• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan jasa pihak ketiga (debt collector) dimulai dari suatu perjanjian baku (standard contract) yang disetujui oleh masih-masing pihak, dan surat kuasa yang diberikan oleh pihak bank kepada debt collector untuk melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan. 23

Di dalam system Common Low/ Anglo Saxon, perbuatan melawan hokum disebut dengan istilah “torf” yang berarti salah atau kesalahan. Tetapi seiring dengan perkembangan yang ada, istilah “torf” diartikan sebagai kesalahan perdata yang dilakukan oleh seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, dan bukan yang berasal dari wanprestasi kontrak.24

Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hokum adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang karena kesalahnnya telah menimbulkan kerugian pada orang lain.

22 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung :PT. Alumni,2005), hal.3.

23 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal.145

24 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum : pendekatan kontemporer,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,2013), hal.3

25

Dengan meluasnya pemahaman dari pengertian perbuatan melawan hokum, muncul suatu teori relavitas atau schutznorm theorie yang mengajarkan bahwa seseorang dapat mempertanggungjawabkan atas kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hokum yang telah dilakukannya, dan tidak cukup dengan adanya hubungan kausal saja, tetapi perlu juga menunjukkan norma atau peraturan yang dialnggar tersebut guna melindungi pihak yang dirugikan.

Saat ini di Indonesia seringkali terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector). Suatu tindakan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum itu sendiri. Unsure-unsur dari perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata adalah:

a. Adanya suatu perbuatan.

b. Perbuatan tersebut melawan hukum.

c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku (baik kesengajaan ataupun kelalaian).

d. Adanya kerugian bagi korban.

e. Adanya hubungan klausal antara perbuatan dengan kerugian.

C.ANALISIS PUTUSAN NO.751/PDT.G/2014/PN.JAK.SEL

Dalam kasus ini Penulis sependapat dengan keputusan majelis hakim dengan melihat dari bukti-bukti dan keterangan-keterangan baik dalam gugatan,eksepsi,konvensi dan rekonvensi, bahwa perbuatan yang disangka kan oleh pihak penggugat (Franky) kepada pihak Bank Danamon dalam melakukan penagihan kredit macet terhadap nasabahnya Franky Hoetomo, telah menggunakan cara-cara

26

pendekatan intimidasi dan penekanan yang didalam PBI Pasal 17 B ayat (1) dan (2) sudah diatur mengenai penagihan kartu kredit yang wajib bagi penerbit untuk mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang kartu kredit dan juga penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa penagihan yang dilakukan sendiri atau menggunakan jasa penagih harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku tidaklah memiliki cukup bukti, atau gugatan dianggap kabur, sehingga Putusan Majelis Hakim menolak gugatan dari penggugat dalam konvensi, dan menghukum Penggugat dalam Konvensi untuk membayar hutang kepada Penggugat dalam Rekonvensi / Tergugat dalam Konvensi sebesar Rp 89.100.016,- (delapan puluh sembilan juta seratus ribu enam belas rupiah), serta Menghukum Penggugat dalam Konvensi / Tergugat dalam Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 516.000,- (lima ratus enam belas ribu rupiah), sudahlah tepat.

Menurut penulis penggugat harusnya lebih mempersiapkan bukti-bukti yang memperkuat bahwa benar adanya pendekatan dengan tindakan intimidasi dan premanisme terhadap dirinya. Dalam hal ini menurut penulis penggugat beruntung karena gugatannya tidak dianggap oleh majelis hakim sebagai tindakan pencemaran nama baik dari perusahaan Bank Danamon, sehingga penggugat cukup melunasi hutang sesuai dengan yang tertera dalam putusan kepada pihak tergugat.

Jasa pihak ketiga atau biasa yang disebut dengan debt collector merupakan jasa yang dibutuhkan oleh perbankan dalam hal penagihan hutang kredit macet. Jasa ini merupakan salah satu jalan alternatif untuk menyelesaikan kredit macet secara efisien

27

dan dan ekonomis dibandingkan dengan menggunakan jalur hukum pada umumnya.

Jasa pihak ketiga (debt collector) ini dianggap perlu dalam bidang perbankan, karena dikhawatirkan para nasabah yang tidak dapat membayar hutangnya dapat berakibat pada menurunnya kinerja bank. Kredit macet atau non performing loan (NPL) akan meningkat jika bank dilarang menggunakan jasa penagih hutang atau debt collector.

Sebab jasa debt collector sudah menjadi andalan perbankan dalam menagih hutang yang macet termasuk hutang kartu kredit.

Dalam kasus penagihan hutang kredit kepada nasabah tidak jarang debt collector menggunakan cara penekanan, hal ini disebabkan karena agen penagih hutang bertindak secara agresif guna mendapatkan hasil atau pendapatan dari besarnya target yang mampu diselesaikannya dalam menagih hutang kepada nasabah.

Tidak jarang pula pihak bank menawarkan bonus kepada agen tersebut jika penagihan hutang dapat terselesaikan dengan target yang diinginkan. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pihak bank terhdap pen debt collector untuk menagih kredit macet, disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan hukum dianggap tidak bekerja efesien dan efektif.

2. Bertele-telenya proses penegakan hukum menimbulkan kekecawaan masyarakat.

3. Pengadilan tidak bisa memberikn jaminan kepastian hukum dan berjalan singkat.

28

4. Debt Collector dianggap lebih mampu bekerja dalam waktu relatif singkat dan tingkt keberhasilannya mencapai 90%.

Dengan adanya faktor-faktor tersebut, maka Bank Indonesia mengeluarkan peraturan dimana terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan penagihan hutang kredit macet agar tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Peraturan tersebut terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No.

13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Dalam Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.

14/17/DASP/2012 tentang Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Menurut peneliti, penggunaan debt collector dalam menyelesaikan kredit macet diperbolehkan begitu saja, asalkan cara-cara yang dilakukannya sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan dan tidak melanggar pokok-pokok etika yang berlaku.

29 PENUTUP A.Kesimpulan

1. Pengertian kartu kredit juga terdapat dalam Pasal 1 angka 4 PBI No. 14/2/PBI/2012 Peraturan Bank Indonesia Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, Di Indonesia sistem pembayaran dengan kartu kredit baru dikenal awal tahun 1970-an, yaitu dengan masuknya American Express Card, yang pada saat itu belum memasuki pasar Indonesia, hanya saja menyediakan layanan kepada para nasabahnya yang memiliki kartu yang diterbitkan diluar Indonesia.Banyak manfaat dan kerugian kartu kredit baik secara financial maupun non financial.adapun kerugian dialami pihak –pihak yang terlibat dalam kartu kredit yaitu:

a. Kerugian bagi bank yaitu Jika terjadi kemacetan pembayaran oleh nasabah maka akan sulit untuk ditagih,

b. Kerugian bagi nasabah yaitu Biasanya nasabah agak boros dalam berbelanja, hal ini karena nasabah merasa tidak mengeluarkan uang tunai untuk berbelanja.

Secara umum perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit diatur dalam ketentuan hukum Perlindungan Konsumen.. Secara khusus, ketentuan tentang perlindungan hukum terhadap kartu kredit diatur oleh Bank Indonesia selaku pengawas di bidang moneter. Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan PBI 11/11 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan SEBI 7/60 Tentang Prinsip Perlindungan Nasabah Dan Kehati-Hatian, Serta

30

Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraaan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Dalam PBI APMK dan SEBI 7/60, pengaturan perlindungan hukum terhadap Pemegang Kartu Kredit yang lebih luas dan lebih detail lagi, mencakup hak dasar konsumen untuk mendapatkan informasi, keamanan, dan didengar. Hal tersebut tercermin dengan pengaturan yang mewajibkan kepada penerbit kartu kredit.

2. Jasa pihak ketiga (debt collector) mempunyai tugas untuk menagih tagihan kartu kredit nasabah bank yang sudah jatuh tempo. Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan jasa pihak ketiga (debt collector) dimulai dari suatu perjanjian baku (standard contract) yang disetujui oleh masih-masing pihak, dan surat kuasa yang diberikan oleh pihak bank kepada debt collector untuk melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan. Dengan adanya perjanjian baku (standard contract) dan surat kuasa yang telah dibuat oleh pihak bank, maka kewajiban debt collector disini adalah mematuhi apa yang tertuang dalam klausula-klausula baku yang telah diperjanjikan sebelumnya dan hal yang dikuasakan kepadanya..Adapun tata cara penagihan kredit kepada nasabah yang nunggak hutang yaitu Desk collector,debt collector,dan colletor remedial. Pengaturan tentang jasa pihak ketiga (debt collector) tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia no.12/17/DASP/2012. Perbuatan melawan hukum terjadi jika sudah memenuhi unsur-unsur yang tedapat pada pasal 1365 KUH Perdata.Biasanya perbuatan melawan hukum yang di lakukan debt collector yaitu menyita barang dengan paksa, melakukan penganiayaan, teror melalu telepon atau mendatangi secara langsung, dan pencemaran nama baik.

31

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet disebabkan karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan dianggap tidak bekerja efektif dan efesien, bertele-telenya proses penegakan hukum yang selama ini lebih sering mengecewakan masyarakat, dan ditambah lagi dengan ketidak mampuan pengadiln memberikan jaminan kepastian hukum dan berjalan singkat, sementara di sisi lain, kemampuan debt collector dianggap sebagai “partner’’ yang lebih baik karena mampu bekerja dalam waktu yang relatif singkat dengan tingkat keberhasilannya mencapai 90%. Maka dari itu, dalam bidang perbankan menjadi hal yang biasa dalam penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menyelesaikan hutang kredit macet.

B. Saran

1. Bagi pihak bank dalam menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) seharusnya dapat menerapkan prinsip kehati-hatian yang dalam hal ini mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pokok-pokok etika penagihan yang dilakukan oleh jasa penagih, karena pada kenyataan sering sekali jasa pihak ketiga (debt collector) yang dikuasai oleh pihak bank melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nasabah.

2. Bagi pihak bank dalam menyalurkan dan kepada nasabah seperti kartu kredit dan kartu tanpa agunan, seharusnya bisa lebih selektif lagi sebelum melakukan perjanjian menggunakan kartu kredit. Dan bagi pihak nasabah,

32

seharusnya bisa lebih teliti dan berhati-hati lagi dalam mencermati perjanjian yang diajukan oleh pihak bank sebelum menandatangani perjanjian kreditnya.

3. Adanya peran dri Otoritas Jasa Keungan (OJK) sebagai lembaga independen untuk bisa lebih mengawasi atas tindakan perbankan yang menggunakan jasa penagih (debt collector), dan seharusnya OJK menerapkan sanksi yang tegas terhadap tindakan bank yang melanggar hak-hak konsumen perbakan yang dirugikan.

33

Dokumen terkait