HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.7 Hubungan Ekspresi Notch1 dengan histology grading pada cutaneous squamous cell carcinoma
Ekspresi Notch1
Proliferasi Ki-67
p-value*
Rendah Tinggi
n % n %
Negatif 12 33,3 24 66,7
0,073
Positif 7 63,7 4 36,3
* Uji Chi-Square
Hubungan antara ekspresi Notch1 dengan Ki-67 pada cSCC penelitian ini diperoleh sebanyak 24 kasus yang tidak mengekspresi Notch1 memiliki nilai proliferasi Ki-67 tinggi (66,7%), sedangkan hanya terdapat 4 kasus cSCC yang mengekspresikan Notch1 positif memiliki nilai proliferasi Ki-67 tinggi (36,4%).
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,073, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Notch1 dengan Ki-67 pada cSCC.
4.1.7 Hubungan Ekspresi Notch1 dengan histology grading pada cutaneous squamous cell carcinoma
Pada penelitian ini, dianalisis hubungan ekspresi Notch1 dengan histology grading pada cSCC yang dapat dilihat pada Tabel 4.7.
66
Tabel 4.7. Hubungan antara ekspresi Notch1 dengan histology grading pada cutaneous squamous cell carcinoma
Dari hasil analisis hubungan antara ekspresi Notch1 dengan histology grading (Tabel 4.7), kasus cSCC yang tidak mengekspresikan Notch1 terdapat 14 kasus dengan subtipe well differentiated (38,9%), 13 kasus moderately differentiated (36,1%), dan 9 kasus poorly differentiated (25%). Pada cSCC yang mengekspresikan Notch1, terdapat 5 kasus dengan subtipe well differentiated (45,4%), 4 kasus moderately differentiated (36,4%), dan 2 kasus poorly differentiated (18,2%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p value >
0,05 (p = 0,629), maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Notch1 dengan histology grading pada cSCC.
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, penderita cSCC yang tercatat dalam perangkat lunak penyimpanan data pada Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan rekam medik Unit Patologi Anatomik RSUP H.
Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 47 sampel. Pada penelitian ini, dari Tabel 4.1 diketahui bahwa rerata pasien cSCC berusia 53,1 tahun dengan standar deviasi 14,9 tahun. Berdasarkan literatur, cSCC lebih sering terjadi pada usia lanjut, terutama pada kelompok kulit putih (Burn,
67
2010; McKee, et al., 2012; Murphy, et al., 2018). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa penelitian yang lain. Sembiring, et al. (2016) menemukan bahwa dari 59 kasus cSCC yang diteliti selama periode 2012-2015, pada umumnya adalah pasien berusia 45-57 tahun. Khullar, et al.
(2016) juga menunjukkan bahwa usia rerata penderita cSCC adalah 53,7 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Hollestein, et al. (2012) di Belanda menunjukkan adanya pergeseran usia terjadinya cSCC. Pada tahun 1989-2008, dimana terdapat peningkatan insidensi cSCC sejak usia 50 tahun, meskipun data penelitian sebelumnya mencatat bahwa keganasan kulit ini lebih sering dijumpai di atas usia 85 tahun. Namun, pada tahun 2004-2008, populasi pasien tersebut mulai menunjukkan pergeseran ke arah usia yang lebih muda, yakni sekitar 75 tahun. Kecenderungan penderita karsinoma sel skuamosa kulit terjadi pada usia yang lebih tua mungkin berkaitan dengan peningkatan paparan sinar matahari (McKee, et al., 2012). Paparan sinar matahari yang terjadi terus menerus sepanjang hidup merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya aktinik keratosis yang merupakan lesi premaligna dari cSCC. Oleh karena itu, cSCC dapat menjadi karsinoma kulit yang paling sering dialami oleh penduduk yang tinggal di daerah khatulistiwa (Kraft and Granter, 2014).
Pada penelitian ini, penderita cSCC dengan jenis kelamin perempuan tidak memiliki perbedaan persentase jumlah yang jauh berbeda dibandingkan dengan pria (Tabel 4.2). Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Sembiring, et al. (2016) dan Murphy, et al. (2018). Meskipun angka insidensi keganasan kulit ini lebih tinggi pada laki-laki, perbedaan angka kejadian ini menjadi tidak terlalu bermakna. Hal ini mungkin disebabkan aktivitas di luar
68
rumah dengan paparan sinar matahari untuk kelompok laki-laki dan perempuan pada lokasi penelitian yang hampir sama. Selain itu, kelompok perempuan mungkin menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap lesi kulit yang tidak menyembuh dibandingkan kelompok laki-laki sehingga lebih dini untuk mengunjungi sarana pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan.
Histology grading dari cSCC juga menjadi salah satu faktor prognostik pada keganasan di kulit (Califano, et al., 2017). Berdasarkan klasifikasi WHO dan The Royal College of Pathologist, cSCC dibagi menjadi tiga tingkatan diferensiasi berdasarkan derajat anaplasia sarang tumor, derajat mitosis, dan keratinisasi yang dibentuk tumor (Murphy, et al., 2018). Pada Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa dari 47 sampel yang diteliti, sebanyak 19 kasus (40,4%) merupakan subtipe well-differentiated SCC, sebanyak 17 kasus (36,2%) dengan moderately well-differentiated dan sebanyak 11 kasus (23,4%) poorly differentiated. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khullar, et al. (2016) yang menyatakan bahwa well-differentiated SCC merupakan kelompok diferensiasi yang paling banyak dijumpai. Insidensi well-differentiated SCC ditemukan lebih tinggi dibandingkan moderately well-differentiated dan poorly differentiated karena sebagian besar penderita mempunyai sistem imunitas yang baik sehingga pertumbuhan dan proliferasi sel tumor berlangsung secara terkendali dan memberikan kesempatan bagi sel tumor untuk membentuk massa keratin. Tumor dengan kategori poorly differentiated berhubungan dengan rekurensi lokal, metastasis kelenjar getah bening dan kematian yang terkait dengan penyakit (disease-spesific death). Sekitar 26% akan mengalami metastasis ke kelenjar getah bening dalam 5 tahun. Disease-spesific survival untuk poorly differentiated adalah sebesar 47%, moderately differentiated 86%, dan untuk
well-69
differentiated SCC sebesar 98%, yang dihitung dalam kurun waktu 5 tahun (Kraft and Granter, 2014).
Pada tabel 4.2 dari hasil penelitian ini, didapatkan 36 kasus tidak menunjukkan ekspresi Notch1 (76,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Panelos, et al., (2008) dan Wang, et al., (2011). South, et al. (2014) yang mengkonfirmasi bahwa mutasi reseptor Notch1 merupakan mekanisme tumor suppressor utama dalam cSCC. Mereka menemukan bahwa 82% sporadic cSCC mengalami mutasi Notch. Lefort, et al. (2007) juga menemukan bahwa ekspresi gen Notch1 secara bermakna mengalami downregulation pada cSCC bersamaan dengan tertekannya aktivitas Notch. Adanya perbedaan ekspresi protein Notch1 pada non-melanoma skin cancer bergantung pada lokasi anatomi dan tipe histologi tumor (Panelos and Massi, 2009). Panelos, et al., (2008) menemukan bahwa Notch1 mengalami downregulation pada invasive SCC yang terjadi di lokasi yang terpapar sinar matahari. Hal ini mendukung teori yang menyatakan bahwa efek Notch signaling sebagai tumor suppressor pada fotokarsinogenesis sel skuamosa berhubungan dengan paparan sinar ultraviolet (Panelos, et al., 2008; Panelos and Massi, 2009). Diketahui bahwa p53 berperan penting dalam kerusakan DNA akibat sinar ultraviolet (Panelos and Massi, 2009).
Delesi Notch1 di kulit akan menyebabkan peningkatan signifikan pada lapisan basal epidermis. Selain itu, juga disebutkan bahwa Notch bekerja sebagai suppressor tumor di kulit melalui penekanan jalur Wnt dan Sonic-hedgehog (Lobry, et al., 2011). Pada epitel skuamosa normal, progenitor basal menghasilkan sel daughter yang lebih superfisial yang akhirnya berdiferensiasi menjadi sel yang mengalami keratinisasi sewaktu mereka bermigrasi ke arah
70
permukaan. Gejala awal neoplasia skuamosa dari seluruh tipe adalah adanya gangguan diferensiasi hingga berbagai derajat, khususnya terkait dengan penebalan epitel dan meningkatnya proliferasi. Oleh karena itu, meskipun SCC dari lokasi anatomi yang berbeda menunjukkan hubungan epidemiologi yang bervariasi seperti radiasi sinar ultraviolet pada kanker kulit, paparan alkohol dan tembakau pada kanker esofagus, dan infeksi human papillomavirus pada kanker serviks dan kepala-leher semuanya kemungkinan besar memiliki gangguan jalur yang serupa (Wang, et al., 2011).
Beberapa literatur telah menyatakan bahwa terjadi loss-of-function mutation dari lokus Notch1 yang lazim ditemukan pada cSCC, head and neck SCC, dan SCC paru (Wang, et al., 2011; Kluk, et al., 2013). Wang, et al. (2011) menemukan bahwa hilangnya fungsi Notch berperan penting pada berbagai varian SCC, terutama pada cSCC. Pada cSCC terjadi akumulasi nucleotide substitution lebih dari 100.000 yang terjadi akibat sinar matahari. Selain itu, pada cSCC juga terjadi 85% mutasi Notch yang terjadi akibat transisi G>A yang diinduksi oleh radiasi sinar ultraviolet setelah hilangnya homozygous TP53 (Wang, et al., 2011).
Selain mutasi, berkurangnya kadar atau aktivasi Notch pada cSCC juga mendukung perannya sebagai tumor suppressor. Berkurangnya kadar Notch1 yang teraktivasi ditemukan pada cSCC, yang berkorelasi dengan status mutasi Notch1 (Zhang, et al., 2016).
Mutasi Notch1 dianggap sebagai peristiwa awal pada karsinogenesis skuamosa di kulit dan telah terbukti menyebabkan hilangnya ekspresi patchy pada epidermis normal (South, et al., 2014; Parekh and Seykora, 2017). South, et al.
(2014) dalam penelitiannya menghubungkan status mutasi Notch1 dengan
71
tampilan imunohistokimia Notch. Mereka menemukan bahwa dari 6 sampel cSCC yang terpulas positif dengan Notch1, semuanya terbukti tidak mengalami mutasi Notch1. Sedangkan pada sampel cSCC yang mengalami mutasi heterozigot Notch1 atau subclonal allelic frequency atau mutasi nonsense, sampel tersebut terekspresi lemah ataupun tidak terpulas sama sekali dengan Notch1.
CSC merupakan populasi sel pluripoten dari sel tumor yang mempunyai fungsi kemampuan memperbaharui diri dan berperan penting dalam inisiasi, pertumbuhan dan pemeliharaan tumor (Voiculescu, et al., 2018). CSC juga dikenal sebagai cancer initiating cells dan tumor stem cells, karena mereka pendorong terjadinya tumor, mulainya invasi dan metastasis serta rekurensi (Venkatesh, et al., 2018). CSC mempunyai sifat-sifat dasar sel punca dalam kemampuan yang lebih besar, yakni kemampuan memperbaharui diri dan diferensiasi, ekspresi telomerase, menghindari apoptosis, peningkatan transpor substansi melalui membran, dan migrasi. Kemampuan memperbaharui diri dari CSC akan menghasilkan replika sel anak yang identik. CSC dan replika sel anak ini akan terus membelah membentuk CSC dan sel progenitor non-CSC yang mampu berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel pada suatu tumor jika jalur pengatur homeostasis oleh Notch1 signaling pathway terganggu. Oleh karena sifat plastisitasnya, sel-sel non CSC dapat pula berubah menjadi CSC yang akan terus berproliferasi sehingga pertumbuhan tumor menjadi tidak terkendali (Kobayashi et al., 2015). Salah satu CD yang telah teridentifikasi pada CSC, dan digunakan pada penelitian ini adalah CD133, yang merupakan antigen permukaan sel punca.
CD133 telah digunakan sebagai petanda CSC keganasan sel skuamosa kulit dan hematopoetik, tumor otak, kanker kolon, pankreas, dan hepatoseluler, serta
72
keganasan pada prostat (Sathi, et al., 2012). Pada manusia, CD133 terletak di interfollicular epidermis pada lapisan basal. Pada SCC, adanya paparan sinar ultraviolet diperkirakan bertanggung jawab untuk terjadinya dan perkembangan SCC (Eckert, et al., 2013). Sinar ultraviolet mendukung perubahan sel kulit dengan cara merusak DNA sel. Hasil kerusakan DNA utama berupa cyclobutane pyrimidine dimers dan pyrimidine pyrimidone. Adanya paparan sinar ultraviolet menyebabkan terjadinya upregulation protein COX-2 pada keratinosit dan meningkatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2), yang menyebabkan terjadinya inflamasi jaringan kutaneus. Selain itu, paparan ultraviolet juga mempengaruhi sistem imun di kulit dengan cara menekan fungsi antigen presenting cell, menginduksi ekspresi sitokin yang menekan imun (Tang and Wang, 2016). Teori CSC menyatakan bahwa stem cell tumor merupakan self-renewing, slow cycling, quiescent yang tidak dipengaruhi oleh agen anti-kanker. Diperkirakan bahwa adanya mutasi pada rarely dividing long-lived stem cells menyebabkan terjadinya akumulasi perubahan genetik yang menyebabkan pertumbuhan kanker.
Perkembangan SCC melibatkan inaktivasi mutasi p53. Sinar ultraviolet merupakan mutagen kulit yang lazim dijumpai. Akibat adanya mutasi p53, sel-sel menjadi lebih resisten terhadap apoptosis. Stem cell yang lambat membelah ini mengalami akumulasi mutasi pada 7,12-dimethyl-1,2-benz[a]anthracene (DMBA)/tetradecanoylphorbol-13-acetate (TPA) dan sel-sel ini kemudian berkembang selama perluasan tumor. Oleh karena itu, stem cell tampaknya merupakan dasar dari SCC yang penting. SCC pada manusia dianggap berasal dari interfollicular stem cell. SCC pada umumnya terjadi pada lokasi yang terpapar matahari dan bermanifestasi menjadi mutasi p53 yang terkait sinar ultraviolet. Hal
73
ini konsisten dengan fakta bahwa epidermis interfollicular basal dapat diakses oleh sinar ultraviolet (Eckert, et al., 2013).
Pada penelitian ini di Tabel 4.3, ditemukan bahwa hampir semua kasus tidak mengekspresikan CD133 dan hanya satu kasus yang mengekspresikan positif (2,1%). Pada umumnya, sel CD133 positif dan CD133 negatif menunjukkan karakter yang berbeda. Misalnya; 1) sel glioma CD133+ dan CD133- berasal dari populasi cancer stem cell yang berdiri sendiri; 2) sel glioma CD133+ berasal dari CSC primordial CD133-; 3) CD133- CSC mempertahankan tanda stem-like serta kapasitas inisiasi tumor, dan dapat mendapatkan kembali ekspresi CD133 secara in vivo; dan 4) CSC CD133+dan CD133- memiliki profil ekspresi berbeda dalam aktivitas transkripsi dan molekul matriks ekstraselular (Li, 2013). Adanya perbedaan ekspresi CD133 yang terdeteksi dapat terjadi karena adanya perbedaan intensitas glycosylation dari molekul CD133. Glycosylation merupakan proses enzimatik dimana glycan berikatan dengan protein, lipid, atau molekul organik lainnya dan merupakan bentuk perubahan co/post-translational (Irollo and Pirozzi, 2013). Selain itu, ekspresi CD133 juga diatur oleh banyak faktor ekstraselular atau intraselular. Hipoksia, disfungsi mitokondria atau berkurangnya DNA mitokondria menginduksi upregulation reversible ekspresi CD133. Kondisi hipoksia meningkatkan ekspresi hypoxia inducible factor 1α (HIF-1α) yang menginhibisi aktivitas mammalian target of rapamycin (mTOR) C1. Ekspresi CD133 juga diatur oleh faktor epigenetik. Methylation CD133 promoter menekan transkripsi gen CD133. Demethylation gen CD133 telah ditemukan pada berbagai tumor seperti kanker kolorektal, kanker gaster, glioma, hepatocellular carcinoma (HCC), kanker ovarium, dan sebagainya (Li, 2013).
74
Ada kemungkinan bahwa tidak terambilnya CSC dari jaringan karena kebanyakan jaringan berasal dari biopsi jaringan kecil. Selain itu juga, petanda CSC yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu macam saja. Untuk memastikan bagaimana peran CSC dalam cSCC lebih baik digunakan beberapa petanda. Dari literatur, disebutkan bahwa CSC dengan CD133+ akan resisten terhadap apoptosis yang diinduksi melalui kerja TGF-β, atau melalui tumor necrosis factor (Voiculescu, et al., 2018). Adanya ekspresi CD133 penting untuk fungsi self-renewal dan tumorigenesis pada jenis sel tertentu, potensi metastasis, lebih resisten terhadap kemoterapi, dan resistensi terhadap apoptosis (Li, 2013).
Pada kanker, proliferasi sel merupakan salah satu faktor prognostik terpenting. Hingga saat ini, ada sejumlah petanda terkait dengan proliferasi yang sering digunakan. Penilaian Ki-67 merupakan metode yang mudah dan dapat diandalkan untuk menilai jalur siklus sel. Dibandingkan petanda proliferasi lain, Ki-67 merupakan pemeriksaan yang akurat, mudah dan cost-efficient. Oleh karena itu, Ki-67 dianggap sebagai alat diagnostik yang ideal (Khan, 2017). Pada penelitian ini, didapatkan bahwa kebanyakan cSCC memiliki nilai Ki-67 yang tinggi (28 kasus, 59,6%) (Tabel 4.4). Marinescu, et al. (2015) menemukan Ki-67 positif pada 88,5% kasus cSCC. Nilainya juga bervarisasi antara 15-84%. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa ekspresi tertinggi dijumpai pada well differentiated cSCC.
Pada penelitian ini, dianalisis hubungan ekspresi Notch1 dengan cancer stem cell CD133 (Tabel 4.5). Didapatkan bahwa hanya 1 kasus yang tidak mengekspresikan Notch1 dengan ekspresi CD133 yang positif (2,8%), sedangkan kasus cSCC dengan ekspresi Notch1 positif dan CD133 positif tidak ditemukan
75
pada penelitian ini. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 1, maka dapat disimpulkan tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara ekspresi Notch1 dengan CD133. Dalam penelitiannya, Konishi, et al., (2016) menunjukkan bahwa Notch1 yang teraktivasi secara langsung menginduksi CD133 melalui jalur RBP-Jk. Namun, di sisi lain, berkurangnya Notch1 atau RBP-Jk tidak seluruhnya meniadakan ekspresi CD133. Hal ini mungkin terjadi akibat adanya jalur signaling lain terlibat dalam induksi CD133. Inhibisi Notch1 menyebabkan petanda stemness, epithelial to mesenchymal transition (EMT), CSC (CD133) berkurang. Hal ini menandakan bahwa jalur Notch terlibat dalam EMT. Hilangnya Notch1 tidak mempengaruhi proliferasi sel secara in vitro namun mengurangi potensial migrasi. Selain itu, juga dikonfirmasi bahwa adanya gangguan Notch signaling menyebabkan berkurangnya resistensi terhadap obat dan kemampuan untuk membentuk tumourispheres dan tumourigenic secara in vivo (Novikova, et al., 2018).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, keratinosit yang menjalani diferensiasi terminal ditarik keluar dari siklus sel (Massi and Panelos, 2012).
Notch1 signaling telah terbukti secara langsung menginduksi ekspresi pengatur siklus sel p21 (juga dikenal sebagai Waf1 dan Cip1) melalui transkrispi yang bergantung pada RBP-Jk. p21 diidentifikasi sebagai mediator downstream terhentinya pertumbuhan yang diinduksi oleh p53 dan berfungsi sebagai anti- atau proapoptotic tergantung pada sel dan kondisi. Meningkatnya p21 menyebabkan siklus sel keratinosit yang sedang berproliferasi terhenti dan membantu memulai proses diferensiasi terminal (Okuyama, et al., 2008; Massi and Panelos, 2012;
Zhang, et al., 2016). Ekspresi p21 menyebabkan terakumulasinya sel pada G0/G1,
76
berubahnya morfologi, dan diferensiasi sel. p21 yang diinduksi berikatan dengan kompleks siklin E-CDK2 dan siklin D-CDK4 menyebabkan terhentinya siklus sel pada G1. Pada akhirnya, akan menyebabkan tertekannya fosforilasi protein retinoblastoma (pRb) dan mendukung transcription silencing target E2F1 yang penting untuk replikasi DNA dan perkembangan siklus sel (Kato, et al., 2019).
Selain itu, Notch1 signaling terbukti mengaktifkan kaspase3, sehingga proliferasi berkurang dan meningkatnya diferensiasi keratinosit embrionik melalui aktivasi PKC-δ (Okuyama, et al., 2008; Panelos and Massi, 2009; Zhang, et al., 2016).
Selain itu, Notch signaling yang aktif menekan ekspresi p63, sedangkan fungsi p63 dapat menginhibisi kemampuan Notch untuk mendukung terhentinya siklus sel dan diferensiasi epidermis (Nguyen, et al., 2006; Okuyama, et al., 2008;
Panelos ad Massi, 2009; Zhang, et al., 2016). Terlebih lagi, pada keratinosit Notch menginduksi terhentinya siklus sel yang terkait dengan induksi p21. Induksi p21 tersebut ditekan oleh adanya p63. Proliferasi dan diferensiasi keratinosit mungkin ditentukan oleh adanya keseimbangan kadar intraselular Notch dan p63 (Okuyama, et al., 2008; Watt, et al., 2008). Rangarajan, et al. (2001) menemukan bahwa ekspresi Notch1 yang teraktivasi dapat menjadi pencetus terhentinya siklus sel pada keratinosit tikus lewat induksi ekspresi p21 melalui transkripsi yang bergantung pada RBP-JK. Selain itu, peran tumor suppressor oleh Notch1 pada cSCC mungkin melibatkan jalur beta-catenin/Wnt. Hilangnya Notch1 signaling tampaknya mengaktifkan beta-catenin signaling pada cSCC manusia (Zhang, et al., 2016).
77
Gambar 4.1 Interaksi perubahan epigenetik dan genetik pada perkembangan squamous cell carcinoma. Protein dengan fungsi yang mendukung dan menekan tumor diwarnai merah dan biru,
sedangkan protein terlibat dalam pengaturan epigenetic, p300, diwarnai hijau (Dotto and Rustgi, 2016).
Pada penelitian ini, juga dianalisis hubungan ekspresi Notch1 dengan Ki-67 (Tabel 4.6). Diperoleh sebanyak 24 kasus yang tidak mengekspresi Notch1 memiliki nilai proliferasi Ki-67 tinggi (66,7%), sedangkan hanya terdapat 4 kasus cSCC yang mengekspresikan Notch1 positif memiliki nilai proliferasi Ki-67 tinggi (36,4%). Meskipun dari hasil uji statistik ditemukan tidak ada hubungan yang yang bermakna antara ekspresi Notch1 dengan Ki-67 (p value=0,073), terdapat kecenderungan kasus dengan Notch1 negatif untuk memiliki nilai Ki-67 yang tinggi. Seperti yang disebutkan di atas, bahwa Notch1 berfungsi sebagai tumor suppressor, sehingga bila sudah hilang Notch 1 maka proliferasi sel akan lebih merajalela. Hal ini juga dapat disebabkan oleh karena jumlah kasus yang terbatas.
Dari hasil analisis hubungan antara ekspresi Notch1 dengan histology grading pada cSCC (Tabel 4.7), kasus cSCC yang tidak mengekspresikan Notch1 terdapat 14 kasus dengan subtipe well differentiated (38,9%), 13 kasus moderately
78
differentiated (36,1%), dan 9 kasus poorly differentiated (25%). Pada cSCC yang mengekspresikan Notch1, terdapat 5 kasus dengan subtipe well differentiated (45,4%), 4 kasus moderately differentiated (36,4%), dan 2 kasus poorly differentiated (18,2%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,629, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Notch1 dengan histology grading. Hasil penelitian ini sejalan dengan Aoyama, et al., (2014) dan Zhao, et al., (2017). Aoyama, et al. (2014), dalam penelitiannya di Jepang menemukan bahwa dari 5 pasien poorly differentiated oral SCC, semuanya tidak mengalami mutasi Notch1. Dari 49 pasien well differentiated dan 30 moderately differentiated oral SCC, masing-masing hanya sebanyak 7 orang dan 1 orang yang mengalami mutasi Notch1. Dari penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Zhao, et al., (2017) ditemukan bahwa tidak adanya perbedaan ekspresi Notch1 yang bermakna pada head and neck SCC yang well differentiation dan poor differentiation (p value 0,819; OR 1,102; 95% CI 0,482-2,519).
Pada penelitian ini, cSCC dapat dikelompokkan menjadi 3 subtipe, sebagai berikut: (1) Notch1 (+), (2) CD133 (+), (3) Notch1 (-) atau CD133 (-).
Adapun kesulitan yang dialami selama melakukan penelitian ini adalah sebagian sampel berasal dari biopsi jaringan dimana didapatkan jaringan biopsi dengan komponen stroma yang sangat minimal. Selain itu, data penelitian ini diambil dari data sekunder, sehingga bila informasi yang didapatkan kurang memadai maka sampel tersebut akan dieksklusikan. Hal ini akan menyebabkan hilangnya kasus cSCC tersebut. Dalam melihat petanda CSC, hanya digunakan 1 petanda saja yaitu CD133, seharusnya digunakan beberapa petanda CSC untuk
79
meningkatkan kualitas dari penelitian ini. Kemungkinan CD133 bukan merupakan petanda stem cell pada cSCC yang mempunyai nilai signifikan, sehingga dibutuhkan petanda stem cell cSCC yang lain.
80
BAB V