• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi .1 Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi .1 Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

5.3 Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi .1 Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi .1 Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi

Menurut Rehajeng et. al, (2009) umur mempunyai faktor risiko terhadap hipertensi, semakin meningkat umur responden semakin tinggi risiko hipertensi. Sugiarto, (2007) Kejadian hipertensi lebih banyak dialami oleh subyek pada kelompok usia > 40 tahun hal ini berarti bahwa risiko hipertensi semangkin meningkat seiring bertambahnya usia. Irza (2009) Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor usia memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian hipertensi. Risiko untuk mengalami hipertensi bagi subjek berusia > 40 tahun adalah 17,726 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang berusia dibawah 40 tahun.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diproleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia responden dengan kejadian penyakit hipertensi, nilai OR 3,523 dimana usia > 40 tahun berpeluang terjadinya penyakit hipertensi 3,523 kali dibanding dengan responden yang berusia < 40 tahun.

Hasil penelitian sesuai dengan fakta bahwa tanda-tanda penuaan dan munculnya penyakit-penyakit degeneratif mulai terlihat pada usia 40 tahun ke atas. Tingginya kejadian hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah sistolik arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan (Price et.al, 1995)

5.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi

Dari hasil penelitian, ternyata ditemukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempun dengan terjadinya penyakit hipertensi. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Irza (2009) risiko untuk menderita hipertensi bagi wanita adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pria.

Beberapa ahli masih mempunyai kesimpulan berbeda tentang hal ini. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Susalit (2003) didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.

Pada dasarnya prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun sebelum mengalami menopause, wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular karena aktivitas hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan

kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut di mana jumlah hormon estrogen tersebut makin berkurang secara alami seiring dengan meningkatnya usia, yang umumnya umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, et.al 2005)

5.3.3 Riwayat Penyakit Hipertensi dalam Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

Tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga dengan kejadian hipertensi. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Sugiarto (2007) Riwayat penyakit dalam keluarga berpeluang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi 4.04 kali dibanding dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit didalam keluarga.

Menurut Sheps (2005) hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.

Didalam penelitian ini jumlah riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga dengan kejadian hipertensi hampir memiliki jumlah kasus kejadian hipertensi yang persis sama jadi dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak untuk membuktikan kejadian adanya riwayat penyakit dalam keluarga dengan kejadian penyakit hipertensi,

permasalahan ini besar kemungkinan dikarenakan mekanisme kandungan timbal tidak membedakan efek yang terjadi ada tidaknya anggota keluarga yang mengalami riwayat penyakit hipertensi didalam keluarga sehingga masing-masing kelompok memiliki risiko yang sama dengan kejadian penyakit hipertensi.

5.3.4 Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi

Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air (Shaps, 2005)

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian hipertensi dengan nilai OR 13,571 dimana status gizi > 25 kg/m2 berpeluang terjadinya penyakit hipertensi 13,571 kali dibandingkan dengan responden yang status gizi < 25 kg/m2.

Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan Rehajeng (2009), Humayun et.al, (2009), Tesfaye ae.al, (2007) di peroleh adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah secara signifikan dan berkorelasi positif dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik di tiga lokasi Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan status gizi termasuk variabel yang paling dominan mempengaruhi terjadinya terjadinya penyakit hipertensi di desa Kapias Batu VIII

penelitian (Ethiopia, Vietnam dan Indonesia), koefisien korelasi (r) berkisar antara 0,23 dan 0,27. Pinzon (1999) Akibat kelebihan berat badan para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes melitus, Individu dengan berat badan normal-normal tinggi menurut % Relative Body Weight mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi secara bermakna (p<0,05) dibanding individu yang kurus.

5.3.5 Kebiasan Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kebiasaan merokok tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahman (2011) bahwa kebiasaan merokok tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian penyakit hipertensi. hal ini disebabkan oleh peneliti tidak mengkaji lebih dalam seperti lama keterpajanan responden merokok per-hari, jenis rokok yang dikonsumsi, banyaknya rokok yang dikonsumsi per-hari dan sejak kapana responden mulai mengkonsumsi rokok. Sugiarto (2007) memperoleh hasil penelitian bahwa hanya perokok berat yang terbukti mempunyai faktor risiko terjadinya hipertensi.

Tetapi disisi lain juga terdapat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah, seperti pada hasil penelitian Dochi (2009) menurut hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tekanan darah pada perokok lebih tinggi dari pada bukan perokok. Abulnaja (2007) menemukan bahwa E-selectin, sCAM-1, dan sVCAM-1 (agen-agen inflamasi alami) memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap timbulnya hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kadar ketiga zat tersebut pada penderita hipertensi jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang normotensif dan demikian juga halnya pada penderita hipertensi yang merupakan perokok atau mantan perokok dibandingkan bukan perokok. Tingginya kadar ketiga zat tersebut akan mengakibatkan kerusakan endotelium vaskular yang merupakan risiko timbulnya penyakit hipertensi dan kardiovaskular.

5.4. Kejadian Penyakit Hipertensi di Desa Kapias Batu VIII KecamatanTanjung Balai Kabupaten Asahan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 102 responden yang terhimpun dari dusun I, II, V, VII dan dusun VIII didapatkan yang menderita hipertensi sebanyak 41 orang (40,19 %) serta yang tidak menderita hipertensi sebanyak 61 orang (59,81%). Sedangkan untuk hipertensi pada tekanan darah sistolik berjumlah 35 orang dan penderita hipertensi diastolik berjumlah 12 orang. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 hal ini lebih tinggi dari angka prevalensi kejadian hipertensi nasional yang mencapai 31,9 %.

Hipertensi merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini. Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun terserang hipertensi. Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi, keadaan ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat.

Dokumen terkait