• Tidak ada hasil yang ditemukan

169023196 Makalah Paling Fix Internal Audit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "169023196 Makalah Paling Fix Internal Audit"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Internal Audit

Dosen Pembing: Ibu Ismawati Haribowo,SE.,M.Si

Disusun oleh;

1. Umi Basiroh

(1110082000021)

2. Isna Fauziah

(1110082000094)

3. Mia Nurul Hikmawati

(1110082000099)

4. Leonita Mahardika

(1110082000107)

5. Rizqi Awaliya Nikmah

(1110082000123)

6. Diah Augraheni

(1110082000124)

Kelas Audit B AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

2013 M/1433 H

KATA PENGANTAR

Assalaamu ‘alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Kehadirat Allah SWT, penguasa alam semasta, yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk tetap teguh dalam menjalankan kewajiban sebagai hamba-Nya dan telah mnecurahkan rahmat dan hidayah kepada penulis yang dengan karunia-Nya ini, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Good Corporate Governance ”

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada teladan umat manusia, pemimpin teringgi umat islam,pemberi safaat dihari akhir,rasulullah saw. Beserta para sahabat dan penerusnya sampai hari kiamat. Aamiin

Penulis menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan partisipasi dari semua pihak, baik berupa saran dan motivasi yang bersifat moril bantuan material, penulisan buku ini tidak mungkin terwujud sebagaimana mestinya. Karena itu, suatu kewajiban penulis untuk mengucapkan terimma kasih kepada semua pihak.

Ucapan terimakasih yang pertama, penulis sampaikan kepada DOSEN yang telah membimbing penulis yang dengan ketulusan dan kegairahannya berkenan mengoreksi,mengarahkan, dan membimbing dalam penulisan makalah ini.

(3)

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada teman-teman kelas Akuntansi 2a yang memberi saran, motivasi dan memberikan kritik-kritiknya selama pembuatan makaalah ini.

Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekeliruan, kami kira makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan guna kesempurnaan penulisan ini. Akhirnya kepada teman-teman dan pihak-pihak yang tidak mungkin dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuannya, penulis ucapkan terimakasih. Semoga Allah SWT membalas segala amal kebaikannya. Aamiin

Ciputat, 7 Juni 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata

Pengantar ... ii

Daftar isi... iv

BAB I,

(4)

BAB II,

PEMBAHASAN ... 9

A. Sejarah Timbulnya

GCG ... 9

B. Sejarah lahirnya GCG dan

Perkembangannya ... 12

C. Pengertian

GCG ... 15

D. Arti Penting

GCG ... 17

E. Konsep

GCG ... 18

F. Tujuan GCG ... 19

G. Peran Penerapan

GCG ... 20

1. Landasan-Landasan

Teori…... 21

2. Manfaat dan Faktor Penerapan

GCG... 24

3. Peranan GCG Dalam Pengembangan Perusahaan ... 27

H. Hubungan GCG dengan Audit Internal ... 30

(5)

Pelaksanaan Good Corporate Governance... 42

BAB III, PENUTUP ... 43

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

Corporate Governance menjadi suatu isu dan concern di dunia usaha atau lembaga publik yang serius dibicarakan diseluruh dunia akhir-akhir ini. Deretan peristiwa yang dialami dunia bisnis dan kolapsnya perekonomian suatu negara telah menjadi pendorong penerapan “mandatory” atau secara paksa praktik corporate governance di segala aspek. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian BUMN telah menerbitkan Surat Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan GCG di BUMN. Sejak itu, Pertamina langsung bergerak menyusun langkah-langkah berupa tahapan pelaksanaan implementasi GCG dengan Tim Corporate Governance BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan) sebagai mitra kerja sekaligus sebagai konsultan.

Tim Pengembangan dan Penerapan Praktik-Praktik (TP3) GCG di Pertamina didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Utama Nomor 055/C00000/2004-S0 tanggal 1 Nopember 2004, dengan agenda utama mensosialisasikan GCG sekaligus melaksanakan Diagnostic Self Assessment GCG diseluruh tingkatan baik di pusat maupun daerah. Kerja keras telah membuahkan hasil yang sangat berarti yaitu dapat dilaksanakannya self assessment atas implementasi GCG di Pertamina selama 3 tahun terakhir dengan nilai capaian skor secara korporat adalah 55,73 (2004), 62,45 (2005), dan 62,86 (2006) dari skor 100.

(7)

Dengan mengimplementasikan GCG, masyarakat dan stakeholder akan memberikan penilaian apakah insentif atau penalti. Insentif berupa “trust” sedangkan penanti berupa rusaknya image atau reputasi Pertamina atas kualitas implementasi Good Governance. Terkait dengan penilaian tersebut yang tentunya sangat menentukan kinerja keuangan dalam jangka panjang, kita berharap peran yang lebih besar dari profesi akuntansi secara umum dan internal auditor khususnya. Di tengah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor terkait dengan berbagai kasus manipulasi dan kolusi, maka internal auditor harus melakukan perubahan mindset dan keluar dari kemapanan melalui peningkatan peran yang lebih besar dalam penegakkan governance.

Sejak akhir dekade ’90-an fungsi dan peran audit intern telah memasuki orientasi baru dari peran tradisionalnya sebagai polisi atau pihak yang terkesan mencari kesalahan pihak lain dalam organisasi tanpa rekomendasi solusi, kearah fungsi dan peran yang baru sebagai mitra dan atau konsultan intern sehingga keberadaan audit intern diapresiasi secara positif sebagai problem solver danagent of change.

Dimana fokus kerja audit intern telah bergeser dari fungsi mendeteksi pengendalian usaha menjadi pemberi solusi bagi penyempurnaan pengendalian usaha. Reformasi peran tersebut memerlukan komitmen yang kuat dari manajemen dan stakeholderuntuk menciptakan sound business practices dan good governance. Di sisi lain, audit intern harus mampu menjawab tantangan tersebut dengan meningkatkan kualitas kerjanya sehingga keberadaannya dapat memberikan nilai tambah yang signifikan efisien dan efektif.

(8)

risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Terlepas dari reputasinya yang sempat terpuruk oleh berbagai kasus kolapsnya beberapa perusahaan terkemuka seperti kasus ENRON atau WORLD.COM yang melibatkan peran auditor, maka profesi internal auditor semakin hari semakin dihargai dalam organisasi.

Perubahan paradigma dan perannya dalam organisasi yang memandang business unit atau auditee-nya sebagai customer daripada obyek telah merubah cara pandang auditor dari kesan “cop” menjadi “coach”. Dengan perubahan peran tersebut, tuntutan internal auditor juga semakin berat, auditor dituntut sebagai “resource center” dan memberikan berbagai layanan yang meberikan nilai tambah bagi organisasi, dan bukan lagi sebagai “cost center”.

Dengan demikian, cara pandang business unit juga berubah, tidak lagi menganggap auditor sebagai polisi organisasi namun sebagai business partner yang menjadi bagian internal dari suatu manajemen risiko, sistem pengendalian dan governance process.

Terkait dengan pencapaian Good Corporate Governancedan kaitannya dengan peranan internal auditor sebagai salah satu profesi di bidang akuntansi yang merupakan jantung dari keseluruhan proses bisnis juga internal auditorlah yang merupakan garda terdepan dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Pertamina.

Maka dengan demikian terjadi pergeseran peranan internal auditor saat ini, yaitu dari sekadar pelaksana fungsi “penilai (appraisal)” pelaksana kepatuhan yang cenderung memperlakukanauditee sebagai objek, ke arah peran “penjamin (assurance)” melalui perannya sebagai konsultan. Sehingga dalam pelaksanaan audit tidak sekedar dituntut menemukan permasalahan namun sekaligus menjadi bagian dari solusi dan memberikan usulan perbaikan.

(9)
(10)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Timbulnya Good Corporate Governance

Corporate Governance dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ‘pengendalian perusahaan’ atau ‘tata-kelola perusahaan’, atau ada juga yang menterjemahkan dengan ‘tata-pamong perusahaan’. Namun karena padanan bahasa Indonesia ini belum cukup baku, maka dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah aslinya saja, yaitu Corporate Governance.

Tata-kelola atau governance memang lain dengan pengelolaan atau manajemen sebagaimana nanti dapat dilihat dari rumusan pengertian atau definisinya. Semua perusahaan membutuhkan suatu kerangka-kerja tata-kelola yang meliputi misi yang akan dicapai dan aturan-aturan serta konvensi yang jelas untuk pedoman pencapaian misi tersebut.

1. Pemicu Timbulnya Corporate Governance

Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa, sedangkan yang mempunyai adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi oleh interaksi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

(11)

perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan.

Pada tahun 1992 misalnya masyarakat industri otomotif Jepang mengkritik industri otomotif Amerika Serikat yang memberikan gaji terlalu tinggi pada para eksekutifnya. Bahkan ketika resesi pada tahun 1989, gaji mereka terus meningkat sebesar rata-rata 6,7% sedangkan nilai pemegang saham pada waktu yang sama merosot sebesar 9%. Untuk itu diperlukan suatu tata-kelola perusahaan yang jelas dan bertanggung jawab.

Tadinya paham corporate governance hanya berkembang di negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi segera pula berkembang di negara-negara lain. Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap dan tertulis? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak? Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.

Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban, baik itu tindakan bisnis, tindakan dalam dunia olah raga dan sebagainya, bahkan juga tindakan dalam perang. Bagi Indonesia, good corporate governance dewasa ini merupakan salah satu persyaratan yang diminta oleh IMF yang harus diusahakan oleh Pemerintah Indonesia.

2. Elemen Corporate Governance

(12)

sangat dipengaruhi oleh peraturan yang ketat, sedangkan di lembaga keagamaan, sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan tradisi.

Namun ada semacam aturan atau elemen umum yang perlu dikembangkan oleh setiap bagian organisasi atau perusahaan yaitu sebagai berikut:

1. Ada identitas untuk setiap bagian.

2. Ada definisi dari tujuannya.

3. Bagaimana tujuan tersebut dicapai.

4. Kriteria keanggotaan atau kepemilikan.

5. Bagaimana bagian tersebut diatur.

6. Bagaimana bagian tersebut saling berhubungan.

7. Bagaimana kinerja bagian tersebut diukur.

8. Bagaimana pengaturan penghentian keanggotaan/kepemilikan.

3. Corporate Governance Modern

Cikal bakal corporate governance modern adalah apa yang dapat ditimba dari pengalaman skandal Watergate di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari berbagai investigasi yang dilakukan oleh para penyidik, para legislator berkesimpulan bahwa rupanya terdapat tidak cukup pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pemberian kontribusi politik ilegal dan penyuapan pegawai pemerintah federal.

Pengalaman ini menyebabkan penyempurnaan Foreign and Corrupt Practice Act tahun 1977. Ini kemudian diikuti dengan usulan Securities and Exchange Commision Amerika Serikat pada tahun 1979 untuk mengharuskan pelaporan keuangan internal. Pada tahun 1985, setelah terjadi kegagalan bisnis oleh perusahaan keuangan yang sangat terkenal yaitu Savings and Loan, terbentuklah Komisi Treadway.

(13)

menghilangkan atau mengurangi kesalahan tersebut. Tahun 1987, Komisi Treadway mengeluarkan laporan yang berisi rekomendasi perlunya suatu lingkungan pengawasan yang mencukupi seperti komite audit independen dan obyektif, perlunya kriteria untuk audit internal, perlunya laporan keuangan yang diumumkan secara publik, dan sebagainya.

Sesuai dengan perkembangan di Amerika Serikat tersebut, di Inggris dibentuk COSO (Committee of Sponsoring Organisations). Laporan COSO pada tahun 1992 menyatakan suatu kerangka kerja pengawasan, yang sebetulnya sudah dikembangkan dalam empat laporan sebelumnya yaitu laporan Cadbury, Rutteman, Hampel dan Turnbull.

B. Sejarah Lahirnya Good Corporate Governance dan Perkembangannya di Indonesia

Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independen dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan public di Indonesia.

(14)

Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun 2001, pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif. Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang pemebentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang memperluas cakupan tugas sosialisasi Governance bukan hanya di sektor korporasi tapi juga di sector pelayanan public.

KNKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman CG yang telah di terbitkan pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal-hal yang dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal-hal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah:

1. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG.

2. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku.

3. Kelengkapan Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris (komite audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan corporate governance);

4. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam kerangka penerapan GCG yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial;

5. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang saham seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa.;

6. Pernyataan tentang penerapan GCG;

(15)

Secara strategis tahapan mengenai implementasi CG di Indonesia melalui beberapa-tahap:

1. Pemberdayaan dewan komisaris agar mekanisme Check and Balance berjalan secara efektif. Dewan komisaris yang menjalankan prinsip-prinsip CG dapat secara efektif bekerja sesuai dengan peraturan dan best practices yang ada dalam dunia bisnis. Independensi komisaris diperlukan dalam rangka mewujudkan fungsi check and balance sebagai perwujudan dari asas akuntabilitas dalam perseroan. Saat ini selain pedoman komisari independen dan komite audit yang diterbitkan oleh KNKG, pihak otoritas Pasar Modal, BUMN, dan Perbankan juga telah mewajibkan penunjukan komisaris independen.

2. Memperbanyak agen-agen perubahan melalui program sertifikasi komisaris dan direktur. Melalui institusi pelatihan dan sertifikasi komisaris dan direktur materi CG disampaikan sebagai sarana untuk internalisasi prinsip CG dalam mengelola korporasi. Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) sebagai lembaga pelatihan dan sertifikasi kedirekturan yang di naungi oleh KNKG telah menjalankan fungsinya sejak tahun 2001 untuk menciptakan agen-agen perubahan didalam perusahaan yang konsisten menerapkan prinsip CG. Selain LKDI tercatat juga IICD dan lembaga-lembaga universitas yang turut serta dalam upaya menciptakan agen-agen perubahan.

3. Memasukkan asas-asas GCG kedalam pearturan perundangan seperti UUPT, UUPM, Peraturan Perundangan mengenai BUMN, Peraturan Perundangan mengenai Perbankan khususnya yang terkait dengan asas transparansi, akuntabilitas, dan fairness.

4. Penyusunan Pedoman-Pedoman oleh Komite Nasional Kebijakan Governance.

(16)

Secara keseluruhan penegakan aturan untuk penerapan CG belum ada sanksi yang memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak menerapkannya, namun di sektor perbankan telah dicoba untuk dimasukkan beberapa hal yang terkait dengan kewajiban Bank dalam menerapkan CG yang berujung pada sanksi bagi bank-bank yang tidak mengikuti aturan tersebut.

C. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

Pengertian Corporate Governance menurut Turnbull Report di Inggris (April 1999) yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma adalah sebagai berikut.

Corporate governance is a company’s system of internal control, which has as its principal aim the management of risks that are significant to the fulfilment of its business objectives, with a view to safeguarding the company’s assets and enhancing over time the value of the shareholders investment”.

Berdasarkan pengertian di atas, corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

(17)

Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.

Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.

Di Indonesia sendiri istilah corporate governance sering diartikan sebagai tata kelola perusahaan. Menurut pasal 1 surat keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

(18)

1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.

2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.

3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

4. GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih, transparan dan profesional (BTPP). Implementasi prinsip-prinsip GCG secara konsistem di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang akan mengembangkan usahanya, seperti melakukan investasi baru maupun proyek ekspansi.

D. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)

GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:

1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) .

(19)

3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.

E. Konsep GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Implementasi prinsip-prinsip GCG menyangkut pengembangan dua aspek yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: perangkat keras (hardware) dan pernagkat lunak (software). Hardware yang lebih bersifat teknis mencakup pembentukan atau perubahan struktur dan sistem organisasi. sedangkan software yang lebih bersifat psikososial mencakup perubahan paradigma, visi, misi, niali (values), sikap (attitude) dan etika keprilakuan (behavioral ethics). Dalam praktik nyata di dunia bisnis, sebagian besar perusahaan ternyata lebih menekankan pada aspek hardware seperti penyusunan sistem dan prosedur serta pembentukan struktur organisasi. Hal ini merupakan hal yang wajar, karena aspek hardware hasilnya lebih mudah dilihat dan dapat dilakaukan lebih cepat dibandingkan aspek software.

Menurut ahli dari Indonesian institute for corporate governance (IICG), menyatakan dalam GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah mesin pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas untuk menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan. Selain itu perusahaan bukanlah sekedar mesin yang mengubah input menjadi output melainkan lembaga insani, sebuah masyarakat yang punya nilai cita-cita, jati diri dan tanggung jawab sosial. Konsp GCG mencerminkan pentingnya sikap berbagi, peduli dan melestarikan. Semua hal itu menyangkut aspek kejiwaan dari GCG.

(20)

menanamkan nilai serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan pada anggota perusahaan.

Terlepas dari model dan sistem yang digunakan oleh sebuah korporasi, perangkat tata kelola (governance) dari suatu organisasi sebagai sistem yang terbuka terdiri atass struktur tata kelola, mekanisme tata kelola dan prinsip-prinsip tata kelola. Ketiga perangkat ini berjalan sebagai siatu kesatuan dalam bentuk sistem tata kelola yang berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perangkat tata kelola ini dinilai dari seberapa jauh sistem dimaksud mampu memberikan hasil tata kelola yang diharapakan.

F. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance

Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:

A. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan

B. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan

C. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.

(21)

Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.

G. Peranan Penerapan Good Corporate Governance

Ekonomi yang melanda Asia Timur pada akhir tahun 1997 telah memicu terjadinya diskusi tentang pentingnya sistem tatakelola dalam suatu negara. Iskandar dan Chamlou (2000) menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan asia tenggara dan negara lain bukan hanya akibat faktor ekonomi makro namun juga karena lemahnya Good Corporate Goverance (GCG) yang ada di negara-negara tersebut'seperti lemahnya hukum' standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas. Hal ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang saham, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itulah berbagai lembaga-lembagaekonomi dan keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund sangat berkepentingan terhadap penegakan corporate governance (CG) di negara-negara penerima dana, karena mereka menganggap bahwa CG merupakan bagian penting sistem pasar yang efisien.

(22)

keuangan yang besar bahkan dengan negara' menutupkemungkinan bagi pengawasan pihak luar.

Para konglomerat dengan memanfaatkan koneksi tingkat tinggi mereka dan jaminan pemerintah' dapat mengakses utang dari luar tanpa melalui proses kontrol yang memadai. Sementara para investor' kreditor' para pemegang saham minoritas baik dari dalam maupun luar negeri tidak diberi wewenang untuk memonitor perusahaan. Hal ini akan menghasilkan over-investment yang menj erat korporasikorporasi tersebut dan menghancurkan kepercayaan pasar (Swa' 2005). Buruknya peleksanaan corporate governance dapat meningkatkan risiko berinvestasi yang berimplikasi pada rendahnya minat investor atau kreditur untuk menyalurkan investasi atau kreditnya.

1. Landasan-Landasan Teori

Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapatdipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.

(23)

maupun shareholders pada khususnya. Dengan demikian, “managers could not be trusted to do their job – which of course is to maximize shareholder value’ (Tricker, Opcit).

Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya.

Agency costs ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk‘bonding expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problem tetap ada karena adanya pemisahan antara kepengurusan dengan kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik.

(24)

Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsipresponsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang dijabarkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman pengembagan kerangka kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara. Lima aspek tersebut antara adalah:

1. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.

2. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya dilanggar.

3. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.

(25)

5. Tanggung jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

2. Manfaat dan Faktor Penerapan GCG

Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.

Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan. Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:

(26)

perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global. Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.

1. Faktor Eksternal

Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:

(27)

b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).

d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

2. Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.

(28)

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan GCG secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan

3. Peranan Good Corporate Governance Dalam Pengembangan Perusahaan Publik

Indonesia terperosok dalam krisis ekonomi beberapa tahun silam, makagood corporate governance menjadi bagian untuk pembenahan dan pengembangan pengelolaan perusahaan. Setiap emiten, direksi dan komisaris harus dengan tulus dan ikhlas bersedia setiap gerak dari usaha mereka, telah mencerminkan prinsipprinsip good corporate governance tersebut. Adapun untuk dapat menilai dunia usaha di Indonesia saat ini adalah ;

1. Ketertutupan diri pengusaha, baik pemilik maupun manager.

2. Tidak mempergunakan kaedah-kaedah usaha dengan baik dalam mengerjakan usaha melainkan lebih menyenangi lobi.

3. Kurangnya kesiapan menjadi enterpreneur yang mampu membawanya ke dunia usaha murni.

(29)

pengaruh ini tidak tampak namun apabila kondisi perekonomian kurang baik maka kehancuran perusahaan tidak dapat terelakkan lagi.

Secara formal good corporate governance hanya ditujukan untuk perusahaan yang mempunyai status perusahaan publik, khususnya emiten yang telah menyerap dana dari masyarakat dan telah memiliki saham publik yang sifatnya minoritas dan independent dan secara sederhana dapat dilukiskan sebagai bentuk dari pelaksaan tanggung jawab antara perusahaan sebagai badan hukum, direksi dan komisaris sebagai pengurus dengan para pemegang saham. Caranya dengan menjalankan ketentuan Anggaran Dasar (AD) dalam rangkaian kewajiban untuk transparansi, bertanggung j awab, adil dan akuntabel.

Board of Directors harus mampu dan mau secara tulus dan ikhlas menerapkan good corporate governance maka secara otomatis akan mempunyai kekuatan dan daya tahan terpaan serta ancaman dari faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan.

Good corporate governance telah memiliki nilai-nilai positif untuk menjaga konsistensi serta profesionalisme perusahaan dalam melakukan berbagai macam tindakan guna menuju kearah kinerja yang hebat. Apabila perusahaan tidak mau bekerja dengan menerapkan good corporate governance maka berbagai potensi negatif akan bersarang dan berkembang untuk merusak moral dan etika kerja dari sumber daya manusianya secara total.

(30)

Ketika perusahaan mengalami kegagalan dalam bekerja dengan menerapkangood corporate governance, maka sistem pengendalian perusahaan sulit mengukur semua resiko secara baik, sistem keuangan perusahaan akan menjadi tidak konsisten, para pelanggan beserta stakeholders lainnya akan merasa bosan dengan etika dan moral pelayanan yang kurang baik dan tidak menyenangkan, serta ada beberapa hal lain yang dapat menyebabkan perusahaan berada dalam genggaman potensi negatif, dan semua itu akan menggerogoti daya saing, cash flow, sumber daya manusia, produksi serta jasa perusahaan, sehingga perusahaan akan sulit untuk bernafas dengan baik yang artinya perusahaan sudah tidak dapat berjalan dengan baik atau diambang kehancuran.

Peranan penerapan good corporate governance sangat penting untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam kompetisi pasar global yang sudah ketat sekali. Dengan melalui penerapan good corporate governance perusahaan akan mempunyai kemampuan dan kekuatan dalam menciptakan pertumbuhan maupun perkembangan bisnis sesuai target yang telah direncanakan.

Penerapan good corporate governance yang berintikan pada budaya korporasi adalah merupakan sikap profesionalisme yang beretika dan bermoral tinggi, sehingga semua kekuatan manusia korporasi tidak lagi melakukan politik praktis di dalam perusahaan, melainkan bersatu padu untuk meningkatkan kualitas perusahaan menjadi kuat, kokoh dan lebih sehat serta dapat mengembangkan perusahaan.

(31)

terkaitdengan etika dan moral serta nilai-nilai penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dengan tepat, bersih dan sehat.

Adapun yang menjadi rahasia keberhasilan dari implementasi good corporate governance adalah terletak pada kepemimpinan yang kuat, tangguh dan mempunyai daya tahan untuk bekerja dalam organisasai perusahaan yang serbaberwarna-warni, sebab akar good corporate culture juga terletak pada sikap dan perilaku pimpinan perusahaan. Kepemimpinan yang sanggup memberikan motivasi dan meyakinkan pada setiap sumber daya manusia perusahaan, untuk tetap mempunyai semangat tinggi dalam kerja sama serta saling menghargai dan menjaga rasa hormat diantara mereka dengan kesabaran tinggi dan kerja kerastiada henti. Kepemimpinan yang dapat memberikan contoh-contoh positif dalam proses implementasi good corporate governance adalah merupakan pemimpin yang secara sepenuh hati mengabdikan pada keselamatan serta kelangsungan hidup perusahaan, dan mereka adalah sebagai pemimpin yang tidak egois dengan kepentingan pribadinya sendiri tetapi selalu bekerja demi kepentingan visi serta misi perusahaan.

H. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Pendirian suatu organisasi sudah tentu ada tujuan yang hendak dicapai. Apalagi menyangkut organisasi bisnis yang pastinya ada peluang untuk meraup keuntungan dari usahanya tersebut. Dapat diawali dengan melakukan riset pasar untuk membuat pemetaan agar mendapat informasi yang lengkap dan gambaran yang jelas terkait ruang lingkup bisnisnya.

(32)

No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :

1. Transparency (Keterbukaan Informasi)

Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-Undang seperti misalnya mengumukan pendirian PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan management, dan keterbukaan informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik kepada share holders maupun stakeholder.

Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.

(33)

2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)

Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasihat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.

3. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial, dalam hal ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggungjawab jajaran manajemen yang professional atas semua keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.

Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

(34)

dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.

Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

4. Fairness (Kewajaran)

Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.

(35)

di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.

Kalau menurut Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance hanya ada empat. Tetapi ada juga yang mengatakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance ada lima. Tambahannya yaitu independency (kemandirian).

5. Independency (Kemandirian)

Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, prinsip ini menuntut bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakun terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.

(36)

jawabnya. Hal tersebut penting sehingga masing-masing komponen mampu melaksanakan tugas secara professional.

Dengan demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris perlu mengamankan investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus memiliki sistem dan pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan, operasional, risk management dan kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar tidak terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh Direksi dan para pejabat eksekutif perusahaan.

I. Hubungan Good Corporate Governance dengan Audit Internal

Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsure-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

Arti GCG secara awam: “Mengurus Perusahaan Secara Baik”. GCG merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari “nilai-nilai” yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). GCG dari segi soft definitionyang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu: Komitmen, Aturan Main, Serta Praktik Penyelenggaraan Bisnis Secara Sehat dan Beretika.

(37)

ditinggalkan oleh para investor, kurang dihargai oleh masyarakat (publik) dan, dapat dikenakan sanksi apabila berdasarkan hasil penilaian ternyata perusahaan tersebut melanggar hukum.

Perusahaan seperti ini akan kehilangan peluang (opportunity) untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya (going concern) dengan lancar. Namun sebaliknya perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG dapat menciptakan nilai (value creation) bagi masyarakat (publik), pemasok (supplier), distributor, pemerintah, dan ternyata lebih diminati para investor sehingga berdampak secara langsung bagi kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Dan dalam mendorong terwujudnya GCG di perusahaan internal auditor dapat melaksanakan perannya sebagai berikut :

Mendorong transparansi (transparency) dan integritas (integrity) dalam pelaporan keuangan (financial reporting) perusahaan.

1. Mendorong akuntabilitas (accountability) dalam pengelolaan aset perusahaan.

2. Mendorong pertanggungjawaban (responsibility) perusahaan kepada public melalui Corporate Social Responsibility /CSR, Community Development atau Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL). 3. Mendorong independensi (independency) perusahaan terhadap

pihak-pihak terkait, termasuk pemegang saham minoritas.

4. Mendorong kewajaran (fairness) dalam pengadaan barang & jasa termasuk dipastikannya tidak ada pelanggaran terhadap UU anti monopoli & persaingan usaha yang sehat.

(38)

tahunan yang memuat laporan internal control yang menyatakan tanggung jawab manajemen untuk menerapkan dan menjaga kecukupan sistem intenal control, termasuk assessment atas efectivitas prosedur internal control pada setiap akhir tahun buku.

Auditor intenal mempunyai kewajiban untuk mereview dan memberi penilaian (assess) atas efectivitas control.Fungsi audit internal yang aktif menemukan kelemahan terhadap kepatuhan akan mendorong langkah perbaikan,sehingga top manajemen dapat mengambil alih masalah tersebut dan segera melaksanakan langkah – langkah perbaikan sehingga Good Corporate Governance ( GCG ) dapat terwujud. GCG sebagai tata kelola perusahaan juga tidak akan lepas dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut bersifat universal sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masing-masing..Penerapan GCG oleh perusahaan wajib dievaluasi untuk mengetahui area-area yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan, menyesuaikan dengan perubahan peraturan dan praktik terbaik mengenai GCG terkini. Pedoman GCG, pedoman perilaku, dan kebijakan-kebijakan perusahaan perlu dipahami oleh para karyawan, sehingga perlu diberikan sosialisasi atas langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan perusahaan sehubungan dengan penerapan GCG.Serangkaian strategi bagi fungsi audit internal dan organisasinya dalam melaksanakan evaluasi terhadap aktivitas governance, berkonsentrasi pada area sebagai berikut:

1. Lingkungan governance – budaya, struktur, dan kebijakan yang menjadi dasar bagi governance yang baik.

2. Proses governance – kegiatan-kegiatan khusus yang mendukung lingkungan governance.

(39)

dan korupsi,dan accounting choice merupakan salah satu cara dalam creative accounting practices (Mulford dan Comiskey, 2002) yang sering digunakan untuk melakukan penyelewengan. Dalam kasus Enron, perusahaan menerapkan creative accounting untuk hal-hal seperti off balance sheet SPEs, timing of revenue recognition and estimation of value of merchant investment. Dengan pemilihan metode akuntansi, perusahaan secara kreatif dapat merancang tampilan kinerja yang diinginkan manajemen sebagaimana yang terjadi dalam income smoothing (Moses, 1997).Realita menunjukkan ketidakberdayaan profesi akuntan dalam mewujudkan good governance, yang dipicu dengan terjadinya korupsi dalam permintaan dan penawaran.(Tanzi, 1998).

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, pengawasan memainkan peranan yang penting dalam monitoring implementasi pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan yang tercantum dalam anggaran entitas. Berbagai penelitian dalam pengawasan menyimpulkan bahwa prinsipal (pemberi amanah) menginginkan jasa pengawasan dalam rangka mengurangi permasalahan tersebut yang juga disebut sebagai konflik keagenan (Chow, 1981; Simunic, 1980; DeAngelo, 1981 dan Watts & Zimmerman, 1983).

Pengawasan merupakan fungsi yang tidak terpisah dari pengelolaan organisasi modern. Fungsi pengawasan diperlukan untuk membantu setiap manajemen yang bertanggung jawab pada suatu aktivitas atau kegiatan, untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang paling sejalan dengan kepentingan organisasi. Dengan kondisi yang semakin turbulence yang mendorong complexity dan chaos (Sanders, 1998) dan tuntutan akan social acceptance yang semakin besar, kualitas jasa dan produk menjadi indikator kinerja yang harus dicapai organisasi.

(40)

(audit), sebagai salah satu kegiatan dalam fungsi pengawasan,menurut the American Accounting Association adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan kegiatan dan kejadian ekonomi. Hal ini diperlukan untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan transparansi, kegiatan audit sangat esensial. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua pihak yang terkait dengan organisasi. Untuk itulah keseluruhan proses audit harus dilakukan secara berhatihati dan konsisten dengan kaidah-kaidah profesi. Proses audit melalui prosedur yang berjenjang, dan setiap tahapan akan melibatkan judgmen auditor atas suatu kejadian atau fakta.Dalam menjalankan tugas-tugas auditnya auditor menggunakan keahliannya dalam pengumpulan bukti-bukti termasuk dengan judgmen. Menurut Kida (1984) auditor membuat judgment dalam mengevaluasi pengendalian intern, menilai risiko audit, merancang dan mengimplementasikan pemilihan sampel dan menilai serta melaporkan aspek-aspek ketidakpastian.

(41)

berpindah dari sistem pertanian ke sistem industri. Perubahan ini berpengaruh pula pada akuntansi dan auditing pada saat sekarang ini, terutama dalam hal pengambilan keputusan oleh manajemen berdasarkan informasi laporan keuangan.Lebih jauh, guna memelihara hubungan antara masyarakat anggota organisasi dengan manajemen, pelaksanaan kegiatan audit dipandang sebagai pendekatan atau solusi yang paling ekonomis dan praktis (Wallace, 1987). Fungsi yang dimaksudkan disini diharapkan dapat menjadi kepanjangan tangan dan mata masyarakat untuk menilai dengan kompetensi khusus tindakan dan laporan yang disampaikan oleh manajemen.Karena itu, dewasa ini sukar ditemukan organisasi sosial dan ekonomi yang berorientasi pada hak-hak demokrasi anggotanya yang eksis tanpa lembaga audit.

Dengan demikian,audit merupakan fungsi yang sangat instrumental dalam perwujudan manajemen yang dapat beroperasi dengan good corporate governance.Tuntutan profesionalisme bagi auditor antara lain:

(1) meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi, (2) menjaga kepercayaan publik kepada profesi,

(3) mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa yang diberikan profesi.

Dengan lingkup aktivitas profesi akuntan yang semakin luas, tentunya memiliki implikasi yang luas pula salah satunya adalah tantangan bagaimana akuntan mampu mengembangkan kualitas profesinya. Sebab untuk dapat melaksanakan aktivitas.Dalam konteks ini, untuk mengimbangi luasnya lingkup aktivitas profesi akuntan,maka keahlian-keahlian atau pengetahuan berikut perlu dimiliki para akuntan.

(42)

Kedua, pemahaman tentang ekonomi industri. Pemahaman ini diperlukan agar para akuntan mampu mengidentifikasi struktur industri serta posisi entitas dalam industri.

Secara institusi, dengan adanya tuntutan yang begitu besar terhadap peran akuntan dalam mewujudkan good governance, IAI perlu menata kembali aktivitas yang dilakukan para anggotanya. Selain membekali berbagai keahlian seperti tersebut di atas, melalui berbagai program Pendidikan Profesi Berkelanjutan, secara legalitas IAI juga perlu memperkuat landasan bagi profesi akuntan. Dalam konteks ini, jika selama ini standar akuntansi dan auditing yang telah ditetapkan IAI masih mengacu pada catatan keuangan (kuantitatif) semata, maka kini saatnya klausul-klausul kualitatif, ikut tercakup dalam standar.

Dengan demikian, bagi IAI kini sudah saatnya untuk mempertimbangkan membuat suatu standar agar klausul-klausul kualitatif menjadi bagian dalam pelaporan keuangan yang terpublikasi. Sementara itu, pertimbangan penentuan opini terhadap sebuah laporan keuangan, juga sudah tidak relevan lagi jika hanya didasarkan pada kewajaran laporan keuangan, tetapi juga termasuk di dalamnya perlu dipertimbangkan klausul-klausul kualitatif yang terjadi pada perusahaan, seperti kewajaran transaksi.

Dengan tuntutan yang sedemikian besarnya terhadap auditor, maka perlu dipersiapkan auditor yang mampu memenuhi harapan semua pihak tersebut. Kemampuan yang harus dimiliki oleh auditor mencakup kemampuan untuk menggambarkan posisi keuangan dan kinerja keuangan pemerintah, apakah telah disajikan secara wajar serta di dukung dengan bukti-bukti yang handal.

(43)

alih masalah tersebut dan segera melaksanakan langkah – langkah perbaikan sehingga Good Corporate Governance ( GCG ) dapat terwujud.

Selain itu tugas pengawasan yang dilakukan oleh audit internal memainkan peranan yang penting dalam monitoring implementasi pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan yang tercantum dalam anggaran entitas.Pengawasan merupakan fungsi yang tidak terpisah dari pengelolaan organisasi modern.Akan tetapi dalam perkembangannya, dalam penerapan prinsip GCG yang tidak sungguh –sungguh juga terjadi karena banyak praktik – praktik yang memberikan peluang bagi organisasi dalam melakukan berbagai penyelewengan dan korupsi.

Realita yang terjadi menunjukkan ketidakberdayaan profesi akuntan dalam mewujudkan good governance, yang dipicu dengan terjadinya korupsi dalam permintaan dan penawaran. Olek karena itu sebagai sebuah institusi auditor IAI dalam membantu mewujudkan good governance, perlu menata kembali aktivitas yang dilakukan para anggotanya. Selain membekali berbagai keahlian, melalui berbagai program Pendidikan Profesi Berkelanjutan, secara legalitas IAI juga perlu memperkuat landasan bagi profesi akuntan. Dalam konteks ini, jika selama ini standar akuntansi dan auditing yang telah ditetapkan IAI masih mengacu pada catatan keuangan (kuantitatif) semata, maka kini saatnya klausul-klausul kualitatif, ikut tercakup dalam standar.Dengan demikian, bagi IAI kini sudah saatnya untuk mempertimbangkan membuat suatu standar agar klausul-klausul kualitatif menjadi bagian dalam pelaporan keuangan yang terpublikasi.Sehingga diharapkan kedepannya dengan segala perbaikan dalam penerapan prinsip GCG, perbaikan terhadap kompetensi dan kapabilitas serta peraturan pengawasan audit internal dapat mendukung sepenuhnya terhadap nterwujudnya Good Corporate Governance.

J. Jurnal Peranan Auditor Internal dalam Menunjang Pelaksanaan Good CorporateGovernance

(44)

BAB III PENUTUP

Saat ini terjadi pergeseran paradigma, auditor yang dahulu bertindak pasif sekarang telah menjadi business partner pada perusahaan-perusahaan sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.Dengan demikian, cara pandang business unit juga berubah, tidak lagi menganggap auditor sebagai polisi organisasi namun sebagai business partner yang menjadi bagian internal dalam sebuah manajemen.

Terkait dengan pencapaian Good Corporate Governance dan kaitannya dengan peranan internal auditor garda terdepan dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Pertamina. Auditor berperan sebagai pencegah bukan lagi sebagai penilai perusahaan dimana mencari-mencari kesalahan dari perusahaan tersebut.

(45)

DAFATAR PUSTAKA

IASB-FASB Update Report to the Financial Stability Board Plenary on Accounting Convergence [April 5, 2012]

en.wikipedia.org/wiki/corporate_governance

Kuncoro, Mudrajat. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Erlangga: Yogyakarta

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007).

Azhar Maksum, Pidato Pengukuhan Guru Besar: Tinjuan atas Good Corporate Governance di Indonesia, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara, 2005).

Crown Dirgantoro, Manajemen Stratejik: Konsep, Kasus,dan Implementasi, (Jakarta: Grasindo, 2001).

Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001).

http://www.blogger.com/commentiframe.g?

blogID=5507137554223710716&postID=5507656754725282296&blogsp otRpcToken=4617031

http://rson-r-son.blogspot.com/2009/01/good-corporate-governance.htm

http://aldianegara.wordpress.com/2012/01/23/tugas-kuliah-good-corporate-governance/

http://sarilovely.blogspot.com/2009/11/peranan-penerapan-good-corporate.html

paksis.files.wordpress.com/2008/01/gcg-dan-pns.doc

www.elearning-ujb.net/.../00-2411-7401Dyah%20Permata%20Budi%20Asri.doc

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang sudah diketahui, alasan penandatanganan pengajuan Hak Angket oleh keempat parpol tersebut adalah karena mereka menilai Pemerintah (Presiden Jokowi) telah

Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapat solusi untuk mengurangi waktu hambatan yang terjadi saat proses produksi, sehingga waktu hambatan dapat dikurangi sebesar 91,61

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam bentuk perilaku yang mendukung

159 KLINIK GARUDA SENTRA MEDIKA JAKARTA PUSAT DKI JAKARTA 160 KLINIK GET HEALTHY HEMODIALISIS JAKARTA BARAT DKI JAKARTA 161 KLINIK HEMODIALISA SARTIKA JAKARTA TIMUR DKI JAKARTA

Game selanjutnya diwujudkan dalam bentuk permainan labirin, dimana pemain ditugaskan untuk mengarahkan karakter agar dapat keluar dari labirin dengan menggunakan

Akhlak mulia tidak akan terbentuk tanpa jiwa yang bersih. Sesuai dengan fitrah manusia bahwa pada saat lahir, jiwa seorang anak dalam keadaan suci. Maka jiwa pun juga

Walaupun kedua kelompok data ini berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal akan tetapi pada akhirnya hasil analisis data tersebut memberikan kesimpulan bahwa

Untuk metode pengujian yang dialkukan pada penelitian ini merupakan metode pengujian langsung yaitu dengan menggunakan pengujian Black box. Digunakan untuk menguji fungsi