• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin Induction dengan

Skema kerangka berpikir

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL DAN PENGOLAHAN DATA .1 Analisis Statistik Inferensial .1 Analisis Statistik Inferensial

4.2.3 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin Induction dengan

Penyesuaian Sosial

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman (rs) untuk Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Love Withdrawal) dengan

Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = 0,684 yang menurut tabel

Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang.

Sedangkan dari hasil pengujian statistik terhadap koefisien korelasinya, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Persepsi Teknik Penerapan Disiplin Induction dengan Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia 15-18

Tahun pada Panti Asuhan Putri Muhammadiyah di Bandung. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Induction, maka semakin

baik penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam panti asuhan Hal ini diperkuat dari data hasil tabulasi silang antara aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin yang dominan dengan baik buruknya penyesuaian sosial, yang menjelaskan bahwa dari 23 orang remaja putri yang

memiliki penyesuaian sosial yang baik, sedangkan 11 orang lainnya memiliki penyesuaian sosial yang buruk. Setelah peneliti melakukan interview pada 11 orang remaja putri yang memiliki penyesuaian sosial yang buruk, diperoleh bahwa mereka merasa peraturan yang ada di panti asuhan tidak konsisten. Terkadang jika mereka melakukan pelanggaran, dihukum oleh ibu asuh, namun terkadang tidak. Bahkan beberapa kali ibu asuh salah menghukum anak yang seharusnya tidak bersalah karena fitnah dari teman satu panti. Mereka menjadi bingung apa yang harus dilakukan dan akhirnya melanggar peraturan panti asuhan. Mereka juga enggan untuk bercerita tentang masalah mereka kepada ibu asuh karena ibu asuh tidak mau mendengar dan tidak memberikan solusi yang baik untuk permasalahan mereka. Ini adalah salah satu faktor kesalahpahaman karena tidak adanya timbal balik antara ibu asuh dan remaja putri.

Seperti yang terjadi pada remaja panti, mereka diajarkan oleh ibu asuh untuk meminta maaf ketika mereka berbuat kesalahan dengan orang lain. Mereka merasa bahwa mereka adalah senasib sepenanggungan, oleh karena itu harus saling menghargai satu sama lain. Ketika mereka memiliki masalah, mereka saling bertukar pendapat dan saling membantu agar dapat mencari solusi yang tepat. Dengan saling bertukar pendapat inilah, anak menjadi terbuka dengan lingkungan baru, berani mengemukakkan pendapat. Teknik disiplin ini baik untuk

mengembangkan moral remaja. Dalam penelitian ini yaitu dalam penyesuaian diri di lingkungan keluarga yaitu panti asuhan.

Jika melihat teori dari Martin Hoffman, hubungan teknik disiplin dengan

dominan diterapkan, anak akan melihat konsekuensi tingkah laku hanya pada dirinya saja tanpa mempertimbangkan orang lain dan tentu saja hal tersebut kurang menumbuhkan empati pada anak sehingga anak kurang dapat melakukan penyesuaian diri di lingkungannya. Teknik penerapan disiplin Power Assertion

memiliki kualitas hukuman yang tinggi. Teknik penerapan disiplin ini bersifat lebih cepat berakhir karena seolah-olah “meledak”. Anak dipaksa untuk melihat akibat dari tingkah laku mereka berdasarkan antisipasinya terhadap reaksi hukuman dari orang tuanya, sehingga anak memandang standar-standar tingkah lakunya berada di luar dirinya (eksternal).

Teknik disiplin Love Withdrawal dapat menghambat jalinan komunikasi

antara anak dan orang tua, dapat pula menimbulkan kecemasan pada anak, terutama kecemasan kehilangan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, anak menjadi bingung karena tidak dapat belajar untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk dan merasa insecure, pengalaman menjadi terbatas, dan ketidakmatangan mental menghambat mereka menjadi takut, cemas dan agresif. Oleh sebab itu, beberapa diantara mereka yang mempersepsikan teknik penerapan disiplin Love Withdrawal menjadi kesulitan dalam menyesuaikan dirinya di

lingkungan sosial.

Remaja panti yang menghayati teknik disiplin Induction dapat

menumbuhkan perilaku yang positif, independen, mandiri dalam berpikir dan berperilaku dan inisiatif dalam bertindak, ada kesempatan alih peran dan tanggung jawab, mampu mengontrol atau mengendalikan diri dan matang secara moral. Mereka dapat mengendalikan diri dalam lingkungan tempat ia berada sehingga

memiliki penyesuaian sosial yang baik. Ini terjadi karena remaja merasa bahwa pengasuh memperlakukan dirinya sebagai individu, menerima dan menghargai hak–haknya serta memenuhi kebutuhan–kebutuhannya yang dapat membuat mereka berfikir mandiri, berperilaku terbuka, spontan, simpati dan percaya diri. Karena pengasuh membimbing dan memperhatikan mereka, maka mereka dapat merasakan kepuasan sebab mereka mengetahui bahwa mereka diperbolehkan untuk mengendalikan perilaku sendiri sehingga ini dapat mengajarkan konsekuensi tingkah laku terhadap dirinya juga pada orang lain yang dapat mengakibatkan timbulnya perasaan empati dan peduli terhadap orang lain. Teknik Disiplin ini juga merupakan teknik disiplin yang paling dominan di persepsi oleh remaja putri di panti asuhan sebanyak 23 orang. Sisanya menyebar pada aspek

Power Assertion dan Love Witdrawal.

Dari hasil tabulasi silang, diketahui remaja putri yang mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin Induction (positif) sebanyak 12 orang atau sebanyak

30% memiliki penyesuaian diri yang baik. Mereka memiliki minat pada kegiatan belajar, mematuhi peraturan panti asuhan, mampu menyelesaikan tugas piket dengan baik, serta mampu mengatasi permasalahan sendiri. Sedangkan 17 orang lainnya atau sebanyak 70% memiliki penyesuaian diri yang buruk disebabkan mereka mempersepsikan Teknik Penerapan Disipin Power Assertion Love Withdrawal (negatif). Mereka kurang memiliki minat pada kegiatan belajar, tidak

mampu menyelesaikan tugas piket dengan baik, tidak mematuhi peraturan panti asuhan, serta kurang mampu mengatasi permasalahan sendiri.

Menurut interview yang dilakukan pada remaja putri yang memiliki penyesuaian sosial yang buruk, kebanyakan masalah bukan hanya datang dari diri sendiri, namun dari luar juga. Mereka malas untuk menyelesaikan tugas piket yang telah dijadwalkan untuk mereka setiap hari, sehingga beberapa dari mereka menyuruh junior mereka untuk menggantikan tugas piket mereka. Mereka juga mengetahui bahwa ada peraturan yang melanggar dengan tegas untuk tidak boleh berpacaran, namun mereka tetap melanggar. Ada yang melakukan pelanggaran secara sembunyi-sembunyi dan yang lain menutupinya disebabkan karena tidak ingin bertengkar atau malah mereka melakukan pelanggaran yang sama sehingga tidak saling melapor kepada ibu pengurus panti. Kebanyakan dari mereka curhat

kepada ibu pengurus panti, tidak didengarkan atau cuek sehingga mereka memilih untuk memendam atau menceritakan masalah mereka pada teman sekamar mereka. Beberapa dari mereka ada yang menutup diri dan lebih senang menyelesaikan segala sesuatunya sendiri. Ini merupakan salah satu faktor kepribadian dari masing-masing anak. Peraturan yang diberikan oleh panti asuhan seperti pemberian insentif berupa tambahan uang jajan tidak selalu dilakukan oleh

ibu pengurus menyebabkan remaja putri memberikan cap kepada ibu pengurus bahwa panti asuhan tidak konsekuen dalam menerapkan peraturan, sehingga mereka bermalas-malasan untuk melakukan kewajiban mereka sendiri. Keinginan mereka untuk berpacaran dipicu faktor dari dalam diri dan luar diri karena tidak ingin dianggap tidak gaul. Beberapa dari mereka telah dididik sejak kecil sebelum masuk ke dalam panti asuhan agar menghargai diri mereka sendiri. Kemudian sebab lainnya yaitu, mereka merasa peraturan yang ada di panti asuhan tidak

konsisten. Terkadang jika mereka melakukan pelanggaran, dihukum oleh ibu asuh, namun terkadang tidak. Mereka menjadi bingung dan akhirnya melanggar peraturan panti asuhan.

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa setiap pemaknaan remaja terhadap Teknik Penerapan disiplin memberikan peluang kepada remaja untuk menghasilkan penyesuaian sosial yang baik atau buruk. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat remaja putri yang mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin positif sehingga penyesuaian sosialnya menjadi menjadi baik, serta ada pula remaja putri yang mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin yang negatif sehingga penyesuaian sosialnya di panti asuhan menjadi buruk.

Menurut Hurlock (1993:83) dengan adanya disiplin, individu dapat belajar

berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Dalam penerapan disiplin inilah yang nantinya akan dipersepsi oleh remaja dan mempengaruhi proses penyesuaian dirinya di lingkungan. Disiplin sangat diperlukan untuk anak dan remaja karena dapat memenuhi beberapa kebutuhan tertentu untuk memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian pribadi dalam hal ini yaitu penyesuaian sosial remaja. Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan.

Disiplin dapat membantu anak mengembangkan hati nurani “suara hati” sebagai pembimbing dalam mengambil keputusan dan mengendalikan perilaku mereka. Dengan disiplin juga dapat membantu anak menghindari perasaan

bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah menyebabkan perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk menyebabkan disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan sosial. Disiplin yang sesuai dengan perkembangan yang berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan dari dirinya.

Remaja di panti asuhan dapat mengembangkan perilaku yang sesuai dengan lingkungan apabila ia memaknakan bahwa perlakuan pengasuh dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi sebaliknya apabila perlakuan pengasuh dimaknakan sebagai penghambat pemenuhan kebutuhannya maka dapat menimbulkan frustasi yang akan mengganggu proses penyesuaian diri remaja di dalam panti asuhan.

Dengan adanya faktor–faktor yang dikemukakan oleh remaja putri tersebut, menunjukkan bahwa Persepsi Teknik Penerapan Disiplin bukan satu– satunya faktor yang menentukan penyesuaian sosial. Terdapat faktor–faktor lain yang juga mempengaruhi Persepsi Teknik Penerapan Disiplin dengan Penyesuaian sosial remaja putri.

Dilihat dari hal-hal di atas, maka dapat diuraikan bahwa ketika remaja putri mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin secara positif, maka penyesuaian sosial mereka di lingkungan panti asuhan menjadi baik. Namun jika mereka mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin secara negatif, maka penyesuaian sosial mereka di lingkungan panti asuhan menjadi buruk. Penyesuaian yang baik ini dicirikan oleh kemampuan dari diri individu untuk

memberikan respon yang efisien, matang, memuaskan, dan bermanfaat sehingga dapat menyesuaikan dirinya dengan baik di lingkungan sosialnya (Scheneiders, 1964: 51).

Pada umumnya orang tua menggunakan salah satu teknik penerapan disiplin seperti yang dikemukakan di atas secara dominan, yang bertujuan untuk mengarahkan, mengontrol bahkan mengubah perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari agar diterima oleh kelompok sosial mereka, atau dapat juga dikatakan orang tua menanamkan disiplin pada anak agar dapat melakukan penyesuaian di lingkungan sosialnya.

BAB V

Dokumen terkait