• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Good Corporate Governance dengan Audit Internal

Dalam dokumen 169023196 Makalah Paling Fix Internal Audit (Halaman 36-43)

H. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

I. Hubungan Good Corporate Governance dengan Audit Internal

Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsure-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

Arti GCG secara awam: “Mengurus Perusahaan Secara Baik”. GCG merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari “nilai-nilai” yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). GCG dari segi soft definitionyang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu: Komitmen, Aturan Main, Serta Praktik Penyelenggaraan Bisnis Secara Sehat dan Beretika.

Berdasarkan hasil penelitian, terjadinya skandal bisnis (business gate), misalnya Enron, Worldcom, Tyco, Global Crosing ternyata salah satunya disebabkan prinsip-prinsip GCG tidak dijalankan secara sungguh-sungguh, konsekuen dan konsisten. Respon pihak Pemerintah, BUMN, perusahaan swasta maupun perusahaan multinasional sangat positif atas upaya mewujudkan GCG tersebut. Perusahaan yang tidak mengimplementasikan GCG, pada akhirnya dapat

ditinggalkan oleh para investor, kurang dihargai oleh masyarakat (publik) dan, dapat dikenakan sanksi apabila berdasarkan hasil penilaian ternyata perusahaan tersebut melanggar hukum.

Perusahaan seperti ini akan kehilangan peluang (opportunity) untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya (going concern) dengan lancar. Namun sebaliknya perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG dapat menciptakan nilai (value creation) bagi masyarakat (publik), pemasok (supplier), distributor, pemerintah, dan ternyata lebih diminati para investor sehingga berdampak secara langsung bagi kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Dan dalam mendorong terwujudnya GCG di perusahaan internal auditor dapat melaksanakan perannya sebagai berikut :

Mendorong transparansi (transparency) dan integritas (integrity) dalam pelaporan keuangan (financial reporting) perusahaan.

1. Mendorong akuntabilitas (accountability) dalam pengelolaan aset perusahaan.

2. Mendorong pertanggungjawaban (responsibility) perusahaan kepada public melalui Corporate Social Responsibility /CSR, Community Development atau Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL). 3. Mendorong independensi (independency) perusahaan terhadap

pihak-pihak terkait, termasuk pemegang saham minoritas.

4. Mendorong kewajaran (fairness) dalam pengadaan barang & jasa termasuk dipastikannya tidak ada pelanggaran terhadap UU anti monopoli & persaingan usaha yang sehat.

Selain itu dengan berlakunya Sarbanes Oxley Act (SOA) pada tahun 2002 mempunyai pengaruh yang sangat besar pada auditor internal, terutama pada perusahaan . Walaupun pemberlakuan peraturan ini di Amerika, tetapi karena lingkup bisnis Amerika terdapat di seluruh dunia, maka SOA dalam konteks auditor intenal juga akan berpengaruh ke seluruh dunia. SOA pada bagian 404 tentang manajemen penilaian pengendalian internal,mengharuskan laporan

tahunan yang memuat laporan internal control yang menyatakan tanggung jawab manajemen untuk menerapkan dan menjaga kecukupan sistem intenal control, termasuk assessment atas efectivitas prosedur internal control pada setiap akhir tahun buku.

Auditor intenal mempunyai kewajiban untuk mereview dan memberi penilaian (assess) atas efectivitas control.Fungsi audit internal yang aktif menemukan kelemahan terhadap kepatuhan akan mendorong langkah perbaikan,sehingga top manajemen dapat mengambil alih masalah tersebut dan segera melaksanakan langkah – langkah perbaikan sehingga Good Corporate Governance ( GCG ) dapat terwujud. GCG sebagai tata kelola perusahaan juga tidak akan lepas dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut bersifat universal sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masing-masing..Penerapan GCG oleh perusahaan wajib dievaluasi untuk mengetahui area-area yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan, menyesuaikan dengan perubahan peraturan dan praktik terbaik mengenai GCG terkini. Pedoman GCG, pedoman perilaku, dan kebijakan-kebijakan perusahaan perlu dipahami oleh para karyawan, sehingga perlu diberikan sosialisasi atas langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan perusahaan sehubungan dengan penerapan GCG.Serangkaian strategi bagi fungsi audit internal dan organisasinya dalam melaksanakan evaluasi terhadap aktivitas governance, berkonsentrasi pada area sebagai berikut:

1. Lingkungan governance – budaya, struktur, dan kebijakan yang menjadi dasar bagi governance yang baik.

2. Proses governance – kegiatan-kegiatan khusus yang mendukung lingkungan governance.

Akan tetapi dalam perkembangannya, dalam penerapan prinsip GCG yang tidak sungguh –sungguh juga terjadi karena banyak praktik – praktik yang memberikan peluang bagi organisasi dalam melakukan berbagai penyelewengan

dan korupsi,dan accounting choice merupakan salah satu cara dalam creative accounting practices (Mulford dan Comiskey, 2002) yang sering digunakan untuk melakukan penyelewengan. Dalam kasus Enron, perusahaan menerapkan creative accounting untuk hal-hal seperti off balance sheet SPEs, timing of revenue recognition and estimation of value of merchant investment. Dengan pemilihan metode akuntansi, perusahaan secara kreatif dapat merancang tampilan kinerja yang diinginkan manajemen sebagaimana yang terjadi dalam income smoothing (Moses, 1997).Realita menunjukkan ketidakberdayaan profesi akuntan dalam mewujudkan good governance, yang dipicu dengan terjadinya korupsi dalam permintaan dan penawaran.(Tanzi, 1998).

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, pengawasan memainkan peranan yang penting dalam monitoring implementasi pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan yang tercantum dalam anggaran entitas. Berbagai penelitian dalam pengawasan menyimpulkan bahwa prinsipal (pemberi amanah) menginginkan jasa pengawasan dalam rangka mengurangi permasalahan tersebut yang juga disebut sebagai konflik keagenan (Chow, 1981; Simunic, 1980; DeAngelo, 1981 dan Watts & Zimmerman, 1983).

Pengawasan merupakan fungsi yang tidak terpisah dari pengelolaan organisasi modern. Fungsi pengawasan diperlukan untuk membantu setiap manajemen yang bertanggung jawab pada suatu aktivitas atau kegiatan, untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang paling sejalan dengan kepentingan organisasi. Dengan kondisi yang semakin turbulence yang mendorong complexity dan chaos (Sanders, 1998) dan tuntutan akan social acceptance yang semakin besar, kualitas jasa dan produk menjadi indikator kinerja yang harus dicapai organisasi.

Pengawasan dituntut untuk memberi added value dalam proses pembentukan dan pencapaian nilai organisasi. Fungsi pengawasan terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya adalah kegiatan pemeriksaan (audit). Pemeriksaan

(audit), sebagai salah satu kegiatan dalam fungsi pengawasan,menurut the American Accounting Association adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan kegiatan dan kejadian ekonomi. Hal ini diperlukan untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan transparansi, kegiatan audit sangat esensial. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua pihak yang terkait dengan organisasi. Untuk itulah keseluruhan proses audit harus dilakukan secara berhatihati dan konsisten dengan kaidah-kaidah profesi. Proses audit melalui prosedur yang berjenjang, dan setiap tahapan akan melibatkan judgmen auditor atas suatu kejadian atau fakta.Dalam menjalankan tugas-tugas auditnya auditor menggunakan keahliannya dalam pengumpulan bukti-bukti termasuk dengan judgmen. Menurut Kida (1984) auditor membuat judgment dalam mengevaluasi pengendalian intern, menilai risiko audit, merancang dan mengimplementasikan pemilihan sampel dan menilai serta melaporkan aspek-aspek ketidakpastian.

Auditor secara eksplisit maupun implisit memformulasikan suatu hipotesis terkait dengan tugas-tugas judgemen mereka. Setelah hipotesis itu dibingkai, kemudian mereka mencari data untuk menguji hipotesis-hipotesis (dugaan-dugaan) yang diformulasikan. Sebelum tahun 1900, audit difokuskan untuk memenuhi kebutuhan akan independent check pada balance sheet audit. Auditor melaksanakan berbagai tugas audit, termasuk di dalamnya pengamatan pada pemeriksaan fisik barang, verifikasi dan inspeksi dokumentasi yang mendukung angka – angka dalam neraca, konfirmasi pada pihak ketiga, dan lainnya. Untuk memenuhi audit ini, auditor harus memahami metode pembukuan (bookkeeping) dan prosedur pencatatannya. Pada akhir abad ke-19, akuntansi dan auditing mengalami perubahan yang cukup radikal, dikarenakan masyarakat barat

berpindah dari sistem pertanian ke sistem industri. Perubahan ini berpengaruh pula pada akuntansi dan auditing pada saat sekarang ini, terutama dalam hal pengambilan keputusan oleh manajemen berdasarkan informasi laporan keuangan.Lebih jauh, guna memelihara hubungan antara masyarakat anggota organisasi dengan manajemen, pelaksanaan kegiatan audit dipandang sebagai pendekatan atau solusi yang paling ekonomis dan praktis (Wallace, 1987). Fungsi yang dimaksudkan disini diharapkan dapat menjadi kepanjangan tangan dan mata masyarakat untuk menilai dengan kompetensi khusus tindakan dan laporan yang disampaikan oleh manajemen.Karena itu, dewasa ini sukar ditemukan organisasi sosial dan ekonomi yang berorientasi pada hak-hak demokrasi anggotanya yang eksis tanpa lembaga audit.

Dengan demikian,audit merupakan fungsi yang sangat instrumental dalam perwujudan manajemen yang dapat beroperasi dengan good corporate governance.Tuntutan profesionalisme bagi auditor antara lain:

(1) meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi, (2) menjaga kepercayaan publik kepada profesi,

(3) mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa yang diberikan profesi.

Dengan lingkup aktivitas profesi akuntan yang semakin luas, tentunya memiliki implikasi yang luas pula salah satunya adalah tantangan bagaimana akuntan mampu mengembangkan kualitas profesinya. Sebab untuk dapat melaksanakan aktivitas.Dalam konteks ini, untuk mengimbangi luasnya lingkup aktivitas profesi akuntan,maka keahlian-keahlian atau pengetahuan berikut perlu dimiliki para akuntan.

Pertama pengetahuan tentang hukum bisnis. Tujuannya adalah, agar para akuntan mampu mengidentifikasi perilaku-perilaku bisnis (seperti monopoli, kartel, oligopoli, dansebagainya).

Kedua, pemahaman tentang ekonomi industri. Pemahaman ini diperlukan agar para akuntan mampu mengidentifikasi struktur industri serta posisi entitas dalam industri.

Secara institusi, dengan adanya tuntutan yang begitu besar terhadap peran akuntan dalam mewujudkan good governance, IAI perlu menata kembali aktivitas yang dilakukan para anggotanya. Selain membekali berbagai keahlian seperti tersebut di atas, melalui berbagai program Pendidikan Profesi Berkelanjutan, secara legalitas IAI juga perlu memperkuat landasan bagi profesi akuntan. Dalam konteks ini, jika selama ini standar akuntansi dan auditing yang telah ditetapkan IAI masih mengacu pada catatan keuangan (kuantitatif) semata, maka kini saatnya klausul-klausul kualitatif, ikut tercakup dalam standar.

Dengan demikian, bagi IAI kini sudah saatnya untuk mempertimbangkan membuat suatu standar agar klausul-klausul kualitatif menjadi bagian dalam pelaporan keuangan yang terpublikasi. Sementara itu, pertimbangan penentuan opini terhadap sebuah laporan keuangan, juga sudah tidak relevan lagi jika hanya didasarkan pada kewajaran laporan keuangan, tetapi juga termasuk di dalamnya perlu dipertimbangkan klausul-klausul kualitatif yang terjadi pada perusahaan, seperti kewajaran transaksi.

Dengan tuntutan yang sedemikian besarnya terhadap auditor, maka perlu dipersiapkan auditor yang mampu memenuhi harapan semua pihak tersebut. Kemampuan yang harus dimiliki oleh auditor mencakup kemampuan untuk menggambarkan posisi keuangan dan kinerja keuangan pemerintah, apakah telah disajikan secara wajar serta di dukung dengan bukti-bukti yang handal.

Audit Internal memegang peranan yang cukup penting dalam terwujudnya Good Corporate Goverment ( GCG ) hal ini terkait erat dengan fungsi dan tugas dari internal audit untuk aktif dalam menemukan kelemahan terhadap kepatuhan dan mendorong langkah perbaikan,sehingga top manajemen dapat mengambil

alih masalah tersebut dan segera melaksanakan langkah – langkah perbaikan sehingga Good Corporate Governance ( GCG ) dapat terwujud.

Selain itu tugas pengawasan yang dilakukan oleh audit internal memainkan peranan yang penting dalam monitoring implementasi pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan yang tercantum dalam anggaran entitas.Pengawasan merupakan fungsi yang tidak terpisah dari pengelolaan organisasi modern.Akan tetapi dalam perkembangannya, dalam penerapan prinsip GCG yang tidak sungguh –sungguh juga terjadi karena banyak praktik – praktik yang memberikan peluang bagi organisasi dalam melakukan berbagai penyelewengan dan korupsi.

Realita yang terjadi menunjukkan ketidakberdayaan profesi akuntan dalam mewujudkan good governance, yang dipicu dengan terjadinya korupsi dalam permintaan dan penawaran. Olek karena itu sebagai sebuah institusi auditor IAI dalam membantu mewujudkan good governance, perlu menata kembali aktivitas yang dilakukan para anggotanya. Selain membekali berbagai keahlian, melalui berbagai program Pendidikan Profesi Berkelanjutan, secara legalitas IAI juga perlu memperkuat landasan bagi profesi akuntan. Dalam konteks ini, jika selama ini standar akuntansi dan auditing yang telah ditetapkan IAI masih mengacu pada catatan keuangan (kuantitatif) semata, maka kini saatnya klausul-klausul kualitatif, ikut tercakup dalam standar.Dengan demikian, bagi IAI kini sudah saatnya untuk mempertimbangkan membuat suatu standar agar klausul-klausul kualitatif menjadi bagian dalam pelaporan keuangan yang terpublikasi.Sehingga diharapkan kedepannya dengan segala perbaikan dalam penerapan prinsip GCG, perbaikan terhadap kompetensi dan kapabilitas serta peraturan pengawasan audit internal dapat mendukung sepenuhnya terhadap nterwujudnya Good Corporate Governance.

J. Jurnal Peranan Auditor Internal dalam Menunjang Pelaksanaan Good

Dalam dokumen 169023196 Makalah Paling Fix Internal Audit (Halaman 36-43)

Dokumen terkait