• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Asosiasi Vegetasi dan Faktor Abiotik

B. Tipe Vegetasi Tingkat Asosiasi

2. Hubungan antara Asosiasi Vegetasi dan Faktor Abiotik

Hubungan antara asosiasi vegetasi dengan berbagai faktor abiotik di aliansi 1 dapat dilihat pada Tabel 13. Nampak bahwa setiap asosiasi vegetasi memberi tanggapan yang berbeda terhadap berbagai kombinasi faktor abiotik. Keberadaan asosiasi 1 nampak hanya berhubungan dengan kandungan unsur Ca tanah pada kategori sedang. Diduga hal ini menunjukkan asosiasi ini merupakan indikator unsur Ca tanah di zona sub pegunungan, Gunung Salak. Beberapa asosiasi- asosiasi lain, selain keberadaannya berhubungan dengan unsur Ca tanah, juga berhubungan dengan faktor-faktor abiotik lain, seperti yang ditemukan pada asosiasi 3 dan 4.

Tabel 13. Hubungan antara asosiasi vegetasi dengan faktor abiotik di aliansi 1

Faktor Tanah Kate- gori ASOSIASI 1 2 3 4 5 Ca Sedang 19,32* 19,96* 19,84* Mg Rendah 20,51* P 6,6-7,3 20,78* 24,20** 22,70** C organik Tinggi 21,61** Tekstur Lempung 17,40* Lempung Berliat 17,90* Lempung Berdebu 17,38* Topo- grafi Kate- gori ASOSIASI 1 2 3 4 5 Tinggi mini-mal (m dpl) 1050- 1100 21,32* 1100- 1200 22,26** Tinggi maksi- mal (m dpl) 1100- 1250 21,32* Curam 4-6 19,20** 7-10 21,58** Arah Lereng Selatan 20,00** Utara 29,03** 17,69* 23,49**

Keterangan: **: Sangat Signifikan pada P < 0,01 dan * Signifikan pada P < 0,05.

Untuk faktor abiotik tanah, unsur Ca tanah pada kategori sedang dan unsur P tanah nampak paling banyak berhubungan dengan berbagai asosiasi vegetasi di aliansi ini, diikuti oleh tekstur tanah pada berbagai kategori. Faktor topografi

berupa arah lereng merupakan faktor yang paling banyak berhubungan dengan berbagai asosiasi di aliansi ini.

Tabel 14. Hubungan antara asosiasi vegetasi dengan faktor abiotik di aliansi 2.

Faktor Tanah Kate- gori ASOSIASI 1 2 3 4 5 6 N total Rendah 20,23* Sedang 30,24* 24,06* Ca Sangat Rendah 21,86* 21,08* 19,53* Rendah 21,61* 18,05* 22,08** Mg Rendah 18,18* P 5,6-6,5 17,96** 25,29** C organik Tinggi Sangat Tinggi 28,98** 20,26* KTK Tinggi 23,15** Tekstur Lempung 22,41** Lempung Berliat 20,82* Lempung Berpasir 9,47* Topografi Kate- gori ASOSIASI 1 2 3 4 5 Tinggi minimal (m dpl) <1050 19,58* 21,91** 34,85** 1050- 1100 18,64* 1100- 1200 25,18** Tinggi maksimal (m dpl) 1100- 1150 31,64** 1150- 1250 21,25* Curam ≤3 17,22* 18,44* 7-10 23,49** 22,31** Sangat Curam 4-6 30,77** Arah Lereng Timur 19,42* 17,45*

Keterangan: **: Sangat Signifikan pada P < 0,01 dan * Signifikan pada P < 0,05.

Pada Tabel 14 nampak bahwa unsur Ca tanah pada kategori sangat rendah dan rendah paling banyak mempengaruhi keberadaan asosiasi vegetasi di aliansi ini. Tekstur tanah selanjutnya paling banyak mempengaruhi asosiasi vegetasi, diikuti oleh unsur P tanah, N total pada kategori rendah dan sedang, serta unsur C organik tanah pada kategori sangat tinggi. Ketinggian minimal plot dari permukaan laut di aliansi ini merupakan faktor topografi yang paling banyak berhubungan dengan keberadaan asosiasi vegetasi.

99

Kapasitas tukar kation tanah pada kategori sedang, unsur P tanah, dan tekstur tanah merupakan faktor tanah yang paling banyak berhubungan dengan berbagai asosiasi vegetasi di Aliansi 3. Kandungan unsur N total, Ca, dan Mg tanah nampak berhubungan sangat signifikan dengan asosiasi 7. Untuk faktor topografi di Aliansi 3, nampak ketinggian tempat dari permukaan laut, lereng curam, dan arah lereng masing-masing mempengaruhi 4 asosiasi yang ada di aliansi ini (Tabel 15).

Tabel 15. Hubungan antara asosiasi vegetasi dengan faktor abiotik di aliansi 3.

Tanah Kate- gori ASOSIASI 1 2 3 4 5 6 7 N total Tinggi 23,36** Ca Sedang 23,36** Mg Tinggi 23,36** P 6,6-7,5 23,31** 24,56** 7,6-8,5 27,45** KTK Sedang 18,40* 20,27* 25,55** Tekstur Liat 20,27* Lempung 19,92* 21,30* Topo-grafi Kate- gori ASOSIASI 1 2 3 4 5 6 7 Tinggi minimal(m dpl) 1050- 1100 22,53* 1100- 1200 17,10* 21,54* 1200- 1300 23,36** Tinggi maksimal(m dpl) <1100 23,36** 1100- 1150 23,31** 24,55* 1150- 1250 18,18* 1250- 1350 23,36** Curam ≤3 20,87* 35,35** 23,36** 7-10 22,53** Sangat Curam ≤3 17,93* Arah Lereng Selatan 16,96* 19,42* 17,89* Barat 23,36* Utara 17,93*

Keterangan: **: Sangat Signifikan pada P < 0,01 dan * Signifikan pada P < 0,05.

Melalui Tabel 13 dan 14 terlihat bahwa sebagian besar asosiasi yang terdapat di hutan-hutan alam di zona sub pegunungan, Gunung Salak sangat erat berhubungan dengan unsur Ca tanah. Pada Aliansi 1, 60% dari asosiasi yang ada

berhubungan dengan unsur Ca tanah pada kategori sedang. Pada Aliansi 2, 66,77% dari asosiasi yang ada berhubungan dengan unsur Ca tanah pada kategori sangat rendah. Selanjutnya pada Tabel 15 terlihat bahwa pada hutan yang didominasi oleh hutan tanaman hanya 1 asosiasi yang berhubungan dengan unsur Ca tanah.

Diduga hal ini menunjukkan bentuk adaptasi komunitas tumbuhan terhadap unsur Ca tanah di kawasan Gunung Salak dengan katagori dari sangat rendah hingga sedang. Pada penelitian ini ditemukan 27 (45,0%) blok pengamatan memiliki kandungan Ca tanah dengan kategori sangat rendah, 22 (36,7%) dengan kategori rendah, dan sisanya 11 (18,3%) dengan kategori sedang.

Adaptasi ini diperlukan karena beberapa hal. Menurut Whitten et al., (1988) tanah-tanah di hutan hujan tropis basah sub pegunungan maupun pegunungan umumnya defisit unsur Ca. Daniel et al., (1979) mengatakan bahwa pada tanah- tanah yang sangat masam (sebagaimana tanah yang ditemukan di 50 % blok-blok pengamatan di Gunung Salak dan sisanya merupakan tanah dengan kategori masam) mengakibatkan defisiensi unsur Ca, walaupun pH tanah yang rendah tidak selalu bermakna adanya defisiensi unsur Ca.

Adaptasi ini juga menjadi sangat penting, mengingat Gunung Salak merupakan kawasan dengan curah hujan yang sangat tinggi (Gambar 27). Menurut Hakim et al., (1986) pada daerah yang demikian kehilangan unsur Ca dari tanah dalam kuantitas yang besar lebih banyak terjadi akibat proses pencucian dan erosi. Pada akhirnya proses ini mengakibatkan tanah menjadi masam. Gadner & Miller (2004) mengatakan bahwa tumbuhan yang tumbuh baik pada tanah dengan kemasaman yang tinggi seringkali memiliki kebutuhan yang rendah terhadap kation-kation dasar, terutama unsur Ca dan K.

Vitousek (1984) mengatakan bahwa, salah satu mekanisme konservasi hara oleh vegetasi hutan hujan tropis basah adalah memiliki kemampuan adaptasi secara fisiologis terhadap rendahnya unsur Ca dalam tanah. Lebih jauh adaptasi ini diperlukan mengingat rendahnya unsur P tanah di zona sub pegunungan, Gunung Salak. Menurut Hakim et al.,(1986) salah satu faktor yang menentukan keberadaan unsur P anorganik tanah adalah unsur Ca tanah.

101

Pengelompokan spesies ke dalam asosiasi tertentu diduga disebabkan oleh kebutuhan terhadap faktor-faktor abiotik yang sama. Melalui Tabel 13, 14, dan 15 terlihat bahwa setiap asosiasi memiliki kombinasi unik dalam hubungannya dengan berbagai faktor abiotik, sehingga tidak ada di antara asosiasi-asosiasi ini yang memiliki hubungan dengan kombinasi faktor abiotik yang identik.

Hal yang dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa spesies-spesies dengan kebutuhan yang sama akan mengelompok bersama. Chapin (1985) dalam

Barbour et al., (1987) berhasil menunjukkan bahwa asosiasi-asosiasi spesies tumbuhan di daerah beriklim dingin terbentuk terutama karena faktor suhu udara, unsur hara tanah, penutupan tajuk, kompetisi, dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Menurut Kimmins (1987), spesies-spesies dengan kebutuhan yang sama akan menyusun asosiasi yang sama. Mueller-Dombois & Ellenberg (1974a) mengatakan bahwa, komposisi komunitas tumbuhan sebagian tergantung pada lingkungan lokal.

Komunitas tumbuhan didefinisikan sebagai kumpulan spesies tumbuhan yang memperlihatkan asosiasi atau kedekatan yang jelas satu dengan lainnya. Ide tentang asosiasi ini penting karena mengimplikasikan bahwa spesies-spesies tertentu ditemukan tumbuh bersama pada tempat dan lingkungan tertentu tidak semata-mata karena faktor peluang belaka, tetapi karena adanya kebutuhan yang sama terhadap berbagai faktor abiotik yang ditemukan pada kondisi lingkungan yang sama (Golley, 1983).

Kebutuhan suatu spesies terhadap faktor abiotik tertentu merupakan salah satu dari faktor biologi (Hubbel & Foster, 1986a). Menurut Etherington (1976), setiap spesies memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan abiotik dan biotik di sekitarnya. Selama faktor lingkungan masih dalam taraf yang dapat ditolerir, maka tumbuhan akan menyesuaikan diri pada kondisi lingkungan tempat ia tumbuh.

Hal berikutnya yang diduga berpengaruh terhadap pengelompokan spesies pada asosiasi yang sama adalah peluang propagul spesies dalam asosiasi tertentu untuk berpencar dan kemudian tiba pada lokasi sama dan tumbuh pada tempat tersebut (Whitmore, 1986). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 28, 31, dan 34, yang menunjukkan bahwa dari spesies-spesies yang sama, akan memiliki

kelompok spesies yang relatif berbeda dalam suatu asosiasi jika ditemukan pada aliansi lain.

Menurut Hubbel & Foster (1986a), kejadian propagul suatu spesies untuk mencapai dan tumbuh pada lokasi yang sesuai dengan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang adalah hal yang sulit untuk diprediksi. Penulis yang sama mengatakan bahwa, biologi spesies memegang peranan penting dalam pengelompokan spesies pada suatu komunitas. Hal ini disebabkan spesies tumbuhan sangat bervariasi. Variasi ini antara lain menyangkut: kapasitasnya untuk menyebarkan biji, kemampuan biji untuk berdormansi, kemampuan anakan untuk tumbuh di bawah tajuk, dan toleransi spesies terhadap lingkungan mikro.

Pada penelitian ini, diduga hubungan antara spesies yang memiliki kebutuhan yang yang sama terhadap kombinasi faktor abiotik dalam suatu asosiasi adalah positif dan bukan negatif atau kompetisi (karena memanfaatkan sumberdaya yang sama). Fedorov (1966) dalam Burgeron (1983) mengatakan bahwa di dalam hutan hujan tropis basah kompetisi mutlak yang menghasilkan hanya satu pemenang (competitive exclusion) tidak terjadi karena tanggapan spesies yang berbeda terhadap kondisi lingkungan. Pada penelitian ini, respon spesies yang berbeda terhadap kondisi abiotik dapat dilihat pada Tabel 39, 40, dan 41.

Burgeron (1983) melalui penelitiannya di hutan hujan tropis basah Tai menyimpulkan bahwa kompetisi mutlak dari spesies-spesies tumbuhan yang tumbuh di hutan ini dapat di hindari karena: (a) hanya beberapa dari spesies yang ada hadir dalam plot yang sama, dan (b) oleh ukuran populasi spesies yang kecil dari setiap spesies tumbuhan dalam plot yang sama. Pada penelitian ini, ukuran populasi spesies yang kecil dapat dilihat pada Tabel 23.

Barbour et al.,(1987) mengatakan bahwa, dalam prosedur klasifikasi komunitas, setelah spesies jarang yang merupakan spesies yang dipandang hadir secara kebetulan pada plot pengamatan, dan spesies umum, yaitu spesies yang ditemukan hadir pada sebagian besar plot pengamatan dihilangkan dalam penentuan komunitas, maka yang tersisa adalah spesies-spesies yang memperlihatkan tingkat asosiasi yang tinggi satu dengan lainnya dan terhadap habitat tertentu.

103

Menurut Hardjosuwarno (1990) spesies–spesies yang berada pada asosiasi yang sama dalam aliansi yang sama mempunyai hubungan mutualistik, yang bermakna mengelompok dalam satu group (asosiasi atau komunitas dari spesies tersebut) dan menghindari mengelompok dengan group lainnya. Kimmins (1987) mengatakan bahwa, spesies-spesies yang berada pada asosiasi yang sama sampai pada kisaran tertentu saling beradaptasi satu sama lain.

Selanjutnya Barbour et al.,(1987), mengatakan bahwa keberadaan tumbuhan dalam asosiasi yang sama secara tidak langsung memperlihatkan adanya interaksi positif positif (protokooperasi dan mutualisme) dan netral (bukan negatif) diantara mereka, serta juga secara tidak langsung memperlihatkan adanya interaksi negatif dengan anggota spesies dari asosiasi lainnya.

C. Tipe Vegetasi Tingkat Fisiognomi Struktural Zona Sub Pegunungan

Dokumen terkait