• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. HISTOLOGI USUS DUODENUM TIKUS PERCOBAAN

Kerusakan vili merupakan indikator terjadinya pelekatan EPEC K1.1 pada vili usus dan menyebabkan terjadinya kerusakan vili. Kerusakan vili duodenum tikus percobaan pada hari ke-7 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Presentase kerusakan vili usus duodenum tikus percobaan Perlakuan Rata-rata Kerusakan Villi Usus

Duodenum (%) Hari ke-7 (sebelum intervensi EPEC)

Kontrol negatif 6.12

Yogurt Sinbiotik 1.22

Yogurt Sinbiotik + EPEC K1.1 2.49

Kontrol positif 5.51

Hari ke-14 (setelah intervensi EPEC selama 7 hari)

Kontrol negatif 5.28

Yogurt Sinbiotik 0.98

Yogurt Sinbiotik + EPEC K1.1 13.62

Kontrol positif 17.94

Hari ke- 21 (7 hari setelah intervensi EPEC dihentikan)

Kontrol negatif 3.04

Yogurt Sinbiotik 1.61

Yogurt Sinbiotik + EPEC K1.1 4.73

Kontrol positif 21.96

Yogurt Prebiotik 3.57

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada setiap waktu terminasi menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Kelompok tikus yogurt prebiotik hanya ada pada terminasi hari ke-21

Kerusakan vili usus duodenum tikus percobaan pada hari ke-7 perlakuan dapat dilihat pada Gambar 15. Pada hari ke-7, kelompok tikus yogurt sinbiotik memiliki kerusakan vili duodenum paling rendah (1.22%) dibandingkan kelompok tikus lainnya. Kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 juga memiliki kerusakan vili duodenum yang rendah (2.49%) dibandingkan kelompok tikus kontrol negatif (6.12%) dan kelompok tikus kontrol positif (5.51%). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik dapat mengurangi terjadinya kerusakan vili duodenum tikus percobaan.

Zubillaga et al. (2001) menyatakan Lactobacillus fermentum yang merupakan bakteri probiotik mampu menempel pada sel epitel usus duodenum, berkolonisasi di usus, memproduksi substansi antimikroba sehingga memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Penambahan FOS juga meningkatkan pertahanan usus terhadap invasi patogen dengan menstimulasi pertumbuhan bakteri baik yang berada dalam saluran pencernaan.

Keterangan : menunjukkan skala 200 μm

Gambar 15. Fotomikrograf usus duodenum tikus percobaan terminasi hari ke-7 dengan pewarnaan hematoksilin eosin.

Hari ke-14, setelah intervensi EPEC selama 7 hari menunjukkan kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 (13.62%) memiliki kerusakan vili yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol positif (17.94%). Hal ini menunjukkan pemberian yogurt sinbiotik dapat mengurangi kerusakan vili duodenum tikus percobaan akibat serangan EPEC K1.1. Mekanisme perlindungan probiotik melawan patogen yaitu melalui kompetisi untuk mendapatkan tempat perlekatan dan nutrisi, serta mensekresikan substansi antimikroba (Collado et al. 2006). Kelompok tikus yogurt sinbiotik memiliki kerusakan vili duodenum yang paling rendah (0.98%) dibandingkan kelompok tikus lainnya.

Keterangan : menunjukkan skala 200 μm menunjukkan vili usus yang rusak

Gambar 16. Fotomikrograf usus duodenum tikus percobaan terminasi hari ke-14 dengan pewarnaan hematoksilin eosin.

t K E a r s l d i d i G Kelompo tinggi dibandin K1.1 dapat dili Pemberia EPEC menyeb attaching dan receptor (Tir) seluruh protein locus of entero dengan begitu ini EPEC meru Rata-rata dihentikan (ha intervensi EPE Keteran Gambar 17. F h k tikus kontro ngkan kelompo ihat pada Gamb an cekok EPEC babkan kerusak effacing (A/E) yang dikirimk n yang dibutu ocyte effaceme menyebabkan usak mikrovili presentase k ari ke-21) dapa EC K1.1 dihent ngan : m m Fotomikrograf hematoksilin e ol positif memi ok tikus lainny bar 16. C K1.1 menye kan vili usus a ). Proses ini m kan ke sel ina uhkan untuk m ent (LEE). Tir n pelekatan EP

usus inangnya kerusakan vili

at dilihat pada tikan (hari ke-2

menunjukkan sk menunjukkan v usus duodenum osin. iliki presentase ya. Kerusakan ebabkan terjad adalah dengan membutuhkan p ang melalui sis membentuk A/E

berasosiasi de PEC pada inang a (Lu dan Walk

usus duoden a Tabel 11. Ke 21) dapat diliha

kala 200 μm ili usus yang ru m tikus percob

e kerusakan vi vili usus duod dinya kerusaka n membentuk p protein yang d stem sekresi ti E berlokasi pa engan adhesi m gnya (Celli et ker 2001). num 7 hari se erusakan vili u at pada Gamba usak baan terminasi

ili usus duoden denum akibat an vili duoden pedestal, yang dinamakan tran ipe III. Sistem ada pulau pato membran luar al. 2000). Pad etelah interven usus duodenum ar 17. i hari ke-21 de

num yang palin intervensi EPE num. Mekanism g disebut deng nslocated intim m sekresi ini d ogenisitas dala bakteri, intimi da saat pelekat nsi EPEC K1 m 7 hari setel engan pewarna ng EC me gan min dan am in, tan 1.1 lah aan

Hari ke-21 yaitu 7 hari setelah intervensi EPEC dihentikan menunjukkan kelompok tikus yogurt sinbiotik memiliki kerusakan vili duodenum paling rendah (1.61%) dibandingkan kelompok tikus lainnya. Kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 yang lebih rendah (4.73%) dibandingkan kelompok tikus kontrol positif (21.96%). Hal ini menunjukkan probiotik dalam yogurt sinbiotik mampu berkompetisi dengan bakteri patogen EPEC K1.1 yang telah menempel pada vili usus duodenum tikus percobaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa Lactobacillus mampu menghambat pelekatan E.coli melalui hasil metabolisme Lactobacillus (Ouwehand dan Conway 1996 diacu dalam Lu dan Walker 2001).

Bakteri asam laktat, khususnya Lactobacillus, memproduksi sejumlah substansi antimikroba, seperti asam organik, hidrogen peroksida, bakteriosin, dan toksin lainnya, yang memperlihatkan aktivitas penghambatan melawan strain bakteri yang sensitif (Jack et al. 1995 diacu dalam Liong 2007). Probiotik dilaporkan juga menghambat kolonisasi patogen dengan menurunkan reseptor toksin pada inang (Liong 2007).

Kerusakan vili duodenum pada kelompok tikus yogurt prebiotik (3.57%) lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus kontrol negatif (3.04%). Hal ini menunjukkan prebiotik dalam yogurt prebiotik kurang mampu mencegah terjadinya kerusakan vili duodenum tikus percobaan.

Asam lemak rantai pendek (ALRP) yang dihasilkan dari fermentasi prebiotik (FOS) oleh bakteri dapat meningkatkan morfologi mukosa dengan meningkatkan mucin dan menurunkan translokasi dengan mengikatkan pada reseptor ALRP pada sel imun dalam GALT (gut associated lymphoid tissue). GALT merupakan suatu jaringan limfoid istimewa pada saluran pencernaan yang memberikan pertahanan terhadap adanya invasi mikroorganisme (Saulnier et al. 2009).

Ketebalan mukosa merupakan faktor lain terjadinya pelekatan EPEC K1.1 pada usus duodenum tikus percobaan. Ketebalan mukosa berkaitan dengan kerusakan vili usus duodenum tikus percobaan. Kerusakan vili usus duodenum yang tinggi menyebabkan ketebalan mukosa usus berkurang. Ketebalan mukosa duodenum tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 12.

Pengaruh pemberian yogurt sinbiotik terhadap ketebalan mukosa duodenum tikus percobaan pada minggu pertama (hari ke-7) dapat dilihat pada tabel 12. Analisis statistika ketebalan mukosa duodenum pada hari ke-7 (Lampiran 19) menunjukkan pemberian yogurt sinbiotik berpengaruh yang sangat nyata (P<0.01) pada ketebalan mukosa duodenum. Kelompok tikus yogurt sinbiotik memiliki ketebalan mukosa duodenum yang paling besar dibandingkan kelompok tikus lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik dapat meningkatkan kesehatan mukosa duodenum. Kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 yang belum diintervensi EPEC K1.1 memiliki ketebalan mukosa duodenum yang tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kelompok tikus kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa probiotik dalam yogurt sinbiotik dapat memelihara kesehatan mukosa duodenum seperti keadaan normal. Pengaruh yogurt sinbiotik terhadap ketebalan mukosa duodenum dapat dilihat pada Gambar 15.

Probiotik dikenal sebagai mikroba baru bagi saluran pencernaan yang dapat meningkatkan pemeliharaan dan modifikasi mikrobiota usus (Harish dan Varghese 2006). Pelekatan probiotik pada saluran usus dan cairan mukus berasosiasi dengan stimulasi sistem imun. Adhesi pada mukosa merupakan syarat penting bagi probiotik untuk dapat mengendalikan keseimbangan mikrobiota usus. Keberadaan probiotik mampu menstimulasi sistem imun mukosa dan sistemik inang. Cairan mukus memiliki fungsi ganda, selain melindungi mukosa dari mikroba tertentu juga menyediakan tempat pengikatan awal, sumber nutrisi dan matriks tempat bakteri berproliferasi. Hal ini berkaitan pentingnya pelekatan bakteri patogen pada epitelium saluran usus agar dapat berkolonisasi dan menginfeksi (Freter 1992 diacu dalam Collado et al. 2006). Menurut Sharma et al. (2005), probiotik

dapat menghasilkan substansi seperti butirat yang mampu menstimulasi proliferasi epitelium normal dan berperan pada pemeliharaan dinding pertahanan mukosa.

Tabel 12. Ketebalan mukosa duodenum tikus percobaan Perlakuan Rata – rata Ketebalan Mukosa

Usus (μm) Hari ke-7 (sebelum intervensi EPEC)

Kontrol negatif 41.96 ± 10.55a

Yogurt Sinbiotik 57.32 ± 7.83c

Yogurt Sinbiotik + EPEC K1.1 50.58 ± 4.62b

Kontrol positif 47.50 ± 4.30b

Hari ke-14 (setelah intervensi EPEC selama 7 hari)

Kontrol negatif 42.90 ± 5.06b

Yogurt Sinbiotik 52.10 ± 2.52c

Yogurt Sinbiotik + EPEC K1.1 38.79±10.78b

Kontrol positif 21.64 ± 4.61a

Hari ke- 21 (7 hari setelah intervensi EPEC dihentikan)

Kontrol negatif 46.47 ± 3.17b

Yogurt Sinbiotik 45.34 ± 3.29b

Yogurt Sinbiotik + EPEC K1.1 46.92 ± 3.15b

Kontrol positif 25.35 ± 4.11a

Yogurt prebiotik 44.53 ± 6.34b

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada setiap waktu terminasi menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Kelompok tikus yogurt prebiotik hanya ada pada terminasi hari ke-21

Ketebalan mukosa usus setelah intervensi EPEC K1.1 selama tujuh hari (hari ke-14) dapat dilihat pada Tabel 12. Pemberian yogurt sinbiotik dan EPEC K1.1 memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) pada ketebalan mukosa duodenum tikus percobaan. Analisis statistika (Lampiran 20) menunjukkan bahwa kelompok tikus yogurt sinbiotik memiliki ketebalan mukosa duodenum yang paling besar dibandingkan kelompok tikus lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri probiotik melakukan pelekatan pada epitel usus duodenum tikus percobaan. Pengaruh pemberian yogurt sinbiotik dan EPEC K1.1 pada hari ke-14 dapat dilihat pada Gambar 16.

Pada hari ke-14, kelompok tikus kontrol positif memiliki ketebalan mukosa duodenum yang paling kecil dibandingkan kelompok tikus lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa EPEC K1.1 dapat melekat pada mukosa duodenum yang menyebabkan kerusakan sehingga ketebalan mukosa usus menjadi kecil. Pelekatan bakteri patogen pada permukaan mukosa merupakan langkah awal dari infeksi mukosa. Bakteri EPEC bertahan pada permukaan sel epitel usus dengan merusak mikrovili inang dan menyusun sitoskeleton pada sel untuk membentuk pedestal pada permukaan sel inang (Michail dan Abernathy 2002).

Pada hari ke-14, kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 memiliki ketebalan mukosa duodenum yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol positif, dan tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus kontrol negatif. Hal ini menunjukkan pemberian yogurt sinbiotik mampu menghambat terjadinya pelekatan bakteri patogen pada sel epitel usus duodenum tikus

percobaan. Menurut Candela et al. (2005), probiotik pada saluran pencernaan mengurangi pelekatan patogen dan toksinnya di epitel intestinal. Strain Lactobacilli dapat berkompetisi dengan bakteri patogen termasuk S.enterica, Yersinia enterocolitica, ETEC, dan EPEC dalam pengikatan pada sel epitel intestinal. Probiotik dapat menggantikan tempat bakteri patogen meskipun bakteri patogen telah melekat pada sel epitel intestinal. Mekanisme pelekatan patogen pada sel epitel intestinal adalah melalui interaksi antara lektin bakteri dan sebagian karbohidrat dari molekul reseptor glikokonjugat yang berada pada permukaan sel. Beberapa studi menyatakan bahwa probiotik mampu menghalangi titik pelekatan pada reseptor adhesi epitel.

Pengaruh pemberian yogurt sinbiotik terhadap ketebalan mukosa duodenum hari ke-21 dapat dilihat pada Tabel 12. Pemberian yogurt sinbiotik berpengaruh sangat nyata (P<0.01) pada ketebalan mukosa duodenum tikus percobaan. Analisis statistika (Lampiran 21) menunjukkan kelompok tikus kontrol positif memiliki ketebalan mukosa duodenum paling kecil dibandingkan kelompok lainnya (Gambar 17). Hal ini menunjukkan serangan EPEC K1.1 menyebabkan kerusakan pada vili usus duodenum sehingga vili usus duodenum menjadi pendek. EPEC merupakan patogen yang menyebabkan lesi A/E pada sel-sel, yang memiliki karakteristik menyebabkan kerusakan pada mikrovili, pelekatan hasil metabolisme bakteri, dan secara nyata melakukan penyusunan kembali sitoskeletal yang mengawali formasi actin-rich pedestal (Lu dan Walker 2001).

Ketebalan mukosa duodenum kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus yogurt sinbiotik, kelompok tikus yogurt prebiotik dan kelompok tikus kontrol negatif. Hal ini menunjukkan pemberian yogurt sinbiotik memberikan efek penyembuhan pada mukosa usus setelah intervensi EPEC K1.1. Probiotik pada saluran pencernaan dapat mengurangi pelekatan patogen dan toksinnya di epitel usus. Beberapa strain Lactobacillus dan Bifidobacterium dapat berkompetisi dengan bakteri patogen termasuk S.enterica, Yersinia enterocolitica, ETEC dan EPEC dalam penempelan pada epitel usus. Pada beberapa kasus, probiotik dapat mengganti tempat bakteri patogen meskipun patogen telah melekat pada sel epitel sebelum pemberian perlakuan probiotik (Yan dan Polk 2006).

FOS merupakan oligosakarida yang dapat difermentasi menjadi ALRP yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon oleh sel-sel epitel usus sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan mukosa usus. Selain itu, FOS dapat menstimulasi pertumbuhan BAL khususnya Bifidobacteria sehingga dapat menghambat pertumbuhan patogen (Manning dan Gibson 2004).

Berdasarkan kerusakan vili dan ketebalan mukosa duodenum, dapat disimpulkan bahwa yogurt sinbiotik yang mengandung probiotik L. fermentum 2B4 dan FOS dapat menghambat kerusakan vili usus duodenum yang disebabkan oleh intervensi EPEC K1.1. Yogurt sinbiotik tersebut juga mampu memelihara kesehatan saluran usus dan memiliki efek penyembuhan terhadap serangan bakteri patogen EPEC.

4.5. KANDUNGAN IMUNOGLOBULIN A (IgA) PADA MUKOSA

Dokumen terkait