• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hotel Yusro

Dalam dokumen Semangat Kapitalisme dalam Dunia Tarekat (Halaman 133-138)

Fenomena Bisnis Tarekat Shiddiqiyyah di Jombang

2. Hotel Yusro

Sebagai kota yang terkenal dengan pesantrennya, Jombang kini memiliki ikon baru yang tak kalah dengan ‘Ringin Conthong’, yakni hotel Yusro. Hotel yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta No. 25 Jombang ini memiliki ciri khas Jombang sebagai kota Pesantren, yang desain-nya dikerjakan sendiri oleh santri Pesantren Majma’al Bahrain

Shiddiqiyyah, Losari, Ploso, Jombang. Kesan Itu terlihat dari desain

atap hotel yang menyerupai kubah masjid, ada pula menara dengan dihiasi sejumlah huruf arab, begitu pula dengan yang ada di dalam kamar. Pada peresmian Hotel bintang tiga ini, tampak hadir Bupati Jombang, pengusaha dan beberapa undangan penting yang lain, serta para peserta Munas ke III Organisasi Shiddqiyyah.

Hotel Yusro adalah satu-satunya hotel berbintang tiga dengan konsep yang unik, artistik dan bernuansa islami yang terletak di

jantung kota Jombang. Fasilitas yang dimiliki oleh Hotel Yusro adalah 110 kamar mulai dari tipe superior, deluxe, deluxe plus, executive suite

president suite, dan royal suite, dengan fasilitas kolam renang, laundry dry cleaning, fitness centre, bussines centre, spa & massage, drug store, hot spot area dan mushola. Fasilitas lain yang dimiliki oleh Hotel Yusro adalah

restaurant, coffee shop dan beberapa meeting room serta juga ballroom berkapasitas1000 orang, sehingga sangat cocok untuk acara seperti

wedding,  event pameran, seminar dan juga untuk acara wisuda.

Berdirinya hotel Yusro sebuah hotel bintang tiga di kota Jombang menurut Kyai Muchtar diilhami dari semangat dan keberanian warga Jombang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan bangsa In-donesia. Saat itu, bom meletus di kota Surabaya hampir meng-hanguskan semua sudut kota, diperkirakan 160.000 jiwa menjadi korban waktu itu, darah mengalir deras hingga sebuah sungai di bawah jembatan berwarna merah pekat. Berduyun-duyun orang bagai semut, berjajar siap mati syahid, 10 Nopember 1945 lalu. Menyimak peristiwa heroik itu, jutaan manusia terkagum-kagum tak banyak yang sadar bahwa akhirnya Surabaya sebagai kota pahlawan tak lepas dari peran orang Jombang. Berangkat demi menghormati Jombang sebagai kota yang penting itulah Kyai Muchtar mengaku mendirikan Yusro Hotel di Jombang:

“Waktu itu Jenderal Sudirman dan Bung Tomo mohon kepada Kyai Hasyim Asy’ari supaya mengeluarkan fatwa perang suci. Lahirlah fatwa perang suci untuk membela Negara kesatuan Republik Indonesia.”

Tak sedikit yang terheran-heran saat Yusro Hotel benar-benar berdiri dan diresmikan. “Kok beraninya bangun hotel berbintang di

Jombang”, cetus seorang tamu undangan saat peresmian. Tak salah

pertanyaan itu, sejurus kemudian, soal keberanian sekaligus keunggulan ini diungkapkan oleh sang mursyid dalam pidatonya. Keberanian warga Jombang dalam kancah nasional, bisa dilihat dari bukti sejarah. Selain munculnya perang suci pada tangal 10 Nopember 1945 itu, Jombang juga berperan dalam penyelamatan NKRI terhadap adanya ancaman perpecahan wilayah. Pada tahun 1945 NKRI hampir tidak bisa berdiri, disebabkan beberapa daerah merasa terganjal dengan adanya butir sila pertama yang berbunyi: “Ketuhanan dengan ke-wajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Untuk menyelesaikan ancaman perpecahan itu, demi persatuan dan berdirinya NKRI, lima tokoh nasional mengadakan rapat kilat untuk mengganti tujuh kalimat tersebut. Hasilnya, lahirlah tiga kalimat “ajaib” yang menjadi pemersatu kerukunan umat beragama. Lahirlah tiga kalimat yang bunyinya: “Ketuhanan yang Maha Esa”. Di antara lima orang yang mempunyai jasa besar tersebut salah satunya adalah KH. Wachid Hasyim, seorang ulama dari Jombang. Dari Jombang pula tahun 1926 lahirlah organisasi Nahdlatul Ulama yang dipelopori oleh Kyai Hasyim Asyari, dan sekarang menjadi organisasi terbesar di Indonesia.

Masih terkait keberanian warga Jombang, pada tahun 1999 di Jakarta hampir saja terjadi pertumpahan darah, antara dua kubu yang berbeda dan sudah saling memanas. Sebuah kubu dari partai nasional melawan kubu dari beberapa partai Islam. Tampillah putra Jombang dengan berani untuk melerai dua kubu yang bertikai itu, yaitu Kyai Abdurrahman Wahid berdiri di tengah-tengah. Peran putra Jombang ini kemudian meningkat hingga diangkat menjadi presiden RI yang ke - 4 Tak hanya itu, hadir juga dari orang Jombang tersebut sebuah keberanian untuk mencabut Inpres nomor 14 tahun 1967 tentang larangan kegiatan keagamaan agama Kong Hu Chu di Indonesia. Melalui Keppres Nomor 6 tahun 2000 tertanggal 17 Januari 2000, keberadaan agama Kong Hu Chu di Indonesia secara resmi diakui kembali oleh pemerintah. “Berani, ini sesuai dengan Jombang Ijo Abang, berani dan benar”, tegas Kyai Muchtar.

Terkait Jombang yang berani sekaligus memunculkan orang-orang besar, al-Mukarrom Kyai Muchtar mengaku malu lantas menyatakan keberaniannya. Di antara keberanian yang dicontohkan pimpinan Pesantren Majma’al Bahrain ini adalah membangun sebuah hotel. “Saya tunggu-tunggu kok gak ada yang berani ya? La saya berani. Lho

Kyai kok membangun hotel? Jombang kan Ijo Abang, Ijo Abang ya harus berani”, tegasnya dalam grand opening Yusro Hotel pada hari Sabtu

Tabel 5.1:

Publish Rate 2012 Yusro Hotel (Restorant & Convention)

Sumber: Daftar Harga Hotel Yusro, 2012.

3. Perusahaan Mitra Produksi Sigaret (Perusahaan Rokok Kemitraan dengan PT. HM. Sampoerna)

Mitra Produksi Sigaret atau MPS adalah perusahaan kemitraan dengan PT. Sampoerna, sebuah perusahaan terkenal dalam produksi sigaret di Indonesia. Shiddiqiyyah ambil bagian dalam bisnis peru-sahaan rokok Sampoerna tersebut mulai tahun 1999, dan peruperu-sahaan kemitraan tersebut diberi nama perusahaan Mufasufu Sejati Lestari yang lokasinya di daerah Ploso Jombang. Meskipun sebenarnya perusahaan MPS di Ploso ini bukan satu-satunya di Jombang, karena ada dua yang lain, yaitu MPS Kota Jombang dan MPS Ngoro.

Pendirian MPS awalnya dimaksudkan untuk mengurangi tingkat pengangguran di Ploso, semenjak pencanangan salah satu program utama Shiddiqiyyah adalah untuk meningkatkan tingkat perekonomian warga lokal, sehingga pendirian MPS merupakan salah satu bentuk jawaban dan solusi kongkrit yang ditawarkan. Apalagi, pada saat itu pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya menggalakkan gerakan kembali ke desa yang tujuannya adalah untuk mengurangi kepa-datan penduduk di kota yang dikarenakan oleh masalah lapangan pekerjaan. Perusahaan MPS Ploso secara manajemen dikelola oleh para warga Shiddiqiyyah, sehingga tidak mengherankan simbol-simbol Shiddiqiyyah sangat tampak di beberapa ruang perkantorannya. Foto-foto sang mursyid dan kalender Shiddiqiyyah tampak jelas di dinding perkantoran, selain sejumlah kegiatan yang merupakan tradisi warga Shiddiqiyyah seperti doa bersama setiap hari dan

Perusahaan MPS Ploso terletak di desa Losari kecamatan Ploso Kabupaten Jombang, 14 km arah utara kota Jombang. Secara geografis, kecamatan Ploso terdiri dari 13 desa dengan jumlah penduduk 41.554 jiwa (20.241 laki-laki dan 21.739 perempuan) pada tahun 2005, di mana penduduk Losasi sendiri sebanyak 5.473 (2.734 laki-laki dan 2.739 perempuan). Total luas kecamatan Ploso 26,54 km, sedangkan untuk desa Losari sendiri 1,17 km. Sedangkan posisi kecamatan Ploso sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Kabuh, bagian Selatan berbatasan dengan kecamatan Tembelang, sebelah Timur berbatasan dengan Keca-matan Kudu dan sebelah Barat berbatasan dengan KecaKeca-matan Plandaan. Karena MPS merupakan perusahaan kemitraan, maka sistem manajemen secara tidak langsung di bawah pengawasan PT. poerna Surabaya. Prinsipnya, MPS menerima pesanan dan PT. Sam-poerna untuk memproduksi salah satu jenis produk unggulannya, yaitu: Dji Sam Soe (234), Panamas Kuning (Yellow Pen), dan Sampoerna Hijau (Green Sampoerna). PT. Sampoerna berkomitmen untuk me-nyediakan segala kebutuhan produksi MPS, termasuk bahan baku dan mesin pabrik. Sebagai konsekwensinya, MPS tidak bisa menjual sendiri hasil produksinya, melainkan harus melalui PT. Sampoerna. Dengan demikian, kualitas sigaret juga selalu dipantau dan dalam pengawasan PT. Sampoerna. Untuk memproduksi sigaret, MPS membutuhkan bahan baku berupa tembakau yang disuplay oleh perusahaan Sampoerna setiap bulan sebanyak 30 ton dan bisa meng-hasilkan 14.000.000 sigaret dan pihak Sampoerna akan mengangkut hasil produksi MPS tersebut tiga kali dalam seminggu.

Perusahaan MPS sampai sekarang (tahun 2012) telah mempe-kerjakan sekitar 1.600 pekerja, dan tidak membatasi untuk warga Shiddiqiyyah saja, bahkan menurut Fahrudin Ashar (manajer MPS) sekitar 90% dari total pekerja adalah warga non Shiddiqiyyah. Bagi pekerja wanita, mereka juga dianjurkan untuk memakai penutup kepala (jilbab). Mereka bekerja selama 8 jam per hari, yaitu mulai hari Senin dan Jumat, mulai pukul 06.00 sampai pukul 15.00 dengan satu jam istirahat, yaitu pukul 12.00-13.00, sedangkan untuk hari Sabtu mereka bekerja selama 6 jam. Rata-rata per orang bisa menghasilkan sekitar 330-340 batang rokok per hari. Mereka juga mendapatkan upah/gaji di atas standar minimal UMR daerah Jombang, di mana upah terendah pekerja Rp. 1.000.700 dan upah tertinggi pekerja Rp. 4.000.000, (UMR

kabupaten Jombang Rp. 978.200) ditambah lagi dengan hak-hak lain seperti asuransi kesehatan, uang pensiun, asuransi kecelakaan dan kematian.

Dalam dokumen Semangat Kapitalisme dalam Dunia Tarekat (Halaman 133-138)