• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Manajerial

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

H1 : Apakah Partisipasi Penyusunan Anggaran (X1) berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y) di SKPD Kota Medan?

H2: Apakah Kejelasan Sasaran Anggaran (X2) berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y) di SKPD Kota Medan?

H3:Apakah Akuntabilitas Publik (X3) berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y) di SKPD Kota Medan?

H4:Apakah Partisipasi Penyusunan Anggaran (X1), Kejelasan Sasaran Anggaran (X2), dan Akuntabilitas Publik (X3) berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y) di SKPD Kota Medan?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penetapan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 oleh pemerintah mengenai Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, berimplikasi pada tuntutan otonomi yang lebih luas dan akuntabilitas publik yang nyata dan harus diberikan kepada pemerintah daerah (Halim, 2007:23) dalam Sitepu (2015:1). Selanjutnya, UU ini diganti dan disempurnakan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

Kedua undang-undang tersebut telah mengubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari pertanggungjawaban vertikal (kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban horizontal (kepada masyarakat melalui DPRD).

Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan berkualitas serta adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintah tersebut. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap pertanggungjawaban yang diberikan oleh penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka (Putra, 2013:1). Akibat dari disahkannya undang-undang tentang pemerintah daerah tersebut organisasi sektor publik mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dengan sistem desentralisasi ini, setiap daerah dituntut agar mampu mengelola daerahnya sendiri

dengan cara memaksimalkan segala potensi sumber daya yang juga berasal dari daerah tersebut. Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah diharapkan memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan harus selalu tanggap terhadap daerahnya dengan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik secara transparan dan juga berkualitas.

SKPD adalah unit kerja Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas mengelola anggaran dan barang daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan Kerja dan bertanggung jawab atas aktivitas entitasnya.Putra (2013:4) menyatakan “kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”.Adapun Menurut Mahoneydalam Putra (2013:4) “kinerja manajerial adalah kinerja individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial antara lain: perencanaan, investigasi, koordinasi, pengaturan staf, negosiasi, dan lain-lain”.Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang.

Sejalan dengan hal tersebut, kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi sektor publik karena melalui kinerja, tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi suatu organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi dapat dilihat. Kinerja sektor publik ini sebagian besar dipengaruhi oleh kinerja aparat atau manajerial.

Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik untuk membantu manajer publik untuk menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur (financial dan non financial).Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.(Mardiasmo, 2002:121)

Kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah juga merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran atau tujuan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah daerah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah (Putra, 2013:2).Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini yakni kinerja kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi, kepala sub bidang, kepala sub bagian, dan kepala sub seksi.

Kumorotomo (2005:103) dalam Sari, Sinarwati, Sujana (2014:2) mengungkapkan kinerja organisasi publik adalah hasil akhir (output) organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, transparan dalam pertanggungjawaban,efisien, sesuai dengan kehendak pengguna jasaorganisasi, visi dan misi organisasi,berkualitas, adil, serta diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yangmemadai. Kinerja juga merupakan salah satu kunci keberhasilan SKPD dalam menjalankan tugasnya di pemerintah daerah, karena dengan kinerja yang baik pencapaian good governanceakan senantiasa terbuka lebar.Dalam meningkatkan kinerja, kepala bagian atau pejabat struktural di suatu SKPD juga dituntut untuk bisa menerapkan keadilan prosedural sesuai dengan semestinya.Keadilan prosedural berhubungan dengan keadilan yang digunakan untuk menentukan hasil-hasil yang terdistribusi seperti beban kerja, penghasilan dan lainnya (Sari, Sinarwati, Sudjana, 2014:2).

Partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua pihak atau lebih yang mempunyai dampak masa depan bagi pembuat dan penerima keputusan dan mengarah kepada seberapa besar tingkat keterlibatan aparat pemerintah daerah serta pelaksanaannya untuk mencapai target anggaran tersebut (Bangun, 2009:12). Kenis dalam Bangun (2009:5) mengatakan terdapat 2 (dua) karakteristik sistem penganggaran, yaitu partisipasi dalam penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran. Menurut Brownell dalam Nasution (2013:2) “partisipasi penyusunan anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh seseorang dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi merupakan perilaku, pekerjaan, dan aktivitas yang dilakukan oleh manajer selama aktivitas berlangsung.” Oleh karena partisipasi anggaran melibatkan bawahan dalam proses penyusunannya, sehingga bawahan akan termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

Kejelasan sasaran anggaran adalah adanya sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan individu untuk menyusun target-target anggarannya. Selanjutnya, target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan anggaran yang ingin dicapai organisasi. Hal ini berimplikasi pada penurunan senjangan anggaran (Nasution, 2013:9).Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah merupakan desain teknis pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan daerah.Jika kualitas anggaran pemerinatah daerah rendah, maka kualitas fungsi-fungsi pemerintah daerah cenderung lemah. Anggaran daerah seharusnya tidak hanya berisi mengenai informasi pendapatan dan penggunaan dana (belanja), tetapi harus menyajikan informasi mengenai kondisi

kinerja yang ingin dicapai. Anggaran pemerintah daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran pemerintah daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas (Bangun, 2009:15).

Akuntabilitas publik adalah suatu pertanggungjawaban oleh pihak-pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat/individu di mana nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pertanggungjawaban tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi atas hak-hak yang telah dipungut langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. (Ulum, 2008:47). Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik (Seperti: Pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen dan lembaga-lembaga Negara).

Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik (Mardiasmo, 2002:20). Akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhaadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Oleh karena adanya akuntabilitas, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk menyampaikan penggunaan anggarannya ke publik yang nanti dapat mengukur kinerja manajerialnya.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan olehMarpaung (2010) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Di Pemerintah Kabupaten Toba Samosir”.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir.

Putra (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Akuntabilitas Publik dan Kejalasan Sasaran Anggaran terhadap kinerja manajerial SKPD Kota Padang”.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel akuntabilitas publik dan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD di Kota Padang.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam sebuah skripsi yang berjudul“PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN,

KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, DAN AKUNTABILITAS PUBLIK

Dokumen terkait