• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Laju Fraksinasi dengan Biaya Proses

Berkenaan dengan penghitungan biaya proses, maka pada dasarnya biaya proses merupakan fungsi dari laju fraksinasi dan waktu proses atau jika dituliskan rumusnya adalah sebagai berikut :

BP = ΣP x C -> ΣP = LF x WP dimana :

BP = biaya produksi secara keseluruhan (Rp) ΣP = jumlah produk (Kg)

C = biaya produksi per satuan unit produk (Rp/kg) LF = laju fraksinasi (kg /jam)

WP = waktu proses (jam)

Dari rumus di atas, dapat diketahui jika sesuatu bisa terlaksana dengan lebih cepat, maka semua komponen biaya terkait dengan proses yang bersangkutan akan relatif lebih kecil atau efisien. Pengertian efisien di sini sangat erat kaitannya dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, dimana untuk menghasilkan produk tersebut tentu saja dibutuhkan bahan dan penolong serta utilitas. Makin kecil waktu penyelesaian suatu pekerjaan berarti makin kecil pula biaya produksi yang diperlukan. Dengan demikian, makin cepat laju fraksinasi berarti makin kecil biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan proses fraksinasi dimaksud, Sebagai contoh, kalau hal ini dikaitkan dengan hasil percobaan di atas

(Tabel 9), maka dapat dihitung biaya produksi untuk menghasilkan masing-masing fraksi pada setiap perlakuan yang menggunakan tekanan vakum sebesar 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, sebagai berikut :

1. Biaya proses produksi untuk menghasikan Fraksi-1 (Fraksi mengandung banyak Sitronelal), yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, dapat dihitung sebagai berikut :

a. Kapasitas pabrik fraksinasi Minyak Sereh Wangi yang akan didirikan merupakan hasil pengembangan dari pabrik sejenis yang telah ada dan kapasitasnya adalah 600 kg Minyak Sereh Wangi sebagai bahannya per sekali proses. Prosesnya diasumsikan menggunakan sistem batch dan setiap proses memerlukan waktu 2 hari, dimana 1 hari kerja = 24 jam, serta 1 bulan = 25 hari kerja.

b. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan GC-MS atau dari Tabel 6 dapat diketahui rendemen rata-rata dari Fraksi-1, 2, dan 3 sebagai berikut : - Fraksi-1 = {(35,53 + 44,27)%}/ 2 = 39,9 % ~ 40 %, maka jumlah

produk F-1 yang akan dihasilkan adalah 40 % x 600 kg = 240 kg. - Fraksi 2 ={(15,43 + 13,80)%}/2 =14,62 % ~15 %, maka jumlah produk

F-2 yang akan dihasilkan adalah 15 % x 600 kg = 90 kg.

- Fraksi 3 = {(15,94 + 17,51)%}/2 = 6,73 % ~ 17 %, maka jumlah produk F-3 yang akan dihasilkan adalah 17 % x 600 kg = 102 kg.

- Laju Fraksinasi F-1= 5,22 ml/menit (Tabel 9), maka nilai LF = {(5,22 ml/menit) x (0,8526gr/ml) x (1/1.000 kg/gr) x (60 menit/jam)} = 0,267034 kg/jam.

c. Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk fraksi-1 sebanyak 240 kg, pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan 1 mBar, adalah = (240 kg)/(0,267034 kg /jam) =898,76 jam ~ 899 jam.

d. Biaya proses produksi untuk menghasikan Fraksi-1 (fraksi mengandung banyak Sitronelal), yang menggunakan tekanan vakum 40 mBar, dapat dihitung sebagai berikut :

- Laju Fraksinasi F-1 pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan

LF = {(4,81ml/menit) x (0,8561gr/ml) x (1/1.000kg/gr) x (60 menit/jam) = 0,24707 kg/jam.

- Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk Fraksi-1 sebanyak 240 kg, pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan 40 mBar, adalah =(240 kg)/(0,24707 kg/jam) = 971,39 jam ~ 972 jam.

- Laju Fraksinasi F-1 pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 80 mBar adalah = 3,09 ml/menit (Tabel 9), maka nilai LF= {(3,09 ml/menit)x(0,8599 gr/ml) x (1/1.000kg/gr) x (60 menit/jam)} = 0,159426 kg/jam.

- Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk Fraksi-1 sebanyak 240 kg, pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan 80 mBar, adalah = (240 kg)/(0,159426 kg /jam)=1.505,41 jam~1,505 jam

Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa makin besar laju fraksinasi maka waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 240 kg produk Fraksi-1 pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar lebih kecil dari pada waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang sama pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80 mBar, dimana berturut-turut adalah 899 jam, 971 jam, dan 1.505 jam.

Jika biaya produksi per kg produk nilainya sama untuk setiap Fraksi-1 yang di proses pada 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, yaitu Rp, 5.263,39/kg produk hasil proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi (PT Indesso Aroma, 2012). Hal ini berarti bahwa jumlah biaya proses produksi untuk Fraksi-1 yang proses fraksinasinya menggunakan tekanan vakum 1 mBar akan lebih kecil dari pada biaya proses produksi untuk Fraksi-1 yang proses fraksinasinya menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80 mBar. Dengan demikian terbukti bahwa makin cepat laju fraksinasi suatu fraksi maka makin kecil pula waktu proses yang diperlukan sehingga biaya proses produksinyapun juga makin kecil yang berarti makin efisien biaya proses produksinya, Dalam hal ini efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

E = P / T x 100 % dimana :

P = jumlah produk yang dihasilkan

T = waktu yang diperlukan untuk memproses produk yang bersangkutan

Jadi kalau waktu (T) yang diperlukan makin kecil, sedangkan jumlah produk yang dihasilkan tetap, maka efisiensi akan menjadi lebih besar. Untuk mendapatkan waktu proses yang singkat harus didukung oleh kinerja yang baik dari semua komponen terkait.

Selain hal tersebut di atas, menurut Stichlmair et al (1998), laju fraksinasi tercepat yang diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar tersebut antara lain disebabkan karena makin kecil tekanan vakum yang digunakan dalam suatu proses, berarti makin besar daya hisap pompa atau tekanan vakum yang digunakan untuk menarik fraksi-fraksi dari bahan yang sedang diproses, terutama fraksi yang mempunyai titik didih rendah. Secara menyeluruh, hasil percobaan ini membuktikan teori tersebut di atas. Untuk lebih meyakinkan hasil fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar ini, dan juga untuk meningkatkan perolehan fraksi dengan kadar yang lebih tinggi, maka khusus untuk perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, diulangi 3 kali lagi, dimana ulangan yang ke-4, 5, dan 6 menggunakan Minyak Sereh Wangi-2 yang dibeli dari tempat yang sama,

Pada perlakuan ulangan ini, laju fraksinasi berlangsung lebih cepat dibanding dengan perlakuan yang menggunakan tekanan vakum lebih tinggi karena dalam hal ini makin kecil tekanan vakum yang digunakan, maka makin besar daya hisap terhadap fraksi yang bersangkutan, terutama fraksi yang memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada fraksi lain yang terdapat pada bahan yang sama. Demikian sebaliknya, makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin lama laju fraksinasinya, karena laju difusi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi akan semakin sulit dan juga karena jumlah fraksi yang ada di dalam bahan makin kecil.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat berarti (significant) antara laju fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar. Jika dilihat dari rata – rata pada setiap perlakuan, maka laju fraksinasi yang paling cepat adalah yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar,

kemudian disusul oleh perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan yang terakhir adalah yang menggunakan tekanan vakum 80 mBar.

Menurut Yoder et al (1980) dalam Purwanto (1995), laju fraksinasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Sifat cairan

Pada kondisi yang sama, cairan yang berbeda tidak akan menguap pada laju yang sama. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada kekuatan intermolekuler yang dipengaruhi oleh bobot molekul, struktur dan derajat polaritas molekul.

2. Suhu

Untuk setiap cairan, laju penguapan bervariasi sesuai dengan suhu yang diberikan. Peningkatan energy kinetik akibat kenaikan suhu akan mengakibatkan kekuatan intermolekuler akan lebih mudah putus pada suhu yang lebih tinggi dan meningkatkan laju penguapan,

3. Luas area permukaan

Penguapan adalah fenomena permukaan, semakin besar luas bidang permukaan, maka laju penguapan akan meningkat, Dalam pemisahan komponen yang mudah menguap (volatil), maka fraksinasi harus dilakukan melalui beberapa tahap. Komponen dengan titik didih lebih rendah akan lebih cepat menguap dibandingkan dengan komponen dengan titik didih lebih tinggi. Fraksinasi atau distilasi bertingkat merupakan penguapan dan pengembunan campuran komponen, yang dalam campuran uap akan terdapat lebih banyak komponen dengan titik didih lebih rendah, sedangkan pada cairan sisa lebih mengandung banyak kom;ponen dengan titik didih lebih tinggi (Slabaugh dan Parsons, 1976).

4. Refluks

Pada proses fraksinasi ini, refluks ratio yang digunakan adalah 20 : 10, artinya kuantitas kondensat yang dikembalikan ke kolom (kuantitas refluks) adalah 20 ml per satuan waktu terhadap 10 ml destilat yang diambil per satuan waktu. Menurut Cook dan Cullen (1987), semakin tinggi nilai rasio refluks, maka semakin besar efisiensi proses pemisahan. Menurut Furniss et al, (1984), peningkatan rasio refluks di atas nilai tertentu tidak akan menaikkan tingkat

pemisahan atau efisiensi kolom. Pada percobaan ini, refluks ratio yang dipakai adalah 20/10 karena berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, refluks ratio yang paling efektif untuk fraksinasi Minyak Sereh Wangi adalah 20/10. Proses refluks terjadi di dalam stillhead, refluksat mengalir turun dan dibawa ke dalam bahan pengisi kolom dan tercampur dengan uap yang sedang naik. Hasil pencampuran refluksat dengan fase yang naik menyebabkan terjadinya penukaran panas dan bahan. Bagian senyawa kurang volatil di dalam uap dikondensasi melalui panas yang dipindahkan oleh refluksat. Absorpsi panas oleh refluksat dari uap yang naik menyebabkan penguapan sebagian kecil senyawa yang kontak menjadi fase uap dan kemudian terkondensasi menjadi produk, sehingga produk yang diperoleh lebih mengandung banyak fraksi yang lebih mudah menguap lebih banyak. Secara umum dalam pemisahan dua jenis cairan dengan titik didih yang berdekatan memerlukan kolom yang lebih panjang dan rasio refluks yang lebih besar (Mellon, 1956).

Dari uraian tersebut di atas, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa cara untuk menentukan kondisi proses fraksinasi yang terbaik untuk mendapatkan produk dengan rendemen dan mutu tinggi adalah sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan distilasi fraksinasi vakum, terlebih dahulu harus di lakukan karakterisasi bahan dengan bantuan alat GC-MS, guna mengetahui berapa kandungan fraksi yang kita inginkan di dalam bahan yang akan dipakai dalam proses ini, Hal ini penting untuk menentukan target jumlah destilat atau fraksi yang harus diperoleh jika dianggap seluruh fraksi yang bersangkutan dapat seluruhnya terfraksi-nasi, Caranya dengan mengalikan kadar fraksi yang dikehendaki dan yang diperoleh melalui analisis GC-MS tersebut dengan volume bahan pada setiap pengumpanan pada alat Distilasi Fraksinasi Vakum. 2. Melakukan fraksinasi dengan alat Distilasi Fraksinasi Vakum menggunakan

berbagai tekanan. Dalam hal ini dicoba dengan menggunakan tekanan vakum sebesar 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, serta reflux ratio 20 : 10. Hal-hal yang perlu dijaga selama proses fraksinasi berlangsung adalah : suhu Head (tidak melebihi titik didih dari masing-masing fraksi yang sedang difraksinasi) karena akan menyebabkan terbawanya fraksi-fraksi lain yang tidak dikehendaki sebagai kotoran atau empurities (pada tekanan vakum 1 mBar, titik didih

Sitronelal = 44 0C, Sitronelol = 66,4 0C, dan Geraniol = 69,2 0C). Hal ini penting, karena dapat mengganggu kemurnian dari fraksi yang akan dihasilkan. Selain itu juga harus dijaga suhu heater dengan cara selalu mengawasi panas atau suhu dari heater melalui pengaturan on/off dari heater. Hal ini juga penting karena selain dapat mempengaruhi suhu head juga dapat mematikan sistem komputer yang digunakan sebagai panel monitoring/pengontrol jalannya proses fraksinasi ini.

3. Setelah selesai percobaan ini, semua fraksi dari hasil proses fraksinasi ini dihitung laju fraksinasinya lalu dibandingkan antara perlakuan dan ulangan percobaan, kemudian diambil rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui model perlakuan yang paling efektif dalam menghasilkan rendemen yang dikehendaki. Hasil perhitungan atau analisis dari hasil percobaan ini menunjukkan bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah yang dilakukan dengan menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar, (Tabel 9).

4.10.Hasil Kajian Kelayakan Finansial

Dokumen terkait