• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan terjadinya kualitas tidur rendah 2. Ada hubungan antara usia dengan terjadinya kualitas tidur rendah

3. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan terjadinya kualitas tidur rendah 4. Ada hubungan antara konsumsi minuman berkafein dengan terjadinya kualitas tidur

rendah

5. Ada hubungan antara kualitas tidur dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif

1. Jenis Kelamin 2. Usia

3. Indeks Massa Tubuh 4. Konsumsi

Minuman Berkafein

Variabel Independen Variabel Dependen

Kualitas Tidur

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen

Kualitas Tidur

Variabel Dependen Fungsi Kognitif

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN

Ditinjau dari pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan potong lintang, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen yang diidentifikasikan dalam satu waktu (Sastroasmoro dan Ismail, 2014).

Studi potong lintang adalah sebuah studi dimana hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel terikat (efek) dinilai secara simultan pada suatu saat; yang artinya tidak ada prosedur tindak lanjut atau follow-up pada studi ini (Sastroasmoro dan Ismael, 2014). Dalam hal ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan alasan akses untuk melaksanakan penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara lebih mudah dan terdapatnya tekanan akademis yang besar sehingga peluang terjadinya kualitas tidur rendah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tinggi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Juli hingga Desember 2019.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Jumlah populasi penelitian yaitu jumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah stratified sampling. Sampel diambil berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah ditetapkan sebelumnya (Notoatmodjo, 2012). Setiap responden yang memenuhi kriteria penelitian akan dimasukkan dalam sebagai sampel hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Dahlan, 2013). Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Perkiraan besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus besar sampel penelitian:

Keterangan:

n = besar sampel minimum yang diperlukan

Zα = derivate baku α = 0,05, maka nilai baku normal = 1,96

P = proporsi kasus yang diteliti dalam populasi; jika tidak diketahui, P = 0,6 Q = (1-P) = 0,4

D = tingkat ketepatan absolut = 0,1

n = 92,20

Jumlah sampel dibulatkan menjadi 100 orang oleh peneliti dan dipilih menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi:

a. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara b. Mahasiswa aktif stambuk 2016, 2017, 2018, 2019

c. Bersedia menjadi sampel dan menyelesaikan penelitian

d. Tidak memiliki riwayat atau diagnosis gangguan tidur atau gangguan kognitif

e. Tidak memiliki riwayat atau diagnosis neurologis atau gangguan psikiatri 2. Kriteria ekslusi:

a. Kuesioner tidak diisi dengan lengkap

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA 3.4.1 Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel penelitian dengan mengisi beberapa kuesioner.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen penelititan yang digunakan antara lain:

Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kuesioner Montreal Cognitive Assesment (MoCA).

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan alat yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas tidur dalam periode satu bulan. PSQI terdiri dari 19 pertanyaan dengan 7 komponen (kualitas tidur subjektf, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obatan tidur, dan disfungsi siang hari). Setiap komponen memiliki skor 0-3 dengan total skor berjarak 0-21 dimana skor yang lebih tinggi mengindikasikan kualitas tidur yang lebih buruk. Kualitas tidur digolongkan

buruk bila skor total PSQI bernilai lebih dari 5. (Buysee et al., 1989 dalam Shim dan Kang, 2017).

Montreal Cognitive Assessment (MoCA) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur fungsi kognitif yang sensitif dan bagus untuk individual yang mendapat skor diatas batas MMSE dan memiliki edukasi yang baik. MoCA memiliki 8 komponen dengan skor total 30 dan skor di bawah 26 mengindikasikan gangguan kognitif (Kaufman dan Milstein, 2013).

3.4.3 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipilih adalah stratified sampling. Metode stratified random sampling ini berarti sampel yang dipilih dibagi berdasarkan kelompok (stambuk) dengan sampel dari setiap stambuk diambil secara acak (random). Setelah didapatkan sampel maka selanjutnya diberikan lembar informed consent yang diisi dan ditandatangani oleh subyek penelitian sebagai pertanda persetujuan mengikuti penelitian.

Pengisian kuesioner selanjutnya dapat dilakukan oleh sampel penelitian dengan melihat petunjuk pengisian kuesioner yang sudah dirancang peneliti.

Kuesioner yang pertama diisi adalah kuesioner PSQI, diikuti dengan kuesioner MoCA. Setelah seluruh kuesioner terisi, seluruh data yang didapatkan akan direkapitulasi dan diolah untuk mendapatkan hasil penelitian dengan menggunakan bantuan program komputer.

3.4.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur

Ordinal 1. Kualitas tidur baik (≤5) 2. Kualitas tidur buruk (>5)

lainnya seperti faktor

Ordinal 1. Tidak ada gangguan kognitif (≥26)

Wawancara Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan (m2) subyek penelitian

Timbang

Wawancara Ordinal 1. 0-1 gelas per hari 2. 2-3 gelas per hari 3. ≥4 gelas per hari

3.4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan dan mengetahui frekuensi dan persentasi dari setiap variabel penelitian yang akan ditelititi, yaitu kualitas tidur dan fungsi kognitif. Analisis bivariat digunakan untuk menguji hubungan kedua variabel yang akan diteliti dengan hasil: hubungan kedua variabel tidak ada;

hubungan kedua variabel lemah; hubungan kedua variabel cukup kuat; hubungan variabel kuat; dan hubungan variabel sangat kuat.

3.5. ALUR PENELITIAN

Pengambilan Sampel

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel penelitian

Wawancara dengan kuesioner

Jenis kelamin

Usia

Indeks massa tubuh

Kebiasaan minum kopi

Kualitas Tidur

Fungsi Kognitif

Analisis data

Hasil dan pembahasan

Gambar 3.1. Alur Penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan kuesioner dan metode wawancara. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdiri pada tanggal 20 Agustus 1952 dan berlokasi di Jalan Dr. Mansyur No. 5, Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan Oktober-November 2019.

4.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang bersedia menjadi sampel dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan peneliti. Jumlah sampel setelah penyeleksian adalah 100 orang.

Berdasarkan tabel 4.1, sampel penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan yang masing-masing diambil 50 orang (50%) dengan kategori usia 17-19 tahun sebanyak 58 orang (58%) dan usia 20-22 tahun sebanyak 42 orang (42%).

Responden dikelompokkan berdasarkan IMT, yaitu kelompok kurus sebanyak 11 orang (11%), kelompok normal 43 orang (43%), kelompok kegemukan 29 orang (29%), dan kelompok obesitas 17 orang (17%). Berdasarkan konsumsi minuman berkafein, kelompok yang tidak mengonsumsi kafein sama sekali sebanyak 15 orang (15%) lebih sedikit dibandingkan kelompok yang mengonsumsi kafein. Dua sumber kafein yang paling banyak dikonsumsi adalah kopi dan teh. Sebanyak 35 orang (35%) mengonsumsi 0-1 gelas kopi perhari dan 3 orang (3%) mengonsumsi 2-3 gelas kopi perhari. Kelompok yang meminum teh terdiri atas 32 orang (32%) yang

mengonsumsi 0-1 gelas teh perhari dan 7 orang (7%) yang mengonsumsi 2-3 gelas teh perhari. Sedangkan kelompok lainnya, yaitu cokelat, dikonsumsi oleh 5 orang (5%) sebanyak 0-1 gelas perhari dan 1 orang (1%) sebanyak 2-3 gelas perhari.

Kelompok terakhir yang mengonsumsi soda sebanyak 0-1 gelas perhari terdiri atas 2 orang (2%). Dari penelitian ini, didapatkan sampel yang memiliki kualitas tidur baik hanya 31 orang (31%), sedangkan sisanya 69 orang (69%) memiliki kualitas tidur buruk. Fungsi kognitif normal ditemui pada 58 orang (58%) responden, sedangkan 42 orang (42%) lainnya memiliki gangguan fungsi kognitif ringan.

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa kualitas tidur yang buruk didapatkan sedikit lebih tinggi pada laki-laki (jumlah 36 orang atau 72%) dibandingkan

perempuan (jumlah 33 orang atau 66%). Sedangkan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), didapatkan bahwa orang-orang yang memiliki IMT diatas normal cenderung memiliki kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur yang buruk juga lebih sering dijumpai pada sampel yang mengonsumsi minuman berkafein terutama kopi (jumlah 31orang atau 81,5%) dan teh (jumlah 26 orang atau 66,6%). Dari hasil uji statistik Chi-Square didapatkan hubungan yang bermakna antara usia dengan kualitas tidur (p=0,009), tapi tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p=0,517) dan indeks massa tubuh (p=0,322) dengan kualitas tidur. Sedangkan hasil uji statistik Fisher’s Exact menunjukkan konsumsi minuman berkafein (p=1,000) tidak memiliki hubungan dengan kualitas tidur.

Tabel 4.2 Analisis hubungan antara karakteristik sampel dan kualitas tidur

Karakteristik Kualitas Tidur n (%) Nilai p

Baik Buruk

Berdasarkan tabel 4.3, perbandingan antara sampel dengan kualitas tidur yang baik maupun buruk tidak memiliki perbedaan pada fungsi kognitif. Hasil uji

Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif (p=0,993).

Tabel 4.3 Analisis hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif

Kualitas Tidur Fungsi Kognitif n (%) Nilai p

Normal Terganggu

Berdasarkan tabel 4.4, hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara usia dengan kualitas tidur (p=0,008).

Kekuatan korelasi lemah (r=0,262) dan arah korelasi negatif (-), yang berarti bahwa hasil berbanding terbalik (semakin besar usia seseorang, maka semakin rendah skor PSQI yang menandakan kualitas tidur baik).

Tabel 4.4 Korelasi Antara klasifikasi usia dan kualitas tidur

Kualitas Tidur R p

Klasifikasi Usia 0,262 0,008*

*bermakna secara statistik

4.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat prevalensi kualitas tidur buruk yang tinggi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yaitu sebanyak 69% dari total sampel. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Al-Kandari et al, 2017, yang menyatakan terdapat prevalensi kualitas tidur buruk yang tinggi pada mahasiswa dan hubungannya dengan praktik higienitas tidur yang kurang.

Kualitas tidur yang buruk lebih cenderung didapatkan pada laki-laki (72%) dan kelompok usia 17-19 tahun (79,3%) dibanding perempuan (66%) dan kelompok usia 20-22 tahun (54,8%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Mohammadbeigi et al, 2016 yang menyatakan bahwa kualitas tidur buruk memiliki hubungan dengan penggunaan internet dan jejaring sosial melalui ponsel pintar yang

berlebihan dan laki-laki yang mempelajari ilmu kedokteran umum memiliki risiko yang lebih besar untuk penggunaan dan kecanduan ponsel yang tinggi.

Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian oleh Madrid-Valero et al, 2017), yang menyatakan bahwa kualitas tidur buruk lebih didominasi oleh perempuan dan bertambah dengan meningkatnya usia. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki risiko 1,41 kali lebih tinggi untuk menderita insomnia dibandingkan pria pada segala kelompok usia, terutama pada usia yang lanjut (Zhang dan Wing, 2006 dalam Madrid-Valero et al, 2017). Status menopause mungkin berperan pada hal ini dikarenakan berbagai faktor, termasuk gejala vasomotor, perubahan temperatur dan kulit, gaya hidup dan perubahan kadar hormon, seperti penurunan kadar estrogen and kenaikan kadar progesteron dan testosteron yang dapat mempengaruhi irama sirkadian (Ameratunga et al, 2012).

Meski demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perbedaan jenis kelamin dengan kualitas tidur (p=0,519). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chang dan Choi, 2016 yang menyatakan tidak ada perbedaan kualitas tidur antara laki-laki dan perempuan, namun keduanya memiliki kualitas tidur yang buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada laki-laki meliputi konsumsi kopi, tidur siang, depresi, tidak berolahraga minimal 3x seminggu, kegemukan, adiksi ponsel pintar dan pengangguran. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada perempuan adalah tingkat edukasi, merokok dan stres.

Berdasarkan faktor usia, hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat huhungan antara usia dengan kualitas tidur (p=0,009), dimana kelompok usia 17-19 tahun cenderung memiliki kualitas tidur buruk dibanding kelompok usia 20-22 tahun. Dari hasil uji korelasi Spearman Rank, terdapat korelasi signifikan yang lemah antara usia dengan kualitas tidur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Bhandari et al, 2017 pada mahasiswa di Nepal, yang menyatakan bahwa usia yang lebih tua memiliki hubungan dengan kualitas tidur yang baik dan dikaitkan dengan adiksi internet dan skor depresi yang lebih rendah. Generasi yang lebih muda lebih

rentan terhadap adiksi internet (Tsai et al, 2009 dan Young, 1996 di dalam Bhandari et al, 2017). Suatu penelitian oleh Kim et al, 2017 pada orang-orang berusia 18-64 tahun juga menyatakan partisipan yang memiliki adiksi internet cenderung lebih muda, berpendidikan tinggi, laki-laki, belum menikah, dan pengangguran dibanding responden tanpa adiksi internet. Partisipan dengan adiksi internet menunjukkan kualitas tidur yang lebih buruk dengan kesusahan memulai tidur yang signifikan selama periode lebih dari 6 bulan. Kelompok dengan adiksi internet juga memiliki frekuensi yang lebih tinggi dalam kesulitan mempertahankan tidur dan gangguan fungsi harian (daytime function impairment) secara signifikan.

Partisipan dengan indeks massa tubuh diatas normal menunjukkan tendensi untuk memiliki kualitas tidur buruk. Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (p=0,327) tidak memiliki hubungan dengan kualitas tidur.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Vargas et al, 2014 yang menyatakan tidak ada hubungan antara IMT dengan skor global PSQI yang menilai kualitas tidur. Namun ditemukan hubungan yang signifikan antara IMT dengan komponen gangguan tidur.

Hal ini mungkin menjadi perantara antara persepsi kualitas tidur buruk dengan IMT yang tinggi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian oleh Galioto et al, 2015 yang menunjukkan bahwa IMT tinggi berhubungan secara signifikan dengan kualitas tidur buruk disertai batuk atau mengorok, perasaan terlalu panas, sakit dan durasi tidur yang lebih pendek.

Hasil penelitan oleh Kristicevic et al, 2018 juga menyatakan terdapat hubungan antara obesitas dengan kualitas tidur buruk dan durasi tidur yang singkat.

Durasi tidur yang singkat berhubungan dengan penurunan kadar hormon leptin (hormon yang menekan nafsu makan) dan peningkatan kadar hormon ghrelin (hormon yang meningkatkan nafsu makan), yang mungkin memediasi tidur singkat dengan indeks massa tubuh. Saat kekurangan tidur, kebutuhan energi bertambah, hal ini mungkin memediasi perubahan kadar hormon, yang berujung ke peningkatan konsumsi makanan. Perubahan irama sirkadian juga mungkin berkontribusi ke perubahan pola makan, yaitu porsi sarapan yang kecil (irama sirkadian awal dengan

promosi tidur dan kadar melatonin tinggi) dan konsumsi makanan berlebih pada malam hari (keterlambatan peningkatan kadar melatonin). Transisi dari kekurangan tidur ke tidur yang cukup mengarah ke berkurangnya konsumsi makanan, terutama karbohidrat dan lemak dan penurunan berat badan (Markwald et al, 2012).

Subjek dengan konsumsi kafein, terutama kopi (81,5%) dan teh (66,6%) dominan memiliki kualitas tidur buruk. Hal ini mungkin dikarenakan adanya korelasi antara durasi tidur yang pendek dengan konsumsi kafein yang tinggi. Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah kafein yang dikonsumsi dengan kualitas tidur (Watson et al, 2016). Namun hasil uji statistik Fisher’s Exact pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi minuman berkafein dengan kualitas tidur (p=0,778). Penelitian oleh Lund et al, 2010 dan Brick et al, 2010 juga menyatakan bahwa konsumsi kafein dan alkohol bukan merupakan prediktor signifikan dari skor PSQI. Hal ini dimungkinkan karena kafein dikonsumsi pada waktu yang lebih awal sehingga memiliki efek yang lebih sedikit terhadap kualitas tidur. Namun penelitian oleh Kerpershoek et al, 2018 menunjukkan tidak adanya perbedaan signifkan antara konsumsi kafein sore hari dengan bukan sore hari pada kualitas tidur. Mekanisme pengaturan tubuh sendiri kemungkinan memiliki peranan sehingga partisipan yang sensitif terhadap kafein dan mengetahui kafein berefek negatif pada kualitas tidur mereka mengatur kapan dan jumlah dari kafein yang dikonsumsi untuk mempertahankan kualitas tidur. Penelitian terdahulu mengindikasikan terdapat perbedaan individual dalam kecepatan metabolisme kafein dan sensitivitas terhadap efeknya (Blanchard dan Sawer, 1983 di dalam Kepershoek et al, 2018). Penggunaan yang berulang atau kebiasaan konsumsi kafein juga dapat memicu toleransi sehingga menurunkan sensitivitas terhadap efek kafein (James, 2014).

Hasil uji Chi-Square pada penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif (p=0,993). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Miller et al, 2014 pada partisipan berusia 50 tahun ke atas yang menyatakan tidak adanya asosiasi yang signifikan antara kualitas tidur

dengan fungsi kognitif amnestik (memori) dan non-amnestik (non-memori) pada kelompok usia yang muda. Namun terdapat asosiasi tersebut pada kelompok usia yang lebih tua. Efek ini tidak tergantung pada durasi dari tidur. Sedangkan durasi tidur memiliki hubungan yang signifikan terhadap fungsi kognitif pada kedua kelompok usia. Alasan dari perbedaan ini masih belum jelas dan analisis prospektif dari efek kualitas tidur pada penurunan kognisi mungkin dapat membantu untuk menyingkirkan efek dari penyakit yang sudah diderita atau faktor-faktor penyerta lain.

Faktor latihan juga dapat menyebabkan tingginya skor MoCA meskipun kualitas tidur buruk, hal ini dapat menjadi kemungkinan pada kelompok yang sudah terpapar sebelumnya oleh tes kognitif.

Sebaliknya, penelitian oleh Klumpers et al, 2015 menyatakan bahwa kualitas tidur buruk memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi kognitif. Hal ini berhubungan dengan terjadinya perubahan neurofisiologis dan endokrin yang ditandai dengan gangguan fungsi kognitif meskipun terdapat peningkatan aktifitas regional otak sebagai kompensasi. Peningkatan aktifitas sistem otak dari tidur yang berkurang dikarenakan aktifasi dari sistem dopaminergik yang sejalan dengan respon kortisol yang menurun dan memerlukan peningkatan keterlibatan area korteks limbik dan prefrontal. Dopamine meningkatkan kesadaran, melalui reseptor D2 dan stimulasi CRH untuk melepaskan kortisol. Secara normal, sekresi kortisol meningkat 2-3 jam setelah memulai tidur dan berlanjut hingga waktu awal bangun. Tidur yang kurang menyebabkan gangguan aksis HPA dan kesadaran yang menurun.Kualitas tidur yang buruk berkontribusi kepada penurunan dari komponen fungsi kognitif, dimana durasi tidur lebih berhubungan dengan perhatian dan kualitas tidur subjektif lebih berhubungan dengan fungsi eksekutif (Benitez dan Gunstad, 2015).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Jumlah insidensi kualitas tidur buruk pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada periode Juni-Desember 2019 didapatkan 69%

dari total sampel.

2. Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa kualitas tidur buruk pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada periode Juni-Desember 2019 lebih banyak dimiliki oleh mahasiswa laki-laki dibanding perempuan.

3. Berdasarkan kelompok usia, diketahui bahwa bahwa kualitas tidur buruk pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada periode Juni-Desember 2019 lebih banyak dimiliki sampel dalam kelompok usia 17-19 tahun dibanding sampel dalam kelompok usia 20-22 tahun.

4. Berdasarkan kelompok indeks massa tubuh, diketahui bahwa bahwa kualitas tidur buruk pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada periode Juni-Desember 2019 lebih banyak dimiliki oleh sampel dalam kelompok normal, kegemukan, dan obesitas dibanding sampel dalam kelompok kurus.

5. Berdasarkan konsumsi minuman berkafein, diketahui bahwa bahwa kualitas tidur buruk pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada periode Juni-Desember 2019 lebih banyak dimiliki oleh kelompok yang mengonsumsi kopi, teh, dan soda dibanding cokelat.

6. Berdasarkan kualitas tidur, diketahui bahwa gangguan ringan fungsi kognitif pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada periode Juni-Desember 2019 berimbang dimiliki oleh 41,9% sampel dalam kelompok kualitas tidur baik dan 42% sampel dalam kelompok kualitas tidur buruk.

7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas tidur.

8. Terdapat hubungan yang bermakna antara kelompok usia dengan kualitas tidur 9. Terdapat korelasi lemah yang bermakna antara usia dengan kualitas tidur 10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan

kualitas tidur

11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi minuman berkafein dengan kualitas tidur

12. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif

5.1. SARAN

Dari hasil penelitian ini, adapun saran yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Disarankan kepada pihak peneliti selanjutnya untuk mempertimbangkan keadaan depresi, stres, adiksi internet, adiksi ponsel pintar, waktu konsumsi kafein dan higienitas tidur sampel agar dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih komprehensif

2. Disarankan kepada pihak peneliti selanjutnya untuk mempertimbangkan sampel yang sekiranya belum terpapar dengan instrumen pengukur fungsi kognitif sebelumnya agar tidak terdapat faktor latihan

3. Perlunya meningkatkan kesadaran para mahasiswa untuk mempraktikkan

higienitas tidur yang baik dan mengurangi penggunaan berlebihan internet, media sosial dan ponsel pintar

4. Perlunya meningkatkan kesadaran para mahasiswa untuk mempraktikkan gaya hidup yang baik, seperti mengonsumsi makanan yang seimbang dan berolahraga minimal 3x seminggu

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kandari, S., Alsalem, A., Al-Mutairi, S., Al-Lumai, D., Dawoud, A., Moussa, M.

(2017) „Association between sleep hygiene awareness and practice with sleep quality among Kuwait University students‟, Sleep health , 3(5), pp. 3-6

Ameratunga, D., Goldin, J., dan Hickey, M. (2012) „Sleep Disturbance in Menopause‟, Internal Medicine Journal, 42, pp.742-745

Asarnow, L.D., Soehner A.M., Harvey, A.G. (2014) „Basic Sleep and Circadian Science as Building Blocks for Behavioral Interventions: A Translational Approach for Mood Disorders‟, Behav Neurosci., 128(3), pp. 360-370

Baker, F.C. and Driver, H.S. (2007) „Circadian Rhythms, Sleep, and The Menstrual Cycle‟, Sleep Med, 8(6), pp. 613-622

Barrett, K.E., Barman, S.M., Boitano, S., and Brooks, H.L. 2016 Ganong‟s Review of Medical Physiology, McGraw-Hill Education 25th edition

Bear, M.F., Connors, B.W., and Paradiso, M.A. 2016, Neuroscience: Exploring The Brain, Wolters Kluwer 4th edition

Benitez, A., dan Gunstad, J. (2015) „Poor Sleep Quality Diminishes Cognitive Functioning Independent of Depression and Anxiety in Healthy Young

Benitez, A., dan Gunstad, J. (2015) „Poor Sleep Quality Diminishes Cognitive Functioning Independent of Depression and Anxiety in Healthy Young

Dokumen terkait