• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran Masyarakat (Kasus : Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran Masyarakat (Kasus : Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional (Hartati, 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor perdagangan memiliki kontribusi terbesar kedua setelah industri pengolahan terhadap Pendapatan Domesik Bruto(PDB).

Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) di Indonesia Tahun 2008-2011

Lapangan Usaha 2008 2009 2010* 2011**

Pertanian, Peternakan,

Kehutanan & Perikanan 284.619,1 295.883,8 304.736,7 313.727,8 Pertambangan dan

Penggalian 172.496,3 180.200,5 186.634,9 189.179,2 Industri Pengolahan 557.764,4 570.102,5 597.134,9 634.246,9 Listrik, Gas dan Air

Bersih 14.994,4 17.136,8 18.050,2 18.920,5

Konstruksi 131.009,6 140.267,8 150.022,4 160.090,4 Perdagangan Besar dan

Eceran 301.941,3 302.028,4 331.312,9 364.449,9

Hotel & restoran 61.876,9 66.434,6 69.162,0 72.800,8 Pengangkutan dan

Komunikasi 165.905,5 192.198,8 217.977,4 241.285,2 Keuangan, Real Estate

dan Jasa Perusahaan 198.799,6 209.163,0 221.024,2 236.076,7 Jasa-jasa 193.049,0 205.434,2 217.782,4 232.464,6 Produk Domestik Bruto 2.082.456,1 2.178.850,4 2.313.838,0 2.463.242,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Keterangan: *Angka sementara

**Angka sangat sementara

Sektor perdagangan terdiri dari perdagangan besar dan eceran. Dilihat dari sisi pengeluaran, PDB yang ditopang oleh pola pengeluaran memiliki hubungan erat dengan industri ritel (perdagangan eceran). Hal ini menjadi daya dorong pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca krisis 2008.

(2)

industri pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan, rumah makan, dan hotel.

Karakteristik industri ritel (perdagangan eceran) yang tidak memerlukan keahlian khusus serta pendidikan tinggi untuk menekuninya, membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke dunia ritel, terutama dalam kategori usaha kecil menengah (UKM). Realitanya, pedagang-pedagang kecil ini mendominasi jumlah tenaga kerja dalam industri ritel Indonesia.

Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Industri Usaha (Jiwa) di Indonesia Tahun 2010-2011

Lapangan Pekerjaan Utama

2010 2011

Februari Agustus Februari Agustus Pertanian 42.825.807 41.494.941 42.475.329 39.328.915 Pertambangan 1.188.634 1.254.501 1.352.219 1.465.376 Industri Pengolahan 13.052.521 13.824.251 13.696.024 14.542.081 Listrik, Gas, dan Air 208.494 234.070 257.270 239.636 Bangunan 4.844.689 5.592.897 5.591.084 6.339.811 Perdagangan Besar,

Eceran, Rumah Makan, dan Hotel

22.212.885 22.492.176 23.239.792 23.396.537 Angkutan,

Pergudangan dan Komunikasi

5.817.680 5.619.022 5.585.124 5.078.822 Keuangan, Asuransi,

Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan

1.639.748 1.739.486 2.058.968 2.633.362 Jasa Kemasyarakatan 15.615.114 15.956.423 17.025.934 16.645.859 Total 107.405.572 108.207.767 111.281.744 109.670.399 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Munculnya industri ritel tidak dapat dihindari karena pertumbuhan penduduk yang pesat setiap tahunnya tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja. Masyarakat yang sebelumnya bekerja di industri pertanian kemudian berubah dan beralih ke industri ritel yang lebih menjanjikan. Mayoritas pedagang ritel berasal dari kalangan menengah ke bawah. Perkembangan industri ritel seharusnya senantiasa memperhatikan kepentingan pedagang kecil agar tidak menimbulkan permasalahan sosial yang besar1.

1

(3)

Pelaku usaha ritel Indonesia dapat dibedakan menjadi pedagang eceran tradisional (ritel tradisional) dan pedagang eceran modern (ritel modern). Pedagang eceran tradisional rata-rata memiliki kemampuan kapital menengah ke bawah, sedangkan ritel modern atau pasar modern terdiri dari pedagang-pedagang dengan kapital yang besar. Industri ritel dalam beberapa tahun terakhir berkembang dengan sangat pesat. Beberapa pelaku usaha ritel modern dengan kemampuan kapital yang luar biasa tumbuh pesat dalam jangka waktu yang singkat. Mereka mewujudkannya dalam bentuk minimarket, supermarket bahkan

hypermarket yang kini bertebaran di setiap kota besar Indonesia.

Perusahaan ritel modern kini bermunculan dengan menawarkan tidak hanya ketersediaan barang, tetapi juga menyangkut berbagai hal yang lebih terkait dengan aspek psikologis konsumen. Tingkat pendapatan masyarakat yang terus berkembang telah menyebabkan terjadinya segmen-segmen konsumen yang menginginkan adanya perubahan dalam model pengelolaan industri ritel. Misalnya menyangkut aspek kebersihan, kenyamanan, keamanan, bahkan juga menyangkut image yang dicoba ditanamkan di mata konsumen, seperti tempat barang murah dengan kualitas bagus, bergengsi dan sebagainya.

Dewasa ini, pedagang eceran tradisional semakin terpuruk dengan menjamurnya ritel modern, khususnya minimarket. Penyebaran minimarket

hampir merata di seluruh provinsi di Indonesia. Legalisasi pendirian minimarket

pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk pada sistem jaringan jalan lingkungan2 pada kawasan perumahan oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 membuat minimarket kian menjamur di berbagai tempat. Tidak mengherankan bila terdapat banyak minimarket di Kabupaten Bogor yang padat penduduk, dengan jumlah penduduk sebanyak 4.771.932 jiwa3. Hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Bogor, muncul minimarket-minimarket baru yang berkembang semakin pesat.

Pasar modern di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan selama periode 2000 hingga 2011. Berdasarkan data tahun 2011 yang diperoleh dari Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten

2

Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah (Perpres RI No.112 Tahun 2007).

3

(4)

Bogor, terdapat 9 unit pasar modern yang terdiri dari hypermarket, supermarket,

Tabel 3. Jumlah Pasar Modern (Unit) di Kabupaten Bogor Tahun 1997-2011

Tahun

Jumlah

Hypermarket Supermarket Departement Minimarket Jumlah

Store Pedagang

(5)

Penduduk Kecamatan Dramaga yang terdiri dari 100.679 jiwa dengan luas wilayah 2.632,13 hektar menjadi lokasi yang strategis bagi minimarket. Sebagian penduduk Dramaga merupakan pendatang karena berlokasi di dekat kampus IPB Dramaga. Kedatangan para pendatang yang sebagian besar adalah mahasiswa dengan gaya hidup yang lebih modern memicu para pengusaha besar untuk berlomba-lomba mendirikan minimarket di sekitar kampus IPB Dramaga. Mahasiswa umumnya ingin memenuhi kebutuhannya secara praktis, mereka lebih memilih berbelanja di tempat yang bersih dan nyaman. Akibatnya, minimarket

semakin menjamur di Kecamatan Dramaga. Keberadaaan minimarket tersebut menyebabkan keterpurukan pedagang eceran tradisional di Kecamatan Dramaga.

Lokasi minimarket dengan jarak yang sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan di wilayah tersebut. Dari segi harga, minimarket sering mengadakan promosi dengan potongan harga yang menarik, sehingga para konsumen beralih ke minimarket tersebut. Selain itu, kualitas pelayanan

minimarket yang lebih baik dari pedagang eceran tradisional tentu saja membuat harapan pemilik pedagang eceran tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari keuntungan yang diperoleh semakin tersendat (Wijayanti, 2011).

Kelengkapan barang, harga yang murah, potongan harga yang menarik penataan produk yang baik, dan tempat yang nyaman menjadi daya tarik yang ditawarkan minimarket kepada konsumen. Implikasinya, tingkat pengeluaran konsumen yang mengunjungi minimarket cenderung bertambah. Peningkatan pengeluaran dipicu oleh kelengkapan barang dan penataan barang di minimarket.

Strategi pemasara minimarket yang baik, misalnya denga meletakkan makanan ringan yang diletakkan di meja kasir minimarket akan membuat pengunjung tertarik untuk membelinya, padahal pengeluaran tersebut tidak direncanakan sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Dampak Pendirian Minimarket

(6)

1.2 Perumusan Masalah

Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah pemukiman dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Kekuatan modal antara minimarket dengan pengusaha pedagang eceran tradisional tentu tidak sebanding. Minimarket dengan sistem waralaba dapat memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional. Pedagang eceran tradisional sudah kalah bersaing dalam segi harga, ditambah lagi suasana minimarket yang nyaman dan bersih membuat pedagang eceran tradisional semakin kalah bersaing.

Pendirian kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kecamatan Dramaga menjadi daya tarik bagi pemodal besar untuk menanamkan investasinya pada usaha waralaba sektor ritel dalam bentuk usaha ritel modern, yaitu minimarket. Kehadiran pendatang dalam jumlah besar yaitu mahasiswa IPB, menghadirkan peluang bagi para pengusaha untuk menawarkan barang dan jasanya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswa tersebut. Mahasiswa dengan tingkat mobilisasi yang tinggi dan gaya hidup yang lebih modern memerlukan kemudahan dan fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya. Kelengkapan barang, harga yang murah, tempat yang nyaman, dan penataan produk yang baik menjadi daya tarik yang ditawarkan minimarket kepada konsumen. Makanan ringan seperti coklat, permen karet, biskuit, yang diletakkan di meja kasir dan potongan harga yang menarik di minimarket membuat pengunjung tertarik untuk membeli produk-produk tersebut, padahal pengeluaran tersebut tidak mendesak dan tidak direncanakan sebelumnya. Implikasinya, tingkat pengeluaran konsumen yang mengunjungi minimarket cenderung bertambah. Selain diduga berdampak pada pedagang eceran tradisional, pendirian minimarket juga diduga berdampak terhadap tingkat pengeluaran masyarakat.

(7)

Kecamatan Dramaga sebagai kasus yang mengakibatkan berkurangnya omzet usaha yang diperoleh pedagang eceran tradisional dan meningkatnya pengeluaran masyarakat. Secara ringkas, permasalahan yang akan dibahas adalah berapa besar perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai pembuat kebijakan agar dapat membuat atau menetapkan kebijakan yang lebih tepat dan berimbang untuk sektor ritel di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Bogor pada khususnya serta sebagai salah satu bahan rujukan bagi penelitian lainnya mengenai sektor ritel pada umumnya serta pedagang eceran tradisional dan minimarket pada khususnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(8)
(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Konsep Perdagangan

Badan Pusat Statistik (2006) mendefinisikan perdagangan sebagai kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun bekas, yang meliputi penjualan mobil, sepeda motor, serta penjualan eceran bahan bakar kendaraan, perdagangan besar dalam negeri, perdagangan eceran, perdagangan ekspor, dan perdagangan impor.

1) Penjualan mobil, sepeda motor, serta penjualan eceran bahan bakar kendaraan adalah kegiatan penjualan (tanpa perubahan teknis) mobil dan sepeda motor, baik baru maupun bekas yang dilakukan dalam partai besar dan eceran, dan juga penjualan suku cadang dan aksesorisnya, serta penjualan eceran bahan bakar kendaraan.

2) Perdagangan besar dalam negeri adalah kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun bekas yang pada umumnya dalam partai besar kepada pedagang eceran, perusahaan industri, kantor, rumah sakit, rumah makan, akomodasi, atau kepada pedagang besar lainnya, atau kegiatan sebagai agen atau perantara dalam pembelian atau penjualan barang dagangan dari atau kepada orang atau perusahaan sejenis di dalam negeri. 3) Perdagangan eceran adalah kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan

teknis) barang baru maupun bekas yang pada umumnya dalam partai kecil oleh toko, toko serba ada (toserba), kios, tempat penjualan melalui pesanan, penjaja atau penjualan keliling, perusahaan konsumen, tempat pelelangan, dan sebagainya kepada masyarakat umum untuk penggunaan atau konsumsi perorangan atau rumah tangga.

4) Perdagangan ekspor adalah kegiatan penjualan barang baru maupun barang bekas, atau jasa dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(10)

Kotler (2008) mendefinisikan pengeceran (retailling) sebagai kegiatan yang mencakup penjualan produk atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, non bisnis konsumen. Salah satu contoh perdagangan eceran adalah pedagang eceran tradisional atau pedagang eceran di daerah pemukiman yang biasa disebut warung. Sedangkan perdagangan besar (wholesaling) meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan jasa kepada pihak yang membeli untuk dijual kembali atau pemakaian bisnis (Kotler, 2008). Jenis perdagangan yang termasuk dalam pedagang besar adalah distributor utama, perkulakan (grosir), sub distributor, pemasok besar, agen tunggal pemegang merek, eksportir dan importir.

2.2. Teori Tentang Pasar

Pasar didefinisikan sebagai satu kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Terdapat dua jenis pasar, yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar (Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-DAG/PER/12/2008).

(11)

terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak).

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007, macam-macam pasar modern diantaranya:

a. Minimarket, yaitu gerai yang menjual produk-produk eceran seperti ritel kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang

minimarket kurang dari 400 m2.

b. Supermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya dengan luas antara 400 m2 sampai dengan 5.000 m2.

c. Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnyadengan luas di atas 5.000 m2. d. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk

sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen dengan luas di atas 400 m2.

e. Perkulakan atau gudang rabat menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian bisnis dengan luas di atas 5.000 m2.

(12)

2.3 Omzet

Kata omzet berarti jumlah penghasilan yang diperoleh dari hasil menjual barang (dagangan) tertentu selama suatu masa jual. Omzet pedagang eceran tradisional terkadang tidak sama setiap bulannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini omzet yang dimaksud adalah rata-rata omzet bulanan yang diperoleh dari pedagang eceran tradisional dari hasil menjual barang tentunya bertujuan untuk mencari keuntungan.

2.4 Jarak

Apabila antara satu pedagang dengan pedagang lainnya terdapat jarak dimana untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan biaya, maka salah satu pedagang dapat menaikkan sedikit harga tanpa kehilangan seluruh pembelinya. Pelanggan yang terjauh darinya akan beralih ke pedagang lain yang tidak menaikkan harga tetapi pelanggan yang dekat dengannya tidak akan beralih jika waktu dan biaya untuk menempuh jarak tersebut masih lebih besar daripada perbedaan harga jual diantara pedagang.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) menganalisis bahwa jarak antara warung tradisional dengan minimarket berpengaruh terhadap penurunan omzet warung tradisional di Kecamatan Padurungan Kota Semarang. Semakin dekat jarak antara keduanya, maka penurunan omzet warung tradisional semakin besar. Kedekatan lokasi antara keduanya dapat berpengaruh negatif terhadap perubahan keuntungan usaha warung tradisional. Harga di minimarket sebagian besar lebih murah dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, pelanggan yang dekat akan beralih jika waktu dan biaya untuk menempuh jarak tersebut lebih kecil daripada perbedaan harga jual diantara pedagang. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan usaha yang diukur dengan meter pada jarak antara keduanya.

2.5 Analisis Crosstab Chi Square

(13)

kolom. Sedangkan analisis Crosstab Chi Square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal.

Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal.

Uji ketergantungan crosstab pada statistik ditentukan melalui Chi-Square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan Chi-Square test menggunakan hipotesis yaitu: H0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam

H1 : Ada hubungan antara baris dan kolam

Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada Chi-Square test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari 0,05 maka H0 diterima.

Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari 0,05 maka H0 ditolak yang artinya

ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).

2.6 Model Logit

(14)

��= �−��

... (2.2) ℯ mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (ℯ = 2,718).

Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga

diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2.2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka:

�� = ln�−�

→ ln

�−��

= �� = α + βXi ... (2.3)

Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah dapat mentransformasikan masalah prediksi peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda, 2009).

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil survei AC Nielsen pada tahun 2010 di seluruh kawasan Asia Pasifik, jumlah pasar modern meningkat dari 35 persen pada tahun 2000 menjadi 53 persen pada tahun 2010. Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan pasar modern paling cepat di Asia Tenggara sebesar 1,6 persen per tahun selama 10 tahun terakhir. Saluran distribusi yang paling cepat di Indonesia adalah minimarket yang dipimpin oleh Indomaret dan Alfamart. Selama satu dekade, peningkatan jumlah minimarket dari hanya sekitar 2000 menjadi lebih dari 11.500. Saat ini sulit berdiri di sudut kota tanpa tidak melihat setidaknya 2

minimarket, yaitu alfamart dan indomaret. Pangsa pasar minimarket tersebut telah meningkat hingga 17 persen. India dan Indonesia adalah satu-satunya pasar di mana lebih dari 60 persen pembeli utamanya adalah ibu rumah tangga.

(15)

seimbang dengan harga dan mutu produk yang dijual di pasar modern pada industri pengolahan. Hal ini berimbas terhadap penurunan omzet UKM sektor industri pengolahan berkisar 36,43 persen hingga 40 persen. Rata-rata tingkat penyerapan tenaga kerja pasar modern di Kabupaten Subang adalah sebesar 7 orang tenaga kerja per-unit usaha pasar modern. Pasar modern dapat dikatakan tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja karena tingkat penyerapannya lebih kecil dibandingkan dengan UKM sektor industri pengolahan yang bisa mencapai 53 orang per unit usaha.

Bisnis ritel selain mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran juga mempunyai fungsi-fungsi dalam hal informasi, promosi, negosiasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan resiko, pembayaran dan hak milik. Peran bisnis ritel dalam saluran pemasaran bagi produsen mencakup pada produk, pendanaan, iklan dan promosi, konsumen, dan pesaing. Iklan dan promosi yang dilakukan bisnis ritel meningkatkan kemampuan pasar. Produsen juga mendapatkan informasi mengenai konsumen dan pesaing dari peritel, sehingga bisa mengevaluasi produk sendiri dan kekuatan pesaing (Utomo, 2009).

Suryadharma, Poesoro, dan Budiyati (2007) melakukan kajian terhadap masalah kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif yang dilakukan di Depok dan Bandung sebagai proksi dari kota besar di Indonesia. Hasil analisis menjelaskan bahwa supermarket berdampak terhadap kinerja usaha pedagang di pasar tradisional. Para pedagang di pasar tradisional mengeluhkan keberadaan pasar modern, khususnya hypermarket di sekitar mereka yang mempengaruhi kuntungan mereka. Hasil analisis kuantitatif memperlihatkan adanya dampak yang berbeda dari keberadaan supermarket terhadap beberapa aspek dari kinerja usaha perdagangan di pasar tradisional yang diukur melalui variabel omzet, keuntungan, dan jumlah pegawai.

(16)

negatif pada ritel tradisional. Pasar tradisional yang berada dekat dengan ritel modern (ritel modern yang mengambil lokasi dekat dengan pasar tradisional) terkena dampak yang lebih buruk dibanding yang berada jauh dari peritel modern. Kecenderungan untuk mendapatkan kontribusi sebagai penerimaan pendapatan daerah, seringkali menjadi pertimbangan untuk mengeluarkan izin-izin bagi pasar modern, baik peritel lokal maupun asing, sehingga mengurangi peran dalam melakukan pengawasan dan pembinaan bagi pasar-pasar tradisional. Tidak adanya hambatan masuk pada bisnis ritel ini, membuat para peritel asing merajalela memasuki pasar Indonesia (Martadisastra, 2010).

Penelitian yang telah dilakukan Agustina (2009) menganalisis tentang pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada periode tahun 2003-2008, pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Jumlah pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut. Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang negatif. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita.

Nuvitasari (2009) melakukan kajian mengenai pengeluaran rumah tangga di Propinsi Kepulauan Riau, khususnya kota Batam dan Kabupaten Karimun. Hasil kajian empiris menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga sebagai salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga secara signifikan dipengaruhi oleh umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan upah kepala rumah tangga.

(17)

faktor lain. Pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, dan jenis pekerjaan kepala keluarga berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi beras maupun non beras di Kabupaten Tuban (Taufiq, 2007).

2.8 Kerangka Pemikiran

Kehidupan masyarakat akan senantiasa mengalami perubahan dan akan selalu menuju ke tahap yang lebih maju dan lebih modern. Sejalan dengan kehidupan yang semakin maju dan modern, maka akan muncul kebutuhan- kebutuhan yang lebih kompleks dan lebih banyak jumlahnya sehingga diperlukan pula fasilitas pendukung yang lebih baik, lebih banyak dan lebih variatif daripada yang tersedia saat ini. Peningkatan fasilitas ini hanya mungkin terjadi melalui suatu pembangunan yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Pembangunan pada sektor perdagangan untuk memfasilitasi proses distribusi barang dan jasa yang berkaitan langsung dengan konsumsi masyarakat seperti pembangunan pasar modern saat ini marak dilakukan. Maraknya pembangunan pasar modern berimbas pada semakin ketatnya persaingan dalam industri ritel (Hartati, 2006).

Perubahan life style masyarakat yang menjadi lebih modern mempengaruhi pola belanja atau tingkat pengeluaran konsumen. Masyarakat menjadi lebih konsumtif dan cenderung lebih suka berbelanja di pasar modern yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan pedagang eceran tradisional. Preferensi masyarakat yang saat ini cenderung lebih menyukai berbelanja di pasar modern, salah satunya minimarket, menjadi salah satu faktor pemicu tingginya pertumbuhan minimarket. Pertumbuhan minimarket tidak dapat dipungkiri menimbulkan berbagai dampak positif bagi konsumen, antara lain dimanjakannya konsumen dengan tempat perbelanjaan yang nyaman, variasi produk yang beragam, dan juga harga produk yang bersaing.

(18)

memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di

minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional.

Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah pemukiman dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar yang berakibat pada perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Ekspansi minimarket menjadi tantangan yang berat bagi pedagang eceran tradisional. Saat ini pedagang eceran tradisional yang lokasinya berdekatan dengan minimarket mulai kehilangan pembeli yang berdampak pada penurunan omzet usaha pedagang eceran tradisional.

(19)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian dampak pendirian minimarket terhadap perubahan omzet pedagang eceran tradisional adalah:

1. Tingkat pendidikan berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka perubahan omzet akan semakin kecil.

(20)

3. Lama usaha pedagang eceran tradisional berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin lama pedagang eceran tradisional beroperasi, maka perubahan omzet pedagang eceran tradisional akan semakin kecil.

4. Jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket berhubungan negatif dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Semakin jauh lokasi usaha ritel tradisional dengan minimarket maka perubahan omzet pedagang eceran tradisional akan semakin kecil.

Hipotesis dari penelitian dampak pendirian minimarket terhadap perubahan tingkat pengeluaran masyarakat adalah:

1. Usia berhubungan negatif dengan perubahan tingkat pengeluaran masyarakat. Semakin tua usia, maka tingkat pengeluaran responden cenderung akan semakin tidak meningkat.

(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah dengan jumlah minimarket yang terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir. Aktivitas minimarket ini menuai kritik dari beberapa pedagang eceran tradisional di sekitar Desa Dramaga karena ternyata berdampak pada penurunan omzet para pedagang tersebut. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan yang dimulai dari bulan Maret hingga Juni 2012. Dalam kurun waktu tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan analisis dalam rangka menjawab tujuan penelitian.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

(22)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berasal dari wawancara mendalam berupa kuisioner terhadap pemilik pedagang eceran tradisional yang menjadi responden sehingga dapat mengetahui pengaruh pendirian minimarket terhadap pedagang eceran tradisional. Data sekunder diperoleh dari Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta serta beberapa artikel yang tekait dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program

software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows.

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional akibat pendirian minimarket adalah:

Yi = b0 + b1 PDi + b2 JMi + b3 LUi + b4 JRi + b5 USi + ei ... (3.1)

dimana:

Yi = perubahan omzet usaha responden (persen/bulan)

PDi = tingkat pendidikan (“1” untuk SD, “2” untuk SMP, “3” untuk SMA, dan “4” untuk S1)

JKi = jam kerja (jam/hari)

LUi = lama usaha (tahun)

JRi = jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket terdekat (meter)

USi = usia (tahun)

b0 = konstanta

ei = residual model

b1, b2, …, b5 = nilai koefisien dari masing-masing variabel bebas

(23)

variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homoskedastik. b. Tidak ada autokolerasi dalam residual.

c. Variasi residual menyebar normal.

d. Nilai rata-rata dari unsur residual sama dengan nol.

e. Nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang. f. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai variabel lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Variabel kontrol merupakan variabel yang dimasukkan ke dalam penelitian untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu pada model penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak bias atau salah persepsi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel terikat dan bebas yang digunakan untuk melihat pengaruh dari munculnya pasar modern (minimarket) antara lain:

a. Perubahan Omzet Penjualan (Y) adalah perubahan omzet penjualan per bulan yang dilihat dari jumlah total hasil penjualan barang tertentu dari pedagang eceran tradisional dalam waktu satu bulan penjualan akibat munculnya minimarket disekitar pedagang eceran tersebut. Variabel ini diukur dengan satuan persen pada perubahan omzet penjualan yang terjadi. Perubahan omzet diasumsikan negatif (Y≤0).

b. Tingkat Pendidikan (PD) adalah lama pendidikan responden yang telah dilalui di bangku sekolah formal yang dikelompokkan dalam empat ketegori pendidikan formal (Kusmiati, Subekti, dan Windari 2007). Variabel ini merupakan variabel kategorik ordinal, nilai “1” untuk SD, “2”

(24)

tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka perubahan omzet akan semakin meningkat karena pedagang cenderung lebih berani membuka usaha dengan resiko yang tinggi, misalnya meminjam modal ke bank untuk menambah modal usaha.

c. Jam Kerja (JM) adalah waktu pedagang eceran tradisional beroperasi setiap harinya. Variabel ini diukur dengan satuan jam/hari. Variabel jam kerja diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin lama jam kerja usaha pedagang eceran tradisional maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin meningkat. d. Lama Usaha (LU) adalah kurun waktu yang telah dilalui atau lamanya

responden menjalankan usaha ritel tradisional mulai pertama kali berdiri sampai dengan penelitian dilakukan (Kusmiati, et al., 2007). Variabel ini diukur dengan satuan tahun. Variabel lama usaha diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin lama usaha pedagang eceran tradisional beroperasi, maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin meningkat.

e. Jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket (JR) adalah kedekatan lokasi antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket

dengan satuan meter. Variabel jarak diduga akan mempengaruhi omzet usaha pedagang eceran tradisional. Semakin dekat lokasi usaha ritel tradisional dengan minimarket maka omzet usaha pedagang eceran tradisional akan semakin menurun.

f. Usia (US) adalah usia responden yang terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Usia merupakan variabel kontrol.

3.6 Pengujian Asumsi Klasik

Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap model agar dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan asumsi klasik atau tidak.

(25)

best = yang terbaik

linear = merupakan fungsi linear dari sampel

unbiased = rata-rata nilai harapan (E(bi)) harus sama dengan nilai yang

sebenarnya (bi)

efficient estimator = memiliki varians yang minimal diantara pemerkiraan lain yang tidak bias

3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel bebas dan variabel terikatnya mempunyai distribusi normal atau tidak. Suatu model regresi dikatakan baik, apabila memiliki distribusi normal ataupun mendekati normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat gambar histogram, tetapi seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit untuk disimpulkan. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Pada penggunakan software SPSS, dapat dilihat berdasarkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada N-par test, jika nilai

Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha, maka data terdistribusi normal.

3.6.2 Uji Multikolinearitas

Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui:

a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.

b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel

independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.

(26)

3.6.3 Uji Autokorelasi

Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji F-statistic menjadi tidak valid.

Cara mendeteksi ada tidaknya autokorelasi bisa dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson (DWstatistik), kemudian membandingkannya dengan DWtabel.

Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai DWstatistik

terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai table dl dan du. Pengujian menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat autokorelasi

Tabel 4. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4− � < DW < 4 Tolak H0, korelasi serial negatif

4− �< DW < 4− � Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4− � Terima H0, tidak ada korelasi serial ��< DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial

< DW < � Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < � Tolak H0, korelasi serial positif

Solusi dari masalah autokorelasi adalah:

1. Penghilangan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel endogen.

(27)

3.6.4 Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Gujarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah:

a. Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased Estimator (LUE).

b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.

c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya.

3.7 Pengujian Statistik Analisis Regresi 3.7.1 Koefisiensi Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel bebas yang digunakan dengan variabel terikat. Koefisien determinasi adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama. Besarnya R2 berada diantara 0 dan 1 (0<R2<1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin mendekati satu, nilai R2 berarti dapat dikatakan bahwa model tersebut baik. Karena semakin besar hubungannya antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain, semakin mendekati satu maka variasi variabel terikat hampir seluruhnya dipengaruhi dan dijelaskan oleh variabel bebas.

3.7.2 Uji F-statistic

(28)

H0 : β1 = β2 =…= βk =0

H1 : minimal ada salah satu βi yang tidak sama dengan nol

Tolak H0 jika F-statistic lebih besar dari F α(k-1,NT-N-K) atau Prob (F-statistic) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat

menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel dependen.

3.7.3 Uji t-statistic

Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tolak H0 jika t-statistic lebih besar dari t α/2(NT-K-1) atau (t-statistic) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat

menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial mempengaruhi variabel dependen.

2.7.4 Uji-t berpasangan (paired t-test)

Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Uji-t ini membandingkan satu kumpulan pengukuran yang kedua dari contoh yang sama.

Uji ini sering digunakan untuk membandingkan nilai “sebelum” dan “sesudah”

percobaan untuk menentukan apakah perubahan nyata telah terjadi. Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama (sebelum) dan data dari perlakuan kedua (sesudah). Perlakuan pertama mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek penelitian. Misal pada penelitian mengenai omzet pedagang tertentu. Sebagai perlakuan pertama, peneliti menerapkan kontrol, sedangkan pada perlakuan kedua, barulah objek penelitian dikenai suatu tindakan tertentu, misal omzet pedagang setelah pendirian minimarket. Dengan demikian, perubahan omzet pedagang dapat diketahui dengan cara membandingkan kondisi objek penelitian sebelum dan sesudah pendirian

(29)

3.8 Metode Analisis Dampak Pendirian Minimarket terhadap Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat

Peningkatan pengeluaran masyarakat setelah pendirian minimarket dapat dianalisis sebagai data binner. Data binner merupakan bentuk data yang

menggambarkan pilihan “Meningkat atau Tidak Meningkat”. Dengan kondisi

seperti ini, jenis penggunaan regresi yang sesuai untuk pemodelan adalah regresi logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989). Bentuk fungsi model logit adalah:

Logit (pi) =� �� �−

� ... (3.2)

Model persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Logit (pi) = 0 + 1USi + 2JRi +εi ... (3.3)

dimana:

Logit (pi) = peluang tingkat pengeluaran responden akibat pendirian minimarket

(bernilai 1 untuk “meningkat” dan 0 untuk “tidak meningkat”) 0 = intersep

1 , 2 = koefisien regresi USi = usia (tahun)

JRi = jarak tempat tinggal responden dengan minimarket terdekat (meter)

εi = galat

3.9 Definisi Operasional Variabel

Variabel terikat (dependent) yang digunakan memiliki nilai nol “0” dan satu

“1”. Nilai nol mewakili jawaban tingkat pengeluaran tidak meningkat akibat

pendirian minimarket. Sedangkan nilai satu mewakili jawaban tingkat pengeluaran meningkat akibat pendirian minimarket. Variabel terikat (independent) yang digunakan untuk melihat pengaruh dari munculnya

minimarket terhadap peningkatan pengeluaran masyarakat antara lain:

(30)

2. Jarak (JR) adalah kedekatan lokasi antara tempat tinggal responden dengan

minimarket terdekat dalam satuan meter. Variabel jarak diduga akan mempengaruhi tingkat pengeluaran responden. Semakin jauh antara tempat tinggal responden dengan minimarket maka tingkat pengeluaran responden akan cenderung semakin tidak meningkat.

3.10 Rasio Odd

(31)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor

Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6o18’0”- 6o47’10” lintang selatan dan 106o23’45”- 107o13’30” bujur timur. Kabupaten Bogor secara administratif terdiri dari 428 desa/kelurahan meliputi 411 desa dan 17 kelurahan, dengan jumlah 3.770 RW dan 15.124 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah:

- sebelah utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi;

- sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;

- sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur;

- sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta;

- bagian tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Pada tahun 2006, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 4.239.783 jiwa dan menjadi 4.771.932 jiwa pada tahun 2010 (hasil Sensus Penduduk Nasional 2010). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk periode 2006-2010 adalah sebesar 3,10 persen. Jumlah penduduk tersebut menempatkan Kabupaten Bogor pada urutan pertama Kabupaten/Kota terbanyak penduduknya di Provinsi Jawa Barat maupun Indonesia.

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Dramaga

(32)

- sebelah utara : Kecamatan Rancabungur - sebelah barat : Kecamatan Ciampea - sebelah selatan : Kecamatan Kota Bogor

- sebelah timur : Kecamatan Ciomas dan Kota Bogor Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 Desa, yaitu:

1. Desa Purwasari

4.3 Kondisi Usaha Ritel di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

Sebagai kota yang tergabung dalam Jabodetabek, Bogor telah mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk secara pesat. Hingga kini terdapat 401 usaha ritel modern di Kabupaten Bogor, 392 diantaranya adalah minimarket. Tabel 5 menunjukkan jumlah minimarket di setiap Kecamatan di Kabupaten Bogor. Dapat dilihat bahwa jumlah minimarket terbanyak adalah Kecamatan Cibinong dengan jumlah 65 minimarket sedangkan minimarket di Kecamatan Dramaga hanya berjumlah 11 minimarket. Bukan kuantitasnya yang penulis permasalahkan, namun dengan jumlah 11 minimarket saja sudah menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Tumbuh pesatnya minimarket di Kecamatan Dramaga dengan jarak yang berdekatan, berdampak buruk bagi pedagang eceran tradisional. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional. Kekuatan modal antara minimarket dengan pengusaha pedagang eceran tradisional tentu tidak sebanding. Minimarket dengan sistem waralaba dapat memutus rantai distribusi dari produsen sehingga saluran distribusinya lebih pendek dibandingkan pedagang eceran tradisional. Akibatnya, harga di minimarket menjadi lebih murah. Hal ini menjadi ancaman yang serius bagi pedagang eceran tradisional.

Sebagian responden mengatakan bahwa setelah pendirian minimarket,

(33)

protes terhadap pemerintah setempat saat mengetahui pembangunan minimarket

baru. Realitanya, aksi tersebut tidak membuahkan hasil. Pihak minimarket

meminta persetujuan warge sekitar yang bukan pedagang untuk memperoleh izin pendirian minimarket di Kecamatan Dramaga.

Tabel 5. Jumlah Minimarket (Unit)di Kabupaten Bogor Tahun 2011

Kecamatan Jumlah Kecamatan Jumlah

Nanggung 0 Jonggol 9

Leuwiliang 6 Cileungsi 33

Leuwisadeng 1 Klapanunggal 7

Pamijahan 1 Gunung Putri 59

Cibungbulang 11 Citeurep 29

Tenjolaya 1 Cibinong 65

4.4 Karakteristik Responden Pedagang Eceran Tradisional di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Tahun 2012

(34)

4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pedagang eceran tradisional sebagian besar adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada kenyataanya sebagian besar pedagang eceran tradisional sudah memenuhi wajib belajar sembilan tahun, tetapi keterbatasan lapangan kerja mendorong mereka untuk berwirausaha di bidang perdagangan eceran. Karakteristik perdagangan eceran (ritel) yang tidak memerlukan keahlian khusus serta pendidikan tinggi untuk menekuninya, membuat mereka terjun ke dunia ritel. Sebaran tingkat pendidikan masing-masing responden dapat dilihat pada Gambar 2.

(35)

Tabel 6. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Omzet Responden

Sengitnya persaingan diantara pedagang eceran tradisional dan dengan

minimarket membuat sebagian pedagang eceran tradisional menerapkan strategi baru untuk mempertahankan pelanggannya. Ketika ditanya mengenai strategi yang dipakai untuk menarik pembeli, ternyata 40 persen pedagang tidak memiliki strategi untuk menarik pembeli dan pedagang tersebut adalah pedagang dengan tingkat pendidikan SMA (Tabel 7). Pedagang dengan yang tidak menerapkan strategi adalah pedagang yang tidak menjadikan keuntungan dari penjualannya sebagai sumber pendapatan utama. Empat puluh persen pedagang tersebut sumber pendapatan sebagai pendapatan utama seperti usaha sewa rumah, pemancingan, atau suami pedagang tersebut memiliki pekerjaan tetap sebagai karyawan swasta atau PNS. Enam puluh persen pedagang yang terdiri dari 32 persen pedagang dengan tingkat pendidikan SD, 8 persen pedagang dengan tingkat penddidikan SMP, dan 16 persen pedagang dengan tingkat pendidikan SMA dan 4 persen pedagang dengan tingkat pendidikan S1 menerapkan strategi untuk tetap mempertahankan pelanggannya.

Tabel 7. Strategi Pedagang Eceran Tradisional

Strategi untuk Menarik Pembeli Jumlah Pedagang Persen (%)

Keramahan dan sopan santun 8 32

Menambah keanekaragaman produk 1 4

Menerima pembayaran dalam bentuk hutang 2 8

Harga 4 16

Tidak ada strategi 10 40

(36)

pembayaran dalam bentuk hutang. Hutang tersebut biasanya dilunasi pada awal bulan setelah konsumen mendapatkan gaji atau upah dari pekerjaannya. Strategi lain yang digunakan pedagang adalah menetapkan harga yang lebih murah untuk komoditas yang laku terjual, 16 persen pedagang menerapkan strategi ini.

4.4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja

Usaha ritel tidak dibatasi oleh jam kerja. Pedagang eceran bebas menentukan jam kerjanya. Sebagian besar jam kerja responden berada pada rentang waktu 10-16 jam. Beberapa pedagang eceran tradisional menentukan jam kerja berdasarkan permintaan konsumen. Apabila ramai pembeli maka pedagang eceran tradisional dapat memperpanjang jam kerjanya, begitu juga sebaliknya. Apabila sepi pembeli maka pedagang eceran tradisional dapat mempersingkat jam kerjanya. Gambar 3 menunjukkan sebaran jam kerja masing-masing responden. Penentuan jam kerja bagi setiap respoden didasarkan pada rata-rata jam kerja responden per hari karena sebagian responden menetapkan jam kerja yang tidak sama setiap harinya.

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja

Hubungan antara jam kerja dengan omzet responden disajikan pada Tabel 8. Semakin lama jam kerja responden maka omzet responden seharusnya semakin meningkat, namun Tabel 8 menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Penurunan omzet pada rentang jam kerja 16-21 jam disebabkan oleh lokasi usaha responden yang lebih dekat dengan minimarket. Kedekatan lokasi usaha dengan minimarket

membuat omzet usaha responden turun secara drastis, sehingga untuk meminimalisir penurunan omzet, responden cenderung meningkatkan jam

(37)

kerjanya. Waktu operasi minimarket maksimum adalah 14 jam, yaitu pukul 8.00-22.00 WIB. Apabila responden meningkatkan jam kerjanya maka penurunan omzetnya akan lebih kecil.

Tabel 8. Hubungan Antara Jam Kerja dengan Omzet Responden

Jam Kerja (jam/hari) Omzet

Tetap Turun

10-16 5 14

17-21 1 5

4.4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha

Penetapan lama usaha responden adalah minimal 3 tahun. Ketentuan ini berdasarkan tahun berdiri minimarket terbaru di Kecamatan Dramaga, yaitu Alfamidi pada tahun 2010. Penetapan lama usaha minimum bertujuan untuk mengetahui perubahan omzet pedagang sebelum dan setelah pendirian

minimarket.

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha

Hubungan antara lama usaha dengan omzet responden disajikan pada Tabel 9. Semakin lama usaha responden maka omzet usaha responden seharusnya meningkat, namun Tabel 9 menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Mayoritas responden mengalami penurunan omzet yang lebih besar pada rentang lama usaha 5-10 tahun. Hal ini disebabkan oleh waktu pendirian minimarket. Pada lima tahun terakhir, tedapat peningkatan jumlah minimarket sebanyak tiga minimarket. Tiga

minimarket tersebut adalah Alfamidi, Alfamart dan Ceriamart. Penambahan 4

(38)

jumlah minimarket dalam jarak yang berdekatan menyebabkan omzet usaha responden di sekitar minimarket tersebut turun secara drastis, sehingga semakin lama usaha responden, maka akan semakin merasakan dampak minimarket yang berimbas pada penurunan omzet usaha responden.

Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Omzet Responden

Lama Usaha (tahun) Omzet

4.4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Usaha Responden dengan Minimarket

Penetapan jarak usaha responden berdasarkan jarak terdekat lokasi pedagang eceran tradisional terhadap minimarket. Penetapan jarak bertujuan untuk mengetahui perubahan omzet pedagang yang terkena dampak akibat pendirian

minimarket.

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Usaha Responden dengan Minimarket

Respon terhadap perubahan omzet berdasarkan lama usaha responden disajikan pada Tabel 10. Sebanyak 76 persen responden dengan jarak antara 0-300 meter mengalami penurunan omzet. Semakin dekat jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya

14

(39)

semakin besar sehingga terjadi perubahan omzet usaha yang lebih besar. Pendirian minimarket di Kecamatan Dramaga dalam jarak yang berdekatan dengan lokasi usaha responden menyebabkan omzet usaha responden di sekitar

minimarket tersebut turun secara drastis.

Tabel 10. Hubungan Antara Jarak dengan Omzet Responden

Jarak (meter) Omzet Persen

Tetap Turun (%)

0-100 0 14 56

101-200 0 4 16

201-300 0 1 4

301-400 6 0 24

4.4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Pedagang eceran tradisional terdiri dari berbagai usia. Variabel Usia berfungsi sebagai variabel kontrol. Sebagian besar dari responden memiliki umur produktif dengan rentang 20-30 tahun. Pedagang eceran tradisional bergantung pada usaha ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

4.5 Analisis Uji-t Berpasangan

(40)

 H0 : tidak terdapat perbedaan omzet pedagang eceran tradisional antara

sebelum dan sesudah pendirian minimarket.

 H1 : terdapat perbedaan omzet pedagang eceran tradisional antara

sebelum dan sesudah pendirian minimarket.

Berdasarkan Paired Sample T-Test, nilai probabilitas yang diperoleh adalah 0,011, lebih kecil dari alpha (0,05) maka tolak H0. Artinya, omzet

pedagang eceran tradisional antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Rata-rata sebelum lebih besar dibandingkan rata-rata sesudah. Rata-rata omzet sebelum pendirian minimarket adalah Rp 55.260.000,00/bulan dengan standar deviasi 63.334.100, sedangkan rata-rata omzet pedagang eceran tradisional sesudah pendirian minimarket adalah Rp 33.664.000,00/bulan dengan standar deviasi 30.701.700. Rata-rata perubahan omzet pedagang adalah sebesar 30,57 persen/bulan dengan standar deviasi 22,15.

4.6 Analisis Crosstab Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket Analisis setiap variabel terhadap perubahan omzet pedagang eceran akibat pendirian minimarket dilakukan dengan alat analisis crosstab. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan omzet yang diperoleh. Hasil (output) dari analisis

crosstab disajikan pada tabel berikut:

Tabel 11. Hasil Analisis Crosstab (Uji Chi-Square) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional Akibat Minimarket

Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95 persen ** Nyata pada taraf kepercayaan 80 persen

(41)

tradisional. Artinya, terdapat hubungan antara jarak dengan dengan perubahan omzet pedagang eceran, juga terdapat hubungan antara usia dan perubahan omzet pedagang eceran.

Nilai Asymp. Sig (2-sided) untuk variabel jarak yang terdapat pada Chi-Square test adalah 0,000 lebih kecil dari alpha (α=0,05). Nilai tersebut

menyatakan bahwa jarak antara pedagang eceran tradisional dengan minimarket

berhubungan nyata terhadap perubahan omzet pedagang eceran tradisional. Nilai Asymp. Sig (2-sided) untuk variabel usia yang terdapat pada Chi-Square test adalah 0,076, lebih kecil dari alpha (α=0,05). Nilai tersebut

menyatakan bahwa usia pedagang eceran tradisional dengan perubahan omzet pedagang eceran tradisional berhubungan nyata.

4.7 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet

Pedagang Eceran Tradisional Akibat Pendirian Minimarket dengan Menggunakan Model Regresi Linear Berganda

Untuk melihat dampak minimarket terhadap omzet pedagang eceran tradisional dilakukan analisis dengan menggunakan model regresi linear berganda dan diuji signifikansinya dengan menggunakan aplikasi software SPSS version 16.0. Hasil pengolahan data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai R2 adalah 0,640 yang artinya 64 persen keragaman nilai omzet dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel bebas yang ada dalam model. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Durbin-Watson yang mendekati 2. Scatterplot di Lampiran 5 menunjukkan bahwa titik-titik residual tidak membentuk pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hasil

(42)

multikolinearitas, autakorelasi dan heteroskedastisitas, dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi klasik.

Tabel 12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional

Variabel Koefisien Probabilitas VIF

Intersep 18,272 0,568 -

Keterangan: * Nyata pada taraf kepercayaan 95 persen ** Nyata pada taraf kepercayaan 80 persen

Berdasarkan hasil output di atas maka model logit yang diperoleh adalah:

Yi = 18,272 + 7,147PDi - 0,883JMi + 0,868LUi– 0,152JRi + 0,676USi ... (4.1)

Jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap omzet usaha dengan koefisien parameter 0,152. Artinya, apabila jarak antar lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket

meningkat satu meter maka perubahan omzet usaha akan bertambah kecil sebanyak 0,152 persen, ceteris paribus. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap omzet usaha dengan koefisien parameter 7,147. Artinya, apabila tingkat pendidikan pedagang eceran tradisional meningkat satu tingkat maka perubahan omzet usaha akan bertambah besar sebanyak 7,147 persen, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) menganalisis bahwa jarak antara warung tradisional dengan minimarket berpengaruh terhadap penurunan omzet warung tradisional di Kecamatan Padurungan Kota Semarang, semakin dekat jarak antara keduanya, maka penurunan omzet warung tradisional semakin besar.

(43)

terhadap pembeli dan dapat menjaga hubungan baik dengan pelanggannya. Pedagang eceran tradisional dengan pendidikan rendah mendapatkan bekal ilmu dari keluarga untuk berdagang. Mereka sudah terlatih sejak kecil untuk membantu keluarganya berdagang sehingga memiliki pengalaman usaha yang lebih banyak. Beberapa responden dengan tingkat pendidikan tinggi menjadikan warung sebagai pendapatan sampingan saja, akibatnya mereka tidak sepenuhnya berkonsentrasi pada usaha tersebut.

Parameter lama usaha dan jam kerja tidak signifikan secara statistik terhadap omzet usaha yang diperoleh. Artinya, lama usaha dan jam kerja responden tidak berpengaruh terhadap besar kecilnya perubahan omzet usaha.

4.8 Karakteristik Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden Akibat Pendirian Minimarket di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

Masyarakat yang menjadi responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Jumlah masyarakat yang dijadikan responden adalah 30 orang. Pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah apakah tingkat pengeluaran responden meningkat setelah hadirnya

minimarket. Jawaban responden dibagi menjadi dua, yaitu meningkat dan tidak meningkat (tetap). Karakteristik umum responden ini dinilai dari dua variabel yaitu usia (US) dan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket

terdekat (JR).

4.8.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

(44)

Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Hubungan usia dengan perubahan tingkat pengeluaran setelah pendirian

minimarket disajikan pada Tabel 13. Responden dengan usia lebih tua memiliki kecenderungan peningkatan pengeluaran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kemampuan responden dalam mengatur atau mengelola pengeluarannya. Responden yang lebih tua cenderung dapat meredam keinginannya dalam berbelanja karena memiliki keluarga dan tanggungan. Pendapatan yang terbatas membuat responden dengan usia yang lebih tua harus mampu mengelola keuangannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Akibatnya tingkat pengeluaran responden dengan usia lebih tua memiliki kecenderungan untuk tidak meningkatkan pengeluarannya.

Tabel 13. Hubungan Antara Usia dengan Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden

Usia (tahun) Tingkat Pengeluaran

Tidak Meningkat Meningkat

20-30 3 7

31-40 6 3

41-50 5 0

51-55 2 0

10

7

5

2 0

2 4 6 8 10 12

(45)

4.8.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Tempat Tinggal Responden dengan Minimarket Terdekat

Penetapan jarak berdasarkan jarak terdekat antara tempat tinggal responden terhadap minimarket dengan satuan meter. Penetapan jarak bertujuan untuk mengetahui perubahan tingkat pengeluaran responden yang terkena dampak akibat pendirian minimarket.

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Antara Tempat Tinggal Responden dengan Minimarket Terdekat

Hubungan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket

terhadap perubahan tingkat pengeluaran responden disajikan pada Tabel 14. Sebanyak 10 responden (33,33 persen) dengan jarak antara 16-150 meter mengalami peningkatan pengeluaran. Disisi lain, 10 dari 11 responden pada jarak 151-300 meter tidak mengalami peningkatan pengeluaran. Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa semakin dekat jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket membuat tingkat pengeluaran responden cenderung mengalami peningkatan.

Tabel 14. Hubungan Antara Jarak Tempat Tinggal Responden dengan

(46)

4.9 Analisis Uji-t Berpasangan

Pada penelitian ini, harus dipastikan perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum dan sesudah pendirian minimarket dengan melakukan pengujian hipotesis:

 H0 : tidak terdapat perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat antara

sebelum dan sesudah pendirian minimarket.

 H1 : terdapat perbedaan tingkat pengeluaran masyarakat antara

sebelum dan sesudah pendirian minimarket.

Berdasarkan uji-t berpasangan (Paired Sample T-Test), nilai probabilitas yang diperoleh adalah 0,000, lebih kecil dari alpha (0,05) maka tolak H0. Artinya,

tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Rata-rata tingkat pengeluaran sebelum lebih kecil dibandingkan rata-rata sesudah pendirian minimarket. Rata-rata tingkat pengeluaran masyarakat sebelum pendirian minimarket adalah Rp 140.333,33/bulan dengan standar deviasi 107.068,57, sedangkan rata-rata tingkat pengeluaran masyarakat sesudah pendirian minimarket adalah Rp 165.833,33/bulan dengan standar deviasi 111.115,68. Rata-rata perubahan tingkat pengeluaran masyarakat adalah sebesar 28,32 persen/bulan dengan standar deviasi 49,82.

4.10 Analisis Crosstab Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Pengeluaran Masyarakat Akibat Pendirian Minimarket Analisis setiap variabel terhadap perubahan tingkat pengeluaran responden dilakukan dengan alat analisis crosstab. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap respon yang diperoleh. Tabel 15 menunjukkan hasil dari analisis crosstab.

Tabel 15. Hasil Crosstab Antara Variabel Bebas terhadap Perubahan Tingkat Pengeluaran Responden

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja
Tabel 8. Hubungan Antara Jam Kerja dengan Omzet Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir ini bertujuan Untuk menghasilkan sebuah rancangan sistem informasi pengawasan masyarakat terhadap angkutan kota memanfaatkan media sosial yang harapannya

Kelebihan penelitian ini yaitu kriteria eksklusi yang lebih ketat yaitu mengeluarkan sampel dengan inflamasi akut seperti luka bakar, pankreatitis, hepatitis akut,

Setiap kelompok hewan coba diberikan perlakuan sebagai berikut: Kelompok SO: Hewan coba dengan Sham Operation ; Kelompok IR: Hewan coba dengan IRI; Kelompok IR7:

bersifat verbal. Aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik tidak banyak mengalami hambatan tetapi justru berkembang lebih cepat. Ada beberapa ahli ilmu

Dalam hal ini siswa SD yang masih belum terkontaminasi dengan sifat yang kurang baik sangat memungkinkan untuk ditanamkan sifat-sifat atau karakter untuk membangun

Penulis berkesempatan mewawancarai seorang anggota Pekerja Persekutuan Siswa dan Mahasiswa di solo yang terkenal injili .Dalam pertemuan tim inti mereka mengakui ada fenomena

Komunitas Penggiat Sejarah (KPS) is a local community in Semarang which cares about the history and heritage, made a move and urged to the local city government to ban the

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang pertama adalah variabel yang digunakan lebih banyak yaitu dengan menambahkan variabel kualitas audit,