• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengetahui adanya hubungan pola asuh mendorong dan kepercayaan diri maka digunakan uji korelasi dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00 for Windows.

Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel pola asuh mendorong dan kepercayaan diri nilai r = 0,419 dengan p = 0,000 (p < 0,01).

Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh mendorong dan tingkat kepercayaan diri remaja, semakin mendorong pola asuh yang diterima, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang, sehingga hipotesis yang diajukan diterima.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh mendorong orang tua Jawa dengan tingkat kepercayaan diri remaja. Semakin mendorong pola asuh orang tua semakin tinggi tingkat kepercayaan diri, sebaliknya semakin tidak mendorong pola asuh orang tua maka semakin rendah tingkat kepercayaan diri.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,419 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01).

Adanya korelasi tersebut membuktikan bahwa pola asuh mengambil peran penting dalam perkembangan dan pembentukan pribadi seorang anak.

Aspek-aspek pola asuh yang mendorong seperti, membelokkan dari tujuan yang

tidak diinginkan, menunda kebutuhan sesaat, mengajarkan kesopanan dan kepatuhan, serta memberi perintah yang terperinci tanpa emosional, dan memberi hadiah merupakan aspek yang paling banyak memberikan kontribusi terbentuknya kepercayaan diri pada anak.

Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh merupakan faktor yang mendasar bagi pembentukan kepercayaan diri anak. Sikap orang tua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut.

Agar anak dapat berkembang dengan baik maka orang tua dalam mendidik anak-anaknya perlu menerapkan pola asuh yang tepat, baik dan sesuai. Pola asuh orang tua merupakan cerminan bagaimana interaksi antara orang tua dengan anaknya dapat terwujud.

Dalam pengasuhan keluarga Jawa, orang tua Jawa selalu menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi orang yang njawani. Dalam Istilah bahasa Jawa orang njawani adalah orang yang matang secara pribadi, tahu bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap orang lain. Dengan begitu bahwa remaja yang njawani adalah sosok remaja yang penuh tanggung jawab, mampu membawa diri di depan orang lain, dan tentunya percaya diri. Melihat hasil penelitian ini bahwa pola asuh mendorong orang tua Jawa berpengaruh terhadap kepercayaan diri, sehingga dapat dikatakan bahwa pola asuh mendorong orang tua Jawa merupakan pola asuh yang tepat dan mampu mendorong anak untuk menjadi pribadi yang njawani seperti yang diharapkan oleh para orang tua Jawa.

Baumrind (dalam Handayani, 2001) mengungkapkan bahwa pola asuh orang tua mempengaruhi tumbuhnya kepercayaan diri pada diri seseorang.

Semakin baik pola asuh orang tua yang diterapkan maka akan semakin tinggi tingkat kepercayaan diri pada diri seseorang, begitu sebaliknya semakin jelek pola asuh orang tua maka akan semakin rendah tingkat kepercayaan diri pada diri seseorang. Mouly (dalam Idrus, 2004) menyatakan bahwa pengasuhan orang tua sangat penting peranannya dalam pengembangan kepribadian. Sementara itu penelitian Dewi (2004) juga membuktikan bahwa pola asuh demokratis orang tua mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan dengan tingkat kepercayaan diri remaja, yaitu semakin demokratis pola asuh orang tua maka semakin tinggi tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.

Penelitian tersebut membuktikan bahwa pola asuh demokratis dalam budaya barat maupun pola asuh mendorong dalam budaya Jawa sama-sama merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam pembentukan pribadi anak yang percaya diri. Perbedaan budaya tentunya juga berbeda bagaimana cara pengasuhan, namun demikian anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis maupun pola asuh mendorong mampu menghasilkan anak-anak yang percaya diri. Semakin mendorong pola asuh orang tua maka semakin tinggi tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang, sebaliknya semakin tidak mendorong atau menghambat pola asuh orang tua maka semakin rendah pula kepercayaan diri seseorang.

Namun demikian, melihat sumbangan efektif pola asuh mendorong terhadap kepercayaan diri sebesar 17,5 %, hal ini menunjukkan bahwa pola asuh

orang tua bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri pada seseorang. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepercayaan diri, seperti pendidikan, keadaan atau penampilan fisik, lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat), kepribadian, jenis kelamin, serta keadaan ekonomi yang mampu memberikan kontribusi dalam membentuk pribadi yang percaya diri pada diri seseorang. Penelitian sebelumya menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan interaksi teman berpengaruh terhadap kepercayaan diri remaja.

Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Martani dan Adiyanti (dalam Djuwarijah, 2002) menyimpulkan bahwa faktor kondisi serta keadaan sekolah mempunyai peranan yang besar terhadap pembentukan kepercayaan diri remaja.

Kebanggaan terhadap sekolah yang berprestasi baik dalam bidang akademik maupun non akademik akan mengakibatkan sikap yang positif dan menimbulkan kepercayaan diri pada remaja. Hasil penelitian Afiatin dkk (dalam Martaniah dan Afiatin, 1998) menunjukkan bahwa siswa remaja yang mengalami masalah berkaitan dengan kepercayaan diri lebih sering mengungkapkan masalahnya kepada teman sekolahnya dari pada kepada orang tua, guru atau warga masyarakat sekitar lainnya. Teman sekolah merupakan sarana perubahan untuk mendapatkan solusi terhadap masalahnya, mereka juga mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sarana untuk evaluasi diri serta mendapatkan dukungan sosial.

Pendapat Fulgini, dkk (dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya meningkat terhadap anak saat mereka memasuki masa transisi remaja. Garbarino dan Benn (dalam Idrus, 2004) menyatakan bahwa teman sebaya memainkan peranan penting dalam pembentukan identitas

seseorang. Sementara itu hasil penelitian Idrus (2004) juga membuktikan bahwa dalam proses pencarian jati diri, remaja cenderung lebih dekat kepada teman sebaya atau teman sepermainan mereka. Dari pendapat pakar di atas, interaksi antar teman sebaya dalam kehidupan seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kehidupannya, termasuk perkembangan pribadi pada diri seseorang, salah satunya adalah membentuk pribadi yang percaya diri.

Selain itu penerimaan kelompok pada remaja dapat menumbuhkan sikap yang percaya diri, dari pada mereka yang diabaikan dan ditolak oleh teman kelompoknya. Mussen (dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa remaja yang diterima oleh kelompoknya memiliki sifat toleran, luwes energik, riang, memiliki rasa humor, bertingkah sewajarnya, antusias, mendorong dan merencanakan aktifitas kelompoknya. Untuk remaja yang diabaikan atau ditolak oleh kelompoknya memiliki karakteristik yang hampir sama, seperti kurang percaya diri, cenderung bereaksi kasar atau agresif, mencari-cari perhatian, egois, tidak mau menerima kondisi orang lain dan berpusat selalu pada diri.

Beberapa temuan yang merupakan kelemahan dari penelitian ini adalah kurangnya referensi yang digunakan, baik referensi pada pola asuh orang tua Jawa maupun referensi kepercayaan diri. Pada pola asuh orang tua Jawa, penulis hanya menggunakan referensi yang dikembangkan oleh Idrus (2004).

Sejauh pengamatan penulis, buku atau referensi yang membahas khusus tentang pola asuh orang tua Jawa belum ada, sehingga hanya terbatas pada teori yang dikembangkan oleh Idrus (2004). Begitu juga dengan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini juga masih memiliki kelemahan, yakni pada skala pola asuh

orang tua Jawa. Skala pola asuh orang tua Jawa yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala yang pernah diuji cobakan oleh Idrus (2004).

Pada penelitian Idrus (2004), subjek yang digunakan adalah komunitas remaja pada masyarakat pedesaan yang orientasinya lebih banyak menggunakan bahasa Jawa, dan tidak memandang jenjang pendidikan yang ditempuh pada subjek penelitian. Pada penelitian ini menggunakan subjek anak sekolah, dan diketahui bahwa sekolah merupakan sebuah instansi pendidikan yang orientasinya lebih banyak menggunakan bahasa indonesia. Untuk itu pemahaman subjek terhadap kalimat pertanyaan pada skala pola asuh orang tua khususnya untuk istilah-istilah bahasa Jawa terlihat kurang. Hal tersebut terlihat dari beberapa responden yang menanyakan istilah-istilah bahasa Jawa ketika pengisian angket.

Untuk itu perlu dilakukan pemilihan subjek dengan memperhatikan penguasaan bahasa Jawa pada subjek penelitian.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diberikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh mendorong orang tua Jawa dengan tingkat kepercayaan diri remaja, artinya semakin mendorong pola asuh orang tua maka semakin tinggi tingkat kepercayaan diri remaja dan sebaliknya semakin tidak mendorong pola asuh orang tua semakin rendah tingkat kepercayaan diri remaja.

Saran

? Saran bagi orang tua

Diharapkan para orang tua lebih memperhatikan dan mengevaluasi aspek-aspek pola asuh yang telah diterapkan selama ini dalam mendidik anak.

Pola asuh yang bersifat mendorong sebaiknya ditingkatkan agar dapat membentuk tingkat kepercayaan diri yang tinggi pada diri seorang anak sesuai dengan perkembangannya.

? Saran bagi peneliti selanjutnya

Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dengan bahasan yang sama, disarankan untuk menggunakan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri, seperti penampilan fisik, pendidikan, jenis kelamin maupun status sosial. Namun apabila tertarik menggunakan judul yang sama, disarankan untuk menambah variasi dengan membedakan tempat tinggal subjek, yaitu membedakan kepercayaan diri pada orang Jawa yang tinggal atau menetap di kota dan orang Jawa yang tinggal atau menetap di desa, atau mungkin membedakan kepercayaan diri antar etnis yang lain.

Pada pola pengasuhan orang tua Jawa ini terbagi menjadi tiga macam pola asuh, yaitu pola asuh mendorong, pola asuh menghambat dan pola asuh membiarkan. Hanya saja penelitian ini terfokus pada pola pengasuhan mendorong orang tua Jawa, bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan bahasan yang sama diharapkan mampu menggali lebih dalam lagi dari dua pola asuh orang tua Jawa yang lain, yaitu pola asuh menghambat dan pola asuh membiarkan. Kemudian dapat juga memberikan variasi dalam penulisan angket, yaitu bentuk angket disesuaikan dengan alternatif pilihan sesuai dengan pola asuh. Yaitu dengan memberikan tiga atau lebih alternatif jawaban yang terdiri dan mengindikasikan

masing-masing dari tiga pola asuh tersebut pada setiap pertanyaaan. Misalnya jawaban (a) untuk pernyataan pola asuh mendorong, jawaban (b) untuk pernyataan pola asuh menghambat dan jawaban (c) untuk pernyataan pola asuh membiarkan.

Selain itu perlu dilakukan pemilihan subjek penelitian dengan memperhatikan penguasaan bahasa Jawa pada diri subjek, karena penguasaan bahasa Jawa ini sangat diperlukan ketika pengisian angket, sehingga tidak terjadi kesalahan pengisian alat ukur dan menghindari pengisian alat ukur secara sembarang atau asal-asalan pada subjek penelitian. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh subjek penelitian juga perlu untuk diperhatikan, karena perbedaan jenjang pendidikan tersebut akan menyebabkan simpulan yang berbeda pula.

Pemilihan tempat tinggal subjek penelitian juga sangat diperlukan, karena diketahui bahwa dalam budaya Jawa ada sedikit perbedaan perlakuan terhadap anak-anak mereka antara orang tua Jawa yang tinggal di desa dan orang tua Jawa yang tinggal di kota.

? Saran bagi sekolah

Bagi sekolah yang menjadi subjek dalam penelitian ini diharapkan lebih meningkatkan lagi kualitas belajar mengajar untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan menambah jumlah prestasi siswa dalam bidang akademik maupun non akademik, agar kepercayaan diri siswa yang sudah terbentuk tidak mudah pudar dengan sendirinya. Selain itu juga perlu meningkatkan motivasi siswa dalam berkompetisi, yang di dalamnya termasuk motivasi belajar dan motivasi untuk mengembangkan diri dengan mengadakan training motivasi pada siswa atau

mengadakan aktivitas out bond sehingga siswa dapat belajar sambil bermain sesuai yang dikehendakinya, yang akhirnya dapat meningkatkan semangat belajar para siswa.

Daftar Pustaka

Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Afiatin, T., & Martinah, S. M., 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika, No. 6 / 67-79.

Aken, C., at all. 2007. Parental Personality, Parenting and Toddlers Externalising Behaviours. Euripan Journal of Personality, 21: 993-1015/www.ebscohost.com/25/08/08.

Casmini. 2002. Pola Asuh Orang Tua Ditinjau Dari Penghayatan Ayat-ayat Al-Quran & Hadist Yang Bernuansa Pendidikan, Jenis Kelamin, dan Latar Belakang Pendidikan. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Davies, P. 2004. Meningkatkan Rasa Percaya Diri. Alih Bahasa Saut Pasaribu.Yogyakarta: Torent Books.

Dewi, P. E. 2004. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Tingkat Kepercayaan Diri Remaja. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Djuwarijah. 2002. Penignkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIAI Universitas Islam Indonesia.

Geertz, H. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.

Hakim, T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.

Hamner, T. J., & Turner, P. H., 1996. Parenting in Contemporary Society. Third Edition. Boston: Allyn & Bacon.

Handayani, A. 2001. Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dalam Masalah Sexualitas pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Hildingh, C.,& Luepker, R. V.,& Baigi, A.,& Lidell, E. 2006. Stress, Health Complaints And Self Confidence: A Comparison Beetwen Young Adult Women in Swedenn And USA. Scand J Caring Sci, 20, 202-208/

www.ebscohost.com./25/08/08.

Hetherington, E. M., & Parke, R. D., 1986. Child Psychology A Contemporary Viewpoint. Fourth Edition. Tokyo: Mc Graw-Hill.

Hurlock, E. B. 1973. Adolscent Development 4th Ed. Tokyo: Mc Graw-Hill.

Hurlock, E. B. 1996. Developmental Psychology. Alih Bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Lauster, P. 1990. Personality Test. Alih Bahasa D.H. Gulo. Jakarta: Bumi Aksara.

Idrus, M. 2004. Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa. Disertasi. Yogyakarta:

Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Istriati, I. 1999. Perbedaan Perilaku Seksual Pada Remaja Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Karma, N. 2002. Hubungan Antara Pola Pengasuhan Orang Tua Dan Otonomi Remaja. Jurnal Psikologi Vol. 9/No.1/45-59

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Mahmud, 2003. Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan Tingkah Laku Prososial Anak. Jurnal Psikologi Vol.11/ No.1/ 1-9

Noegroho, T. AJ. 1994. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Prestasi Terbang Siawa Sekolah Penerbangan TNI AU di Yogyakarta: Skripsi.

Fakultas Psikologi Gajah Mada Yogyakarta.

Paramita, D. 2003. Kemampuan Kerja Sama Ditinjau Dari Kepercayaan Diri Dan Kepercayaan Terhadap Orang Lain Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Idonesia.

Prasetyo, B., & Jannah, L. M., 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Purbasari, N. A. 2007. 8 Cara Melepas Kelekatan Anak.

http://www.bandungadvertiser.com/main.php?screen=tips&id=2&arcc=5 6&PHPSESSID=dd3edd6f3c95555619ecaa492df61ba.04/8/2007.

Purnamasari, L. D. & Retnowati, S. 2005. Perbedaan Harga Diri Remaja Ditinjau Dari Status Keluarga Bercerai & Keluarga Yang Tidak Bercerai. Skripsi.

Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Rahmania, H. N & Putra, B. A. 2006. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dengan Kecenderungan Pemalu (Shyness) Pada Remaja Awal. INSAN Vol.8/ No.5/ 211-219

Setiawati, L. 1987. Peran Pola Asuh Orang Tua Terhadap Konsep Diri Remaja Awal di Yogyakarta. Tesis: Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Tanel, Z.,& Erol, M. 2007. Influence of Cooperative Learning Techniques on Student Self Confidence and Factors Affecting Learning Physics.

American Institute of Physics, 978-0-7354-0404-5/07.

www.ebscohost.com./25/08/08.

Tedjasaputra, M. S. 2007. All About Prenting.

http://www.sahabatnestle.co.id/HOMEV2/main/dunia-dancow/parenting_asp.30/8/2007.

Wahyuningrum, A. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh. Skripsi.

Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Widayanti, S. Y & Iryani, S. W. 2005. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kenakalan Anak. Jurnal PKS Vol. IV No.13 / 30-41.

Winarto, 1990. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dengan Kepribadian Wiraswasta pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Yulianto, F. & Nashori, F. 2006. Kepercayaan Diri Dan Prestasi Atlet Tae Kwon

Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi Universitas Diponegara Vol. 3 No.1 / 55-62.

Yusni. M. 2002. Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Prestasi Kerja Pada Perawat. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Yusworini, M & Afiatin, M. 2007. Perbedaan Kepercayaan Diri Remaja Panti Asuhan Yatim Piatu. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Dokumen terkait