• Tidak ada hasil yang ditemukan

dengan mengaktifkan bagian spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur pengurangan asupan makanan, peningkatan pengeluaran energi, metabolisme glukosa dan lemak dan mengubah fungsi neuroendokrin (Mantzoros 1999).

Lebih lanjut Mantzoros (1999) menyatakan bahwa leptin, suatu hormon adipost, yang beredar di dalam serum dalam bentuk bebas atau dalam bentuk leptin terikat pada protein, mengaktifkan sel yang spesifik pada hipotalamus, dan mengubah ekspresi beberapa neuropeptida yang kemudian mengurangi selera, peningkatan pembelanjaan energi dengan meningkatakan sinyal saraf simpatis dan menurunkan sinyal saraf parasimpatik serta mengubah fungsi neuroendokrin. Peningkatan level leptin mengaktifkan hormone tiroid, hormon pertumbuhan, dan gonad serta menekan poros adrenal-pituitari. Leptin, secara langsung atau secara tidak langsung (mengubah level hormone dan neuropeptida lain), juga mempengaruhi hemopoiesis dan fungsi kekebalan serta meningkatkan metabolisme glukosa dan lemak. Yang pada akhirnya, mengubah produksi dan leve hormon dan sitokin serta produksi leptin pada adiposit. Efek umpan balik dari leptin ini disajikan pada Gambar 4.

↑ saraf simpatis ↓ saraf parasimpatis Otak selera Androgen Estrogen Katekolamin Adiposit putih Gen leptin Korteks adrenal

Gonad Fungsi imun

hemopoiesis

β-sel langerhans

Sistem IGF

23 Leptin mengatur homeostasis energi, makanan yang masuk ke tubuh; disimpan dan digunakan, mengatur fertilitas dan fungsi imun untuk menekan NPY yang disekresikan oleh hipotalamus. Pada pemberian nikotin, Leptin akan meningkatkan neuron simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan. Peran lipoprotein merupakan kombinasi kompleks sferis dari lipid dan apoprotein yang juga berfungsi menstabilisasi emulsi lipid serta fungsi ligan untuk proses yang dapat dimediasi reseptor nikotin. Metabolisme lipoprotein melibatkan proses biokimia kompleks pembentukan berbagai sekresi, transport, proses dan klirens lipoprotein tersebut (Hodge et al. 1997).

Disamping itu pula nikotin mempengaruhi jaringan adipose coklat (BAT:

brown adipose tissue) yang mengatur panas tubuh, status makan dan cadangan energi tubuh yang berpusat pada area ventromedial nucleus hipotalamus (VMN)

hindbrain. Telah diketahui bila terjadi peningkatan pembakaran cadangan makanan dalam tubuh maka akan meningkatkan panas tubuh yang kemudian memberikan signal simpatis pada reseptor adrenergic nervus system jaringan sel adipose (Cannon dan Nedergaard 2004). Fungsi utama brown adipose tissue

(BAT) adalah untuk menciptakan panas melalui mekanisme termogenesis

nonshivering. Dan nonepineprin menjadi faktor yang berperan penting dalam termogenesis ini. NE yang menstimulasi β-oksidasi (β-ox) pada mitokondria melalui reseptor β3-adrenergic pada adiposit coklat yang diaktivasi oleh cAMP dan protein kinase-A (PKA)-mediated untuk lipolisis dan β-oksidasi asam lemak bebas (FFA) dari trigliserida (TG) untuk membentuk acyl-CoA. Jalur ini merupakan produksi dari mitokondria pada superoksida intraseluler sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5 (Brees et al. 2008).

24

panas

Gambar 5 Mekanisme molekular termogenesis pada jaringan adiposit coklat (Brees et al. 2008).

Nikotin memiliki efek pada peningkatan termogenesis. Mekanisme tersebut melalui stimulasi pada sistem saraf simpatik yang mengarah pada peningkatan NE. Stimulasi ini memberikan efek langsung pada reseptor nicotinic acetylcholine

(nAChR) yang memberikan stimulasi modulasi secara langsung atau tidak langsung terhadap penurunan suhu tubuh (Rezvani dan Levin, 2004). Nikotin meningkatkan pengeluaran NE dan mengikat guanosine 5'-diphosphate (sinyal termogenesis) pada mitokondria dalam waktu tiga jam serta meningkatkan ekspresi UCP-1 (Arai et al. 2001).

Monyet Ekor Panjang

Karakteristik Monyet Ekor Panjang

Monyet ekor panjang merupakan kelompok monyet dunia lama (Old World Monkey) dan diklasifikasikan sebagai berikut; kelas Mammalia, ordo Primates, subordo Anthropoidea, infraordo Catarrhini, superfamili Cercopithecoidea, famili Cercopithecidae, subfamili Cercopithecinae, genus Macaca dan spesies

fasicularis (Lekagul dan McNeely 1977; Napier dan Napier 1985; Dolhinow dan Fuentes 1999).

Monyet ekor panjang memiliki bobot badan yang bervariasi antara 3–12 kg pada jantan dan 3–10 kg pada betina (Putra et al. 2006). Dengan lama hidup 25– 30 tahun, umur dewasa 4,5–6,5 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

25 Collinge (1993) menyatakan bahwa penentuan umur pada genus Macaca sp dapat ditentukan melalui masa dewasa kelamin dan pertumbuhan. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa memiliki susunan gigi dengan dua premolar dan jumlah gigi keseluruhan adalah 32 buah dengan susunan sebagai berikut:

2 x M PM C I 3 2 1 2 3 2 1 2

Keterangan: I : incisisor (gigi seri), C : canine (gigi taring),

PM : premolar (gigi geraham depan), dan M : molar (gigi geraham belakang).

Warna tubuh utama monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yakni coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNeely 1977). Disamping itu pula perbedaan habitat mempengaruhi warna tubuh, individu yang menghuni kawasan hutan umumnya lebih gelap dan mengkilap, sedangkan individu yang menghuni kawasan pantai pada umumnya mempunyai warna lebih cerah. Hal ini dipengaruhi oleh udara lembab yang mengandung garam dan sinar matahari (Medway 1969). Secara umum warna rambut monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mulai dari abu-abu sampai kecoklatan dengan bagian ventral putih, pada bagian punggung lebih gelap dibandingkan bagian dada dan perut, rambut kepala agak pendek tertarik ke belakang dahi, rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat dengan ekor tertutup rambut yang halus (Napier dan Napier 1967; Supriatna dan Wahyono 2000). Disamping itu rambut pada bagian pipi monyet jantan lebih lebat dibandingkan dengan monyet betina (Krisnawan 2000).

Monyet Ekor Panjang Sebagai Hewan Model Obes

Monyet ekor panjang sebagai salah satu satwa primata merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, khususnya sebagai hewan model dalam penelitian biomedis dibandingkan hewan model lainnya seperti mencit, tikus putih besar, hamster dan kelinci. Hal ini disebabkan karena secara anatomi dan fisiologis mempunyai banyak kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi et al. 1997; Roth et al. 2004). Dengan nilai ilmiah satwa primata, selain persamaan ciri

26 anatomi dan fisiologis juga kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek (Bennet et al. 1995). Satwa primata adalah hewan model yang sesuai untuk penelitian biomedis, khususnya obesitas didasari atas kesamaan karakteristik tersebut. Disamping itu pula, ukurannya yang besar dan jangka waktu hidupnya lebih lama dibanding hewan model lainnya memungkinkan pengambilan sampel untuk waktu yang lama (Wagner et al. 1996). Penggunaan monyet ekor panjang sebagai hewan model untuk manusia juga sangat beralasan karena bentuk anatominya serta fungsi hepar, kesamaan pankreas namun ukurannya lebih kecil serta vaskularisasi yang sama dengan manusia (Sabbatini 2001).

Penggunaan satwa primata sebagai hewan model dalam penelitian biomedis khususnya penelitian obesitas telah dilakukan antara lain Kemnitsz et al. (1989) yang menggunakan monyet rhesus (Macaca mulatta) pada penelitian obesitas dengan melihat ukuran tubuh dan distribusi lemak tubuh, toleransi glukosa, serum lipid, insulin, dan androgen. Anthony et al. (2003) yang melakukan penelitian studi genetika pada obesitas yang menggunakan baboon. Kaufman et al. (2007) yang melihat stres sebagai salah satu faktor penyebab obesitas, diabetes Tipe 2 dan hipertensi dan munculnya retensi insulin yang menggunakan monyet bonnet

(Macaca radiata) juvenile, Chen et al. (2002; 2003) menggunakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) untuk melihat level dua hormon adipocyte yakni

leptin dan adiponectin, serta hubungan hormon ini dengan insulin, protein total, glukosa, kolesterol total dan trigliserida, serta persentase lemak tubuh termasuk nilai hematologinya. Adanya kesamaan pola ekspresi hormon yang terlibat dalam obesitas serta gambaran lainnya menjadikan monyet ekor panjang sebagai hewan model yang baik untuk penelitian obesitas pada manusia. Disamping itu pula bahwa pola obesitas pada monyet ekor panjang memiliki kemiripan dengan pola obesitas seperti yang terjadi pada manusia yang dapat terjadi pada jantan maupun betina baik dewasa maupun sub dewasa dengan pola yakni adanya penimbunan lemak di sekitar perut, serta BMI (Body Mass Index) sampai 61,57 kg/m2 pada jantan dan pada betina 60,07 kg/m2 yang ditemukan pada kawasan wisata di Bali (Putra et al. 2006).

27 Oktarina (2009) melakukan penelitian dengan menggunakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi dan lemak tinggi guna mendapatkan hewan model obes. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa formula pakan yang mengandung tallow (lemak hewan) ditambah kuning telur menjadikan monyet ekor panjang menjadi obes.

Secara morfometrik bahwa ukuran lingkar paha, lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal telapak tangan, tebal telapak kaki, tebal lipatan kulit perut, tebal lipatan kulit lengan belakang, tebal lipatan kulit punggung menandai terjadinya proses obesitas Tipe 1 pada monyet ekor panjang. Dengan penciri bahwa lingkar pinggang, lingkar pinggul dan lingkar dada merupakan bagian tubuh yang memiliki kaitan paling erat dengan bobot badan sehingga lingkar pinggang, lingkar pinggul dan lingkar dada dapat dijadikan penciri terjadinya obesitas pada monyet ekor panjang (Caraka I 2008).

Hematopoiesis

Hematopoiesis atau hemopoiesis adalah proses pembuatan darah, khususnya sel darah. Sistem hematopoitik tersebar di dalam tubuh, organ atau jaringan hematopoiteik ialah: sumsum tulang, hati, limpoglandula, retikuloendotelia, usus, pankreas, thimus, ginjal dan limpa (Tortora dan Anagnostakos 1990).

Setelah hewan lahir, hematopoiesis pada sebagian besar mamalia terpusat pada sumsun tulang, sedangkan hati dan limpa biasanya tidak aktif. Disaat kebutuhan akan pertumbuhan tubuh mulai meningkat, maka hematopoiesis biasanya akan kembali ke bagian ujung (metaphyse) tulang panjang, ke tulang pipih dan pelvis, rusuk dan tulang belakang. Dari sini akan meluas lagi ke dalam lubang sumsum tulang, juga terjadi hematopoiesis extramedulla yaitu di dalam hati, limpa dan kelenjar pertahanan (lymphoglandula) terutama bila terjadi kebutuhan yang meningkat misalnya ada hipoplasia atau aplasia dari sumsum tulang atau pada penyakit-penyakit dimana sumsum tulang rusak atau mengalami fibrosis (Ganong 1983).

Sistem hematopoietik dimonitor secara klinik oleh pemeriksaan sirkulasi darah dan sumsum tulang. Pemeriksaan hematologi adalah merupakan suatu bagian rutin dari beberapa pemeriksaan klinik, dan adanya perbedaan status

28 normal, akan menjadi indikasi adanya suatu respon penyesuaian terhadap kerusakan sistem lainnya, atau adanya penyakit primer pada sistem hematopoietik itu sendiri. Juga dalam keadaan hemorrhagi yang akut atau anemia hemolitika, maka pusat haemopoietik terangsang untuk meningkatkan produksi sel yang dibutuhkan. Ini berarti bahwa untuk setiap tipe sel ada suatu rangsangan berupa mekanisme umpan balik (feedback) yang berespon terhadap menurunnya jumlah sel. Sumsum tulang berisi sedikit sel primitif yang berespon terhadap kebutuhan ini. Kemudian sel ini akan berdiferensiasi menjadi sel progenitor yang bertambah banyak (multiply) dan menjadi sel dewasa (mature). Penilaian in vitro dan in vivo

telah menyatakan adanya tingkatan struktur dari stem sel multipotensial,

oligopotensial dan unipotensial di dalam sumsum tulang. Walaupun identitas morfologi stem sel ini masih tidak pasti, namun tampaknya adalah mononuclear

dengan beberapa ciri khas dari limfosit peralihan (Ganong 1983).

Sel progenitor unipotensial akan berkembang menjadi sel precursor yaitu:

rubriblast, myeloblast, monoblast, lymphoblast dan megakaryoblast (Tortora dan Anagnostakos 1990).

Stem Sel Pluripotensial

Konsep aktual dari hematopoiesis didasarkan pada monophylactic atau teori

unitarian dari pembentukan eritrosit, pertimbangan produksi eritrosit, semua bentuk limfosit, makrofag, sel mast dan megakaryosit dari stem sel pluripotensial (Jain 1993).

Selama kehidupan intra uterin, sel punca ini pada mulanya berasal dari kuning telur embrio (embryonic yolk sac), kemudian oleh hati fetus, limpa dan sumsum tulang. Dalam kehidupan dewasa pada kebanyakan spesies, sumsum tulang merupakan sumber utama. Sedikit sel punca dapat dijumpai di dalam darah perifer (1/100.000 leukosit). Migrasi dari sel progenitor granulosit ke dalam darah dapat diinduksi oleh bermacam-macam stimuli misalnya: exercise, ACTH, deksametason, epineprin, endotoksin, antigenik, exposure, hipoksia dan iradiasi lokal (Jain 1993).

Sejumlah penyakit hematologik dapat berasal dari gangguan neoplastik (tumor) dan non-neoplastik pada stem sel. Tumor hematopoietik adalah gangguan/kerusakan stem sel, termasuk leukimia myelogenous yang akut dan

29 kronis, essensial trombositopenia dan polycytemia. Gangguan/kerusakan non- neoplastik adalah akibat dari disfungsi stem sel, misalnya Cyclic hematopoiesis

pada anjing Collie abu-abu; aplasia eritrosit dan anemia aplastik (pancytopenia) pada manusia. Beberapa keberhasilan telah dicapai dalam pengobatan untuk memperbaiki gangguan non-neoplastik ini yaitu dengan menggunakan transplantasi sumsum tulang. Hematopoiesis, baik secara in vivo maupun in vitro

amat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor endogen dan eksogen. Dalam hal ini termasuk juga lingkungan mikro dari sumsum (marrow), serta faktor humoral setempat (Robinson dan Huxtable1988).

Eritropoiesis

Darah amat penting bagi kehidupan makhluk yang mempunyai banyak sel, disebabkan oleh perannya untuk transpor oksigen, air, elektrolit, zat makanan dan hormon-hormon ke setiap sel, juga untuk transpor hasil atau sisa metabolisme ke organ-organ pembuangan. Pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) merupakan suatu pengaturan umpan balik (feedback). Pembentukan ini dihambat oleh kenaikan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi yang mencapai nilai diatas normal, dan distimulasi oleh anemia. Eritropoiesis diatur oleh hormon glikogen yang beredar yang dinamakan erytropoetin yang dibentuk oleh kerja dari faktor ginjal pada globulin plasma (Ganong 1983).

Erytropoietin adalah suatu glikoprotein yang dibentuk terutama oleh ginjal sebagai respon terhadap kurangnya oksigen dalam jaringan ikat ginjal (renal tissue hypoxia). Sebagian eritropoietin juga disentisis di hati. Eritropoietin diperlukan untuk pembentukan sel darah merah termasuk juga diferensiasi sel progenitor, multiplikasi dan pematangan melalui berbagai tahapan (Jain 1993).

Sel darah merah, sel darah putih dan platelet/thrombosit merupakan bagian dari elemen darah, sedangkan berbagai faktor koagulasi/zat pembekuan serta imunoglobulin adalah unsur penting dari Protein Plasma Total. Fungsi utama sel darah merah ialah mengikat haemoglobin untuk transport oksigen, sedangkan sel darah putih peran utamanya ialah dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi mikrobial. Platelet/thrombosit dan protein koagulasi adalah penting untuk mempertahankan hemostasis, juga untuk mencegah kehilangan banyak darah akibat terjadinya luka bulu darah. Imunoglobulin merupakan unsur penting dari

30

humoran immune response yang dibentuk untuk menghambat/mencegah hewan dari agen infeksi. Sedangkan protein-protein lain yang ada dalam darah mempunyai peranan biologis yang bervariasi yaitu mempertahankan kesehatan tubuh. Berbagai faktor mungkin akan mempengaruhi data nilai normal darah dari berbagai spesies hewan (Ganong 1983; Tortora dan Anagnostakos 1990).

Secara umum keberadaan darah dalam tubuh dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu (1) faktor eksogen yang terdiri dari agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan dan (2) faktor endogen yang terdiri dari pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh (Guyton dan Hall 1997). Darah yang beredar dalam tubuh memiliki berbagai fungsi yaitu sebagai alat transport, mempertahankan lingkungan dalam tubuh agar terjaga konstan (homeostatis), ekskresi dan berperan penting dalam pertahanan tubuh terhadap bahan-bahan asing (Harper et al. 1979). Darah dengan komposisi yang meliputi 46–63% plasma dan 37–54% sel darah (Martini 1995) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi darah manusia

No Darah persentase Komposisi persentase Keterangan 1. Elemen-elemen yang

terbentuk

37–54

oSel darah merah 99,9

oPlatelet (trombosit)

oSel darah putih 0,1 2. Komposisi plasma 46–63

oPlasma protein 7 Albumin 60 Utamanya menyumbangkan pada

konsentrasi osmotik plasma; transpor lemak, hormon steroid

Globulin 35 Transpor ion, hormon, lemak, fungsi imun Fibrinogen 4 Komponen esensial sistem pembekuan

darah; termasuk fibrin yang tidak terlarut Pengaturan

protein < 1 Enzim, proenzim, hormon

oCairan lain 1 Elektrolit Komposisi ion pada cairan extraseluler esensial untuk aktivitas seluler yang vital. Ion yang berperan dalam tekanan osmotik cairan tubuh yakni Na+, Ca2+, Mg2+, Cl–, HCO3 – , HPO4 2– , SO4 2–

Nutrisi Digunakan untuk produksi ATP, pertumbuhan dan perawatan sel; meliputi lipid (asam lemak, kolesterol, gliserida), karbohidrat (terutama glukosa) dan asam amino

Zat-zat sisa

Membawa ketempat perusakan atau ekskresi; meliputi urea, asam urat, kreatinin, bilirubin dan ion ammonium

oAir 92 Transpor molekul organik dan inorganik,

elemen-elemen yang terbentuk dan panas Sumber : Martini 1995

Nilai normal hematologi terjadi perbedaan diantara peneliti, khusunya penelitian yang berhubungan hematologi. Perbedaan ini terjadi karena beberapa

31 faktor antara lain: jumlah, sumber, umur, jenis kelamin, bangsa hewan, kesehatan dan pakan hewan yang digunakan, juga metode pengambilan darah serta teknik hematologi yang digunakan. Adanya perbedaan fisiologis seperti eksitasi, aktifitas otot, waktu pengambilan sampel, suhu udara sekitar, keseimbangan air dan ketinggian, mungkin juga memberikan perbedaan nyata. Variasi regional mungkin juga menyebabkan perbedaan nilai hematologi terutama parameter sel darah merah (Aliambar 1999). Variasi nilai hematologi pada primata ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai hematologi pada primata

Parameter

Hematologi Schermer 1967 *

Bourne et al. 1973 ** Monyet Rhesus Manusia

Sel Darah Merah (juta) 4–7 4,46–5,60 4,5–5,5

Hemoglobin (Sahli) (%) 60–100 11,0–19,0 g/dL 14,0–10,0 g/dL Trombosit (butir) 86.700–265.000

Sel Darah Putih (butir) 5.500–12.000 5.300–12.300 6.000–10.000

Netrofil (%) 21–47 20,0–55,0 65–75

Eosonofil (%) 0–6 1,0–6,0 2–3

Basofil (%) 0–2 ±1,0 ±0,5

Limposit (%) 47–75 40,0–76,0 20–30

Monosit (%) 0,1–1,5 1,0–2,0 1–2

* Kisaran nilai hematologi dari beberapa peneliti ** diacu dalam (Fridman 2002)

Nilai hematologi yang dilaporkan Andrade et al. (2004) pada Macaca fascicularis baik jantan dan betina dewasa dari pusat primata Fiocruz dengan pembanding dari beberapa peneliti ditampilkan pada Tabel 4, 5 dan 6.

Tabel 4 Nilai hematologi pada Macaca mulatta dewasa

Parameter Jantan Betina

Pusat Primata Fiocruz Buchl & Howard 1997 Stanley & Cramer 1968 Pusat Primata Fiocruz Buchl & Howard 1997 Stanley & Cramer 1968 Sel Darah Merah (x106/ml) 5,062 ± 0,539 6,9 ± 0,34a 5,86 ± 0,52a 5,077 ± 0,53 5,7 ± 0,4a 4,35 ± 0,55a Hematokrit (%) 37,55 ± 3,23 42,2 ± 2,5a 42,1 ± 2,1a 36,74 ± 3,51 40,3 39,9 ± 3,1a Hemoglobin (g/dl) 12,76 ± 1,097 13,6 ± 0,7a 13,8 ± 1,0a 12,53 ± 1,21 12,9 ± 0,8 12,4 ± 1,6 MCV (fl) 74,46 ± 5,11 70,7 ± 2,2a 72 72,73 ± 6,36 70,5 ± 3,6 93,5 ± 12,7a MCHC (%) 34 ± 0 32,2 ± 0,8a 32,8 34,07 ± 1,08 31,9 ± 0,6a 31,3 ± 3,20a MCH (pg) 25,34 ± 1,74 22,8 ± 0,9a 24 24,97 ± 2,25 22,4 ± 1,3a 29,1 ± 4,15a Sel Darah Putih (x103/ml) 7,89 ± 3,53 11,8 ± 2,9a 8,2 ± 3,25 10,01 ± 5,07 10,3 ± 3,3 11,6 ± 5,1b

Neutropil (%) 60,11 ± 13,28 67,0 ± 6,03a 34,5 ± 14,3a 60,32 ± 12,56 67,2 ± 31b 23,7 ± 10,9a Limposit (%) 36,70 ± 12,76 31,0 ± 1,84a 61,3 ± 14,3a 36,01 ± 13,06 35,4 ± 57,1 67,3 ± 11,3a Eosinopil (%) 0,66 ± 0,88 0,9 ± 1,59 – 0,91 ± 0,97 0,01 ± 0,02a 5,1 ± 6,2a Basopil (%) 0,11 ± 0,32 < 0,01 – 0,06 ± 0,27 < 0,01 0,2 ± 0,6b Monosit (%) 1,556 ± 1,55 3,8 ± 2,56a – 1,70 ± 1,42 0,02 ± 0,03a 4,3 ± 2,9a Mielosit (%) 0 – – 0 – – Metamiemosit (%) 0 – – 0 – – Kolesterol (mg/dl) 108 ± 76,52 155 ± 22a – 108 ± 76,52 150 ± 34a 219 ± 52,4a Lipid (mg/dl) 596,6 ± 210,2 – – 596,6 ± 210,2 – – AST (IU/l) 32,86 ± 19,5 – – 32,86 ± 19,49 – 26,6 ± 9,9b ALT (IU/l) 37,57 ± 28,6 – – 37,57 ± 28,65 – 18,5 ± 12,0a Total protein (mg/dl) 7,46 ± 1,12 7,8 ± 0,5 – – 7,8 ± 0,9 – Albumin (mg/dl) 4,475 ± 0,75 4,5 ± 0,4 – – 4,5 ± 0,4 – Urea nitrogen (mg/dl) 31,18 ± 10,4 20 ± 3a – – – –

32 Tabel 5 Nilai hematologi pada Macaca fascicularis dewasa

Parameter Jantan Betina Pusat Primata Fiocruz Matsumoto et al.1980 Altshuler et al.1971 Pusat Primata Fiocruz Matsumoto et al.1980 Yoshida & Katsuta 1989 Sel Darah Merah (x106/ml) 6,3 ± 0,6 6,86 ± 0,39 6,16 ± 0,52 6,70 ± 0,71b 6,08 ± 0,63

Hematokrit (%) 39,8 ± 2,7 43,3 ± 2,9a – 37 ± 3,95 41,6 ± 3,8b 40,8 ± 4,5a Hemoglobin (g/dl) 13,6 ± 0,91 12,1 ± 0,9a – 12,6 ± 1,32 11,7 ± 1,2 11,3 ± 1,3a MCV (fl) 63,7 ± 6,51 63,1 ± 3,5 – 60,08 ± 3,88 62,2 ± 3,5 67 ± 5a MCH (pg) 21,57 ± 2,11 17,6 ± 0,8a – 20,31± 1,49 17,4 ± 0,9a – MCHC (%) 34,09 ± 0,30 27,9 ± 1,1a – 34,15 ± 0,55 28,0 ± 0,6a – Sel Darah Putih (x103/ml) 9,75 ± 2,67 15,3 ± 5,0a 8,03 ± 1,9 12,7 ± 3,6a 9,7 ± 2,8b

Neutropil (%) 65,38 ± 8,93 – – 68,15 ± 12,08 – – Limposit (%) 31,04 ± 8,96 – – 27,92 ± 9,76 – – Eosinopil (%) 1,33 ± 0,8 – – 0,85 ± 1,07 – – Basopil (%) 0,05 ± 0,22 – – 0 – – Monosit (%) 1,95 ± 1,32 – – 1,61 ± 1,32 – – Kolesterol (mg/dl) 148,09 ± 44,6 178 ± 33a 115,8 ± 17,9a 185,74 ± 45,99 186 ± 35 126,32 ± 38,5a Total protein (mg/dl) 5,99 ± 0,95 9,9 ± 0,8a 8,13 ± 0,64a – – – Albumin (mg/dl) 3,6 ± 0,57 5,6 ± 0,2a 3,17 ± 0,3a – – – Lipids (mg/dl) 659,9 ± 106,5 – – 460,70 ± 127,7 – – Urea nitrogen (mg/dl) 26,38 ± 9,22 20 ± 3a 23,07 27,3 ± 9,87 19 ± 2b 20,26 ± 5,36a

Tabel 6 Nilai hematologi pada Saimiri sciureus dewasa

Parameter Jantan Betina Pusat Primata Fiocruz Beland et al. 1979, Suzuki 1981 Kakoma et al. 1985 Pusat Primata Fiocruz Beland et al. 1979, Suzuki 1981 Sel Darah Merah (x106/ml) 6,81 ± 0,42 7,5 ± 0,6 b 7,12 ± 0,1 a 6,13 ± 0,86 7,61 ± 0,7 a Hematokrit (%) 41,9 ± 3,93 46,5 ± 4,0 b 44 ± 0,64 39,03 ± 3,53 45,1 ± 4,2 a Hemoglobin (g/dl) 14,06 ± 1,23 14,6 ± 1,2 13,8 ± 0,18 13,27 ± 1,18 14,5 ± 1,1 a MCV (fl) 61,74 ± 5,75 – 61,9 ± 0,64 64,16 ± 5,19 – MCH (pg) 20,68 ± 2,0 – 1 9,4 ± 0,19 b 21,77 ± 1,73 – MCHC (%) 33,68 ± 1,68 – 31,5 ± 0,23 33,96 ± 0,18 – Sel Darah Putih (x103/ml) 6,826 ± 1,64 11,5 ± 4,32 b 10,5 ± 0,64 a 7,26 ± 1,56 10,3 ± 3,6 a

Neutropil (%) 65,94 ± 7,9 43,6 ± 15,2 a 35 ± 3,2 a 69,32 ± 7,89 44,9 ± 15,1 a Limposit (%) 28,63 ± 5,68 52,3 ± 15,2 a 61 ± 3,1 a 25,77 ± 8,69 49,2 ± 16,0 a Eosinopil (%) 1,05 ± 1,22 2,2 ± 2,5 1 ± 0,2 0,87 ± 1,11 3,6 ± 6,1 b Basopil (%) 0 0,2 ± 0,4 0 ± 0,2 0,03 ± 0,18 0,7 ± 4,4 Monosit (%) 4,47 ± 2,2 2,2 ± 1,6 b 2 ± 0,3 a 2,9 ± 1,74 1,5 ± 0,1 a Kolesterol (mg/dl) 129,74 ± 39,9 137 ± 29 – 116,74 ± 29,2 144 ± 24 c Total protein (mg/dl) 5,91 ± 0,34 6,6 ± 0,5 b – 5,91 ± 0,34 6,4 ± 0,5 b Albumin (mg/dl) 3,55 ± 0,34 4,2 ± 0,4 c – 3,55 ± 0,34 4,2 ± 0,4c Chlorider (mEq/l) 96,71 ± 20,83 104 ± 4 – 101,37 ± 17,3 105 ± 5 Urea nitrogen (mg/dl) 28,37 ± 7,18 46 ± 12 c – 27,35 ± 5,65 48 ± 12 c

Parameter nilai hematologi antara baboon dan manusia (hemoglobin, hematokrit, trombosit dan jumlah sel) memiliki kesamaan begitupula antara manusia dan Callithrix jacchus (Fridman 2002).

Bobot tubuh sangat berhubungan erat dengan nilai hematologi terutama konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, konsentrasi hematokrit dalam sel darah merah (MCV, mean corpuscular volume) dan jumlah sel darah merah (Chen et al.

33

Tabel 7 Bobot badan dan nilai hematologi Macaca fascicularis dewasa

Uraian satuan Rata-rata±SD

Bobot badan (kg) 4,49±1,06

Hematologi :

Sel Darah Putih (x102/ml) 81,20±28,4

Sel Darah Merah (x104/ml) 591±68

Hemoglobin (g/dl) 11,5±1,6

Hematokrit (%) 40,3±4,4

MCV (fl) 68,4±56

Platelet (x104/ml) 37,8±8,9

Sel Darah Merah

Sel darah merah (SDM, eritrosit/red blood cells/RBC) membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Pada umumnya SDM hewan mamalia tidak mempunyai inti dan bentuknya biconcave disc, sedangkan SDM yang berbentuk elips dan berinti, amat khas pada satwa burung, reptil dan amphibia. Adanya variasi bentuk SDM (poikilositosis) bisa bersifat fisiologik ataupun patologik (Ganong 1983; Tortora dan Anagnostakos 1990; Aliambar 1999).

Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga dan dari seternum. Perkembangan sel darah merah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap: mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin; kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah (Pearce 2006).

Jumlah sel darah merah normal pada manusia 5,4 juta/mm3 pada laki-laki dan 4,8 juta/mm3 pada perempuan dengan diamater sekitar 7,5 µm dan tebalnya 2 µm dengan lama hidup dalam sirkulasi darah sekitar 120 hari (Ganong 1983; Tortora dan Anagnostakos 1990). Pada nonhuman primata jumlah SDM bervariasi antara 3,6–7,2 juta/mm3 dengan diameter 7,1–7,5 µm atau rata-rata 7,5 µm (Fridman 2002). Nilai hematologi antara nonhuman primata dan manusia dapat dilihat pada Tabel 2, begitupula nilai hematologi pada Macaca mulatta, Macaca fascicularis dan Saimiri sciureusdapat dilihata pada Tabel 4, 5 dan 6 (Andrade et al. 2004).

34 Hematokrit

Hematokrit (HCT; PCV) merupakan persentase sel darah merah dalam darah. Nilai hematokrit sebesar 40% berarti dalam darah mengandung 40% sel darah merah. Uji ini biasa digunakan untuk mendiagnosa anemia dan polycythemia (peningkatan persentase sel darah merah) (Tortora dan Anagnostakos 1990). Perhitungan hematokrit dilakukan setelah darah dicegah membeku dengan menggunakan antikoagulan dan disentrifuse sehingga sel-selnya akan mengendap dan menempati dasar tabung. Sedangkan plasma, suatu cairan yang berwarna kekuning-kuningan akan naik ke atas. Jumlah sel-selnya adalah 45% dari volume darah total, dan nilai ini dinamakan Packed Cell Volume (PCV) atau Hematokrit (HCT), yang dinyatakan dalam persen (Aliambar 1999).

Perhitungan nilai hematokrit lebih sering ditentukan berdasarkan metode mikrohematokrit. Kekuatan dan lama putaran amatlah perlu untuk mengurangi plasma yang melekat pada dinding tabung (Tortora dan Anagnostakos 1990). Pada kambing dan domba, metode hematokrit membutuhkan waktu centrifuse yang lebih lama (10–20 menit), sedangkan spesies lainnya cukup 5 menit saja. Pada kambing, parameter darah merah yaitu SDM, HB, dan HCT nilainya lebih tinggi di akhir musim panas dan musim gugur dibandingkan pada musim dingin dan musim semi. Sedangkan pada sapi, nilainya paling tinggi selama bulan-bulan paling dingin dan paling rendah selama bulan-bulan terhangat di tahun tersebut. Perbedaan nilai ini dapat pula terjadi akibat kesalahan teknik terutama yang disebabkan oleh metode pengambilan darah, tipe dan konsentrasi antikoagulan serta metode yang dipakai untuk determinasi perhitungan SDM dan SDP, konsentrasi HB dan HCT (Aliambar 1999).

Nilai hematokrit pada wanita berkisar 38–46% dengan rata-rata 42% sedangkan pada pria berkisar 40–54% dengan rata-rata 47%. Nilai hematokrit juga berbeda berdasarkan ketinggian, individu yang tinggal dipegunungan memiliki nilai hematokrit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu yang tinggal ditepi pantai (Tortora dan Anagnostakos 1990). Pada macaque, nilai hematokrit Macaca mulatta yakni 37,55±3,23% pada jantan dan 36,74±3,51% pada betina, Macaca fascicularis yakni 39,8±2,7% pada jantan dan 37,74±3,95% pada betina dan Saimiri sciureus yakni 41,9±3,93% pada jantan dan 39,03±3,53% pada betina dan perbedaan nilai hematokrit

Dokumen terkait