• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TINJAUAN TEORITIS

LanjutanTabel 2.3 Tabel Penelitian Terdahulu

2.11 Hipotesis Penelitian

Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.Hipotesis adalah hubungan antara dua variabel atau lebih yang diperkirakan secara logis dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sekaran, 2009:135). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap Peringkat sukuk Pada Perusahaan Penerbit sukuk di Bursa Efek Indonesia.

H2: Return on Asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap Peringkat sukuk Pada Perusahaan Penerbit sukuk di Bursa Efek Indonesia.

H3: Current Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap Peringkat sukuk Pada Perusahaan Penerbit sukuk di Bursa Efek Indonesia.

H4: Maturitasberpengaruh negatif terhadap Peringkat sukuk Pada Perusahaan Penerbit sukuk di Bursa Efek Indonesia.

Debt To Equity Ratio

Peringkat Sukuk Return on Asset

Current Ratio Maturitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pasar modal di suatu negara seringkali dijadikan tolak ukur kemajuan perekonomian suatu negara. Sedangkan bagi para investor, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi), ekuitas (saham), instrumen derivative maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lainnya dan sarana bagi kegiatan berinvestasi (Darmadji,et al.2001:1). Pasar modal di Indonesia memiliki berbagai macam pilihan sekuritas untuk berinvestasi,salah satu sekuritas yang diperdagangkan tersebut adalah obligasi. Obligasi adalah surat berharga dalam bentuk sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman (investor) dengan yang diberi pinjaman (emiten).

Obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada emiten dengan janji membayar bunga secara periodik selama periode tertentu. Padahal dalam Islam bunga merupakan riba yang jelas diharamkan. Untuk itu, dalam perkembangannya ada alternatif pengganti obligasi yang berbasis bunga (riba) yaitu obligasi syariah atau dikenal dengan nama sukuk.

Sukuk ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang sukuk sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali pokok dana sukuk pada tanggal pembayaran kembali namun akadnya bukan utang-piutang melainkan investasi. Sebelum ditawarkan, sukuk harus diperingkatkan oleh suatu lembaga atau agen pemeringkat obligasi (rating agency). Agen pemeringkat obligasi adalah lembaga independen yang memberikan informasi pemeringkatan skala risiko, dimana salah satunya adalah sekuritas sukuk sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu sukuk bagi investor. Keamanan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi pokok pinjaman.Sehingga pemodal bisa menggunakan jasa agen pemeringkat obligasi tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai peringkat sukuk. Proses peringkatan ini dilakukan untuk menilai kinerja perusahaan, sehingga rating agency dapat menyatakan layak atau tidaknya sukuk tersebut diinvestasikan.

Kualitas suatu sukuk dapat dimonitor dari informasi peringkatnya (rating). Sejak tahun 1995, surat utang khususnya yang diterbitkan melalui penawaran umum wajib untuk diperingkat oleh lembaga pemeringkat yang terdaftar di Bapepam. Di Indonesia terdapat dua lembaga pemeringkat sekuritas utang, yaitu PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) dan PT Kasnic Credit Rating Indonesia. Namun dalam penelitian sekarang lebih mengacu pada PT. PEFINDO. Aspek penilaian obligasi yang dilakukan PT. PEFINDO berdasarkan pada 3 aspek yaitu aspek keuangan, aspek industri dan aspek bisnis. Namun belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai aspek mana yang lebih diutamakan dalam

pemeringkatan. Tujuan penelitian ini adalah menguji salah satu aspek tersebut yaitu aspek keuangan. Aspek keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variabel leverage, profitabilitas dan likuiditas. Alasan dipilihnya variabel-variabel tersebut adalah karena variabel tersebut sering digunakan investor dalam mengukur atau menilai kinerja perusahaan.

Investor harus melihat banyaknya penggunaan hutang oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Untuk pengukuran hutang perusahaan menggunakan Leverage. Leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Proksi rasio hutang yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio(DER) yaitu rasio yang digunakan untuk perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (hutang ekstrim) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat hutang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban hutang tersebut (Fahmi, 2014:75). Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar sumber pendanaan perusahaan yang didanai oleh utang sehingga kondisi tersebut menyebabkan perusahaan dihadapkan pada kemungkinan default risk atau peringkat sukuk yang rendah (Herwidi, 2005).

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Profitabilitas di ukur dengan ROA (Return on Asset) yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan aset yang dipergunakan (Hanafi dan Halim,

2003:27). Semakin tinggi profitabilitas yang diukur dengan ROA maka semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang dimiliki dan penerbit obligasi dikelompokkan pada ketegori peringkat investasi (investment grade) (Manurung, etal.2009).

Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan utang lancarnya juga bisa mempengaruhi peringkat obligasi yang diperoleh. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk memenuhi kewajibannya atau membayar utang jangka pendeknya (Kasmir, 2008). Likuiditas diukur dengan menggunakan current ratio (rasio lancar). Current ratio digunakan karena merupakan indikator terbaik untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan aktiva-aktivanya dapatdiubah menjadi kas dengan cepat untuk melunasi utang perusahaan. Menurut Gitman (629:2006), semakin tinggi tingkat current rasio di suatu perusahaan, maka semakin tinggi likuiditasnya dan semakin baik pula peringkat obligasi yang diberikan kepada perusahaan tersebut.

Brigham, et al.(2006) menyatakan umur obligasi berpengaruh pada peringkat sukuk. Waktu jatuh tempo (maturitas) adalah jangka waktu sejak diterbitkannya obligasi sampai dengan tanggal jatuh tempo obligasi dan mewajibkan emiten untuk membayar kembali dana sukuk tersebut. Semakin lama sukuk tersebut jatuh tempo maka semakin banyak resiko yang akan dialami oleh investor dan melemahkan peringkat sukuk suatu perusahaan, maka karena itu banyak investor yang memilih sukuk yang singkat jatuh temponya.

Selain kejadian tersebut, berikut ini dapat dilihat gambaran suatu data empiris mengenai hubungan variabel-variabel independen dengan peringkat sukuk di Bursa Efek Indonesia.

Tabel 1.1

Data Debt to Equity Ratio dan Peringkat Sukuk di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014 Kode Perusahaan Nama Obligasi Syariah (Sukuk) DER (%) PeringkatSukuk 2012 2013 2014 2012 2013 2014 BBMI Sukuk Subordinasi Mudharabah I Tahap II Bank Muamalat 2008

4.48 4.97 4.35 A+(sy) A(sy) A(sy)

Sukuk Subordinasi Mudharabah Berkelanjutan I Tahap II Bank Muamalat 2012

4.48 4.97 4.35 A+(sy) A(sy) A(sy)

PPLN

Sukuk Ijarah PLN IV Tahu 2010 Seri A

2.50 2.92 2.66 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy)

Sukuk Ijarah PLN IV Tahun

2010 Seri B

2.50 2.92 2.66 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy) Sumber:

Berdasarkan Tabel 1.1 yang menjelaskan data debt to equity ratio tersebut dapat dilihat indikasi perbedaan. Pada tahun 2012 PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang menerbitkan sukuk mudharabah memilki DER sebesar 4,48 dan mengalami kenaikan pada tahun 2013 menjadi 4,97 dan peringkat sukuknya mengalami penurunan dari A+(sy) menjadi A(sy). Sedangkan pada PT PLN yang menerbitkan sukuk ijarah juga mengalami kenaikan pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,92 yang sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 2,50 terjadi kenaikan peringkat yang dari AA+(sy) menjadi AAA(sy). Hal yang terjadi pada PT PLN ini tidak sesuai

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Herwidy (2006) yang menyatakan semakin tinggi DER pada suatu perusahaan seharusnya makin rendah peringkat sukuk pada perusahaan tersebut.

Tabel 1.2

Data Return on Asset dan Peringkat Sukuk di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014 Kode Perusahaan Nama Obligasi Syariah (Sukuk)

ROA (%) Peringkat Sukuk

2012 2013 2014 2012 2013 2014 BBMI Sukuk Subordinasi Mudharabah I Tahap II Bank Muamalat 2008

8.80 5.50 12.10 A+(sy) A(sy) A(sy)

Sukuk Subordinasi Mudharabah Berkelanjutan I Tahap II Bank Muamalat 2012

8.80 5.50 12.10 A+(sy) A(sy) A(sy)

PPLN

Sukuk Ijarah PLN IV Tahu 2010 Seri A

5.53 4.44 2.94 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy) Sukuk Ijarah

PLN IV Tahun 2010

Seri B

5.53 4.44 2.94 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy)

Sumber:

Pada Tabel 1.2 yang menjelaskan data return on asset, terlihat PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang menerbitkan sukuk mudharabah mengalami penurunan pada tahun 2013 dimana pada tahun 2012 sebesar 8,80 menjadi 5,50. Peristiwa ini mengakibatkan peringkat sukukperusahaan menjadi turun yaitu A+(sy) ke A(sy). Pada PT PLN yang menerbitkan sukuk ijarah mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu 4,44 menjadi 5,53 dan terjadi kenaikan pada

peringkat sukuk. Hal yang terjadi pada PT Muamalat Indonesia tbk ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Manurung, etal.2009), karena semakin rendahnya return on asset pada perusahaan PT Muamalat Indonesia Tbk semakin rendah juga peringkat obligasinya.

Tabel 1.3

Data Current Ratio dan Peringkat sukuk di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014 Kode Perusahaan Nama Obligasi Syariah (Sukuk) CR(%) Peringkat Sukuk 2012 2013 2014 2012 2013 2014 BBMI Sukuk Subordinasi Mudharabah I Tahap II Bank Muamalat 2008

89.70 69.60 270.30 A+(sy) A(sy) A(sy)

Sukuk Subordinasi Mudharabah Berkelanjutan I Tahap II Bank Muamalat 2012

89.70 69.60 270.30 A+(sy) A(sy) A(sy)

PPLN

Sukuk Ijarah PLN IV Tahu 2010 Seri A

92.10 94.40 97.81 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy)

Sukuk Ijarah PLN IV Tahun 2010

Seri B

92.10 94.40 97.81 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy)

Sumber:

Pada Tabel 1.3 yang menjelaskan data current ratio terlihat PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang menerbitkan sukuk mudharabah mengalami kenaikan pada tahun 2014 menjadi 270,30 yang sebelumnya 69,60 pada tahun 2013 namun peringkat sukuk tidak berubah. PT PLN mengalami kenaikan pada tahun 2013 menjadi 94,40 yang sebelumnya 92,10 pada tahun 2013 dan mengakibatkan peringkat naik dari AA+(sy) menjadi AAA(sy). Hal ini sesuai

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gitman (629:2006), karena jika current ratio pada perusahaan PT PLN mengalami kenaikan seharusnya peringkat sukuknya juga harus naik.

Menurut teori Bringham, etal.(2009 : 373), peringkat sukuk dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, yaitu faktor keuangan dan faktor non keuangan. Faktor keuangan terdiri dari rasio-rasio yaitu debt to equity ratio, return on asset dan current ratio. Semakin baik rasio-rasio keuangan tersebut semakin tinggi peringkat sukuk di suatu perusahaan.Ada pula faktor non keuangan yang mempengaruhi peringkat sukuk, yaitu maturitas (masa jatuh tempo), jaminan aset dan ukuran perusahaan. Namun pada penelitian ini dipilihlah variabel maturitas, agar mengetahui sejauh mana variabel tersebut mempengaruhi peringkat sukuk di suatu perusahaan.Berikut data empiris maturitas:

Tabel 1.4

Data Maturitas dan Peringkat Sukuk di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014 Kode Perusahaan Nama Obligasi Syariah (Sukuk)

Maturitas (Tahun) Peringkat Sukuk

2012 2013 2014 2012 2013 2014 BBMI Sukuk Subordinasi Mudharabah I Tahap II Bank Muamalat 2008

6 5 4 A+(sy) A(sy) A(sy)

Sukuk Subordinasi Mudharabah Berkelanjutan I Tahap II Bank Muamalat 2012

9 8 7 A+(sy) A(sy) A(sy)

PPLN Sukuk Ijarah PLN IV Tahu

2010 Seri A

Sukuk Ijarah PLN IV Tahun

2010 Seri B

9 8 7 AA+(sy) AAA(sy) AAA(sy)

Sumber:

Pada Tabel 1.4 terlihat PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang menerbitkan sukuk mudharabah memiliki maturitas yang masih panjang yaitu 10 tahun pada 2012 dan semakin dekat masa jatuh temponya terjadi penurunan peringkat menjadi A(sy) yang sebelumnya pada tahun 2012 peringkat A+(sy). Namun PT PLN yang menerbitan sukuk ijarah juga memiliki maturitas selama 6 tahun lagi pada tahun 2013 dan semakin hari semakin dekat dengan waktu jatuh

temponya terjadi kenaikan peringkat menjadi AAA(sy) yang 2012 peringkatnya

AA+(sy). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Brigham, et al .(2009).

Fenomena ini menunjukan beberapa penelitian yang tidak sesuai dengan pendapat ahli sehingga penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah mengenai “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return on Asset, Current Ratio dan

Maturitas terhadap peringkat Sukuk pada Perusahaan Penerbit Sukuk di Bursa Efek Indonesia“.

Dokumen terkait