• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak Desember 2006 sampai dengan Juli 2007 di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Keteknikan Kayu, dan Laboratorium Kayu Solid-Departemen Hasil Hutan-Fakultas Kehutanan-IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 3 jenis kayu cepat tumbuh yang berasal dari pohon yang masih berdiameter kecil, terdapat di sekitar kampus IPB Darmaga. Spesifikasi ketiga jenis kayu tersebut, yang meliputi jumlah, kadar air (KA) segar dan kering udara, serta berat jenis (BJ) ditunjukkan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3 Spesifikasi bahan baku kayu penelitian

Jumlah & Nama Kayu Rata-rata Diameter (cm) KA basah (segar) (%) KA kering udara (%) BJ 2 batang akasia

(Acacia mangium Willd.)

2 batang ekaliptus (Eucalyptus sp.)

2 batang gmelina (Gmelina arborea Roxb.)

18.35 16.60 17.45 90.74 86.10 81.10 15.03 16.14 14.58 0.41+ 0.09 0.57 + 0.14 0.45 + 0.06

Setelah dikonversi menjadi strands, performanya sebagai bahan baku OSB ditunjukkan pada Gambar 7. Hasil pemotretan fotomikroskop untuk mengetaui gambaran permukaan strands disajikan pada Gambar 8.

Gambar 7 Performa strands ketiga jenis kayu bahan baku OSB. (i) Strands kayu akasia (skala dalam cm)

(ii) Strands kayu ekaliptus (skala dalam cm)

(ii) Strands kayu gmelina (skala dalam cm)

21

Bahan baku perekat yang digunakan, terdiri atas :

- Phenol Formaldehyda (PF) cair dari PT. Duta Pertiwi Nusantara-Pontianak, dengan resin solid content (RSC) 44.54%

- Perekat isocyanat (IC) dari PT. Polychemi Asia Pasifik-Jakarta, RSC 99.36%

- PF bubuk dari PT. Indopherin Jaya-Jakarta, RSC 98.28%

Bahan untuk analisis kelayakan teknis adalah data sekunder hasil pengujian papan partikel dan papan serat yang ada di pasaran. Papan partikel terbuat dari kayu karet dan papan serat terbuat dari kayu gmelina, keduanya direkat dengan perekat Urea Formaldehyda (UF). Data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis kedua papan tersebut selengkapnya disajikan pada Lampiran 10.

Alat utama yang digunakan meliputi gergaji, disc flaker, saringan, oven, timbangan, kaliper, mikrometer sekrup, fotomikroskop, former device, hot press, dan UTM (Universal Testing Machine) merk Instron dengan kapasitas 5 ton.

Metodologi Penelitian

Target OSB yang dibuat mengikuti ukuran komersial dan telah sesuai standar Jepang (JIS A 5908 : 2003), yaitu memiliki kerapatan target 0.75 g/cm3 dengan ketebalan 9 mm. Sedangkan dimensi panjang dan lebar dibuat 30 cm x 30 cm mengikuti kemampuan kempa panas yang tersedia di laboratorium.

OSB dibuat tiga lapis, dengan model lapisan permukaan dan belakangnya tegak lurus dengan lapisan tengah. Teknik pembentukan lembaran dengan menyusun strands menggunakan alat bantu former device yang disempurnakan, terbuat dari papan dan kawat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.

Penjelasan mengenai skema pembuatan OSB, diterangkan sebagai berikut: 1. Persiapan bahan baku

Strands yang sudah dihasilkan dan dipilih dikeringkan di bawah sinar matahari untuk kemudian dioven atau dimasukkan ke dalam kiln drying hingga kadar airnya 2-3% untuk aplikasi perekat PF cair, dan 8-9% untuk aplikasi perekat PF bubuk dan isocyanat. Diharapkan dengan kadar air strands seperti tersebut dapat terjadi kadar air mat (furnish) yang sama sekitar 10-11%, sesuai dengan yang dinyatakan Maloney (1993).

2. Blending

Karena variabel penelitian ini adalah jenis kayu dan perekat, maka penambahan wax (lilin) dibuat sama untuk semua papan, yaitu 1 % berdasarkan berat kering oven strands. Perekat yang digunakan sebanyak 7% berat kering oven strands (Nuryawan et al. 2007). Blending dilaksanakan dalam rotary blender dengan bantuan spray gun untuk menyemprotkan perekat PF cair dan isocyanat. Sementara Perekat PF bubuk diaplikasikan dalam kantong plastik.

3. Pembentukan lembaran

Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan bantuan alat former device untuk pengorientasian strands secara sederhana. Jarak former device dengan lembaran dibuat 20 mm. Perbandingan berat strands lapisan muka : inti : belakang adalah 1 : 1 : 1.

4. Pengempaan panas

Pengempaan panas menggunakan tekanan 25 kg/cm2 dan suhu 1600 C dengan total waktu pengempaan 15 menit, yang dirinci : 5 menit untuk posisi kontrol hingga mencapai ketebalan 20 mm dan 10 menit untuk mengempa, dipertahankan pada ketebalan 9 mm.

5. Finishing dan persiapan pengujian

OSB yang sudah jadi dikondisikan selama 2 minggu pada suhu kamar. Kemudian dipotong menjadi contoh uji-contoh uji berdasarkan JIS A 5908 : 2003, dengan pola skema diagram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 dengan keterangan gambar disajikan pada Tabel 4.

(i) akasia perbesaran 10x

(iii) ekaliptus perbesaran 10x

(v) gmelina perbesaran 10x

(ii) akasia perbesaran 30x

(iv) ekaliptus perbesaran 10x

(vi) gmelina perbesaran 30x

arah memanjang OSB dan arah orientasi strand lapisan permukaan

arah lebar OSB

dan arah strand

lapisan tengah

Gambar 10 Pola pemotongan contoh uji OSB

Tabel 4 Keterangan pola pemotongan contoh uji OSB

Kode Contoh Uji Ukuran (cm3) Jumlah (buah)

1 MOE dan MOR kering sejajar lebar 18.5 x 5 x 0.9 1

2 MOE dan MOR basah sejajarlebar 18.5 x 5 x 0.9 1

3 MOE dan MOR kering sejajar panjang 18.5 x 5 x 0.9 1

4 MOE dan MOR basah sejajar panjang 18.5 x 5 x 0.9 1

5 Internal bond (kuat teguh rekat) 5 x 5 x 0.9 1

6 Pengembangan tebal 5 x 5 x 0.9 1

7 Kerapatan dan kadar air 10 x 10 x 0.9 1

8 Cadangan 5 x 5 x 0.9 2

Berikut diberikan bagan produksi OSB seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11 : 30 cm 30 cm 1 2 3 4 5 6 7 8 8

24

Gambar 11 Skema pembuatan OSB.

Prosedur Pengujian Kualitas

Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003. Hasil pengujian dikoreksi dengan kerapatan masing-masing contoh uji dan dicocokkan dengan standar JIS A 5908 : 2003, memenuhi standar ataukah tidak. Parameter kualitas papan yang diuji adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, dan daya serap air (untuk sifat fisis). Sedangkan untuk sifat mekanis diuji keteguhan rekat (internal bond), modulus patah (MOR), dan modulus elastisitas (MOE). Berikut dijelaskan teknis pengujian sifat fisis dan mekanis OSB :

Mat forming dan

pengorientasian strands

Strands

akasia, ekaliptus, dan gmelina

KA 2-3%

Proses blending

PF cair 7% Wax 1%

Pemotongan dan pengujian JIS A 5908-2003 Hot pressing 160oC; 15 menit; 25kgf/ cm2 Pengkondisian 14 hari Target dimensi 30 cm x 30 cm x 0.9 cm Target kerapatan 0.75 g/ cm3 Strands

akasia, ekaliptus, dan gmelina

KA 8-9%

PF bubuk atau isocyanat 7%

Kerapatan

Kerapatan OSB dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

ρ : kerapatan (g/cm3)

B : berat contoh uji kering udara (g) V : volume contoh uji kering udara (cm3)

Penetapan Kadar Air

Penentuan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu (103 ± 2)oC. Kadar air papan dihitung dengan rumus :

Keterangan:

KA : kadar air (%)

B0 : berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g) B1 : berat kering oven contoh uji (g)

Pengembangan Tebal

Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengembangan tebal dihitung dengan rumus:

Keterangan

TS : pengembangan tebal (%)

T1 : tebal contoh uji sebelum perendaman (g) T2 : tebal contoh uji setelah perendaman (g)

V B = ρ % 100 1 1 2 x T T T TS = − % 100 1 1 0 x B B B KA=

26

Daya Serap Air

Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus :

Keterangan:

DSA : daya serap air (%)

B1 : berat contoh uji sebelum perendaman (g) B2 : berat contoh uji setelah perendaman (g)

Keteguhan Rekat

Keteguhan rekat (internal bond) diperoleh dengan cara merekatkan kedua permukaan contoh uji OSB pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara berlawanan. Cara pengujian internal bond seperti pada Gambar 12 berikut:

Gambar 12 Pengujian keteguhan rekat (internal bond).

Keteguhan rekat tersebut dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

IB : keteguhan rekat (kg / cm2)

P : gaya maksimum yang bekerja (kg) A : luas permukaan contoh uji (cm2)

% 100 1 1 2 x B B B DSA=Contoh uji Balok besi Arah beban Arah beban IB = P maks A

Modulus Patah (MOR)

Pengujian MOR dilaksanakan bersamaan dengan pengujian MOE. Skema pengujian digambarkan pada Gambar 13 berikut.

Gambar 13 Pengujian modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE)

Modulus patah (MOR) adalah salah satu sifat mekanis papan yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR, maka pengujian pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah, dengan kecepatan 10 mm/ menit (JIS A 5908-2003). Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan:

MOR : modulus patah (kgf / cm2) P : beban maksimum (kgf) L : jarak sangga (17.5 cm) b : lebar contoh uji (cm) h : tebal contoh uji (cm)

2 2 3 bh PL MOR= Contoh uji Titik beban L h l b

L : Panjang contoh uji l : Jarak sangga (17.5 cm) h : Tebal contoh uji b : Lebar contoh uji

28

Modulus Elastisitas (MOE)

Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan:

MOE : modulus elastisitas (kgf / cm2)

ΔP : beban sebelum proporsi (kgf) L : jarak sangga (17.5 cm)

ΔY : lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b : lebar contoh uji (cm)

h : tebal contoh uji (cm)

Retensi Kekuatan (Strength Retention)

Pengujian MOR dan MOE dilaksanaan dalam dua kondisi, yaitu kondisi kering dan basah. Kondisi basah mengikuti prosedur uji B, yaitu contoh uji direbus dalam air mendidih selama 2 jam kemudian direndam air dingin suhu kamar selama 1 jam. Pengujian dilaksanakan saat contoh uji masih dalam keadaaan basah.

Karena MOR dan MOE berkaitan erat dengan pembebanan, maka perlu diketahui sampai kapan contoh uji tersebut tahan dalam menahan beban. Ada suatu formula yang disebut retensi kekuatan (strength retention) yang dapat menggambarkan ketahanan dari contoh uji (Massijaya 1997), yaitu :

Y bh PL MOE Δ Δ = 3 3 4

Retensi kekuatan MOR = MOR basah x 100% MOR kering

Retensi kekuatan MOE = MOE basah x 100% MOE kering

Rancangan Percobaan

Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu yang digunakan dan macam penggunaan perekat yang diaplikasikan, pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan faktorial pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan yaitu faktor A adalah jenis kayu yang terdiri atas akasia, ekaliptus, dan gmelina. Sedangkan faktor B adalah macam aplikasi perekat pada OSB terdiri atas 5 macam, yaitu : 1) Keseluruhan lapisan OSB direkat menggunakan resin PF bubuk 2) Keseluruhan OSB direkat menggunakan resin PF cair, 3) Keseluruhan lapisan OSB direkat menggunakan isocyanat, 4) Lapisan permukaan OSB direkat menggunakan resin PF bubuk dan lapisan tengahnya menggunakan isocyanat, dan 5) Lapisan permukaan OSB direkat menggunakan PF cair dan lapisan tengahnya menggunakan isocyanat. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga jenis kayu dan lima macam aplikasi perekat sehingga disebut dengan percobaan faktorial 3 x 5. Dengan demikian jumlah OSB yang diproduksi sebanyak 3 x 5 x 5 ulangan = 75 papan. Model umum rancangan percobaannya adalah :

Y ijk = u + Ai + Bj + (AB)ij + Eijk

dimana:

Y ijk = nilai respon pada taraf ke-i faktor jenis kayu dan taraf ke-j faktor macam aplikasi perekat pada ulangan ke-k

i = taraf faktor jenis kayu j = taraf macam aplikasi perekat

k = ulangan

u = nilai rata-rata pengamatan

Ai = pengaruh sebenarnya taraf ke-i faktor jenis kayu

Bj = pengaruh sebenarnya taraf ke-j faktor macam aplikasi perekat

(AB)ij = pengaruh sebenarnya taraf ke-i faktor jenis kayu dan taraf ke-j faktor macam aplikasi perekat

Eijk = kesalahan (galat) percobaan pada taraf ke-i faktor jenis kayu dan taraf ke-j faktor macam aplikasi perekat pada ulangan ke-k

30

Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata) dan 99% (sangat nyata). Dengan hipotesis yang diuji adalah

H0 : δ2 = 0 ; ragam dari semua perlakuan sama H0 : δ2

> 0 ; minimum ada satu perlakuan yang ragamnya tidak sama

Jika F-hitung lebih kecil dari F-tabel, maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Dan jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka perlakuan berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Untuk melihat pengaruh perlakuan mana yang berbeda nyata terhadap respon yang diuji dilakukan uji wilayah berganda Duncan.

Persamaan uji Duncan yang digunakan adalah sebagai berikut : Rp = rp. Sy ⇒ Sy =√KTG/r ⇒ Rp = rp. √KTG/r Dimana :

Rp : wilayah nyata terpendek (least significant ranges)

rp : wilayah nyata student yang ditentukan berdasarkan pada derajat bebas galat dan jumlah perlakuan

r : jumlah ulangan KTG : Kuadrat Tengah Galat

Analisis Kelayakan Teknis

Dengan pendekatan analisis kelayakan, kualitas OSB hasil pengujian dibandingkan dengan kualitas papan yang telah dikenal selama ini dan telah digunakan untuk bahan baku konstruksi dan furniture (papan partikel dan papan serat). Melalui pendekatan tersebut, kelayakan OSB dapat ditentukan dilihat dari kualitasnya terhadap kualitas dua papan lainnya.

Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB) Kerapatan

Pada Gambar 14 terlihat bahwa secara rata-rata semua OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 : 2003, yang mensyaratkan kerapatan OSB berkisar 0.40-0.90 g/cm3. Demikian juga jika dilihat satu persatu, nilai kerapatan papan berkisar 0.59-0.74 g/cm3 (Lampiran 6).

0. 6 9 0. 6 5 0.69 0.72 0. 6 9 0. 72 0. 68 0.70 0. 74 0. 71 0. 63 0. 63 0. 63 0. 6 2 0. 63 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90

I (P FB) II (P FC) III (IC) IV (P FB+IC) V (P FC+IC) Mode l O S B Ke r a p a ta n ( g /c m 3)

Akasia Ekaliptus Gmelina

Gambar 14 Histogram model OSB dan nilai kerapatan yang dihasilkan.

Pada penelitian ini nilai kerapatan masih di bawah kerapatan sasaran (0.75 g/cm3), hal ini karena variabilitas berat jenis (BJ) strands merupakan faktor yang menyebabkan adanya perbedaan kerapatan (Lampiran 2). Pengukuran BJ ini berguna untuk mengetahui nilai compression ratio (CR), yaitu perbandingan BJ papan yang dihasilkan dengan BJ bahan baku kayunya. Ini menjadi penting dibahas dihubungkan dengan hasil akhir kerapatan OSB, sebab untuk menghasilkan kontak antar strands yang memuaskan biasanya perlu memampatkan papan hingga nisbah kempa/ CR-nya mencapai 1.20-1.60 (Bowyer et al. 2003).

JIS A 5908 : 2003

32

Strand dengan BJ rendah cenderung memiliki tegangan kompresi lebih tinggi ketika diberi tekanan kempa yang sama dibandingkan dengan strand yang ber-BJ tinggi. BJ ekaliptus (0.57) lebih tinggi dibandingkan BJ akasia (0.41) dan gmelina (0.45). Hal ini berakibat nilai CR yang merupakan perbandingan kerapatan papan dan kerapatan kayu akan bervariasi. Berdasarkan data hasil perhitungan, CR ekaliptus mendekati petunjuk yang disarankan Maloney (1993) yang besarnya 1.30 untuk menghasilkan kualitas yang baik pada papan berkerapatan sedang. Besar CR ekaliptus 1.11-1.31, sementara akasia 1.46-1.79 dan gmelina 1.32-1.50.

Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan kerapatan juga karena adanya spring back atau usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan dan penyesuaian kadar air papan pada saat pengkondisian sehingga terjadi kenaikan tebal OSB yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kerapatan OSB.

Selain itu, peranan kadar perekat yang digunakan cukup dapat berdistribusi merata pada strands penyusun OSB sehingga kontak antar strand dapat terjalin lebih kompak yang akhirnya dapat diperoleh OSB dengan kerapatan yang tinggi. Hal ini diperkuat penelitian sebelumnya yang menggunakan kadar perekat 3%, 5%, dan 7% yang menghasilkan performa terbaik adalah kadar perekat 7% (Nuryawan et al. 2007).

Namun demikian kualitas perekatan yang menunjang kerapatan akhir OSB dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya kandungan zat ekstraktif kayu (Tsoumis 1991). Seperti terlihat pada OSB dari kayu gmelina selalu memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan OSB dari akasia dan ekaliptus. Hal ini diduga karena kandungan ekstraktif gmelina lebih tinggi dibandingkan akasia dan ekaliptus. Penelitian Kasmudjo (1990) menyatakan kandungan ekstraktif gmelina yang larut dalam air sebesar 3.27% dan yang larut dalam alkohol benzena sebesar 6.32%. Sementara untuk akasia kandungan ekstraktifnya hanya 5% (Massijaya 1992) dan ekaliptus hanya 2.2% ekstraktif yang larut dalam air dingin dan 6.3% yang larut dalam alkohol benzena (Martawijaya et al. 1989).

Uraian di atas memperkuat hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 8) bahwa jenis kayu dan macam aplikasi perekat OSB sangat berpengaruh terhadap nilai kerapatan yang dihasilkan. Namun demikian, interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan untuk ketiga jenis kayu untuk semua perlakuan penggunaan perekat menunjukkan huruf yang tidak sama, yang artinya jenis kayu dan perekat yang digunakan akan mempengaruhi nilai dari kerapatan OSB yang dihasilkan.

Kadar Air

Kadar air merupakan sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Namun demikian karena OSB terbuat dari bahan berlignoselulosa pasti memiliki sifat higroskopis, sehingga kadar airnya sewaktu pemakaian dapat berubah sesuai dengan keadaan kelembaban udara sekelilingnya.

Pada Gambar 15 terlihat bahwa secara rata-rata semua OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 : 2003, yang mensyaratkan standar kadar air OSB berkisar 5-13 %. Hasil perhitungan kadar air menunjukkan kadar air OSB berkisar dari 5.02-11.34% (Lampiran 6).

5. 52 9. 6 4 6. 32 6. 4 8 7. 9 8 6. 1 2 9. 4 7 7. 0 7 6. 3 5 8. 6 6 6. 4 9 9. 1 6 6. 4 3 7.38 8. 1 8 0 2 4 6 8 10 12 14

I (PFB) II (PFC) III (IC) IV (PFB+IC) V (PFC+IC)

Model OSB Ka d a r A ir ( % )

Akasia Ekaliptus Gmelina

Gambar 15 Histogram model OSB dan nilai kadar air yang dihasilkan.

JIS A 5908 : 2003

34

Umumnya kadar air papan partikel lebih rendah daripada kadar air bahan bakunya/kayu. Hal ini terjadi sebagai akibat dari perlakuan panas yang diterima papan partikel pada saat pengempaan panas. Di samping itu partikel kayu yang berada di bagian dalam papan (inti) tidak bebas menyerap air sebagai akibat adanya ikatan rekat (selama ikatan tersebut tidak rusak) (Massijaya et al. 1999).

Pada penelitian ini, penggunaan PF cair pada OSB model II dan model V memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan yang lain. Hal ini karena distribusi perekat PF cair kurang bisa merata jika dibandingkan PF bubuk, sehingga strands di dalam papan yang tidak terkena distribusi perekat masih bisa menyerap air. Strands yang tidak terkena perekat akibat distribusi yang kurang merata akan menciptakan celah/ rongga udara. Hal ini menyebabkan uap air di sekeliling OSB dapat diserap pada saat pengkondisian berlangsung karena strands bersifat higroskopis.

Pada OSB model V, penggunaan perekat isocyanat pada bagian core/ inti OSB mampu menurunkan kadar air papan 9 hingga 17%. Hal ini dikarenakan selain berikatan secara mekanis dengan kayu, isocyanat akan berikatan secara kimiawi dengan gugus -OH yang ada pada kayu (Maloney 1993). Sementara pada OSB model III yang menggunakan isocyanat, karena sifatnya yang hidrofobik (Maloney 1993), menjadikan kadar air OSB tidak setinggi model II dan model V.

Uraian di atas diperkuat dengan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) bahwa model/ aplikasi perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kadar air yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan sifat dasar perekat yang berbeda, PF bubuk dan PF cair tergolong hidrofilik, sedangkan isocyanat termasuk hidrofobik (Maloney 1993).

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) juga mengemukakan bahwa kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, untuk ketiga jenis kayu (akasia, ekaliptus, dan gmelina) pada penggunaan perekat PF bubuk menunjukkan huruf yang sama. Hal yang sama terjadi juga pada penggunaan PF cair. Dengan demikian penggunaan ketiga jenis kayu dengan aplikasi perekat PF bubuk atau PF cair tidak akan mempengaruhi nilai kadar air OSB yang dihasilkan.

Pengembangan Tebal

Perubahan dimensi menurut arah tebal menjadi hal yang perlu mendapat perhatian dalam pemakaian dan salah satu kelemahan dalam hal stabilitas dimensi adalah besarnya pengembangan dimensi pada arah tebal.

Dari pengujian pengembangan tebal 24 jam diperoleh rata-rata nilai terkecil (13.62%-17,11%) ada pada model III yang menggunakan perekat isocyanat (Lampiran 6). Standar JIS A 5908 : 2003 mensyaratkan nilai pengembangan tebal maksimal 25%. Dengan demikian hasil penelitian ini mendukung pernyataan Marra (1993) mengenai perekat isocyanat bahwa stabilitas dimensi papan yang dihasilkan jika menggunakan isocyanat lebih stabil karena isocyanat akan menghasilkan ikatan yang kokoh antar strands sehingga menyulitkan air menembus masuk ke dalam OSB.

Pada Gambar 16 berikut disajikan nilai rata-rata hasil pengujian pengembangan tebal dalam 2 jam dan 24 jam. Pada histogram tersebut terlihat model OSB yang direkat maupun melibatkan PF cair (model II dan V) nilai pengembangan tebalnya tinggi dan tidak ada yang memenuhi standar yang dipersyaratkan. Hal ini dikarenakan distribusi perekat PF cair yang kurang merata pada strands sehingga menciptakan rongga/ celah yang memungkinkan air masuk dengan cepat dan mengisi rongga-rongga saat contoh uji direndam.

36 6. 7 8 10. 1 4 3. 1 0 4. 11 10. 75 12. 20 17. 3 9 2. 4 7 9. 6 7 10. 04 5. 55 7.5 4 2. 7 2 8. 38 7. 9 3 21 .8 3 38. 9 4 16. 52 17 .03 34 .7 9 27 .6 2 40 .67 17. 11 24. 5 4 27 .49 24 .6 9 26 .16 13. 62 22. 99 26 .73 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

I II III IV V I II III IV V I II III IV V

Akasia Ekaliptus Gmelina

Model OSB P e ng e m ba ng a n T e b a l ( % ) 2 jam 24 jam

Gambar 16 Histogram model OSB dan nilai pengembangan tebal.

JIS A 5908 : 2003

Model OSB hybrid dengan core direkat isocyanat dan bagian permukaannya direkat PF bubuk, memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik jika dibandingkan model OSB yang hanya direkat dengan PF bubuk saja. Penggunaan isocyanat pada bagian core mampu mengurangi pengembangan tebal hingga 7 sampai 22%. Tingginya pengembangan tebal pada OSB selain karena pengaruh penyerapan air, dipengaruhi juga oleh kerapatan OSB dan kerapatan kayu asalnya. Kerapatan OSB yang rendah akan memudahkan air masuk ke dalam celah antar strand. Demikian juga kerapatan kayu yang rendah, apalagi setelah melalui proses pengempaan, apabila direndam dalam air terjadi pengembangan tebal yang tinggi akibat internal stress yang ditimbulkannya. Maloney (1993) menyatakan faktor terpenting yang mempengaruhi pengembangan tebal adalah kerapatan kayu pembentuknya.

Tingginya pengembangan tebal pada OSB dari kayu ekaliptus dipengaruhi oleh keterbasahannya. Hasil pengukuran keterbasahan memperlihatkan bahwa tingkat penyerapan air tertinggi pada kayu ekaliptus (Lampiran 4).

Tingginya nilai pengembangan tebal ini juga dikarenakan produk ini hanya menggunakan wax/ parafin sebagai pelindung terhadap air sebanyak 1% saja. Menurut Bowyer et al. (2003), perekat lilin sekitar 0.25-2% ditambahkan untuk memberikan sifat tahan air pada papan.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16, pengembangan tebal hasil penelitian ini yang memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 terdapat pada OSB yang direkat menggunakan isocyanat dan OSB hybrid yang direkat menggunakan PF bubuk pada lapisan permukaan dan isocyanat pada bagian core.

Berikut disajikan pada Gambar 17 contoh pengembangan tebal yang terjadi pada OSB yang menggunakan perekat isocyanat pada bagian core dan PF bubuk pada bagian permukaan.

38

Gambar 17 Pengembangan tebal yang terjadi pada OSB hybrid.

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 8), untuk pengembangan tebal selama 2 jam menunjukkan bahwa jenis kayu, model aplikasi perekat, maupun interaksinya sangat berpengaruh terhadap nilai pengembangan tebal yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan air dapat mengisi lumen-lumen kayu, sudah ada/ inherent dalam kayu dalam bentuk air bebas maupun air terikat, dan dapat berikatan secara kimia melalui ikatan hidrogen (hidrogen bonding).

Uji lanjut Duncan untuk pengembangan tebal baik 2 jam maupun 24 jam (Lampiran 8) untuk model III yang menggunakan aplikasi perekat isocyanat menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk semua jenis kayu. Fenomena ini disebabkan isocyanat memiliki gugus yang sangat reaktif yang berasal dari radikal isocyanat –N = C = O (Marra 1992).

Daya Serap Air

Seperti halnya pengembangan tebal, penyerapan air juga masih merupakan masalah pada OSB (Bowyer et al. 2003). Pada Gambar 18 diperlihatkan

Dokumen terkait