BAB VI PEMBAHASAN
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak
6.3.5 Hubungan Antara Usia dengan Dermatitis Kontak
Menurut Ganong (2006) dalam Ernasari (2012), Pekerja muda lebih sering menderita dermatitis kontak akut karena lalai dalam bekerja, terkena
lingkungan basa, dan panas tinggi. Umumnya keterampilan mereka juga kurang. Pada penelitian ini, data usia yang dituliskan dalam kuesioner oleh responden dicocokkan dengan data yang ada di KTP. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden adalah 33 tahun, usia termuda adalah 17 tahun, sedangkan usia pekerja tertua adalah 72 tahun. Hasil uji statistik pada analisis bivariat menunjukkan pvalue sebesar 0,162. Maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah Ciputat dan Ciputat Timur.
Walaupun hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan seperti yang dikatakan oleh Ganong (2006) dan tidak sesuai dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2007), hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Erliana (2008) bahwa usia bukan merupakan faktor risiko yang mempengaruhi dermatitis kontak. Menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia, dermatitis dapat menyerang semua kelompok usia, artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak.
Dalam penelitian ini, diketahui bahwa pekerja yang berusia lebih dari 30 tahun tetapi menderita dermatitis kontak sebanyak 78.9% mempunyai riwayat penyakit kulit, sebanyak 63.2% mempunyai riwayat alergi dan mempunyai riwayat atopi sebanyak 52.6%. Pekerja yang berusia lebih dari
30 tahun tetapi menderita dermatitis kontak sebanyak 78.9% mempunyai riwayat penyakit kulit. Menurut Ganong (2006) dalam Ernasari (2012) pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit cenderung lebih mudah mendapat occupational dermatoses seperti dermatitis kontak. Sehingga dalam penelitian ini riwayat penyakit kulit menutupi faktor usia.
Selain itu diketahui bahwa pekerja yang berusia lebih dari 30 tahun tetapi menderita dermatitis kontak sebanyak 52.6% mempunyai riwayat atopi. Dimana diketahui bahwa seseorang yang memiliki riwayat atopi juga lebih rentan terhadap efek iritasi zat iritan (Partogi, 2008). Sehingga memudahkan untuk terjadinya dermatitis kontak. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebanyak 63.2% pekerja yang berusia lebih dari 30 tahun tetapi menderita dermatitis kontak mempunyai riwayat alergi. Pekerja yang sebelumnya memiliki riwayat alergi atau sedang menderita penyakit kulit akan lebih mudah mendapat dermatitis kontak akibat kerja, karena fungsi perlindungan kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit sebelumnya. Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit (Djuanda, 2007). Sehingga pada penelitian ini dapat dilihat bahwa riwayat alergi adalah salah satu faktor yang mendominasi usia pekerja untuk mengalami dermatitis kontak.
Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa kejadian dermatitis kontak dapat menyerang semua usia (tidak tergantung dari usianya). Jika
pekerja berusia tua atau lebih dari 30 tahun, mereka terkena dermatitis kontak belum tentu dikarenakan lamanya usia mereka berkecimpung dalam membuat tahu. Tetapi kemungkinan pekerja berusia tua tersebut mengalami dermatitis kontak karena mereka mempunyai riwayat atopi, riwayat alergi ataupun riwayat penyakit kulit.
6.3.6 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit dengan Dermatitis Kontak Variabel riwayat penyakit kulit diketahui dengan cara pengisian kuesioner oleh responden. Riwayat penyakit kulit sebelumnya merupakan riwayat peradangan pada kulit dengan gejala subyektif berupa gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, dan penebalan pada kulit atau kelainan kulit lainnya yang sebelumnya pernah atau sedang diderita oleh pekerja.
Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non occupational cenderung lebih mudah mendapat occupational dermatoses, seperti pekerja-pekerja dengan acne yang bekerja terpapar dengan cutting oil dan ter sering menderita dermatitis. Pekerja dengan riwayat atopic dermatitis bila bekerja di lingkungan panas atau terpapar debu kimia dan pengaruh faktor psikis, akan kambuh dalam stadium yang lebih berat. Karyawan dengan psoriasis atau dermatitis kronik akan menjadi lebih berat bila tempat lesi dikenai bahan kimia atau terjadi penekanan. Pekerja dengan hyperhidrosis mudah mendapat
penyakit kulit bila kontak dengan bahan yang larut dalam air. (Ganong, 2006 dalam Ernasari, 2012).
Variabel riwayat penyakit kulit diketahui dengan cara pengisian kuesioner. Pada tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang memiliki riwayat penyakit kulit adalah sebanyak 32 orang (45,1 %) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit adalah sebanyak 39 orang (54,9 %). Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami dermatitis dan memiliki riwayat penyakit kulit sebanyak 22 orang (68,8%) dan responden yang mengalami dermatitis tetapi tidak memiliki riwayat penyakit kulit adalah sebanyak 10 orang (31,3%).
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0,021. Maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit kulit dengan dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah Ciputat dan Ciputat Timur. Hasil analisis keeratan hubungan ditunjukkan dengan nilai Odds Ratio sebesar 3,520. Artinya adalah risiko responden yang mempunyai riwayat penyakit kulit untuk terkena dermatitis kontak adalah 3,52 kali dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2007) yang menunjukkan bahwa pekerja dengan riwayat dermatitis pada pekerjaan sebelumnya sebanyak 9 orang (81,8%) dari 11 orang pekerja. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat dermatitis akibat pekerjaan
sebelumnya sebanyak 30 orang (43,5%) terkena dermatitis dari 69 orang pekerja. Uji statistik yang dilakukan untuk meilhat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak antara pekerja yang memiliki riwayat dermatitis kontak akibat pekerjaan sebelumnya dengan yang tidak, menunjukan perbedaan proporsi yang bermakna dengan pvalue 0,042.
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian dari Cahyawati (2011) yang menyebutkan bahwa faktor riwayat penyakit kulit menjadi faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis, dengan pvalue 0,006. Pada penelitian tersebut, sebagian besar responden yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya cenderung menderita dermatitis. Proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan riwayat penyakit kulit sebesar 90% dan pekerja yang mengalami dermatitis kontak tanpa memiliki riwayat penyakit kulit sebesar 10%.
Pekerja pembuat tahu banyak mengeluhkan bahwa mereka merasakan gatal, rasa terbakar, perih, kemerahan, pembentukan lepuh kecil pada kulit, dan penebalan pada kulit pada bagian telapak tangan, lengan, dan kaki. Beberapa juga pernah mengalami perandangan kulit dibagian punggung. Pekerja mengaku mengobati perandangan yang ada pada kulitnya dengan salep atau bedak untuk mengurangi gejala yang mereka rasakan. Kejadian dermatitis kontak yang di alami oleh para pembuat tahu kemungkinan dipicu oleh penyakit kulit yang sebelumnya pernah diderita. Saat pengobatan yang dilakukan tidak tuntas, maka kulit yang terdapat luka terbuka akan
memudahkan bahan kimia masuk ke dalam kulit dan menyebabkan dermatitis atau bahkan memperparah dermatitis tersebut. Sehingga sebaiknya pekerja diharapkan meningkatkan kesadarannya terhadap penyakit kulit yang diderita dan juga mengenai dermatitis kontak. Sehingga pekerja dapat mengurangi potensi terkena dermatitis kontak. Sebaiknya jika pekerja mempunyai penyakit kulit, pekerja harus melakukan pengobatan terhadap penyakit kulit tersebut sampai sembuh.
Sebaiknya pekerja selalu menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan yang baik dan benar. Benar dalam arti tahapan mencuci tangan dan baik dalam artian bahan yang digunakan untuk mencuci tangan. Sebaiknya bagi pekerja pembuat tahu yang memiliki penyakit kulit khususnya memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan yang panjangnya sampai lengan, sepatu boots dan pakaian kerja yang menutupi seluruh badan tetapi tetap nyaman dipakai. Dikhawatirkan jika sedang mengalami penyakit kulit lain lalu tidak memakai alat pelindung diri yang memadai, penyakit kulit yang di derita akan semakin parah.