• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Karakteristik Pekerja dengan Kecelakaan Kerja .1 Hubungan Usia Dengan Kecelakaan Kerja

1. Hubungan Housekeeping dengan Kecelakaan Kerja di Pabrik Negeri Lama Satu PT Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017

5.2 Hubungan Faktor Karakteristik Pekerja dengan Kecelakaan Kerja .1 Hubungan Usia Dengan Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5dari 10 orang responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori usia muda lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja daripada pekerja yang termasuk dalam kategori usia tua. Berdasarkan hasil uji

chi-square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,020 ≤ 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya hubungan bermakna antara usia dengan kecelakaan kerja.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hernawati (2008) yang menyatakan bahwa pekerja usia muda memiliki kecenderungan terjadinya kecelakaan kerja. Pekerja yang berumur muda masih baru dan memiliki semangat yang tinggi untuk menunjukkan hasil kerja yang maksimal dalam meningkatkan peluang karir yang lebih baik, oleh karena itu pekerja berusia muda menjaga kinerja dan produktivitas dengan menghindari kecelakaan ringan. Namun pekerja berumur muda pun sering mengalami kecelakaan kerja karena kecerobohan dan sikap tergesa-gesa (Siregar, 2014). Pada penelitian Hernawati (2008) hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kecelakaan kerja dengan P value = 0,05. Dan terlihat bahwa paling banyak pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah pekerja yang berusia ≤ 36 tahun.

Di Pabrik Negeri lama Satu PT Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu sudah melakukan pengendalian dimana setiap pekerja yang akan bekerja diberikan penyampaian work instruction selama 10 menit sebelum bekerja. Work Instruction ini dilakukan untuk meningkatkan pekerja agar bekerja lebih berhati-hati dan meningkatkan sikap untuk mematuhi prosedur kerja yang telah ditetapkan oleh perusahan, serta memberikan informasi dan mengingatkan kepada pekerja di setiap stasiun mengenai area lingkungan kerja. Namun kendalanya adalah masih

ada pekerja yang tidak mengikuti work instruction secara rutin hal ini dikarenakan pekerja telat mengikuti work instruction, dan kurang mengertinya akan pengarahan yang diberikan oleh asisten pabrik sehingga hal tersebut yang kemungkinan menyebabkan pekerja mengalami kecelakaan kerja di area pabrik.

Upaya pengendalian kecelakaan kerja yang dapat dilakukan berupa pemberian reward kepada pekerja yang rutin mengikuti work instruction setiap sebelum bekerja dan memberikan punishment kepada pekerja yang tidak mengikuti work instruction sebelum bekerja, serta melakukan training atau pelatihan keselamatan kerja untuk setiap pekerja yang ada.

5.2.2 Hubungan Lama Kerja Dengan Kecelakaan Kerja

Suma’mur (2009) dalam Pratama (2015) menyatakan bahwa pengalaman seseorang untuk mengenal bahaya di tempat kerja akan semakin membaik seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja, sehingga pekerja lama akan lebih mengenal titik-titik bahaya pada tempat kerja mereka yang pada akhirnya dapat meminimalkan terjadinya kesalahan (error) yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5dari 10 orang responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori baru bekerja lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja daripada pekerja yang termasuk dalam kategori lama bekerja. Berdasarkan hasil uji chi-square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,024≤ 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan

kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya hubungan bermakna antara lama kerja dengan kecelakaan kerja.

Menurut Suma’mur (1998) dalam Dauly (2010) masa kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dauly (2010) dimana hasil bivariat penelitian tersebut diperoleh p value sebesar 0,007 < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan kecelakaan kerja yang dialami oleh buruh konstruksi.

Pekerja yang baru bekerja akan merasa takut untuk melanggar peraturan keselamatan yang ada, sehingga akan mengikuti dan melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur. Pekerja yang baru juga akan berusaha bekerja secara maksimal dan sesuai peraturan untuk meningkatkan karir bekerja dan kualitas diri. Akan tetapi pekerja baru pun tidak luput dari kecelakaan ringan karena minimnya pengetahuan terkait dengan kondisi pekerjaan (Siregar, 2014).

Oleh karena itu, upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah pihak perusahaan sebaiknya mengadakan pelatihan kepada pekerja yang baru bekerja untuk menambah wawasan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) agar memperkecil dan terhindar dari terjadinya kecelakaan kerja serta menambah ketrampilan bekerja seorang pekerja agar dapat bekerja secara aman dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapakan oleh perusahaan.

5.2.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Kecelakaan Kerja

Menurut Green (1980) dalam Hidayat (2004), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam memotivasi seseorang dalam bertindak. Menurut ILO (1998) dalam Siregar (2014) pengetahuan yaitu pemahaman pekerja mengenai tipe-tipe risiko yang terdapat di tempat kerja, sumber pajanan dan faktor-faktor berbahaya yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan atau cedera, sesuai dengan tugasnya. Semakin rendahnya pengetahuan seseorang, maka akan semakin tinggi tindakan tidak aman yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Semakin positif perilaku yang dilakukan akan mampu menghindari kejadian yang tidak diinginkan (Siregar, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5dari 10 orang responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori pengetahuan rendah lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja daripada pekerja yang termasuk dalam kategori pengetahuan tinggi. Berdasarkan hasil uji chi-square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,007≤ 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kecelakaan kerja.

Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Yuniarti (2006) dimana pengetahuan dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hasil bivariat pada penelitian Stevanus et.al (2016) didapatkan bahwa dari 17 responden yang pengetahuannya baik, sebanyak 10 responden (58,8%) yang pernah mengalami

kecelakaan kerja dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, sedangkan dari 33 responden yang pengetahuannya kurang, ada 33 responden (100%) pula yang pernah mengalami kecelakaan kerja dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. Hasil POR (95% CI) menunjukkan nilai 1,700 artinya responden yang pengetahuan tentang K3 kurang lebih beresiko mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden yang pengetahuan tentang K3 baik tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja. Ini artinya pengetahuan nelayan tentang K3 berpengaruh atas kejadian kecelakaan kerja. Penelitian ini juga sejalan dengan penilitian Siregar (2014) dimana terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kecelakaan kerja di PT. Aqua Golden Mississipi Bekasi dengan p < 0,000. Pengetahuan yang diukur dalam penelitian tersebut adalah pemahaman respondenterhadap penyebab kecelakaan kerja dan kebijakan K3.

Pekerja yang memiliki pengetahuan rendah akan cenderung mengabaikan bahaya disekitarnya dan tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur karena ketidaktahuan akan risiko yang akan diterima. Pekerja yang memiliki pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja akan cenderung bekerja terburu-buru dan hanya ingin menyelesaikan pekerjaan dengan cepat guna menghemat waktu dan waktu istirahat menjadi lebih cepat (Siregar, 2014). Dari kutipan tersebut dinyatakan bahwa rendahnya pengetahuan akan keselamatan dan kesehatan kerja dapat menimbulkan kecelakaan kerja ringan dan kecelakaan kerja yang lebih fatal.

Menurut Westerman dan Donoghue (1997) menyatakan bahwa cara pengembangan pengetahuan dan sikap yang diperlukan seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai adalah dengan melakukan

pelatihan yang rutin. Akan tetapi sebaiknya perusahan memberikan test terkait materi pelatihan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan kepada seluruh pekerjan hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat mengukur apakah pelatihan yang dilakukan efektif atau tidak (Siregar, 2014).

5.2.4 Hubungan Sikap Dengan Kecelakaan Kerja

Sikap merupakan konsepsi yang bersifat abstrak tentang pemahaman perilaku manusia. Menurut Notoadmodjo (2010) sikap adalah respon yang tidak teramati secara langsung yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5dari 10 orang responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori sikap negatif lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja daripada pekerja yang termasuk dalam kategori sikap positif. Berdasarkan hasil uji chi-square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,017≤ 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya hubungan bermakna antara sikap dengan kecelakaan kerja.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniawati (2013) pekerja yang memiliki sikap negatif lebih sering mengalami kecelakan kerja, dan sejalan dengan penelitian Stevanus et.al (2016) dimana hasil uji fisher’s exact diperoleh nilai p sebesar 0,002 (p<0,05), maka secara statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap tentang K3 dengan kejadian kecelakaan kerja dan nilai POR (95% CI) sebesar 1,467, artinya responden yang sikap tentang K3 kurang

lebih beresiko mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden yang sikap tentang K3 baik tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja.

Menurut Azwar (2005) dalam Siregar (2014) pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan dan media informasi. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan perusahaan dengan menghadirkan beberapa pekerja yang berprestasi sebagai model yang patut ditiru oleh pekerja lain. Dengan adanya pemodelan tersebut diharapkan dapat memperngaruhi sikap positif pekerja.

5.2.5 Hubungan Kepatuhan Terhadap Prosedur Dengan Kecelakaan Kerja Menurut geller (2011) dalam Siregar (2014) kepatuhan adalah satu bentuk perilaku yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5dari 10 orang responden yang pernah mengalami kecelakaan kerja, dapat dilihat bahwa pekerja yang termasuk dalam kategori tidak patuh terhadap prosedur lebih banyak yang pernah mengalami kecelakaan kerja daripada pekerja yang termasuk dalam kategori patuh terhadap prosedur. Berdasarkan hasil uji chi-square pearson di atas, diperoleh nilai P Value= 0,024≤ 0,05, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan terhadap prosedur dengan kecelakaan kerja. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukannya hubungan bermakna antara kepatuhan terhadap prosedur dengan kecelakaan kerja.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Siregar (2014) hasil uji chi-square menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kepatuhan terhadap prosedur

dengan kecelakaan kerja dimana P value 0,000. Menurut penelitian Arifin (2005) kepatuhan menjalankan prosedur berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tidak patuh responden maka akan semakin tinggi kecelakaan kerja, dan sebaliknya semakin semakin patuh responden maka akan semakin rendah kecelakaan kerja.

Menurut Green (2005) dalam Siregar (2014) bentuk perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 hal yaitu predisposing factor (pengetahuan, sikap, ketrampilan), enabling factor (peraturan keselamatan, fasilitas keselamatan), reinforcing factor (teman kerja, pengawas, keluarga, dan pemberian reward and punishment). Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningakatkan kepatuhan terhadap prosedur adalah dengan dilaksanakannya pelatihan/training kepada pekerja yang ada untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pekerja agar bekerja dengan aman dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan. Pelatihan yang rutin dan work instruction yang dihadiri secara rutin juga akan meningkatkan kemauan untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Perusahaan juga harus meningkatkan peran pengawas yang ada di area kerja agar melakukan pemeriksaan terhadap pekerja dan fasititas keselamatan secara rutin.

Dokumen terkait