit satu bilangan ` dalam (], ^) dimana

B(`) = B(^) − B(])^ − ] atau ekuivalen dengan

B(^) − B(]) = B(`)(^ − ])

Bukti:

Pembuktian Teorema Nilai Rata-rata ini didasarkan pada analisis dari fungsi H( ) = B( ) − ˆ( ), yang akan diperlihatkan pada Gambar 2.1

Persamaan = ˆ( (], B(])) dan (^, B( dan melalui (], B(] Selanjutnya dihasilk Perhatikan bahwa H Gambar 2.1

) pada Gambar 2.1 adalah persamaan garis ( (^)). Karena garis ini mempunyai kemiringan

B(^) − B(]) ^ − ]

])) maka bentuk kemiringan persamaannya adala ˆ( ) − B(]) = B(^) − B(])^ − ] ( − ])

ilkan rumus

H( ) = B( ) − ˆ( )

= B( ) − B(]) −B(^) − B(])^ − ] ( H(^) = H(]) = 0 dan untuk dalam (], ^)

H( ) = B( ) −B(^) − B(])^ − ]

is yang melalui

alah

Jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan ` dalam (], ^) yang memenuhi H(`) = 0 maka bukti selesai. Hal ini didasarkan pada persamaan terakhir bahwa

0 = B(`) −B(^) − B(])^ − ]

Karena B dan ˆ kontinu maka B − ˆ kontinu di [], ^]. Oleh karena itu H(`) ada untuk suatu ` dalam (], ^)

Berdasarkan sifat bahwa jika B kontinu pada interval tertutup [], ^], maka B mencapai nilai maksimum dan minimum. Jadi H harus mencapai nilai maksimum ataupun nilai minimum pada [], ^]. Jika kedua nilai ini kebetulan nol, maka H( ) secara identik adalah nol pada [], ^], akibatnya H( ) = 0 untuk semua dalam (], ^). Jika salah satu nilai maksimum atau nilai minimum berlainan dengan nol, maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik dalam `, karena H(]) = H(^) = 0. Karena H mempunyai turunan di setiap titik dari (], ^), sehingga dengan Teo-rema Titik Kritis H(`) = 0.

Definisi 2.41

Sebuah fungsi B: ℝ → ℝ dikatakan terdiferensial secara kontinu pada ∈ ℝ , jika “”

“Ž( ) ada dan kontinu, c = 1 … #. Gradien dari B pada didefinisikan seba-gai

Jika B terdiferensial secara kontinu pada setiap titik dari sebuah himpunan terbuka @ ⊂ ℝ , maka B dikatakan terdiferensial secara kontinu pada @ dan dinotasikan dengan B ∈ ˜ (@).

Definisi 2.42

Sebuah fungsi B: ℝ → ℝ yang terdiferensial secara kontinu dikatakan terdife-rensial dua kali secara kontinu pada ∈ ℝ , jika “™”

“Ž•“Žš( ) ada dan kontinu, c = 1 … #. Matriks Hesse dari B pada didefinisikan sebagai matriks simetri # × # yang elemennya

[∇ B( )]Z› =— B

Z( ), 1 ≤ c, œ ≤ #

Jika B terdiferensial dua kali secara kontinu pada setiap titik dari sebuah himpu-nan terbuka @ ⊂ ℝ , maka B dikatakan terdiferensial dua kali secara kontinu pa-da @ dan dinotasikan dengan B ∈ ˜( )(@).

Definisi 2.43

Himpunan n ∈ ℝ adalah konveks jika untuk setiap , ∈ n, segmen garis yang menghubungkan dan juga terletak di n.

Segmen garis yang menghubungkan dan didefinisikan dengan:

Jadi, subhimpunan n dari ℝ adalah konveks jika dan hanya jika untuk setiap dan di n dan setiap dengan 0 ≤ ≤ 1, vektor + (1 − ) juga di n.

Berikut diberikan beberapa gambar yang mendeskripsikan himpunan konveks dan yang bukan himpunan konveks.

Gambar 2.2

Definisi 2.44

Misalkan n ⊂ ℝ merupakan himpunan konveks tak kosong. Misalkan B: n ⊂ ℝ ⟶ ℝ.

Jika untuk setiap , ∈ n dan semua ∈ (0,1),

B( + (1 − ) ) ≤ B( ) + (1 − )B( ) (2.11) maka B dikatakan konveks pada n.

Gambar 2.3

Gambar 2.3 merupakan contoh dari fungsi konveks dan bukan konveks. Interpretasi geometri fungsi konveks menyatakan bahwa nilai fungsi di bawah tali busur yang bersesuaian yaitu nilai fungsi konveks di titik pada segmen garis + (1 − ) kurang dari atau sama dengan tinggi dari tali busur yang menghubungkan titik-titik ( , B( ) dan ( , B( ).

Contoh 2.9

•: ℝ ⟶ ℝ didefinisikan oleh • = , untuk ∈ ℝ. Buktikan bahwa fungsi ter-sebut adalah fungsi konveks.

Penyelesaian:

Melalui Definisi 2.44 akan dibuktikan bahwa

•( + (1 − ) ) ≤ •( ) + (1 − )•( )

Ambil , ∈ ℝ dan semua ∈ [0,1] maka •( ) = dan •( ) = . •( + (1 − ) ) = ( + (1 − ) )

= + 2 (1 − ) + (1 − )

= + 2( − ) + (1 − 2 + )

= + 2( − ) + ( − 2 + )

Karena ∈ [0,1] maka < , sehingga

•( + (1 − ) ) < + 2( − ) + ( − 2 + )

= + 2(0) + ( − )

= + ( − )

= + (1 − )

= •( ) + (1 − )•( )

Karena •( + (1 − ) ) ≤ •( ) + (1 − )•( ), maka dapat disimpulkan

bahwa • = adalah fungsi konveks untuk sebarang ∈ [0,1].

Contoh 2.10

Diberikan

• = + − 2 − 5 +294

untuk ∈ ℝ . Akan ditunjukkan bahwa • adalah fungsi konveks.

Penyelesaian:

• adalah fungsi konveks bila memenuhi

•( + (1 − ) ) ≤ •( ) + (1 − )•( )

+ (1 − ) = ž Ÿ + (1 − ) ž Ÿ = ž Ÿ + ž Ÿ = U (( )+ } )+ V sehingga, •( + (1 − ) ) = ( ( )+ ) + ( ( } )+ ) − 2( ( )+ ) −5( ( )+ ) +294 = ( )2+ 2 ( ) + 12 + ( )2+ 2 ( − ) + 22 −2( + ) − 5( + ) +294 = 12− 2 + 12 +2 − 2 21+ 12 + ( 22− 2 + 22 +2 2− 2 22+ 22) − 2 + 2 − 2 − 5 + 5 5 +294 = 12− 2 + 12+2 − 2 21+ 12 + ( 22− 2 + 22 +2 2− 2 22+ 22) − 2 + 2 − 2 − 5 + 5 5 +294 = ( 2 + 2 − 2 2 1 1− 2 2 2 2+ 2 + 2 +2 1 1+2 2 −2 − 2 − 2 1+ 2 1− 5 2+ 5 2) + + − 2 15 2+294

•( + (1 − ) ) < ( 12+ 22− 2 − 2 + 12+ 22+2 +2 2− 2 12 −2 − 2 1+ 2 1− 5 2+ 5 2) + + − 2 15 2+ 294 = 12+ 22+ 12+ 22− 2 12− 2 22− 2 + 2 − 5 + 5 + 12 + − 2 15 2+ 294 = + − 2 1+ 2 1− 5 2+ 5 2+ + − 2 15 2 +294 = + − 2 1− 5 2+ + − 2 15 2 + − 2 1− 5 2 +29 4 = ( + − 2 1− 5 2) + + − 2 15 2 + − 2 1− 5 2 +29 4 = ( + − 2 − 5 ) + (1 − )( + − 2 − 5 ) + ¡ = •( ) + (1 − )•( ) Karena •( + (1 − ) ) ≤ •( ) + (1 − )•( )

maka dapat disimpulkan bahwa • = 12+ 22− 2 1− 5 2+294 adalah fungsi kon-veks untuk sebarang ∈ [0,1].

Definisi 2.45 (Turunan Berarah)

Misalkan B: ℝ ⟶ ℝ terdiferensial secara kontinu pada himpunan terbuka @ ⊂ ℝ . Maka untuk ∈ @ dan ¢ ∈ ℝ , turunan berarah dari B pada dalam arah ¢ didefinisikan sebagai

B( ; ¢) ≝ lim¤⟶¥B( + ¦¢) − B( )¦ = ∇B( )§¢ (2.12) dimana ∇B( ) adalah gradien dari B pada , merupakan vektor # × 1.

Untuk semua , ∈ @, diperoleh

B( ) = B( ) + ∇B + ¨( − ) $( − ), ¨ ∈ (0,1) atau

B( ) = B( ) + ∇B( )$( − ) + ©(< − <).

Definisi 2.46

Misalkan B ∈ ˜( )@. Untuk sebarang ∈ @, ¢ ∈ ℝ , turunan berarah kedua

dari B pada dalam arah d didefinisikan dengan

B‘‘( ; ¢) ≝ lim¤⟶¥B′( + ¦¢; ¢) − B′( ; ¢)¦ = ¢$∇ B( )¢ (2.13) dimana ∇ B( ) merupakan matriks Hesse dari B pada . Untuk sebarang

, + ¢ ∈ @, ada ª ∈ ( , + ¢) sedemikian sehingga

B( + ¢) = B( ) + ∇B( )$¢ +12 ¢$∇ B(ª)¢ atau

B( + ¢) = B( ) + ∇B( )$¢ +12 ¢$∇ B( )¢ + ©(<¢<«)

Teorema 2.47

Misalkan n ⊂ ℝ adalah himpunan konveks terbuka tak kosong dan misalkan B: n ⊂ ℝ → ℝ adalah fungsi yang terdiferensial. Maka B adalah konveks jika dan hanya jika

B( ) ≥ B( ) + ∇B( )$( − ), ∀ , ∈ n (2.14)

Bukti:

Syarat Perlu: Misalkan B( ) adalah fungsi konveks, maka untuk semua dengan 0 < < 1 dan , ∈ ℝ .

B( + (1 − ) ) ≤ B( ) + (1 − )B( ) ⟺ B( + − ) ≤ B( ) + B( ) − B( )

⟺ B + ( − ) ≤ B( ) − B( ) + B( ) ⟺ B + ( − ) − B( ) ≤ B( ) − B( ) Oleh karena itu,

B + ( − ) − B( )≤ B( ) − B( ) Tetapkan → 0 maka diperoleh

∇B( )$( − ) ≤ B( ) − B( )

B( ) ≥ B( ) + ∇B( )$( − )

Syarat Cukup: Asumsikan bahwa (2.14) berlaku. Ambil sebarang , ∈ n dan tetapkan = + (1 − ) , 0 < < 1. Maka

B( ) ≥ B( ) + ∇B( )$( − ) B( ) ≥ B( ) + ∇B( )$( − ) Oleh karena itu,

B( ) + (1 − )B( ) ≥ žB( ) + ∇B( )$( − )Ÿ + (1 − )žB( ) + ∇B( )$( − )Ÿ = B( ) + ∇B( )$( − ) + (1 − )B( ) + (1 − )∇B( )$( − ) = B( ) + ∇B( )$( − ) + B( ) − αB( ) + ∇B( )$( − ) − ∇B( )$( − ) = B( ) + ∇B( )$( − + − − + ) = B( ) + ∇B( )$( + (1 − α) − ) = B( ) + ∇B( )$( − ) = B( ) + 0 = B( + (1 − ) )

Teorema 2.48

Misalkan n ⊂ ℝ adalah himpunan konveks terbuka tak kosong, dan misalkan B: n ⊂ ℝ ⟶ ℝ terdiferensial dua kali secara kontinu. Maka B adalah konveks jika dan hanya jika matriks Hesse adalah semidefinit positif pada setiap titik da-lam n.

Bukti:

Syarat cukup: Misalkan bahwa matriks Hesse ∇ B( ) adalah semidefinit positif pada setiap titik ∈ n.

Akan dibuktikan bahwa B adalah konveks.

Pertimbangkan , … ∈ n. Melalui Teorema Nilai Rata-rata diperoleh, B( ) = B(…) + ∇B(…)$( − …) +12 ( − …)$∇ B(-)( − …) dimana - = … + ¦( − …), ¦ ∈ (0,1). Perhatikan bahwa - ∈ n.

Karena ∇ B( ) adalah semidefinit positif ∀ ∈ n maka

Dokumen terkait