• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

1. Homeschooling antara Kebutuhan Orang Tua atau Anak

Jika dilihat lagi dari temuan data di atas, homeschoolingadalah alternatif pendidikan yang dipilih dan disepakati oleh keluarga yang merasa cocok dengan konsep homeschoolingdan praktik pembelajarannya.

Tidak sebagai tren, atau aji mumpung, orang tua yang memilih homeschoolinguntuk anak mereka sudah barang tentu memikirkan dan

85

mempertimbangkan masak-masak mengenai keputusan mereka. Bukan karena ego atau obsesi orang tua yang mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan dari sisi anak, namun dilihat bahwa proses anak di sekolah biasa tidak bisa dilakukan seperti kebanyakan anak lainnya. Anak tidak nyaman, anak tidak bisa mengejar materi, atau justru anak mempunyai gaya belajar dan kecenderungan sendiri yang pasti berbeda dengan sistem pembelajaran di sekolah formal.

Baik orang tua maupun anak praktisi homeschoolingsatu sama lain tidak ada yang merasa terpaksa dalam menjalaninya. Jika homeschoolingadalah kebutuhan anak, maka sudah barang tentu itu menjadi kebutuhan orang tua juga. Bagaimana tidak, bahwa orang tua bertanggung jawab penuh di situ. Orang tua akan memfasilitasi dan juga ikut berproses untuk lebih mengasah kemampuan keilmuannya agar dapat membersamai anak dengan baik.

Anak yang pada dasarnya kurang cocok dengan sistem pendidikan formal, pastilah sangat membutuhkan homeschoolingsebagai sarana pendidikan mereka. Karena jika mereka tetap memaksakan anak agar tetap sekolah, maka hal itu akan menyiksa anak. Sebagaimana yang dialami oleh ibu AK:

“Awalnya pas TK itu anak sudah menunjukkan gejala-gejala dia enggak mau sekolah yang duduk manis gitu. Tapi ya sudah karena saya kira anak masih kecil dan saya juga belum ada kepikiran untuk homeschooling, jadi anak tetap saya paksa untuk sekolah. Sampai waktu SD itu dia sudah makin keliatan kalau dia tidak nyaman dengan sekolah. Dia sering tidak ikut pelajaran, ya dia ikut kalau pas dia suka, kalau emang engga mau dia engga ikut.. Dulu kan dia sekolah sistem full day school, jadi kadang pulang sampai sore itu dia tidak ikut

86

pelajaran sama sekali, dia lebih memilih untuk bermain bola dan seharian di aula ketimbang ikut pelajaran. Sampai ahirnya waktu dia kelas 3 itu dia minta untuk tidak sekolah lagi, dia mau belajar di rumah saja sama mama katanya. Jujur saya bingung waktu itu, saya sempat agak lama untuk bisa memutuskan iya atau tidak untuk saya jalankan homeschoolingmbak. Saya diskusi sama bapaknya, dan bapaknya juga ahirnya mengiyakan untuk memilih yang terbaik untuk anak. Saya juga berfikir, saya timbang-timbang lagi mbak, daripada anak seperti itu terus, dia tidak nyaman dan malah bolos setiap hari kan agak kasian juga ya, waktu dia jadi terbuang sia-sia. Ahirnya dengan Bismillah saya berani membersamai anak untuk memilih homeschoolingsebagai sarana pendidikannya dia” (Wawancara dengan ibu AK, pada tanggal 21 Juli 2018).

Jelas sekali bahwa ada keraguan dari diri ibu AK sebelum ia pada akirnya memutuskan untuk berhomeschooling. Namun setelah difikirkan kembali, itu semua demi kebaikan anak, daripada anak membuang waktu sia-sia dengan kegiatan yang ia lakukan secara terpaksa, maka akan lebih bijaksana apabila orang tua memutuskan untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan anak dalam proses pembelajarannya.

Tak hanya ibu AK yang mengalami, namun ibu SA juga mempunyai pengalaman yang serupa, di mana anak beliau meminta untuk beralih ke homeschooling, karena lebih nyaman belajar di rumah dan difasilitasi oleh orang tua. Seperti kutipan penuturan ibu SA di bawah ini:

“Oza pernah sekolah satu semester mbak di sekolah negeri. Tapi dia lebih seneng kalau mamanya yang ngajarin dia kalau pas di rumah, kadang setelah pulang sekolah itu biasanya saya buatin media, soalnya anaknya emang lebih paham kalau sambil bermain. Anaknya itu paham banget kalau itu saya mbak yang menjelaskan. Dan ngepasi itu di sekolahnya, dia dapet guru yang galak mbak. Ya walaupun sebenernya ibu gurunya galak bukan ke Oza, karena anaknya itu Alhamdulillah paham dan tertib, tapi dia sering lihat gurunya itu marah

87

ke temennya. Nah disitulah kaya Oza jadi tambah terobsesi untuk jadi perfeksionis supaya engga salah di depan gurunya. Setiap malem itu kadang dia pas tidur nangis, terus ngigau dari jam 10 malem sampai jam 1, suka teriak teriak sendiri jadi kaya ketakutan gitu lo mbak. Terus abis itu saya suruh buat engga sekolah seminggu kira kira, karena dia engga kunjung membaik juga, masih sering gitu. Ada wacana saya suruh pindah ke sekolah lain dia tetap ndak mau. Sampai anak bilang kalau dia ingin belajar sama saya saja, akhirnya ya saya memilih untuk homeschoolingseperti sekarang ini mbak sebagai solusi.” (Wawancara dengan ibu SA, pada tanggal 18 Juli 2018)

Dari dua dan kutipan di atas dapat dilihat bahwa anak dari orang tua praktisi homeschoolingtersebut kurang begitu cocok dengan sistem pendidikan formal dan mereka meminta untuk beralih ke homeschoolingkepada orang tua mereka. Jika sudah seperti itu, maka

homeschoolingadalah kebutuhan anak, homeschoolingadalah yang

paling menjawab problematika anak, dan tidak ada unsur paksaan atau ambisi orang tua yang menyebabkan mereka beralih ke homeschooling.

Walaupun ada beberapa orang tua yang sudah berwacana terlebih dahulu untuk beralih ke homeschoolingsebelum anak mereka meminta, namun hal itu dilakukan bukan dengan paksaan. Seperti yang disampaikan oleh ibu IA:

“Karena dulu saya merasakan sendiri kalau pas sekolah itu lebih suka kalau pas kegiatan OSIS, pramuka, drumband, paski, dll. Makanya saya itu bayangin kalau punya anak mau tak coba dengan belajar tanpa sekolah. Apalagi kalau melihat sekolah dengan segala kepelikannya. Tambah mantaplah saya untuk mencoba meng unschooling kan Aila. Usia PAUD Aila sempat sekolah, tapi cuma satu bulan. Dia minta belajar di rumah sama bundanya. Usia TK saya tawarkan lagi dia untuk sekolah. Dia mau sekolah di lebah putih. Usia SD akhirnya Aila minta mau belajar tanpa sekolah.” (Wawancara dengan ibu IA, pada tanggal 28 Juli 2018)

88

Hal itu lebih bersifat pada penawaran dan semua kembali kepada anak. Tetapi, pada kenyataannya anak juga nyaman dengan homeschoolingdan tidak ada keraguan yang menyebabkan orang tua, dan anak ingin beralih ke sekolah formal kembali. Maka, bisa diidentifikasi bahwa homeschoolingbukan hanya menjadi kebutuhan anak atau kebutuhan orang tua saja, tetapi itu adalah sebuah jalan tengah atau solusi bagi orang tua dan anak untuk menjawab problematika yang ada.

Dokumen terkait