• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hematologi, nilai kecernaan dan tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan obes yang diintervensi nikotin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hematologi, nilai kecernaan dan tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan obes yang diintervensi nikotin"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS HEMATOLOGI, NILAI KECERNAAN

DAN TINGKAH LAKU MONYET EKOR

PANJANG (

Macaca fascicularis

) JANTAN OBES

YANG DIINTERVENSI NIKOTIN

LA ODE MUHAMMAD SANIWU ZAKARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: Analisis Hematologi, Nilai

Kecernaan dan Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang (Macaca

fascicularis) Jantan Obes yang Diintervensi Nikotin adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

(3)

iii

ABSTRACT

LA ODE MUHAMMAD SANIWU ZAKARIAH. Analysis of Hematological, Digestible Values and Behavior in Obes Male Long-Tailed Macaque (Macaca fascicularis) Which Nicotine Intervention. Under direction of AGIK SUPRAYOGI and SRI SUPRAPTINI MANSJOER.

This study was designed to obtain information on the development of hematological and digestibility values, and on the behavioral conditions of 15 male obese longtailed macaques, prior and after intervention with nicotine. The study was implemented in two phases. The first phase being to the making animals model for obesity during one year, which started from February 23 to March 11, 2009. The second phase consisted of the collection of haematological and digestibility data and observation of behavior during the intervention period with a nicotine solution (0.75 mg/kg body weight/12 hours) from March 12 to June 3, 2009. The study used a Complete Randomized Design nested in time which was analized with SAS version 6.12. software, to find any correlation of behavior with haematological and digestibility values. The results of the study showed that there was a significantly decrease (P<0.01) in haematologial values of red blood cells, haematocrits and platelets during the intervention with the nicotine solution but there was a significantly (P<0.01) increase in the values of haemoglobin and red blood cell index values (MCV, MCH and MCHC). There was a decrease in the white blood cells, neutrophilic and limfocyte values which were insignificant but there was a drop in the eosinophilic and monocyt values which were significantly. The intervention with nicotine caused an increase in the digestibility values and a decrease of mean feed consumption (P<0.01). The decrease in body weight and body mass index (BMI) however, was statistically non-significant. The intervention of nicotine caused the long-tailed macaques to be more active, which was indicated by increased feeding and drinking, self grooming and locomotion frequencies. Analysis of correlation indicated that body weight had a positive correlation with haemoglobin, neutrophils and drinking behavior, while haemoglobin had a positive correlation with crude protein digestibility, Nitrogen Free Extract (NFE), dry matter and energy with a highly significant correlation (P<0.01). Values digestibility of crude protein correlated positive with self grooming behavior and contact behavior, while digestibility of crude fatty had a positive correlation (P<0.05) with contact behavior. The correlation between haematology and behavior indicated drinking behavior and self grooming, (MCV and MCH) had a positive value of correlation (P<0.05).

(4)

iv

RINGKASAN

LA ODE MUHAMMAD SANIWU ZAKARIAH. Analisis Hematologi, Nilai Kecernaan dan Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Jantan Obes yang Diintervensi Nikotin. Dibimbing oleh AGIK SUPRAYOGI dan SRI SUPRAPTINI MANSJOER.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perkembangan nilai-nilai hematologi dan kecernaan, dan kondisi tingkah laku dari 15 monyet ekor panjang jantan obes, sebelum dan sesudah diintervensi dengan nikotin. Penelitian ini dilakukan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan hewan model obes yang telah berlangsung selama satu tahun, tahap pertama dari penelitian ini berlangsung dari 23 Februari sampai dengan 11 Maret 2009. Tahap kedua, yakni intervensi nikotin dalam pakan (0,75 mg/kg bobot badan/12 jam) pada hewan coba obes tersebut dari 12 Maret sampai dengan 3 Juni 2009. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang tersarang dalam waktu, dianalisa dengan perangkat lunak SAS versi 6,12 untuk mendapatkan korelasi antara tingkah laku dengan nilai-nilai hematologi dan kecernaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada penurunan yang sangat signifikan (P<0,01) pada nilai hematologi diantaranya adalah sel darah merah, hematokrit dan platelet selama intervensi nikotin, namun kadar hemoglobin masih menunjukkan kisaran normal dengan nilai indeks sel darah merah (MCV, MCH dan MCHC) menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan (P<0,01). Sedangkan jumlah sel darah putih, persentase netrofil dan limfosit tidak menunjukkan adanya perubahan, namun terjadi penurunan persentase eosinofil dan monosit (P<0,01). Intervensi nikotin tampak menunjukkan adanya peningkatan nilai kecernaan dan penurunan rataan konsumsi pakan (P<0,01). Penelitian menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan bobot badan dan IMT walaupun tidak signifikan. Intervensi nikotin menyebabkan monyet menjadi lebih aktif, yang dibuktikan dengan indikasi peningkatan aktivitas makan dan minum, self grooming dan frekuensi lokomosi. Analisis korelasi menunjukkan bahwa bobot badan mempunyai korelasi positif terhadap hemoglobin, netrofil dan tingkah laku minum, sedangkan hemoglobin memiliki korelasi positif terhadap kecernaan protein kasar, BETN, bahan kering dan energi yang menunjukkan korelasi yang sangat tinggi (P<0,01). Nilai kecernaan protein kasar, berkorelasi positif dengan tingkah laku self grooming serta tingkah laku kontak, sedangkan kecernaan lemak kasar memiliki korelasi positif (P<0,05) dengan tingkah laku menatap. Korelasi antara hematologi dan tingkah laku memberikan indikasi bahwa tingkah laku minum dan self grooming, (MCV dan MCH) mempunyai nilai korelasi positif (P<0,05).

(5)

v

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masala; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

vi

ANALISIS HEMATOLOGI, NILAI KECERNAAN

DAN TINGKAH LAKU MONYET EKOR

PANJANG (

Macaca fascicularis

) JANTAN OBES

YANG DIINTERVENSI NIKOTIN

LA ODE MUHAMMAD SANIWU ZAKARIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Primatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

vii Judul Tesis : Analisis Hematologi, Nilai Kecernaan dan

Tingkah Laku Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Jantan Obes yang Diintervensi Nikotin

Nama Mahasiswa : La Ode Muhammad Saniwu Zakariah Nomor Pokok Mahasiswa : P053070021

Program Studi : Primatologi

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Primatologi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST. Ph.D. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(8)

viii

(9)

ix

Sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu berdasarkan kodratnya dan masing-masing ciptaan-Nya memiliki nilai manfaat.

(10)

x

PRAKATA

Tiada kata yang terindah untuk diucapkan selain ucapan Alhamdulillah,

segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat dan rahim-Nya sehingga penulis dapat menyelesasikan tesis ini. Penelitian ini berjudul

“Analisis Hematologi, Nilai Kecernaan dan Tingkah Laku Monyet Ekor

Panjang (Macaca fascicularis) Jantan Obes yang Diintervensi

Nikotin”.

Dalam penyelesaian tulisan ini, berbagai pihak telah banyak membantu dalam proses pneyelesaian tulisan ini oleh karena itu perkenankanlah penulis pada kesempatan ini menghaturkan terimakasih yang berlimpah kepada:

1. Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc selaku Ketua Komisi dan Prof. Dr. Sri Supraptini Mansjoer selaku Anggota yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak drh. Ikin Mansjoer, M.Sc yang telah memberikan arahan dan rekomendasi sehingga penulis dapat melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB khususnya pada Program Studi Primatologi.

3. Bapak Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D sebagai Ketua Program Studi Primatologi (PRM) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan menyusun tesis ini.

4. Ibu Dr.Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini.

5. Ibu Dr.dr.Irma Suprapto yang telah memberikan arahan dan ijin dalam penelitian ini.

6. Asosiasi Pemerhati Satwa Primata (APERI) khususnya PT Wanara Satwa Loka yang telah memberikan biaya pendidikan selama menempuh studi. 7. Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana yang telah

memberikan bantuan pendidikan dalam penyelesaian tesis ini.

8. PT IndoAnilab dan stafnya (drh. Dewi, Mba Eva, Sudirman, Komang, Erik, Pak Udin dan staf lainnya) yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.

9. Bapak dr. Anwar Wardi Warongan, M.Si yang telah banyak memberikan bantuan dalam penelitian ini serta tim peneliti intervensi nikotin cair (drh. Chusnul Choliq, MS, drh. RP. Agus Lelana, M.Si).

10.Kakak Muh. Rusdin, S.Pt.,M.Si yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk melanjutkan studi.

11.Bapak Ir. H. Taane La Ola, MP selaku Dekan Fakultas Pertanian Unhalu dan Bapak Ir. Natsir Sandiah, MS selaku Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Unhalu yang memberikan arahan untuk melanjutkan studi

12.Kakak Dr. Nur Arafah, SP,M.Si, LD. Samsul Barani, SE, M.Si, Ir. Muh. Ramli, M.Si, Ir. La Anadi, M.Si, Ir. Budiyanto, MP, Ir.Wellem Muskita, M.Si, Nuriadi, SP, Akhmad Mansyur, SP, Asmadin, S.Pi, Rahmat Maulidun, S.Pt, Anzar, S.Pt dan Rusdan, S.Pt yang telah memberikan semangat dan dorongan. 13.Bibiku Nur Kija sekeluarga dan pamanku Ali Hamid sekeluarga yang telah

(11)

xi 14.Adik-adikku L.M. Firdaus, L.M. Asraf, L.M. Zamrud dan WD. Yati

terimakasih atas doa dan dorongannya.

15.Rekan-rekan mahasiswa PRM (Ir. Deyv Pijoh, M,Si, Ria Oktarina, S.Pt.,M.Si., Keni Sultan, S.Pt.,M.Si., Silmi Maria, S.Si dan Amor Tresna Karyawati, S.Si) atas dukungan, semangat dan kebersamaannya.

16.Dosen-dosen yang telah memberikan dan membukan wawasan selama penulis menempuh studi dan staf Program Studi Primatologi (Mba Yanti dan Kang Yana) yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh studi.

17.Anna Forbag yang telah banyak memberikan bantuan literaturnya

18.Semua pihak yang telah memberikan dukungan dengan caranya masing-masing.

19.Terkhusus kepada kedua orang tuaku atas doa, semangat dan nasehatnya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tulisan ini.

Bogor, Februari 2010

(12)

xii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1981 di Mandati II Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara dari pasangan La Ode Abdul Gani Zakariah dan WD. Da’o.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di Kecamatan Poleang Kabupaten Bombana sedangkan SMU di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Produksi Ternak Universitas Haluoleo Kendari dan lulus tahun 2003.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Obesitas ... 6

Aspek Farmakologi dan Efek Nikotin sebagai Obat ... 11

Monyet Ekor Panjang ... 24

Hematopoiesis ... 27

Kecernaan Zat-zat Makanan dan Metabolisme ... 38

Tingkah Laku ... 46

MATERI DAN METODE ... 49

Waktu dan Tempat ... 49

Materi dan Alat ... 49

Metode Penelitian... 51

Analisis Data ... 58

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

Keadaan Umum Penelitian ... 61

Hematologi ... 61

Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Indeks Massa Tubuh ... 80

Kecernaan dan Energi Metabolisme ... 86

Tingkah Laku ... 97

Analisis Korelasi Bobot Badan, Kecernaan Nutrien, Hematologi dan Tingkah Laku ... 110

Diskusi Umum ... 116

SIMPULAN DAN SARAN ... 118

Simpulan ... 118

Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

LAMPIRAN ... 130

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Klasifikasi IMT menurut WHO ... 7

2 Komposisi darah manusia ... 30

3 Nilai hematologi pada primata ... 31

4 Nilai hematologi pada Macaca mulatta dewasa ... 31

5 Nilai hematologi pada Macaca fascicularis dewasa ... 32

6 Nilai hematologi pada Saimiri sciureus dewasa ... 32

7 Bobot badan dan nilai hematologi Macaca fascicularis dewasa ... 33

8 Komposisi nutrisi formula pakan perlakuan ... 50

9 Peubah tingkah laku yang diamati selama penelitian ... 58

10 Rataan nilai hematologi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 62

11 Rataan persentase diferensiasi sel darah putih monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 74

12 Rataan konsumsi pakan, bobot badan dan indeks massa tubuh (IMT) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 80

13 Rataan konsumsi nutrien (g/ekor/hari) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 87

14 Rataan kecernaan bahan kering (KCBK) (g/ekor/hari) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin... 89

15 Rataan koefisien kecernaan, TDN dan energi metabolisme monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin... 93

16 Rataan lama aktivitas dan frekuensi ingestif, eliminasi, sosial dan lokomosi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin... 98

17 Matriks korelasi antara bobot badan dan hematologi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diintervensi nikotin ... 110

18 Matriks korelasi antara bobot badan dan frekuensi tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diintervensi nikotin ... 111

19 Matriks korelasi antara kecernaan nutrien dan hematologi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diintervensi nikotin ... 112

20 Matriks korelasi antara kecernaan nutrien dan frekuensi tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diintervensi nikotin ... 114

21 Matriks korelasi antara hematologi dan frekuensi tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diintervensi nikotin ... 115

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran ... 5

2 Struktur kimia nikotin ... 12

3 Skema aksi leptin. ... 21

4 Skema aksi umpan balik dari leptin. ... 22

5 Mekanisme molekular termogenesis pada jaringan adiposit coklat. ... 24

6 Skema tahapan katabolisme haemoglobin. ... 35

7 Evaluasi kuantitatif sel darah merah. ... 36

8 Pencernaan lemak... 42

9 Pencernaan protein. ... 44

10 Pencernaan karbohidrat. ... 45

11 Riwayat penggunaan MEP sebagai hewan percobaan ... 52

12 Bagan alir penelitian penggunaan MEP ... 53

13 Histogram perubahan nilai sel darah merah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 63

14 Histogram perubahan kadar hemoglobin monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 65

15 Histogram perubahan konsentrasi hematokrit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 67

16 Histogram perubahan konsentrasi MCV (Mean Corpuscular Volume) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 68

17 Histogram perubahan konsentrasi MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin... 69

18 Histogram perubahan konsentrasi MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 70

19 Histogram perubahan konsentrasi platelet monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 71

20 Histogram perubahan konsentrasi sel darah putih monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 73

21 Histogram perubahan konsentrasi netrofil monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 75

22 Histogram perubahan konsentrasi limfosit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 76

(16)

xvi 23 Histogram perubahan konsentrasi eosinofil monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 78 24 Histogram perubahan konsentrasi monosit monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 79 25 Histogram rataan konsumsi pakan monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 81 26 Histogram rataan bobot badan monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 83 27 Histogram rataan IMT monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

sebelum dan selama intervensi nikotin ... 84 28 Histogram rataan TDN monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

sebelum dan selama intervensi nikotin ... 95 29 Histogram rataan energi termetabolisme monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 96 30 Histogram frekuensi tingkah laku makan monyet ekor panjang sebelum

dan selama intervensi nikotin ... 99 31 Histogram frekuensi tingkah laku minum monyet ekor panjang sebelum

dan selama intervensi nikotin ... 100 32 Histogram frekuensi tingkah laku sosial (menatap) monyet ekor panjang

sebelum dan selama intervensi nikotin ... 103 33 Histogram frekuensi tingkah laku sosial (self grooming) monyet ekor

panjang sebelum dan selama intervensi nikotin ... 104 34 Histogram persentase tingkah laku sosial (kontak/sentuhan) monyet ekor

panjang sebelum dan selama intervensi nikotin ... 106 35 Histogram persentase tingkah laku sosial (agonistik) monyet ekor

panjang sebelum dan selama intervensi nikotin ... 107 36 Histogram persentase tingkah laku lokomosi monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 108

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Surat persetujuan ACUC ... 131

(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak yang melebihi 20% pada pria dan 25% pada wanita dari bobot badan normal. Kondisi tersebut diakibatkan peningkatan asupan makanan sehingga menimbulkan kelebihan masukan energi sedangkan aktivitas tubuh berkurang, hal ini menyebabkan energi yang dikeluarkan juga sedikit. Penurunan penggunaan energi tersebut menyebabkan obesitas. Obesitas menimbulkan efek yang berhubungan dengan kualitas hidup dan dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam perkembangan penyakit kronis seperti diabetes dan kardiovaskular yaitu resiko munculnya penyakit jantung koroner, strok, hipertensi, hiperlipidemia. Disamping itu juga dapat menimbulkan penyakit hati dan kantung empedu, osteoarthritis, kanker dan penyakit saluran pernafasan.

Kejadian obesitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik, perilaku (gaya hidup), lingkungan, psikologis, sosial dan budaya. Badan Kesehatan Dunia (WHO, The World Health Organization 2005) melaporkan bahwa pada tahun 2005 di seluruh dunia terdapat 1,6 miliar orang dewasa (15 tahun keatas) mengalami overweight dan sedikitnya 400 juta diantara mengalami obesitas, dan diproyeksikan pada tahun 2015 akan mengalami peningkatan sekitar 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta diantaranya akan mengalami obesitas. Peningkatan ini selain akibat dari perubahan pola diet dalam makanan yang memiliki kadar lemak dan karbohidrat tinggi tetapi rendah vitamin, mineral dan mikronutrien lainnya juga disebabkan karena adanya kecenderungan penurun aktivitas fisik dalam bentuk kerja dan mobilisasi terutama bentuk transportasi yang digunakan.

(19)

2

terdapat batas tertinggi jumlah protein yang dapat tertimbun dalam setiap jenis sel tertentu dan bila sel telah mencapai batas tersebut maka setiap penambahan asam amino dalam cairan tubuh akan dipecah dan digunakan sebagai energi atau disimpan sebagai lemak.

Perhatian yang besar terhadap obesitas ini sangat wajar karena efeknya yang kompleks, disamping itu juga dapat terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Selain masalah emosional dan psikologis, obesitas juga berdampak pada masalah fisiologis. Efek yang kompleks tersebut dapat menyebabkan perubahan tingkah laku misalnya pergerakan yang lamban, berkurangnya kepercayaan diri yang berkaitan dengan penampilan fisik, juga menyebabkan perubahan nilai hematologi. Dari beberapa penelitian, kejadian obesitas berkorelasi positif dengan level leptin, insulin, konsentrasi glukosa dan trigliserida serta nilai hematologi seperti konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, konsentrasi hematokrit dalam sel darah merah (MCV, mean corpuscular volume) dan jumlah sel darah merah.

Berbagai cara yang dilakukan untuk mengatasi dan menurunkan obesitas antara lain diet yang ketat, aktivitas fisik dan modifikasi perilaku. Disamping itu, berbagai penelitian untuk mengetahui penyebab obesitas dan cara penanganan serta mekanisme pengobatan akibat sindrom metabolik ini dilakukan melalui penggunaan hewan model baik rodensia dan maupun satwa primata seperti monyet rhesus (Macaca mulatta), beruk (Macaca nemestrina), monyet bonnet

(Macaca radiata), baboon (Papio hamadryas), maupun monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

(20)

3

dalam dosis yang tinggi tersebut dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan. Efek nikotin pada penurunan bobot badan yakni adanya sistem penyampaian pada

neurotransmitters di otak untuk mengurangi kebutuhan akan asupan energi. Disamping itu pula eksposur dalam jangka panjang pada regulasi metabolisme dapat mengubah modulasi cannabinoid yang berperan dalam metabolisme dan pengeluaran energi sehingga dapat menurunkan bobot badan. Selain itu, nikotin memiliki efek langsung pada metabolisme jaringan adipose (leptin, ghrelin dan

neuropeptide Y) merupakan faktor yang terlibat dalam hubungan antara nikotin dan indeks massa tubuh. Disamping itu pula, nikotin juga membantu meningkatkan konsentrasi dan daya ingat, meningkatkan perasaan senang terutama pada penyakit alzeimer dan parkinson serta mengurangi stres.

Adanya manfaat positif dari nikotin dan masih belum banyaknya penelitian yang mengarah pada manfaat nikotin sebagai terapi obesitas, maka informasi tentang manfaat nikotin penelitian perlu dilakukan dengan menggunakan hewan model monyet ekor panjang (MEP) yang telah obesitas.

Pemanfaatan monyet ekor panjang sebagai hewan model karena secara anatomis dan fisiologis MEP memiliki kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya. Disamping itu juga adanya kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek menjadikan MEP merupakan hewan model yang sesuai untuk penelitian biomedis. Disamping itu gejala obesitas pada monyet khususnya monyet ekor panjang (MEP) memiliki kemiripan dengan pola obesitas seperti yang terjadi pada manusia yakni kesamaan pola ekspresi hormon yang terlibat dalam obesitas (hormon adipocyte) yakni leptin dan

adiponectin. Kesamaan ini juga terjadi pada nilai level insulin, protein total, glukosa, kolesterol total dan trigliserida serta persentase lemak tubuh maupun nilai hematologi. Kesamaan secara morfometrik yakni adanya perubahan pada lingkar pinggang, lingkar pinggul, lingkar dada serta lingkar lengan, adanya penimbunan lemak di sekitar perut merupakan penciri obesitas pada manusia. Dengan pola kesamaan tersebut menjadikan monyet ekor panjang sebagai hewan model yang baik untuk penelitian obesitas pada manusia.

(21)

4

Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pengamatan nilai hematologi, nilai kecernaan dan tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan pada kondisi obes yang diintervensi dengan nikotin.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan informasi perkembangan nilai hematologi monyet ekor panjang obes sebelum dan sesudah diintervensi dengan nikotin.

2. Untuk mendapatkan informasi pemanfaatan nutrien pada monyet ekor panjang obes sebelum dan sesudah diintervensi dengan nikotin.

3. Untuk mendapatkan informasi kondisi tingkah laku monyet ekor panjang obes sebelum dan sesudah diintervensi dengan nikotin.

Hipotesis

1. Intervensi nikotin dapat menyebabkan perbaikan kondisi fisiologis melalui perubahan nilai hematologi pada monyet ekor panjang.

2. Intervensi nikotin menyebabkan perbaikan metabolisme nutrisi melalui perubahan nilai kecernaan pada monyet ekor panjang.

3. Intervensi nikotin menyebabkan adanya perubahan nilai pakan dan nilai hematologi yang berakibat pada terjadinya perubahan tingkah laku monyet ekor panjang.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai intervensi nikotin cair untuk mengurangi resiko sindrom metabolik, sehingga dapat dijadikan alternatif pengobatan pada penderita obes.

Kerangka Pemikiran

(22)

5

Intervensi Nikotin Cair (0,75 mg/kg bobot badan/12 jam)

-Hematologi (Hb, Hct, SDM, SDP, platelet, diferensiasi SDP dan indeks SDM) Metabolisme

-Kecernaan (PBB, konsumsi pakan harian, kecernaan bahan kering dan bahan kering organik, konsumsi nutrien, koefisien kecernaan, energi termetabolisme dan TDN

Tingkah laku

-Ingestif (makan dan minum) -Eliminasi (defekasi dan urinasi)

-Sosial (kontak, autogrooming, agonistik, menatap)

-Lokomosi Rekomendasi

(23)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas

Obesitas adalah kelebihan bobot badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas sering disamakan dengan overweight, padahal keduanya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan kelebihan bobot badan. Overweight adalah kondisi dimana bobot badan melebihi bobot badan normal. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak melebihi 18–23% rata 20%) pada pria dan 25–30% (rata-rata 25%) pada wanita dari bobot badan (Drewnowski dan Specter 2004; Sylvia 1998).

Obesitas dan overweight dapat terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenile obesity, misalnya adalah obesitas yang terjadi pada usia muda (anak-anak). Orang yang menderita kegemukan pada usia muda memiliki resiko yang lebih tinggi menderita obesitas pada saat dewasa dibandingkan dengan orang yang memiliki bobot badan normal. Sementara itu, wanita terutama pada pascamonopause memiliki resiko mengalami obesitas tiga kali lebih besar daripada pria (Sylvia 1998).

Berdasarkan distribusi lemak di dalam tubuh, ada dua jenis bentuk tubuh.

Pertama, bentuk android (bentuk apel) adalah bentuk tubuh akibat timbunan lemak pada pinggang, rongga perut (visceral) dan bagian atas perut. Bentuk tubuh android lazim ditemukan pada pria. Timbunan lemak di bagian perut dapat mengakibatkan obesitas abdominal atau obesitas sentral. Kedua, bentuk gynecoid

(bentuk pir), yaitu bentuk tubuh akibat tumpukan lemak di bagian bawah perut seperti pinggul, pantat, dan paha. Bentuk tubuh ini umumnya dialami oleh wanita. Selain itu juga dikenal obesitas hipertropik (hypertrophic obesity) yang diakibatkan oleh meningkatnya kandungan lipid adiposit. Obesitas hipertropik umumnya menimpa orang dewasa (Sylvia 1998; Adam 2006).

(24)

7

Obesitas anak-anak (juvenile obesity) adalah hiperplastik (bertambahnya jumlah sel) (Sylvia 1998).

Cara yang paling mudah untuk mengetahui obesitas yakni dengan menghitung indeks massa tubuh (body mass index). Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan cara membagi bobot badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m). Badan kesehatan dunia (WHO, World Health Organization) telah mengeluarkan kategori IMT yang cocok untuk masyarakat Asia (Tabel 1).

Tabel 1 Klasifikasi IMT menurut WHO

Kategori IMT (kg/m2) Riseko penyakit

Menurut : World Health Organization’s diacu dalam Racette et al. 2003.

Faktor-faktor Penyebab Obesitas dan Dampaknya pada Kesehatan

Beberapa faktor utama penyebab kegemukan yaitu genetik, lingkungan, psikologis, sosial, budaya, makanan dan perilaku (gaya hidup) (Jequier dan Tappy 1999; Racette et al. 2003; Misra dan Khurana 2008).

Dua faktor terakhir adalah faktor yang dapat dimodifikasi untuk menurunkan bobot badan. Anak yang memiliki orang tua yang menderita kegemukan atau obesitas akan memiliki kemungkinan untuk menderita kegemukan atau obesitas yang lebih tinggi daripada anak yang orang tuanya tidak obes. Kemungkinan tersebut menjadi lebih besar apabila kedua orang tuanya menderita obesitas (Jequier dan Tappy 1999).

Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor (Yang et al. 2007; Christakis dan Fowler 2007; Zametkin et al. 2004)

(25)

8

pengaruh sebesar 6–85% terhadap bobot badan seseorang dan tergantung populasi yang diteliti (Yang et al. 2007).

2. Faktor lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya (Christakis dan Fowler 2007).

3. Faktor psikis. Apa yang ada didalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.

Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial (Zametkin et al. 2004).

Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari (Haslam dan James 2005).

(26)

9

tak berlebih (tak terkendali) yang menghasilkan fenotipe yang obes. Mekanisme pengaturan bobot badan tubuh oleh leptin diduga melalui 2 cara, yaitu menurunkan asupan pangan dan meningkatkan pengeluaran energi (Jequier, Tappy 1999).

Ahima et al. (1996) menyatakan bahwa leptin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh jaringan adipose, memiliki peran penting pada pengaturan asupan pangan dan termogenesis manusia. Leptin memberi isyarat status gizi dan tingkat simpanan energi ke pusat rangsangan asupan pangan (Feeding center) melalui aksinya pada ekspresi dan pelepasan neuropeptida orexigenic dan

anorexigenic. Chen et al. (2002) bahwa leptin menyediakan informasi ke pusat saraf dalam mengatur tingkah laku makan, nafsu makan dan pengeluaran energi. Dan telah dilaporkan bahwa pada manusia, leptin berhubungan erat dengan konsumsi tubuh yakni berat tubuh dan total berat lemak tubuh. Hasil penelitian Chen et al. (2002) bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan sintesis dan sekresi leptin dari adiposit, tingginya resiko diabetes mellitus dan tingginya level hematosit. Dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat kesamaan pola tersebut antara manusia dan cynomolgus monkeys (monyet ekor panjang), sehingga monyet ekor panjang merupakan hewan model yang baik untuk penelitian obesitas pada manusia. Hal ini didukung oleh Putra et al. (2006) bahwa gejala obesitas pada monyet, khususnya monyet ekor panjang (MEP) memiliki kemiripan dengan pola obesitas seperti yang terjadi pada manusia yakni dengan adanya penimbunan lemak di sekitar perut.

Pola makan memberikan andil yang besar terhadap kegemukan atau obesitas. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak menyebabkan keseimbangan energi yang positif (terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak). Hal ini dapat diperberat dengan kurangnya aktivitas fisik (Siagian 2006). Perubahan tingkah laku pada individu yang sedikit melakukan aktivitas cenderung lebih mudah terjadinya obesitas bila dibandingkan dengan individu yang banyak melakukan aktivitas dan cenderung tidak terjadi obesitas (Racette et al. 2003).

(27)

10

berdampak pada meningkatnya uric acid dan low-density lipoprotein (LDL) cholesterol. Guyton (1996) bahwa bila seseorang mempunyai lebih banyak protein dalam dietnya daripada yang ada dalam jaringannya maka akan langsung digunakan sebagai energi dan kelebihan protein tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak. Hal ini karena terdapatnya batas tertinggi jumlah protein yang dapat tertimbun dalam setiap jenis sel tertentu. Dan bila sel telah mencapai batas tersebut maka setiap penambahan asam amino dalam cairan tubuh dipecahkan dan digunakan untuk energi atau disimpan sebagai lemak.

Plantenga et al. (2001) melakukan penelitian pada laki-laki dewasa untuk melihat pengaruh leptin pada nafsu makan dan pengeluaran energi. Kelompok perlakuan menerima leptin injeksi mingguan dan kelompok placebo. Dari hasil yang diperoleh bahwa kelompok yang mendapatkan leptin mengalami nafsu makan atau rasa lapar yang menurun dibandingkan dengan kelompok placebo,

disamping itu pula pemberian leptin selama 12 minggu menurunkan bobot badan sebesar rata-rata 4,3 dan 6,4 kg, masing-masing untuk kelompok perlakuan dan

placebo. Dan disimpulkan bahwa penanganan obesitas dengan pemberian leptin dapat menurunkan nafsu makan, bukan bobot badan. Mars et al (2005) menemukan bahwa konsentrasi leptin puasa menurun pada pembatasan asupan energi jangka pendek. Karena konsentrasi glukosa rendah akibat dari pembatasan asupan energi, konsentrasi insulin juga menurun selama masa pembatasan asupan energi.

Chen et al. (2002) melaporkan bahwa kejadian obesitas sebagai bentuk ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan yang digunakan, kelebihan energi yang tidak digunakan akan disimpan dalam bentuk lemak. Pada manusia hal ini dapat dilihat dari nilai kimia darah yakni adanya peningkatan kolesterol, trigliserida dan asam lemak bebas. Disisi lain bahwa nilai darah penting untuk dipertimbangkan dalam mengontrol nafsu makan dan metabolisme.

(28)

11

menjadi diabetogenik (menyebabkan diabetes), terutama apabila sudah berlangsung lama. Obesitas meningkatkan resiko menderita penyakit jantung koroner, hiperlipidemia, penyakit hati dan kantung empedu, osteoarthritis, kanker dan penyakit saluran pernafasan. Disamping itu menyebabkan diabetes Tipe 2, hipertensi, strok, gagal jantung, gout, apneu (kegagalan bernafas secara normal ketika sedang tidur menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah) maupun sindrom pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi

dan ngantuk) (Haslam dan James 2005).

Obesitas yang paling berbahaya adalah obesitas abdominal (timbunan lemak di sekitar rongga perut). Cara sederhana untuk mengetahui adanya obesitas abdominal adalah dengan mengukur panjang lingkar pinggang (waist circumference). Untuk masyarakat Asia, obesitas abdominal dianggap beresiko menderita penyakit apabila panjang lingkar pinggangnya ±80 cm pada wanita dan ±90 cm untuk pria (WHO 2000).

Aspek Farmakologi dan Efek Nikotin sebagai Obat

Struktur Kimia Nikotin

Nikotin merupakan hasil metabolisme sekunder yang tergolong dalam alkaloid sejati. Alkaloid sejati dicirikan oleh senyawa nitrogen yang membentuk bagian dari sistem cincin heterosiklik dan disintesis dari prekursor asam amino. Alkaloid semu mengandung cincin heterosiklik nitrogen yang disintesis dari prekursor selain asam amino. Alkaloid tembakau; nikotin, anabasin dan anatabin disintesis dari asam nikotinik. Sintesis cincin pirolidin dari nikotin melibatkan putrescin bebas. Enzim yang berperan dalam sintesis pirolidin adalah ornitin dekarboksilase, putrescine N-methyltransferase dan N-methyl putrescine oksidase

(Mann 2001).

(29)

12

Gambar 2 Struktur kimia nikotin (Hukkanen et al. 2005)

Nikotin memiliki nama kimia (S)-3-(1-methyl-2-pyrrolidinyl)pyridine, dengan rumus kimia C10H14N2 dan kepadatan 1,01 g/ml serta titik didih 247°C

(477°F). Nikotin ditemukan secara alami dalam tembakau (Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan Nicotiana petunioides) dengan kandungan 0.5–8% dari berat kering tembakau yang berasal dari hasil biosintesis di akar dan diakumulasikan di daun. Nikotin merupakan racun syaraf yang potensial dan digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis insektisida (IPCS ICHEM 1991).

Ada tiga masalah yang perlu diperhatikan tentang nikotin dari segi farmakologinya yakni absorpsi nikotin, keracunan nikotin dan daya kerja nikotin. Hal ini karena nikotin dapat diserap melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan yang bernuansa basa (Gilman el al. 1980). Keracunan dapat terjadi karena pemakaian dosis yang kurang tepat dalam arti terlalu tinggi. Dengan kontrol yang ketat dan berhati-hati dalam pemakaian dosis, efek buruk nikotin dapat diatasi (Jones 1974). Gilman el al. (1980) bahwa pada dosis rendah, nikotin akan merangsang aktivitas urat syaraf dan otot-otot licin, tetapi pada dosis tinggi nikotin memblokir aktivitas organ-organ tersebut.

Efek Nikotin sebagai Obat

Nikotin sendiri merupakan obat yang manjur dan secara addictive juga dapat membantu meringankan gejala mental seperti parkinson dan Alzheimer dan depresi. Nikotin memiliki efek terapeutik dan dimasa mendatang, nikotin (bukan rokok) akan menjadi resep dokter untuk meringankan berbagai gejala penyakit

(30)

13

tembakau lebih penting dari keuntungannya. Nikotin dapat membantu dalam meningkatkan konsentrasi dan daya ingat “tetapi merokok merupakan cara yang berbahaya untuk memperoleh obat (nikotin)” (JRHF 2004). Sahakian et al. (1989) melakukan penelitian tentang efektivitas nikotin pada penderita alzheimer dan hasil yang diperoleh bahwa nikotin secara signifikan meningkatkan kepekaan dan daya ingat. Disimpulkan bahwa nikotin bertindak pada cortical yang terlibat dalam mekanisme visual untuk persepsi dan perhatian dan juga merupakan

acetylcholine transmissionmodulates kewaspadaan dan diskriminasi.

Nikotin juga dapat bermanfaat sebagai obat cacing, Karo-Karo (1990) melakukan penelitian efektivitas nikotin sebagai obat cacing pada kambing dan hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis nikotin (310,5 mg dalam 33 ml ekstrak) mengendalikan telur cacing sebesar 78%.

Nikotin dapat dijadikan sebagai obat radang usus besar, selain itu nikotin dapat memperkuat syaraf pada hippocampus (struktur otak) yang berperan dalam proses belajar dan daya ingat (JRHF 2004). Pada dosis yang rendah nikotin memiliki efek merangsang, meningkatkan aktivitas, kewaspadaan dan daya ingat. Dosis mematikan pada nikotin yang dilaporkan dapat membunuh 50% populasi adalah 50 mg/kg bobot badan untuk tikus dan 3 mg/kg bobot badan untuk mencit (IPCS ICHEM 1991).

Tembakau, juga digunakan untuk membuat obat anti malaria dan ini dapat menjadi bukti sebagai sumber therapies murah disamping itu tanaman tembakau telah diuji di laboratorium sebagai obat yang dapat digunakan untuk penyakit

Goucher. Dosis yang tepat, nikotin adalah obat dan dapat memberikan beberapa keuntungan. Nikotin memiliki efek positif pada ulcerative colitis (peradangan pada usus besar), yang merupakan peradangan pada lapisan perut, meningkatkan DHEA yang merupakan hormon seks yang meningkatkan semangat hidup dan membantu menurunkan bobot badan (JRHF 2004).

Nikotin juga digunakan sebagai agen theraupetik pasca merokok akibat ketergantungan dalam bentuk nikotin gum, nasal spray, dan nikotin transdermal

(31)

14

yang kuat meskipun ada hasrat dan upaya berulang-ulang untuk berhenti; pengaruh-pengaruh psikoaktif akibat bekerjanya zat-zat ini pada otak dan perilaku-perilaku yang dimotivasi oleh efek-efek “penguatan” zat psikoaktif (Chaloupka 2000).

Nikotin dalam bentuk “nicotine lozenge” menunjukkan hasil yang bermanfaat dalam membantu untuk keluar dari merokok tembakau. Penggunaan 4-mg nicotine lozenge menjanjikan untuk perawatan klinis dan adanya gejala penarikan keinginan yang terkait dengan merokok tembakau pada perokok yang akan berhenti merokok tembakau. Namun penelitian ini belum menyelidiki kemanjuran dari nikotin lozenges yang diperlukan (Ebbert et al. 2007).

Hasil yang berbeda dari Rubinstein et al. (2008) bahwa penggunaan nikotin

nasal spray akan efektif dijadikan sebagai therapi untuk berhenti merokok bila ada keinginan dari penggunanya untuk berhenti merokok. Arabi (2006) bahwa terapi penggantian nikotin yang aman dan lebih dikontrol dapat beresiko tinggi pada perokok tembakau jika therapi penggantian nikotin gagal dilakukan.

Nikotin telah diakui selama bertahun-tahun sebagai pharmacologically

bertanggung jawab sebagai efek perangsang merokok. Efek dari nikotin pada aliran darah myocardial belum diketahui. Argaca et al. (2007) menguji pengaruh nikotin yang dapat mengganggu aliran darah myocardial yang merupakan resiko penyakit arteri koroner. Hasil yang diperoleh, nikotin meningkatkan tekanan darah sistolik dari 129±7 menjadi 134±7mmHg dan denyut jantung dari 67±2 menjadi 69±2 bpm. Nikotin cenderung meningkatkan aliran darah myocardial

pada bagian arteri. Nikotin yang diberikan pada perokok dengan resiko kardiovaskuler yang tinggi meningkatkan kerja myocardial walaupun autoregulation aliran darah myocardial dalam keadaan istirahat.

(32)

15

dalam jangka pendek, nikotin promote angiogenesis dan arteriogenesis berperan dalam pengaturan ischemia. Efek dari nikotin ini adalah sebagai media aktivasi interaksi endothelialmonocyte yang terlibat dalam arteriogenesis (Heeschen et al.

2003).

Ford dan Zlabek (2005) bahwa terapi nikotin pengganti adalah therapi efektif untuk berhenti merokok. Hasil yang diperoleh bahwa nikotin pengganti tidak meningkatkan aktivitas kardiovaskular.

Distribusi Nikotin dalam Jaringan Tubuh

Nikotin masuk ke dalam tubuh dapat melalui tiga cara yakni saluran pernafasan, saluran pencernaan dan melalui kulit. Nikotin memiliki daya larut yang tinggi baik pada kondisi polar dan non polar, dengan berat molekul yang rendah (162,2 g/mol) membuatnya dapat terserap secara efisien. Pada dosis yang tinggi 30-60 mg/kg bobot badan untuk orang dewasa dapat menyebabkan toksit dan dapat memberikan efek kematian (Gosselin et al. 1984 diacu dalam Zorin et al. 1999). Dan dilaporkan bahwa penyerapan pada kulit dengan dosis yang berarti menimbulkan efek memabukan, muntah-muntah, meradang, dan dengan gejala keracunan serius. Keadaan tersebut menyebabkan nikotin perlu penanganan yang hati-hati sebelum digunakan (Zorin et al. 1999).

(33)

16

mengalami penurunan setelah 2 jam lebih tergantung pada besar dosisnya (Fenster

et al. 1997).

Daya serap nikotin melalui kulit dan melalui glove (sarun tangan) nitril dilaporkan oleh Zorin et al. (1999), hasil yang diperoleh bahwa waktu yang diperlukan nikotin untuk masuk ke dalam tubuh melalui kulit bervariasi yakni antara 3-5 menit. Pada konsentrasi yang tinggi 50% nikotin yang dilarutkan dalam air membutuhkan waktu 5 menit dan pada konsentrasi rendah 1% nikotin dalam air (dengan konsentrasi dari 1–100% dalam air) membutuhkan waktu 3 menit dan disarankan bila terkena tumpahan nikotin pada kulit agar dibilas dengan segera. Dan glove (sarun tangan) dengan ketebalan 0,114–0,100 mm yang terbuat dari nitril aman untuk mencegah nikotin terserap ke kulit (Zorin et al. 1999).

Setelah diabsorpsi, nikotin masuk ke dalam aliran darah pada pH 7,4 dengan kondisi terionisasi sekitar 69 dan 31% pada kondisi tidak terionisasi. Dan kurang dari 5% terikat pada protein plasma, affinitas nikotin tertinggi ditemukan di dalam hati, ginjal, limpa, dan paru-paru dan terendah di dalam jaringan adipose (Hukkanen et al. 2005).

Nikotin terikat ke sel-sel otak dengan affinitas yang tinggi dan kapasitas mengikat reseptornya lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan seseorang yang memperoleh nikotin tanpa merokok (Perry et al. 1999). Peningkatan dalam mengikat disebabkan oleh jumlah yang lebih tinggi dari reseptor nicotinic cholinergic di otak dari perokok. Nikotin terakumulasi secara nyata dalam getah lambung dan air liur (Lindell et al.1996). Akumulasi tersebut disebabkan oleh perangkap ion dari nikotin dalam getah lambung dan air liur. Nikotin juga terakumulasi dalam air susu ibu (Dahlstrom et al. 1990). Nikotin juga dapat melewati barrier plasenta dengan mudah, dan ada bukti bahwa nikotin terakumulasi pada serum ketuban dan dalam cairan di amnion sedikit lebih tinggi daripada konsentrasi dalam serum ibu (Dempsey dan Benowitz 2001).

(34)

17

10-20 detik. Konsentrasi nikotin dalam darah arterial setelah merokok cukup tinggi dan dapat mencapai 100 ng/ml, tetapi biasanya berkisar antara 20 dan 60 ng/ml (Henningfield et al. 1993; Gourlay dan Benowitz 1997; Lunell et al. 2000). Interval waktu yang singkat dari nikotin memasuki otak juga memungkinkan pada perokok yang diberi nikotin dosis titrate yang dikehendaki. Namun sebaliknya, waktu yang dibutuhkan tersebut akan lambat jika pemberian nikotin melalui sistem transdermal (Henningfield dan Keenan, 1993).

Metabolisme Nikotin pada Tubuh

Nikotin secara umum dimetabolisme di hati. Ada enam metabolisme utama dari nikotin yang telah diidentifikasi dan secara kuantitatif yang paling penting dari metabolisme nikotin yang berhubungan dengan hewan menyusui adalah turunan kotinin. Pada manusia, sekitar 70-80% dari nikotin dikonversi menjadi kotinin (Benowitz dan Jacob 1994). Transformasi ini melibatkan dua langkah. Yang pertama adalah mediasi dari cytochrome P450 yang merupakan sistem untuk menghasilkan nikotin-∆1’(5’)-iminium-ion yang equilibrium dengan 5-hydroxynicotine (Murphy 1973; Peterson et al. 1987). Langkah kedua adalah katalisasi dari cytoplasmic aldehyde oxidase (Gorrod dan Hibberd, 1982). Nikotin iminium ion cukup menarik karena merupakan agen alkylating dan dapat berperan dalam farmakologi dari nikotin (Jacob et al. 1997).

Metabolisme utama yang lain dari nikotin adalah nikotin N’-oksida dan sekitar 4 sampai 7% nikotin diserap oleh perokok melalui jalur metabolisme ini (Byrd et al. 1992). Konversi dari nikotin ke N’-oksida melibatkan flavin-monooxygenase-3 (FMO3) (Cashman et al. 1992). Pada manusia, jalan ini sangat selektif untuk isomer trans (Cashman et al. 1992). Hanya isomer trans dari nikotin N’-oksida terdeteksi dalam urin setelah pemberian nikotin melalui infusi darah, transdermal, atau merokok. Pengurangan nikotin N’-oksida pada manusia dilakukan oleh bakteri dalam usus besar. Pemberian nikotin melalui mulut dalam bentuk nikotin N’-oksida menghasilkan kotinin dalam urin dan feses (Park et al. 1993).

(35)

18

atau dengan kata lain sebagian besar metabolisme nikotin dalam urin berasal dari kotinin. Konversi nikotin menjadi kotinin terutama dalam bentuk trans

-3’-hydroxycotinine sekitar (33-40%), trans-3’-hydroxycotinine glucuronide sekitar (7-9%) dan cotinine glucuronide sekitar (12-17%) (Benowitz et al. 1994).

Nikotin di hati diubah menjadi kotinin oleh enzim cytochrome P450 dan secara invitro dan invivo bahwa CYP2A6 merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam oksidasi nikotin dan kotinin, enzim ini secara mendasar mengurangi jumlah nikotin dan kurang lebih 80% metabolisme nikotin oleh enzim CP2A6 yang merupakan kunci utama dalam kasus-kasus adiksi perokok dengan pengurangan level rasio nikotin dalam darah (Hukkanen et al. 2005; Yano 2005).

Nikotin dimetabolisme terutama dalam hati. Selain itu pula metabolisme nikotin juga terjadi secara ekstrahepatik seperti di paru-paru, ginjal, mukosa hidung dan otak (Jacob et al. 1997). Disamping itu pula juga terjadi pada ketuban, paru-paru, dan epithelium cabang tenggorokan (Boyland dan de Kock, 1966).

Faktor yang berpengaruh dalam metabolisme nikotin yakni diet dan makanan. Aktivitas fisiologis, seperti makan, sikap, olahraga, atau obat meningkatkan aliran darah hepatik, dan diduga mempengaruhi tingkat metabolisme nikotin. Konsumsi makanan selama infusi nikotin mengakibatkan penurunan konsentrasi nikotin, efeknya secara maksimal mulai 30 sampai 60 menit setelah akhir makan (Gries et al. 1996). Dan peningkatan aliran darah hepatik sekitar 30% dan nikotin meningkat sekitar 40% setelah makan. Disamping itu pula umur dan jenis kelamin mempengaruhi metabolisme dari nikotin (Benowitz dan Jacob 1994).

Mekanisme Nikotin pada Saraf

(36)

19

dalam hal ini saraf pacemaker, dan waktu yang sama menghambat fase hubungan diantara saraf yang memegang peranan dalam membawa perasaan senang.

Nikotin memiliki dampak dengan ciri-ciri yang mirip dengan ketergantungan pada obat-obatan lainnya, menghirup nikotin menghasilkan perubahan pada otak dan dianggap dapat menyebabkan sindrom withdrawal yang diamati pada perokok yang berhenti secara tiba-tiba. Secara farmakologi, nikotin pada prinsipnya adalah suatu stimulan psikomotor seperti halnya amphetamin atau kokain. Nikotin juga memiliki efek psikoparmakologi lain, terutama anti depresi dan kegelisahan yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang (Balfour et al.

2000).

Nikotin memiliki efek kompleks pada jalur saraf otak dengan merangsang reseptor dari kelompok saraf nikotinik. Efek ini seperti mekanisme saraf pada kompleks underpin nikotin seperti halnya efek ketergantungan narkoba, khususnya efek psychostimulant mirip dengan efek nikotin yakni dengan merangsang atau meningkatkan pelepasan dopamine (DA) utamanya dari terminal sistem mesolimbik, nukleus accumbens, dan konsensus bahwa obat ini memainkan peran penting dalam neurobiologi yang berpotensi menimbulkan ketergantungan (Balfour 2008). Nikotin setelah melalui metabolisme di hati, secara sistemik didistribusikan ke jaringan neuron preganglionik autonomik,

neuromuscular junction somatic (N1) dan neural (N2). Kemudian secara langsung

menstimulasi norepineprin (NE) melalui signal β3 adrenergik dalam sel

mitokondria dan melalui mekanisme siklus cREB (cAMP respons element binding) protein mengekspresikan protein-1 (uncoupling protein-1; UCP-1) dan bersama derivat proteinase inhibitor (PAI-1) berperan dalam proses aterosklerosis (Blanc et al. 2003).

Efek Nikotin pada Penurunan Obesitas

(37)

20

perasaan senang pada penderita alzeimer dan Parkinson serta mengurangi stress (Grunberg 2007).

Chiolero et al. (2008) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, nikotin meningkatkan pengeluaran energi dan dapat mengurangi nafsu makan sehingga hal ini dapat menjelaskan mengapa perokok cenderung memiliki bobot badan lebih rendah daripada bukan perokok. Namun sebaliknya, perokok berat cenderung memiliki bobot badan lebih besar dibandingkan perokok ringan atau yang tidak merokok.

Sebagaimana dijelaskan bahwa merokok cenderung menurunkan bobot badan dibanding yang tidak merokok, hal ini sebagai efek nikotin yang sudah dilaporkan. Nikotin memiliki sistem penyampaian pada neurotransmitters di otak untuk mengurangi kebutuhan akan asupan energi dan akibatnya terjadi penurunan nafsu makan. Selain itu, nikotin memiliki efek langsung pada metabolisme jaringan adipose. Leptin, ghrelin dan neuropeptide Y merupakan zat yang mungkin merupakan faktor yang terlibat dalam hubungan antara nikotin dan indeks massa tubuh, walaupun peran mereka sebagai penentu atau konsekuensi dari hubungan ini belum ditentukan (Chatkin dan Chatkin 2007).

Nikotin mengaktifkan sistem endogenous cannabinoid yang merupakan alat modulasi metabolisme selama masa remaja dan penggunaan nikotin dapat menyebabkan eksposur dalam jangka panjang pada regulasi metabolisme dan mengubah modulasi cannabinoid untuk metabolisme dan pengeluaran energi sehingga dapat menurunkan bobot badan (Lamota et al. 2008).

(38)

21

berperan dalam asupan makanan dan pengeluaran energi seperti leptin,

neuropeptide Y (NPY) dan orexins (Filozof et al. 2004).

Leptin, hormon yang disekresi oleh lemak merupakan adalah regulator negatif dari asupan makanan dan energi positif pada regulator pengeluaran. Efek nikotin pada plasma leptin kontradiktif dalam studi yang menggunakan objek manusia. Dari dua studi epidemiologi pada berbagai kelompok etnis menunjukkan bahwa plasma leptin signifikan pada perokok dan lebih rendah dibandingkan tidak merokok. Selain itu, penurunan konsentrasi plasma leptin secara signifikan dari adiposit juga telah dilaporkan pada ibu-ibu yang melahirkan dan merokok selama kehamilan dibandingkan dengan yang tidak merokok. Nikotin menggunakan mekanisme dengan memodulasi biosintesis leptin dan akibatnya mengurangi bobot badan. NPY juga sebagai stimulator kuat dari makanan, penurunan dari ekspresi NPY dipengaruhi nikotin. Peningkatan NPY mRNA dan peptide setelah pemberian nikotin dimana peningkatan NPY dipengaruhi reseptor hypothalamic yang mengikat Y1/Y4/Y5 pada situs ligand. Mirip dengan NPY, orexins

merupakan regulator positif terhadap asupan makanan. Oleh karena itu, dapat diharapkan penurunan orexin akibat pemberian nikotin. Akan tetapi dosis preproorexin mRNA dalam meningkatkan produksi setelah pemberian nikotin. Pemberian nikotin berafinitas dan mengurangi kepadatan orexin-binding site pada

anterior hypothalamus dari otak (Filozof et al. 2004), dan aksi leptin guna penurunan nafsu makan dan peningkatan pengeluaran energi disajikan pada Gambar 3

Sekresi leptin Jaringan adipose putih

↓asupan makan

↑pengeluaran engeri

↓↑fungsi neuroendokrin

↑metabolisme lemak

↑metabolisme glukosa

(39)

22

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa leptin bertindak secara langsung atau dengan mengaktifkan bagian spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur pengurangan asupan makanan, peningkatan pengeluaran energi, metabolisme glukosa dan lemak dan mengubah fungsi neuroendokrin (Mantzoros 1999).

Lebih lanjut Mantzoros (1999) menyatakan bahwa leptin, suatu hormon adipost, yang beredar di dalam serum dalam bentuk bebas atau dalam bentuk leptin terikat pada protein, mengaktifkan sel yang spesifik pada hipotalamus, dan mengubah ekspresi beberapa neuropeptida yang kemudian mengurangi selera, peningkatan pembelanjaan energi dengan meningkatakan sinyal saraf simpatis dan menurunkan sinyal saraf parasimpatik serta mengubah fungsi neuroendokrin. Peningkatan level leptin mengaktifkan hormone tiroid, hormon pertumbuhan, dan gonad serta menekan poros adrenal-pituitari. Leptin, secara langsung atau secara tidak langsung (mengubah level hormone dan neuropeptida lain), juga mempengaruhi hemopoiesis dan fungsi kekebalan serta meningkatkan metabolisme glukosa dan lemak. Yang pada akhirnya, mengubah produksi dan leve hormon dan sitokin serta produksi leptin pada adiposit. Efek umpan balik dari leptin ini disajikan pada Gambar 4.

↑ saraf simpatis

↓ saraf parasimpatis

Otak

selera

Androgen Estrogen

Katekolamin

Adiposit putih Gen leptin

Korteks adrenal

Gonad Fungsi imun

hemopoiesis

β-sel langerhans

Sistem IGF

(40)

23

Leptin mengatur homeostasis energi, makanan yang masuk ke tubuh; disimpan dan digunakan, mengatur fertilitas dan fungsi imun untuk menekan NPY yang disekresikan oleh hipotalamus. Pada pemberian nikotin, Leptin akan meningkatkan neuron simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan. Peran lipoprotein merupakan kombinasi kompleks sferis dari lipid dan apoprotein yang juga berfungsi menstabilisasi emulsi lipid serta fungsi ligan untuk proses yang dapat dimediasi reseptor nikotin. Metabolisme lipoprotein melibatkan proses biokimia kompleks pembentukan berbagai sekresi, transport, proses dan klirens lipoprotein tersebut (Hodge et al. 1997).

Disamping itu pula nikotin mempengaruhi jaringan adipose coklat (BAT:

brown adipose tissue) yang mengatur panas tubuh, status makan dan cadangan energi tubuh yang berpusat pada area ventromedial nucleus hipotalamus (VMN)

hindbrain. Telah diketahui bila terjadi peningkatan pembakaran cadangan makanan dalam tubuh maka akan meningkatkan panas tubuh yang kemudian memberikan signal simpatis pada reseptor adrenergic nervus system jaringan sel adipose (Cannon dan Nedergaard 2004). Fungsi utama brown adipose tissue

(BAT) adalah untuk menciptakan panas melalui mekanisme termogenesis

(41)

24

panas

Gambar 5 Mekanisme molekular termogenesis pada jaringan adiposit coklat (Brees et al. 2008).

Nikotin memiliki efek pada peningkatan termogenesis. Mekanisme tersebut melalui stimulasi pada sistem saraf simpatik yang mengarah pada peningkatan NE. Stimulasi ini memberikan efek langsung pada reseptor nicotinic acetylcholine

(nAChR) yang memberikan stimulasi modulasi secara langsung atau tidak langsung terhadap penurunan suhu tubuh (Rezvani dan Levin, 2004). Nikotin meningkatkan pengeluaran NE dan mengikat guanosine 5'-diphosphate (sinyal termogenesis) pada mitokondria dalam waktu tiga jam serta meningkatkan ekspresi UCP-1 (Arai et al. 2001).

Monyet Ekor Panjang

Karakteristik Monyet Ekor Panjang

Monyet ekor panjang merupakan kelompok monyet dunia lama (Old World Monkey) dan diklasifikasikan sebagai berikut; kelas Mammalia, ordo Primates, subordo Anthropoidea, infraordo Catarrhini, superfamili Cercopithecoidea, famili Cercopithecidae, subfamili Cercopithecinae, genus Macaca dan spesies

fasicularis (Lekagul dan McNeely 1977; Napier dan Napier 1985; Dolhinow dan Fuentes 1999).

(42)

25

Collinge (1993) menyatakan bahwa penentuan umur pada genus Macaca sp dapat ditentukan melalui masa dewasa kelamin dan pertumbuhan. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa memiliki susunan gigi dengan dua premolar dan jumlah gigi keseluruhan adalah 32 buah dengan susunan sebagai berikut:

2 coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNeely 1977). Disamping itu pula perbedaan habitat mempengaruhi warna tubuh, individu yang menghuni kawasan hutan umumnya lebih gelap dan mengkilap, sedangkan individu yang menghuni kawasan pantai pada umumnya mempunyai warna lebih cerah. Hal ini dipengaruhi oleh udara lembab yang mengandung garam dan sinar matahari (Medway 1969). Secara umum warna rambut monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mulai dari abu-abu sampai kecoklatan dengan bagian ventral putih, pada bagian punggung lebih gelap dibandingkan bagian dada dan perut, rambut kepala agak pendek tertarik ke belakang dahi, rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat dengan ekor tertutup rambut yang halus (Napier dan Napier 1967; Supriatna dan Wahyono 2000). Disamping itu rambut pada bagian pipi monyet jantan lebih lebat dibandingkan dengan monyet betina (Krisnawan 2000).

Monyet Ekor Panjang Sebagai Hewan Model Obes

(43)

26

anatomi dan fisiologis juga kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek (Bennet et al. 1995). Satwa primata adalah hewan model yang sesuai untuk penelitian biomedis, khususnya obesitas didasari atas kesamaan karakteristik tersebut. Disamping itu pula, ukurannya yang besar dan jangka waktu hidupnya lebih lama dibanding hewan model lainnya memungkinkan pengambilan sampel untuk waktu yang lama (Wagner et al. 1996). Penggunaan monyet ekor panjang sebagai hewan model untuk manusia juga sangat beralasan karena bentuk anatominya serta fungsi hepar, kesamaan pankreas namun ukurannya lebih kecil serta vaskularisasi yang sama dengan manusia (Sabbatini 2001).

Penggunaan satwa primata sebagai hewan model dalam penelitian biomedis khususnya penelitian obesitas telah dilakukan antara lain Kemnitsz et al. (1989) yang menggunakan monyet rhesus (Macaca mulatta) pada penelitian obesitas dengan melihat ukuran tubuh dan distribusi lemak tubuh, toleransi glukosa, serum lipid, insulin, dan androgen. Anthony et al. (2003) yang melakukan penelitian studi genetika pada obesitas yang menggunakan baboon. Kaufman et al. (2007) yang melihat stres sebagai salah satu faktor penyebab obesitas, diabetes Tipe 2 dan hipertensi dan munculnya retensi insulin yang menggunakan monyet bonnet

(Macaca radiata) juvenile, Chen et al. (2002; 2003) menggunakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) untuk melihat level dua hormon adipocyte yakni

(44)

27

Oktarina (2009) melakukan penelitian dengan menggunakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi dan lemak tinggi guna mendapatkan hewan model obes. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa formula pakan yang mengandung tallow (lemak hewan) ditambah kuning telur menjadikan monyet ekor panjang menjadi obes.

Secara morfometrik bahwa ukuran lingkar paha, lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal telapak tangan, tebal telapak kaki, tebal lipatan kulit perut, tebal lipatan kulit lengan belakang, tebal lipatan kulit punggung menandai terjadinya proses obesitas Tipe 1 pada monyet ekor panjang. Dengan penciri bahwa lingkar pinggang, lingkar pinggul dan lingkar dada merupakan bagian tubuh yang memiliki kaitan paling erat dengan bobot badan sehingga lingkar pinggang, lingkar pinggul dan lingkar dada dapat dijadikan penciri terjadinya obesitas pada monyet ekor panjang (Caraka I 2008).

Hematopoiesis

Hematopoiesis atau hemopoiesis adalah proses pembuatan darah, khususnya sel darah. Sistem hematopoitik tersebar di dalam tubuh, organ atau jaringan hematopoiteik ialah: sumsum tulang, hati, limpoglandula, retikuloendotelia, usus, pankreas, thimus, ginjal dan limpa (Tortora dan Anagnostakos 1990).

Setelah hewan lahir, hematopoiesis pada sebagian besar mamalia terpusat pada sumsun tulang, sedangkan hati dan limpa biasanya tidak aktif. Disaat kebutuhan akan pertumbuhan tubuh mulai meningkat, maka hematopoiesis biasanya akan kembali ke bagian ujung (metaphyse) tulang panjang, ke tulang pipih dan pelvis, rusuk dan tulang belakang. Dari sini akan meluas lagi ke dalam lubang sumsum tulang, juga terjadi hematopoiesis extramedulla yaitu di dalam hati, limpa dan kelenjar pertahanan (lymphoglandula) terutama bila terjadi kebutuhan yang meningkat misalnya ada hipoplasia atau aplasia dari sumsum tulang atau pada penyakit-penyakit dimana sumsum tulang rusak atau mengalami fibrosis (Ganong 1983).

(45)

28

normal, akan menjadi indikasi adanya suatu respon penyesuaian terhadap kerusakan sistem lainnya, atau adanya penyakit primer pada sistem hematopoietik itu sendiri. Juga dalam keadaan hemorrhagi yang akut atau anemia hemolitika, maka pusat haemopoietik terangsang untuk meningkatkan produksi sel yang dibutuhkan. Ini berarti bahwa untuk setiap tipe sel ada suatu rangsangan berupa mekanisme umpan balik (feedback) yang berespon terhadap menurunnya jumlah sel. Sumsum tulang berisi sedikit sel primitif yang berespon terhadap kebutuhan ini. Kemudian sel ini akan berdiferensiasi menjadi sel progenitor yang bertambah banyak (multiply) dan menjadi sel dewasa (mature). Penilaian in vitro dan in vivo

telah menyatakan adanya tingkatan struktur dari stem sel multipotensial,

oligopotensial dan unipotensial di dalam sumsum tulang. Walaupun identitas morfologi stem sel ini masih tidak pasti, namun tampaknya adalah mononuclear

dengan beberapa ciri khas dari limfosit peralihan (Ganong 1983).

Sel progenitor unipotensial akan berkembang menjadi sel precursor yaitu:

rubriblast, myeloblast, monoblast, lymphoblast dan megakaryoblast (Tortora dan Anagnostakos 1990).

Stem Sel Pluripotensial

Konsep aktual dari hematopoiesis didasarkan pada monophylactic atau teori

unitarian dari pembentukan eritrosit, pertimbangan produksi eritrosit, semua bentuk limfosit, makrofag, sel mast dan megakaryosit dari stem sel pluripotensial (Jain 1993).

Selama kehidupan intra uterin, sel punca ini pada mulanya berasal dari kuning telur embrio (embryonic yolk sac), kemudian oleh hati fetus, limpa dan sumsum tulang. Dalam kehidupan dewasa pada kebanyakan spesies, sumsum tulang merupakan sumber utama. Sedikit sel punca dapat dijumpai di dalam darah perifer (1/100.000 leukosit). Migrasi dari sel progenitor granulosit ke dalam darah dapat diinduksi oleh bermacam-macam stimuli misalnya: exercise, ACTH, deksametason, epineprin, endotoksin, antigenik, exposure, hipoksia dan iradiasi lokal (Jain 1993).

Gambar

Gambar 3  ↓ ↑ metabolisme
Gambar 4 Skema aksi umpan balik dari leptin (Mantzoros 1999).
Tabel 4  Nilai hematologi pada Macaca mulatta dewasa
Tabel 5  Nilai hematologi pada Macaca fascicularis dewasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

t tabel dapat disimpulkan H 0 ditolak atau H 1 menyatakan Model pembelajaran Jigsaw dan STAD berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada materi pencemaran

Sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

dalam Pembelajaran Bahasa Bali Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah Penelitian Hibah Bersaing

Berperan sebagai majelis yang mengayomi dan pemberi informasi 25% Kebijakan Mampu menjadi mediator dan fasilitator semua kepentingan umat 3% Memiliki posisi tawar yang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya serahkan ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan bebas plagiat karya orang lain, kecuali yang secara tertulis

Gambar 4.5 Diagram Batang Hasil Belajar IPA Siswa Siklus II Peningkatan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran IPA pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya

Anak Usia Dini adalah anak dimana hampir sebagian besar waktunya digunakan untuk bermain dengan bermain itulah Anak UsiaDini tumbuh dan mengembangkan seluruh aspek yang

berapa bagian masing-masing suami atau isteri atas harta bersama bila terjadi perceraian, baik cerai mati maupun cerai hidup. Adapun maksud dengan kata