BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
B. HIV AIDS
Perawat mengkaji riwayat HIV, perilaku beresiko tinggi dan riwayat atau gejala infeksi oportunistik yang mungkin terjadi pada semua tahanan.
C. Hepatitis B dan penyakit seksual lain
Perawat mengkaji riwayat penyakit menular seksual dan hepatitis B serta waspada adanyatanda fisik dan gejala penyakit ini.
D. Penyakit kronis yang biasa terjadi antara lain : diabetes, penyakit jantung, dan paru serta kejang.
Perawat harus mengkaji dengan tepat riwayat kesehatan dari klien, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan di komunitas. Perawat harus mengkaji adanya penyakit / kondisi kronik pada klien dan mengidentifikasi masalah dengan tingkat kejadian yang tinggi di institusi / populasi dimana ia bekerja.
E. Cedera
Merupakan area lain dari fungsi fisiologis yang harus dikaji oleh perawat. Cedera mungkin diakibatkan karena aktivitas sebelum penahanan, tindakan petugas atau kecelakaan yang terjadi selama di tahanan. Perawat harus memperhatikan potensial terjadinya cedera internal dan mengkaji tanda – tanda trauma.
F. Kehamilan
3. Pengkajian Perilaku dan lingkungan
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan di correctional setting meliputi diet, penyalahgunaan obat, merokok, kesempatan berolahraga / rekreasi , serta penggunaan kondom di lingkungan correctional setting
a. Banyak tahanan yang mengalami penyakit mental yang terjadi selama berada di tahanan.
b. Berada di tahanan merupakan hal yang menimbulkan stress dan menimbulkan efek psikis seperti depresi dan bunuh diri. Perawat di correctional setting harus mewaspadai tanda – tanda depresi dan masalah mental ( correctional setting ) lain pada tahanan dan mengkaji potensi terjadinya bunuh diri. Semua correctional setting harus mempunyai program pencegahan bunuh diri dan penaganan bunuh
diri. Perwat harus melakukan pengawasan yang ketat pada tahanan yang berada dalam isolasi .
c. Lingkungan dalam correctional setting juga dapat menimbulkan kekerasan seksual yang menimbulkan konsekuensi psikis. Dalam mengkaji hal ini, perawat harus mewaspadai tanda – tanda kekerasan dan menanyakan pada klien mengenai masalah ini. Jika kekerasan seksual telah terjadi, perawat perlu untuk melindungi klien dari cedera yang lebih lanjut.
d. Layanan kesehatan mental mungkin kurang di beberapa correctional setting .
e. Tahanan yang dihukum mati, memerlukan dukungan emosi dan psikologis. Perawat harus mengkaji masalah psikis yang timbul dan membantu mereka melalui konseling dengan tepat
4. Pengkajian Administratif dan policy
.Perawat di correctional setting juga mengkaji keadekuatan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan tahanan. Fasilitas di correctional setting bisa menggunakan salah satu pendekatan di bawah ini untuk menyediakan perawatan kesehatan untuk tahanan.
a) Layanan kesehatan diberikan oleh staf yang bekerja di institusi.
Apapun pendekatan yang digunakan, perawat perlu mengkaji keadekuatan pelayanan kesehatan yang diberikan untuk tahanan. Pelayanan minimal meliputi perwatan primer dan sekunder
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
2. Isolasi Sosial
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Sindroma pasca trauma
5. Ketidakberdayaan
6. Kurang perawatan diri : Hygiene, berpakaian, makan
7. Resiko mencederai diri
c. Intervensi
Intervensi yang bisa dilakukan di lembaga pemasyarakatan
1. Assertive Community Treatment ( ACT )
Nama asli dari terapi ini adalah Training in Community Living ( TCL ), terapi ini cocok dilakukan untuk kelompk yang berada di luar layanan perawatan pasien ( diluar Rumah Sakit). ACT digunakan secara interdispliner ( perawat psikiatrik, social worker, activity therapist ). Terapi ini digunakan pada dewasa yang mengalami gangguan jiwa berat.
2. Multisystemic Theraphy
Pendekatan pengobatan yang sangat fleksibel yang membahas beberapa kebutuhan dari klien, emosional klien dan keluarganya. Bisa digunakan pada setting rumah tahanan, sekolah,dan setting di lingkungan rumah. Terapi i ni digunakan pada orang
3. Therapeutic Elements
Therapeutic elements terdiri dari pragmatic, outcome-oriented, treatment approaches, home-based interventions, dan individual treatment.
Kasus
Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIB Pontianak dibangun sejak tahun 2000 dengan luas sekitar 2000 m2. Saat ini jumlah warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIB Pontianak sebanyak 40 orang. Terdiri atas 24 orang narapidana, yakni 23 orang pria dan 1 orang wanita dan 16 orang tahanan yakni 15 orang pria dan 1 wanita, dan tercatat juga jumlah pegawai atau petugas lapas sebanyak 49 orang. Dari total jumlah warga binaan yang berusia 14 tahun sebanyak 7 orang, berusia 15 tahun sebanyak 8 orang, berusia 17 tahun sebanyak 9 orang, dan berusia 18 tahun sebanyak 16 orang. Sebanyak 65% terkait kasus penggunaan obat-obatan terlarang, 20% terkait kasus pencurian, 10 % terkait
kasus kekerasan, dan 5% untuk kasus lain-lainnya.
Lingkungan diseluruh area lapas termasuk bersih namun sanitasi masih buruk serta jumlah air bersih yang masih kurang. Sebanyak 70 % warga binaan mengalami ansietas. Pola hidup yang jauh dari sehat menjadikan warga binaan anak menjadi individu yang rentan tertular berbagai penyakit. Selama 6 bulan terakhir sebanyak 8 orang mengalami diare dan 1 orang mengalami gatal – gatal. Sebanyak 10 orang memiliki kebiasaan merokok. Fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas II B Pontianak antara lain lapangan sepak bola. Kegiatan yang ada antara lain senam pagi setiap hari minggu, kegiatan kerohanian, pendidikan, dan lain – lain.
Pengkajian
I Data Umum 1. Sejarah
Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIB Pontianak dibangun sejak tahun 2000 2. Luas wilayah
Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIB Pontianak luasnya sekitar 2000 m2.
II Demografi
- Jumlah warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIB Pontianak sebanyak 40 orang. Terdiri atas 24 orang narapidana, yakni 23 orang pria dan 1 orang wanita dan 16 orang tahanan yakni 15 orang pria dan 1 wanita, dan tercatat juga jumlah pegawai atau petugas lapas sebanyak 49 orang.
- Dari total jumlah warga binaan yang berusia 14 tahun sebanyak 7 orang, berusia 15 tahun sebanyak 8 orang, berusia 17 tahun sebanyak 9 orang, dan berusia 18 tahun sebanyak 16 orang.
- Sebanyak 65% terkait kasus penggunaan obat-obatan terlarang, 20% terkait kasus pencurian, 10 % terkait kasus kekerasan, dan 5% untuk kasus lain-lainnya.
III. Status Kesehatan
- Selama 6 bulan terakhir sebanyak 8 orang mengalami diare dan 1 orang mengalami gatal – gatal.
- Sebanyak 70 % warga binaan mengalami ansietas. B. Data Sub Sistem
- Lingkungan diseluruh area lapas termasuk bersih - Sanitasi masih buruk
- Jumlah air bersih yang masih kurang. C. Perilaku terhadap kesehatan
- Sebanyak 10 orang memiliki kebiasaan merokok.
- Fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas II B Pontianak antara lain lapangan sepak bola.
- Kegiatan yang ada antara lain senam pagi setiap hari minggu, kegiatan kerohanian, pendidikan, dan lain – lain.
Data
70 % warga binaan mengalami ansietas Hasil Wawancara
1. Ansietas sering terjadi pada warga binaan yang pertama kali masuk
lembaga pemasyarakatan
2. Perasaan takut menghadapi situasi yang ada di lembaga pemasyarakatan
00146 Ansietas
Diagnosa :
Domain 9 Koping / Toleransi Stres Kelas 2 Respon Koping
Kode 00146
Ansietas b.d perasaan takut, distres NOC
Domain III Psychosocial Health Class M Psychological Well Being
Code 1210
Tingkat Ketakutan Preventif Primer 121001 Distres ( 1-5 )
121004 Kurang percaya diri ( 1-5 )
121015 Mencari sumber ketakutan (1-5)
NIC
Domain 3 Pola Kebiasaan
Kelas Psikologikal, Promosi rasa nyaman
Kode 5820
Menurunkan tingkat ansietas Preventif Primer
- Lakukan pendekatan secara perlahan
- Jelaskan tingkat harapan terhadap kebiasaan pasien
- Dampingi pasien untuk mendorong rasa nyaman dan menurunkan rasa takut
- Mendengarkan penuh perhatian Preventif sekunder
- Identifikasi ketika terjadi perubahan tingkat ketakutan
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan medikasi untuk menurunkan ansietas, bila perlu
Data :
- Sanitasi masih buruk
- Jumlah air bersih yang masih kurang
- 8 orang mengalami diare - 1 orang mengalami gatal –
gatal.
Ketidakefektifan manajemen kesehatan
Diagnosa :
Domain 1 Promosi Kesehatan Kelas 2 Manajemen kesehatan Kode 00078
Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d insufiensi pengetahuan NOC
Domain IV Pengetahuan dan Pola Kebiasaan Hidup Sehat Kelas S Manajemen Kesehatan Kode 1805
Pengetahuan : Kebiasaan Hidup Sehat
Preventif primer
NIC
Domain 3 Kebiasaan Kelas S Edukasi Pasien Kode 5510
Edukasi Kesehatan Preventif primer
- Tentukan pengetahuan dan pola hidup sehat individu atau
Service (1-5) - Identifikasi faktor eksternal dan internal yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi kebiasaan hidup sehat
- Libatkan individu atau kelompok dalam perencanaan dan pelaksanaaan rencana gaya hidup
atau kebiasaan hidup sehat
- Jelaskan strategi yang bisa digunakan untuk menolak atau berisiko untuk memunculkan
kebiasaan tidak sehat
Data
- 10 orang memiliki kebiasaan merokok
00118
Diagnosa
Domain 1 Health Promotion Class 2 Health Management Code 00118
Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kebiasaan merokok NOC
Domain IV Health Knowledge & Behavior
Class Q Health Behavior Code 1602
Perilaku Promosi Kesehatan 160203 : Monitor perilaku individu terhadap risiko ( 1-5 ) 160207 : Melakukan perilaku sehat secara teratur ( 1-5 )
1602100 : mendorong dukungan sosial untuk promosi kesehatan ( 1-5 )
160219 : menghindari penggunaan tembakau ( 1-5 )
NIC
Domain 3 Behavioral Class O Behavior Therapy Code 4360
Modifikasi Perilaku Preventif Primer
- Motivasi pasien untuk berubah - Perkenalkan pasien kepada
seseorang atau group yang berhasil melakukan perubahan pada pengalaman yang sama
- Hindari penolakan atau meremehkan terhadap usaha pasien dalam perubahan perilaku - Dorong pasien untuk merubah
ketika mengukur berapa banyak batang rokok yang digunakan per
hari
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memantau dan mencatat perilaku
BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Pasal 1 ayat (3) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.