• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan Penelitian

5.2.4 Hubungan antara Promosi Susu Formula dengan

Arjasa Kabupaten Jember

Hubungan antara Promosi Susu Formula dengan Pengambilan Keputusan Keluarga dalam Pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember, dianalisis dengan uji chi square. Berdasarkan hasil uji Chi Square pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa keluarga yang terpapar promosi susu formula cenderung mengalami ketidakberfungsian pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif yaitu sebesar 78,9% dibanding dengan keluarga yang tidak terpapar promosi susu formula hanya sebesar 57,1%. Keluarga yang memiliki keberfungsian pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif cenderung terdapat pada keluarga yang tidak terpapar promosi susu formula yaitu sebesar 42,9% dibanding dengan keluarga yang terpapar promosi susu formula yaitu sebesar 21,1%.

Kecenderungan keluarga mengalami ketidakberfungsian pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif tersebut diiringi dengan meningkatnya paparan keluarga terhadap promosi susu formula. Sebagian besar keluarga di wilayah kerja Puskesmas Arjasa terpapar dengan adanya promosi susu formula melalui periklanan sebesar 87,9%, promosi penjualan dan pemasaran langsung sebesar 69,7%. Hal ini menunjukkan bahwa rangsangan promosi susu formula melalui berbagai media promosi dapat membentuk suatu sikap dan perilaku keluarga untuk melakukan pembelian. Jika persepsi keluarga terhadap produk berkualitas semakin kuat, maka akan menguatkan sikap keluarga yang akan mempengaruhi niat untuk membeli produk tersebut dan pada akhirnya merubah perilaku positif kearah negatif keluarga dengan tidak akan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Kotler, 2005).

Pengambilan keputusan dengan tidak memberikan ASI eksklusif tersebut terjadi bila pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif tidak berfungsi dengan baik. Penelitian menunjukkan bahwa responden di wilayah kerja Puskesmas Arjasa lebih dari 50% mengalami ketidakberfungsian pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif yang dilakukan melalui teknik konsensus yaitu sebesar 51,5% dan teknik akomodasi sebesar 54,4%. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tidak membicarakan masalah kesehatan terkait pemberian ASI eksklusif secara bersama dalam suatu musyawarah keluarga. Keluarga juga masih mengambil keputusan melalui pendapat salah satu anggota

keluarga yang lebih dominan sehingga musyawarah terkait pemberian ASI eksklusif tidak terjadi.

Suami atau istri dalam hal mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif cenderung mengambil keputusan secara sepihak tanpa memperhatikan anggota keluarga yang lain atau tanpa musyawarah bersama. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif melalui teknik defakto mengalami keberfungsian yaitu sebesar 48,5%. Beberapa keluarga menyerakan pengambilan keputusan pemberian ASI eksklusif kepada seorang istri. Pengambilan keputusan yang demikian yang menyebabkan keluarga mengalami ketidakberfungsian pengambilan keputusan dalam pemberian ASI eksklusif.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,257 pada alpha 5% yang berarti Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara promosi susu formula dengan pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2003) bahwa frekuensi menonton iklan susu formula memiliki hubungan yang bermakna dengan pola pemberian ASI. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Afnina (2011) bahwa terdapat pengaruh bauran promosi terhadap sikap konsumen dalam mengambil keputusan menjadi mahasiswa pada sekolah tinggi ilmu manajemen pase langsa. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal dari responden. Pender (2002) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada promosi kesehatan sangat

dipengaruhi oleh karakteristik individu baik dari dalam maupun luar serta pengalaman masa lalu dan saat ini.

Gordis (2004) menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi permasalahan kesehatan seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan suku bangsa, sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan biologis, sosial, dan fisik. Berdasarkan teori Pender (2002) dan Gordis (2004), penulis berasumsi bahwa faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi perilaku dalam pengambilan keputusan keluarga terkait pemberian ASI eksklusif.

Usia responden sebagai salah satu faktor internal menunjukkan rata-rata 30,24 tahun. Havighurst dalam Rosdahl dan Kowalski (2008) mengklasifikasikan usia 20 - 40 tahun merupakan usia dewasa muda. Friedman (2003) mengatakan bahwa tugas perkembangan dewasa adalah merencanakan tata kelola kehidupan dan permasalan didalam keluarga antara kedua pasangan melalui komunikasi terbuka dan dua arah. Usia dewasa muda merupakan masa yang telah mampu terlibat dalam hubungan keluarga dan masyarakat, menjalin hubungan dengan lawan jenis, membina keluarga, mengasuh anak, serta mengelola rumah tangga. Usia responden yang rata-rata termasuk dewasa muda sudah cukup mampu mengambil keputusan dalam keluarga (Hurlock, 1980).

Hal ini akan berdampak pada keberfungsian pengambilan keputusan dalam keluarga seperti pemberian ASI eksklusif, sehingga stimulus dari luar seperti promosi susu formula tidak akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif. Keluarga yang terpapar dengan adanya promosi tidak akan terrpengaruh terhadap apa yang dipromosikan karena usia

keluarga yang merupakan usia dewasa muda telah mampu membina, mengolah keluarga, serta telah mampu merawat anaknya, sehingga pengambilan keputusan keluarga terkait pemberian ASI eksklusif akan tetap berfungsi.

Faktor pendidikan responden menunjukkan 51,5% berpendidikan rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, khususnya dalam pembentukan perilaku, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang tentang sesuatu hal dan semakin matang pertimbangan seseorang untuk mengambil sebuah keputusan (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian ini menunjukkan lebih dari 50% responden berpendidikan rendah, sehingga kematangan dalam mempertimbangkan sebuah keputusan seperti pemberian ASI eksklusif tidak berfungsi yaitu sebesar 30,3%. Friedman (2003), mengatakan bahwa pendidikan sebagai sumber informasi dalam pengembangan keberfungsian struktur keluarga. Keluarga dengan pendidikan yang rendah hanya memiliki sumber informasi yang sedikit atau memiliki pengetahuan yang sedikit terkait ASI eksklusif maupun susu formula, sehingga keluarga tidak memiliki bayak informasi untuk memilih keputusan tindakan pemberian ASI eksklusif. Keluarga pada akhirnya tidak akan memperdulikan informasi luar seperti promosi susu formula sebagai informasi tambahan, karena pengetahuan dan pendidikan keluarga yang masih rendah. Semakin terpapar keluarga terhadap media informasi dan tingkat pendidikan yang tinggi, maka semakin banyak pilihan dalam menentukan keputusan yang akan diambil oleh keluarga.

Faktor internal lain seperti pekerjaan ibu diasumsikan menjadi faktor ketidakadanya hubungan antara promosi susu formula dengan keberfungsian pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan 57,6% responden sebagai ibu rumah tangga. Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pekerjaan disektor non-formal seperti ibu rumah tangga sedikit mendapatkan sumber informasi eksternal dalam pengembangan diri. Berdasarkan teori tersebut diasumsikan ibu yang aktivitas sehari-harinya dirumah akan sedikit mendapatkan paparan promosi susu formula, sehingga dalam pengambilan keputusannya tidak memiliki alternatif pilihan yang lain atau yang lebih banyak selain menggunakan ASI eksklusif. Alasan lainnya adalah fasilitas untuk memberikan kesempatan ibu menyusui ditempat kerja tidak ada. Tidak adanya fasilitas untuk menyusui saat waktu istirahat membuat ibu tidak sempat memberiakan ASInya terhadap bayinya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tersebut, para ibu terkadang memberikan susu formula terhadap anaknya.

Faktor pendapatan keluarga juga mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif. Sebagian besar keluarga berpendapatan rendah yaitu sebanyak 26 responden (78,8%). Keluarga yang memiliki pendapatan kurang cenderung akan memberikan ASI eksklusif terhadap bayinya karena keluarga tidak mampu mengeluarkan biaya untuk membeli susu formula bagi bayinya. Keluarga akan berfikir ketika tidak memiliki biaya untuk membeli susu formula, maka lebih baik air susu ibu yang praktis dan gratis yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Hal ini diasumsikan peneliti meskipun terdapat promosi susu formula yang diterima oleh keluarga maka tidak akan

berhubungan dengan pengambilan keputusan didalam keluarga, karena keluarga tidak memiliki daya beli terhadap apa yang dipromosikan terhadap keluarga.

Faktor eksternal seperti lingkungan responden (promosi periklanan) berpengaruh dalam keberfungsian pengambilan keluarga. Sebagian besar responden mendapatkan promosi susu formula melalui media periklanan 87,9%. Pender (2002) mengatakan bahwa frekuensi, paparan, dan pengulangan pendidikan kesehatan sebagai usaha promosi kesehatan akan mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Responden dalam penelitian ini mendapatkan paparan promosi dari iklan, tetapi tingkat pendidikan responden yang masih rendah yaitu SD mengakibatkan ibu kesulitan memahami isi informasi dalam iklan tersebut. Iklan merupakan bentuk promosi dengan menggunakan media cetak dan elektronik (Kotler, 2005). Hal inilah yang diasumsikan akan mempengaruhi ketidakberfungsian pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif, karena ibu mengalami kesulitan dalam menyerap bahasa media cetak dan eloktronik.

Faktor lain yang menyebabkan pengambilan keputusan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif tetap berfungsi walaupun keluarga tersebut terpapar promosi susu formula adalah pengetahuan keluarga tentang ASI eksklusif yang baik. Keluarga yang memiliki pengetahuan tentang ASI eksklusif baik berjumlah 22 orang dengan persentase 66,7%. Hal tersebut yang menjadi faktor pengambilan keputusan keluarga tetap berfungsi karena pengetahuan sangatlah penting dalam terbentuknya suatu sikap yang baik. Pengetahuan yang baik akan menciptakan sikap positif terhadap apa yang diketahui seseorang tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Keluarga yang sudah mengetahui stimulus atau obyek kesehatan tentang pengertian dan manfaat ASI eksklusif, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahuinya maka akan timbul perilaku pemberian ASI Eksklusif (Ayu, 2008). Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih (2005), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang cukup kuat antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI Eksklusif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wahyuningrum (2007) juga menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif.

Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Hal ini diasumsikan peneliti ketika keluarga memiliki pengetahuan yang baik maka tindakan yang didasari oleh pengetahuan tersebut menjadikan keluarga lebih langgeng, sehingga keluarga tidak mudah untuk digoyahkan walaupun terpapar oleh adanya promosi susu formula.

Dokumen terkait