• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian dampak pendirian minimarket terhadap perubahan omzet pedagang eceran tradisional adalah:

1. Tingkat pendidikan berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka perubahan omzet akan semakin kecil.

2. Jam kerja pedagang eceran tradisional berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin lama jam kerja pedagang eceran tradisional maka perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin kecil.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Usaha Pedagang

Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket

Perkembangan Sektor Ritel

Persaingan Industri Ritel

Kondisi Umum Minimarket

Kondisi Umum Pedagang Eceran Tradisional

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat

Akibat Pendirian Minimarket

Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) Analisis Regresi Logit Analisis Regresi Linear Berganda Rekomendasi Kebijakan Perubahan Omzet Pedagang

Eceran Tradisional

Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat

3. Lama usaha pedagang eceran tradisional berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin lama pedagang eceran tradisional beroperasi, maka perubahan omzet pedagang eceran tradisional akan semakin kecil.

4. Jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin jauh lokasi usaha ritel tradisional dengan minimarket maka perubahan omzet pedagang eceran tradisional akan semakin kecil.

Hipotesis dari penelitian dampak pendirian minimarket terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat adalah:

1. Usia berhubungan negatif dengan perubahan tingkat pengeluaran masyarakat. Semakin tua usia, maka tingkat pengeluaran responden cenderung akan semakin tidak meningkat.

2. Jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket berhubungan negatif dengan perubahan tingkat pengeluaran masyarakat. Semakin jauh jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket, maka tingkat pengeluaran responden akan semakin tidak meningkat.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah dengan jumlah minimarket yang terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir. Aktivitas minimarket ini menuai kritik dari beberapa pedagang eceran tradisional di sekitar Desa Dramaga karena ternyata berdampak pada penurunan omzet para pedagang tersebut. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan yang dimulai dari bulan Maret hingga Juni 2012. Dalam kurun waktu tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan analisis dalam rangka menjawab tujuan penelitian.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling dengan metode “purposive sampling”. Purposive Sampling digunakan dalam situasi dimana peneliti memilih responden dengan tujuan tertentu. Selain itu, penggunaan metode purposive sampling disebabkan oleh karakteristik jumlah populasi yang tidak diketahui dengan pasti.Kriteria sampel pedagang yang dipilih adalah pedagang eceran tradisional yang jarak lokasi usahanya maksimum 400 meter dari minimarket terdekat dan lama usahanya minimal 3 tahun. Selain itu, sampel yang dipilih adalah individu atau rumah tangga yang bertempat tinggal di sekitar minimarket yang teletak di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 25 responden pedagang eceran tradisional dan 30 responden masyarakat. Sampel yang dipilih sesuai dengan lokasi pemukiman sekitar kawasan minimarket, sehingga dapat memilih responden yang bermukim di daerah tersebut yang secara langsung menerima dampak dari pendirian minimarket.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berasal dari wawancara mendalam berupa kuisioner terhadap pemilik pedagang eceran tradisional yang menjadi responden sehingga dapat mengetahui pengaruh pendirian minimarket terhadap pedagang eceran tradisional. Data sekunder diperoleh dari Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta serta beberapa artikel yang tekait dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program

software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows.

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional akibat pendirian minimarket adalah:

Yi = b0 + b1 PDi + b2 JMi + b3 LUi + b4 JRi + b5 USi + ei ... (3.1)

dimana:

Yi = perubahan omzet usaha responden (persen/bulan)

PDi = tingkat pendidikan (“1” untuk SD, “2” untuk SMP, “3” untuk SMA, dan “4” untuk S1)

JKi = jam kerja (jam/hari)

LUi = lama usaha (tahun)

JRi = jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket terdekat (meter)

USi = usia (tahun)

b0 = konstanta

ei = residual model

b1, b2, …, b5 = nilai koefisien dari masing-masing variabel bebas

Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi

variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homoskedastik. b. Tidak ada autokolerasi dalam residual.

c. Variasi residual menyebar normal.

d. Nilai rata-rata dari unsur residual sama dengan nol.

e. Nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang. f. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai variabel lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Variabel kontrol merupakan variabel yang dimasukkan ke dalam penelitian untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu pada model penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak bias atau salah persepsi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel terikat dan bebas yang digunakan untuk melihat pengaruh dari munculnya pasar modern (minimarket) antara lain:

a. Perubahan Omzet Penjualan (Y) adalah perubahan omzet penjualan per bulan yang dilihat dari jumlah total hasil penjualan barang tertentu dari pedagang eceran tradisional dalam waktu satu bulan penjualan akibat munculnya minimarket disekitar pedagang eceran tersebut. Variabel ini diukur dengan satuan persen pada perubahan omzet penjualan yang terjadi. Perubahan omzet diasumsikan negatif (Y≤0).

b. Tingkat Pendidikan (PD) adalah lama pendidikan responden yang telah dilalui di bangku sekolah formal yang dikelompokkan dalam empat ketegori pendidikan formal (Kusmiati, Subekti, dan Windari 2007). Variabel ini merupakan variabel kategorik ordinal, nilai “1” untuk SD, “2”

untuk SMP, “3” untuk SMA, dan “4” untuk S1. Variabel tingkat pendidikan diduga akan mempengaruhi perubahan omzet pedagang eceran

tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka perubahan omzet akan semakin meningkat karena pedagang cenderung lebih berani membuka usaha dengan resiko yang tinggi, misalnya meminjam modal ke bank untuk menambah modal usaha.

c. Jam Kerja (JM) adalah waktu pedagang eceran tradisional beroperasi setiap harinya. Variabel ini diukur dengan satuan jam/hari. Variabel jam kerja diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin lama jam kerja usaha pedagang eceran tradisional maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin meningkat. d. Lama Usaha (LU) adalah kurun waktu yang telah dilalui atau lamanya

responden menjalankan usaha ritel tradisional mulai pertama kali berdiri sampai dengan penelitian dilakukan (Kusmiati, et al., 2007). Variabel ini diukur dengan satuan tahun. Variabel lama usaha diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin lama usaha pedagang eceran tradisional beroperasi, maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin meningkat.

e. Jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket (JR) adalah kedekatan lokasi antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket

dengan satuan meter. Variabel jarak diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin dekat lokasi usaha ritel tradisional dengan minimarket maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin menurun.

f. Usia (US) adalah usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Usia merupakan variabel kontrol.

3.6 Pengujian Asumsi Klasik

Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap model agar dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan- penyimpangan asumsi klasik atau tidak.

best = yang terbaik

linear = merupakan fungsi linear dari sampel

unbiased = rata-rata nilai harapan (E(bi)) harus sama dengan nilai yang

sebenarnya (bi)

efficient estimator = memiliki varians yang minimal diantara pemerkiraan lain yang tidak bias

3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikatnya mempunyai distribusi normal atau tidak. Suatu model regresi dikatakan baik, apabila memiliki distribusi normal ataupun mendekati normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat gambar histogram, tetapi seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit untuk disimpulkan. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Pada penggunakan software SPSS, dapat dilihat berdasarkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada N-par test, jika nilai

Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha, maka data terdistribusi normal.

3.6.2 Uji Multikolinearitas

Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui:

a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.

b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel

independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.

Cara untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan menghitung korelasi antara dua variabel bebas. Cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel.

3.6.3 Uji Autokorelasi

Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji F- statistic menjadi tidak valid.

Cara mendeteksi ada tidaknya autokorelasi bisa dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson (DWstatistik), kemudian membandingkannya dengan DWtabel.

Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai DWstatistik

terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai table dl dan du. Pengujian menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat autokorelasi

Tabel 4. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4− � < DW < 4 Tolak H0, korelasi serial negatif

4− �< DW < 4− � Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4− � Terima H0, tidak ada korelasi serial ��< DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial

< DW < � Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < � Tolak H0, korelasi serial positif

Solusi dari masalah autokorelasi adalah:

1. Penghilangan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel endogen.

2. Kesalahan spesifikasi model. Hal tersebut diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi model non linear atau sebaliknya.

3.6.4 Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Gujarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah:

a. Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased Estimator (LUE).

b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.

c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya.

3.7 Pengujian Statistik Analisis Regresi 3.7.1 Koefisiensi Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel bebas yang digunakan dengan variabel terikat. Koefisien determinasi adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama. Besarnya R2 berada diantara 0 dan 1 (0<R2<1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin mendekati satu, nilai R2 berarti dapat dikatakan bahwa model tersebut baik. Karena semakin besar hubungannya antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain, semakin mendekati satu maka variasi variabel terikat hampir seluruhnya dipengaruhi dan dijelaskan oleh variabel bebas.

3.7.2 Uji F-statistic

Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob (F-statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

H0 : β1 = β2 =…= βk =0

H1 : minimal ada salah satu βi yang tidak sama dengan nol

Tolak H0 jika F-statistic lebih besar dari F α(k-1,NT-N-K) atau Prob (F-statistic) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat

menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel dependen.

3.7.3 Uji t-statistic

Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tolak H0 jika t-statistic lebih besar dari t α/2(NT-K-1) atau (t-statistic) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat

menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial mempengaruhi variabel dependen.

2.7.4 Uji-t berpasangan (paired t-test)

Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Uji-t ini membandingkan satu kumpulan pengukuran yang kedua dari contoh yang sama.

Uji ini sering digunakan untuk membandingkan nilai “sebelum” dan “sesudah”

percobaan untuk menentukan apakah perubahan nyata telah terjadi. Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama (sebelum) dan data dari perlakuan kedua (sesudah). Perlakuan pertama mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek penelitian. Misal pada penelitian mengenai omzet pedagang tertentu. Sebagai perlakuan pertama, peneliti menerapkan kontrol, sedangkan pada perlakuan kedua, barulah objek penelitian dikenai suatu tindakan tertentu, misal omzet pedagang setelah pendirian minimarket. Dengan demikian, perubahan omzet pedagang dapat diketahui dengan cara membandingkan kondisi objek penelitian sebelum dan sesudah pendirian

3.8 Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat

Peningkatan pengeluaran masyarakat setelah pendirian minimarket dapat dianalisis sebagai data binner. Data binner merupakan bentuk data yang

menggambarkan pilihan “Meningkat atau Tidak Meningkat”. Dengan kondisi

seperti ini, jenis penggunaan regresi yang sesuai untuk pemodelan adalah regresi logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989). Bentuk fungsi model logit adalah:

Logit (pi) =� �� �−

� ... (3.2)

Model persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Logit (pi) = 0 + 1USi + 2JRi +εi ... (3.3)

dimana:

Logit (pi) = peluang tingkat pengeluaran responden akibat pendirian minimarket

(bernilai 1 untuk “meningkat” dan 0 untuk “tidak meningkat”) 0 = intersep

1 , 2 = koefisien regresi USi = usia (tahun)

JRi = jarak tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat (meter)

εi = galat

3.9 Definisi Operasional Variabel

Variabel terikat (dependent) yang digunakan memiliki nilai nol “0” dan satu

“1”. Nilai nol mewakili jawaban tingkat pengeluaran tidak meningkat akibat

pendirian minimarket. Sedangkan nilai satu mewakili jawaban tingkat pengeluaran meningkat akibat pendirian minimarket. Variabel terikat (independent) yang digunakan untuk melihat pengaruh dari munculnya

minimarket terhadap peningkatan pengeluaran masyarakat antara lain:

1. Usia (US) adalah usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Semakin tua usia responden, maka tingkat pengeluaran responden cenderung tidak meningkat karena responden dengan usia yang lebih tua cenderung dapat mengendalikan pengeluarannya.

2. Jarak (JR) adalah kedekatan lokasi antara tempat tinggal responden dengan

minimarket terdekat dalam satuan meter. Variabel jarak diduga akan mempengaruhi tingkat pengeluaran responden. Semakin jauh antara tempat tinggal responden dengan minimarket maka tingkat pengeluaran responden akan cenderung semakin tidak meningkat.

3.10 Rasio Odd

Rasio Odd merupakan rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien bertanda positif menunjukkan nilai rasio odd yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor

Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6o18’0”- 6o47’10” lintang selatan dan 106o23’45”- 107o13’30” bujur timur. Kabupaten Bogor secara administratif terdiri dari 428 desa/kelurahan meliputi 411 desa dan 17 kelurahan, dengan jumlah 3.770 RW dan 15.124 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah:

- sebelah utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi;

- sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;

- sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur;

- sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta;

- bagian tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Pada tahun 2006, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 4.239.783 jiwa dan menjadi 4.771.932 jiwa pada tahun 2010 (hasil Sensus Penduduk Nasional 2010). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk periode 2006-2010 adalah sebesar 3,10 persen. Jumlah penduduk tersebut menempatkan Kabupaten Bogor pada urutan pertama Kabupaten/Kota terbanyak penduduknya di Provinsi Jawa Barat maupun Indonesia.

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Dramaga

Kecamatan Dramaga memiliki luas wilayah 2.632,13 hektar. Jumlah penduduk Kecamatan Dramaga pada tahun 2009 adalah 92.402 jiwa dan meningkat menjadi 100.679 jiwa pada tahun 2010. Batas administratif Kecamatan Dramaga adalah:

- sebelah utara : Kecamatan Rancabungur - sebelah barat : Kecamatan Ciampea - sebelah selatan : Kecamatan Kota Bogor

- sebelah timur : Kecamatan Ciomas dan Kota Bogor Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 Desa, yaitu:

1. Desa Purwasari 2. Desa Petir 3. Desa Sukadamai 4. Desa Sukawening 5. Desa Neglasari 6. Desa Sinarsari 7. Desa Ciherang 8. Desa Dramaga 9. Desa Babakan 10.Desa Cikarawang

4.3 Kondisi Usaha Ritel di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

Sebagai kota yang tergabung dalam Jabodetabek, Bogor telah mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk secara pesat. Hingga kini terdapat 401 usaha ritel modern di Kabupaten Bogor, 392 diantaranya adalah minimarket. Tabel 5 menunjukkan jumlah minimarket di setiap Kecamatan di Kabupaten Bogor. Dapat dilihat bahwa jumlah minimarket terbanyak adalah Kecamatan Cibinong dengan jumlah 65 minimarket sedangkan minimarket di Kecamatan Dramaga hanya berjumlah 11 minimarket. Bukan kuantitasnya yang penulis permasalahkan, namun dengan jumlah 11 minimarket saja sudah menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Tumbuh pesatnya minimarket di Kecamatan Dramaga dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Kekuatan modal antara minimarket dengan pengusaha pedagang eceran tradisional tentu tidak sebanding. Minimarket dengan sistem waralaba dapat memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional.

Sebagian responden mengatakan bahwa setelah pendirian minimarket,

protes terhadap pemerintah setempat saat mengetahui pembangunan minimarket

baru. Realitanya, aksi tersebut tidak membuahkan hasil. Pihak minimarket

meminta persetujuan warge sekitar yang bukan pedagang untuk memperoleh izin pendirian minimarket di Kecamatan Dramaga.

Tabel 5. Jumlah Minimarket (Unit)di Kabupaten Bogor Tahun 2011

Kecamatan Jumlah Kecamatan Jumlah

Nanggung 0 Jonggol 9

Leuwiliang 6 Cileungsi 33

Leuwisadeng 1 Klapanunggal 7

Pamijahan 1 Gunung Putri 59

Cibungbulang 11 Citeurep 29

Tenjolaya 1 Cibinong 65

Ciampea 11 Bojonggede 31

Dramaga 11 Tajurhalang 3

Ciomas 18 Kemang 1

Taman Sari 3 Rancabungur 0

Cijeruk 1 Parung 6

Cigombong 9 Ciseeng 2

Caringin 11 Gunung Sindur 7

Ciawi 12 Rumpin 1

Cisarua 7 Cigudeg 1

Megamendung 4 Sukajaya 0

Sukaraja 11 Jasinga 2

Babakan Madang 4 Tenjo 2

Sukamakmur 0 Parung Panjang 8

Cariu 2

Total 392

Tanjungsari 2

Sumber: Diskoperindag Kabupaten Bogor, 2012

4.4 Karakteristik Responden Pedagang Eceran Tradisional di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Tahun 2012

Pedagang eceran tradisional yang menjadi responden adalah pedagang eceran atau warung/toko kecil yang memiliki kesamaan barang yang dijual dengan minimarket minimal 50 persen dan lama usaha minimal tiga tahun. Jumlah pedagang eceran yang dijadikan responden adalah 25 pedagang yang berlokasi di sekitar minimarket dengan jarak maksimum 400 meter.

4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pedagang eceran tradisional sebagian besar adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada kenyataanya sebagian besar pedagang eceran tradisional sudah memenuhi wajib belajar sembilan tahun, tetapi keterbatasan lapangan kerja mendorong mereka untuk berwirausaha di bidang perdagangan eceran. Karakteristik perdagangan eceran (ritel) yang tidak memerlukan keahlian khusus serta pendidikan tinggi untuk menekuninya, membuat mereka terjun ke dunia ritel. Sebaran tingkat pendidikan masing-masing responden dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Hubungan antara tingkat pendidikan dengan perubahan omzet responden disajikan pada Tabel 6. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, omzet

Dokumen terkait