• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

D. Syarat-Syarat Perjanjian

Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut : a. Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :

23

1). Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :

a). Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. b). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c). Suatu hal tertentu.

d). Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam :

(1) dua unsur pokok yang menyangkut subjek yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif).

(2) dua unsur lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).

Unsur subjektif mencakup adanya kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan dan causa dari objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.

2). Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata, yang terdiri dari :

a). Syarat itikad baik.

b). Syarat sesuai dengan kebiasaan. c). Syarat sesuai dengan kepatutan.

b. Syarat sah yang khusus, yang terdiri dari :

1). Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu. 2). Syarat akta notaries untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

3). Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaries untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

4). Syarat izin dari yang berwenang.

Merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut :

a). Batal demi hukum (nietig, null and void)

Dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata Syarat objektif tersebut adalah suatu hal tertentu dan tentu sebab yang halal. b). Dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable)

Dilanggarnya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat subjektif tersebut adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c). Perjanjian tidak dapat dilaksanakan (unenforceable)

Perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Bedanya dengan perjanjian yang batal demi hukum adalah bahwa perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi perjanjian yang sah.

Sedangkan bedanya dengan perjanjian yang dapat dibatalkan (voidable) adalah bahwa dalam perjanjian yang dapat dibatalkan, perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut, sementara perjanjian yang tidak dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi perjanjian yang sah. Contoh perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi kemudian perjanjian tersebut ditulis oleh para pihak.

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa, dimana para pihak saling berjanji untuk melakukan atau melaksanakan sesuatu hal. Hal yang akan dilaksanakan itu disebut prestasi. Inti dari suatu perjanjian adalah bahwa para pihak harus melaksanakan apa yang telah disetujui atau dijanjikan dengan tepat dan sesempurna mungkin. Tindakan yang bertentangan yang dibuat oleh salah satu pihak mengakibatkan pihak yang lain berhak meminta ganti rugi.

Sedangkan yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuan. Tujuan tidak akan tercapai tanpa adanya pelaksanaan perjanjian, dimana para pihak harus melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan tepat seperti yang telah disepakati bersama.

Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa : “ jika salah satu pihak telah melanggar kewajibannya itu bukanlah kesalahannya. Ia telah berjanjian untuk melaksanakan perjanjiannya, dan ia akan bertanggung jawab jika tidak

melaksanakannya. Hanya jika ada sebab dari luar yang membuat pelaksanaan itu secara fisik, hukum dan perdagangan tidak mungkin dilakukan, sehingga kepadanya dapat dimaafkan karena tidak melaksanakan perjanjian itu. Kenyataan bahwa ia telah melakukan pemeliharaan secara layak, tidak dapat dijadikan alasan baginya untuk membela diri”.24

Sebenarnya suatu perjanjian akan menjadi persoalan manakala salah satu pihak melanggar/tidak mematuhi isi dari perjanjian yang telah mereka perbuat. Tentu dilihat alasan tidak dilaksanakannya isi perjanjian, apakah karena keadaan memaksa (overmacht) atau tidak. Bila ini terjadi karena keadaan memaksa harus juga dilihat apakah keadaan itu memang betul-betul tidak dapat dielakkan atau bisa dilaksanakan namun dengan pengorbanan yang besar.

Apa yang dikemukakan Abdulkadir Muhammad menunjukkan bahwa perjanjian antara pihak-pihak merupakan suatu hal yang tidak main-main atau dengan perkataan lain bahwa hak masing-masing pihak tetapi dijamin oleh undang-undang. Melihat macam-macam hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, maka perjanjian dibagi 3 (tiga), yaitu :

a. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang. Contoh : jual beli, hibah, sewa-menyewa.

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu. Contoh : perjanjian perburuhan. c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa isinya, dengan perkataan lain apakah hak dan kewajiban masing-masing pihak. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, bahwa : “persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan atau undang-undang”. Dengan demikian, maka setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan yang terdapat di dalam undang-undang, adat kebiasaan, sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan harus juga diindahkan. Jadi adat istiadat (kebiasaan) juga sebagai sumber norma di samping undang-undang untuk ikut menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak dalam suatu persetujuan, tetapi kebiasaan ini tidak boleh menyimpang dari undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan komputer telah mendorong kehidupan manusia pada apa yang disebut dengan interkoneksitas global. Dalam proses interkoneksitas global tersebut dunia diarahkan pada upaya maksimalisasi pemanfaatan sarana tekonologi komunikasi dan telekomunikasi seperti komputer, telepon, televisi, perangkat elektronik dan internet, sehingga menjadi kekuatan global. Dalam keadaan seperti ini, jika tidak hati-hati mengaturnya, maka akan menimbulkan kekacauan1

Ethan Katsh, Guru Besar University of Massachusetts menyebutkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara waktu (time), ruang (space) dan hukum (law).

Perubahan dan perkembangan yang cepat dari teknologi membawa akibat penggunaan ruang yang semakin mendesak dan dalam hal ini harus dibarengi dengan rules of conduct (aturan hukum) yang memadai. Dunia harus dapat mengantisipasi agar salah satu faktor dari ketiga faktor di atas jangan sampai tertinggal dari yang lainnya, karena akan menimbulkan ketidakseimbangan global

.

2

Perkembangan penggunaan teknologi informasi, telekomunikasi dan komputer telah mendorong pula berkembangannya berbagai transaksi melalui

.

1

Amir Syamsuddin, Hukum Siber, Jurnal Keadilan, Vol. 1. No. 3, September 2001, Penerbit Pusat Kajian Hukum dan Keadilan.

internet di berbagai aspek seperti E-commerce, banking, trade, busines, E-retailing dan sebagainya. Sebagai contoh, transaksi e-commerce antar perusahaan menurut perkiraan mencapai US $ 145 milyar tahun 1999 dan naik menjai US $ 7, 29 triliun pada tahun 20043

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan berbagai dampak baik dampak positif maupun dampak yang negatif. Dampak positif tentu saja merupakan hal yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan manusia di dunia termasuk di negara Indonesia sebagai negara berkembang, yang mana hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diramu dalam berbagai bentuk dan konsekuensinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dampak negatif yang timbul dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus juga dipikirkan solusinya karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan manusia, baik kehidupan manusia secara fisik maupun kehidupan mentalnya.

.

Jaringan komputer global (internet) pada awalnya digunakan hanya untuk saling tukar menukar informasi saja, tetapi fungsinya kemudian meningkat dari sekadar media komunikasi tetapi juga telah menjadi sarana untuk melakukan kegiatan-kegiatan komersial seperti informasi, penjualan dan pembelian produk. Sesuai dengan perkembangan bisnis global maka internet dipercaya sebagai suatu sarana yang murah, massal dan cepat untuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis lintas negara. Keberadaannya kemudian menjadi sebuah intangible asset (asset yang sangat besar) sebagaimana layaknya sebuah intellectual property (HAKI).

3

Kegiatan bisnis perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah

Electronic Commerce yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Secara singkat E-commerce

dapat dipahami sebagai jenis transaksi perdagangan baik barang maupun jasa lewat media elektronik. Dalam usaha bidang operasionalnya E-commerce ini dapat berbentuk B to B (Business to Business/Bisnis untuk Bisnis) atau B to C (Business to Consumers/Bisnis untuk Konsumen). Khusus untuk B to C pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan sehingga dapat menimbulkan beberapa persoalan. Oleh karena itu para konsumen harus berhati-hati dalam melakukan transaksi lewat internet. Persoalan tersebut antara lain menyangkut masalah mekanisme pembayaran (payment mechanism) dan jaminan keamanan dalam bertransaksi (security risk)4

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Tahun 2008, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian

4

atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya, hal ini termasuk juga e-mail yang digunakan sebagai “pemberitahuan tertulis” dalam transaksi elektronik.

Dengan demikian semua transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya, mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi diantara para pihak pun dilakukan secara elektronik pula baik melalui e-mail atau cara lainnya, oleh karena itu tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional. Kondisi seperti itu tentu saja dapat menimbulkan berbagai akibat hukum dengan segala konsekuensinya, antara lain apabila muncul suatu perbuatan yang melawan hukum dari salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli secara elektronik ini, akan menyulitkan pihak yang dirugikan untuk menuntut segala kerugian yang timbul dan disebabkan perbuatan melawan hukum itu, karena memang dari awal hubungan hukum antara kedua pihak termaksud tidak secara langsung berhadapan, mungkin saja pihak yang telah melakukan perbuatan melawan hukum tadi berada di sebuah negara yang sangat jauh sehingga untuk melakukan tuntutan terhadapanya pun sangat sulit dilakukan tidak seperti tuntutan yang dapat dilakukan dalam hubungan hukum konvensional/biasa. Kenyataan seperti ini merupakan hal-hal yang harus mendapat perhatian dan pemikiran untuk dicarikan solusinya, karena transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet tidak mungkin terhenti, bahkan setiap

hari selalu ditemukan teknologi terbaru dalam dunia internet, sementara perlindungan dan kepastian hukum bagi para pengguna internet tersebut tidak mencukupi, dengan demikian harus diupayakan untuk tetap mencapai keseimbangan hukum dalam kondisi termaksud.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa sangat tertarik untuk dan diharapkan dapat menjawab berbagai macam pertanyaan berkenaan dengan masalah perbuatan melawan hukum pada transaksi jual beli melalui internet ini, antara lain perbuatan melawan hukum yang mungkin timbul dalam transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet, kendala-kendala dalam mengatasi perbuatan melawan hukum pada suatu transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet, serta tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku perbuatan melawan hukum pada suatu transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet dalam persfektif KUHPerdata dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Perumusan Permasalahan

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce).

2. Bagaimana Penegakan hukum (enforcement) E-Commerce dalam transaksi Bisnis Internasional Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3. Bagaimana Penyelesaian Hukum terhadap Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Jual Beli melalui internet (E-Commerce)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce).

2. Untuk mengetahui Penegakan hukum (enforcement) E-Commerce dalam transaksi Bisnis Internasional Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3. Untuk mengetahui Penyelesaian Hukum terhadap Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Jual Beli melalui internet (E-Commerce)

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :

1. Manfaat secara teoretis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum dalam transaksi melalui elektronik (E-Commerce) berdasarkan perfektif KUHPerdata dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang asuransi khususnya perlindungan dari perbuatan-perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet. Seperti yang diketahui bersama, Banyak kendala dan permasalahan yang terjadi sehubungan dengan transaksi bisnis melalui internet ini. Contohnya, adalah masalah keamanan. Adalah sulit menentukan dan memastikan status subyek hukum, dalam hal ini keautentikan dan kewenangan (authentication and authorization) dari para pihak yang terlibat, baik pihak konsumen maupun produsen. Sekalipun masalah-masalah tersebut dapat diatasi secara teknis, namun demikian perumusan konstruksi perlindungan hukumnya tidak akan sesederhana itu. Kegiatan transaksi bisnis, interaksi antara produsen dengan konsumen, adalah fenomena yang dapat diasumsikan akan terus berlangsung dan langgeng. Inovasi teknologi, dalam hal ini pengamanan jaringan dan informasi akan terus pula berganti-ganti, sejalan dengan semakin canggihnya upaya untuk menggagalkannya.

D. Keaslian Penelitian

Pembahasan skripsi ini dengan judul : “Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce)

berdasarkan KUHPerdata“, adalah masalah yang sebenarnya sudah sering kita dengar. Namun yang dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai aspek yuridis perbuatan melawan hukum dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) berdasarkan KUHPerdata. Permasalahan yang dibahas di dalam

skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Internet (Cyber Space)

Istilah cyber space untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh William Gibson, seorang penulis fiksi ilmiah (science fiction) dalam novelnya yang berjudul Neuromacer. Istilah yang sama kemudian diulanginya dalam novelnya yang lain yang berjudul Virtual Light.5

Menurut Gibson, cybersace : “….was a consensual hallucination that felt and looked like a physical space but actually was a computer – generated construct representing abstract data”. Pernyataan ini berarti bahwa cyberspace

adalah : ……. Sebuah aplikasi halusinasi yang dirasakan dan dilihat sebagai dunia non fisik dan diaktualisasikan dalam konstruksi komputer dan data abstrak. 6

Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan meluasnya penggunaan computer, istilah ini kemudian dipergunakan untuk menunjuk sebuah ruang elektronik (electronic space), yaitu sebuah masyarakat virtual yang

5

Ismamulhadi, Penyelesaian sengketa dalam Perdagangan secara Elektronik, Cyberlaw : Suatu Pengantar, Pusat Studi Cyberlaw, UNPAD, Bandung, 2002, hal. 5.

6

terbentuk melalui komunikasi yang terjalin dalam sebuah jaringan computer (interconnected networks). Pada saat ini, cyberspace sebagaimana dikemukakan oleh Cavazos dan Morin adalah : “….represent a vast array of computer systems accessible from remote physical locations”, yang berarti bahwa sistem computer merupakan penyesuaian/konkritisasi dari alam yang bersifat fisik7

Dunia maya ini telah mengubah kebiasaan banyak orang, yaitu orang-orang yang dalam kehidupannya terbiasa menggunakan internet. Berbelanja,

.

Aktivitas yang potensial untuk dilakukan di cyberspace tidak dapat diperkirakan secara pasti mengingat kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat dan mungkin sulit diprediksi. Namun, saat ini ada beberapa aktivitas utama yang sudah dilakukan di cyberspace seperti Commercial On-Line Services (pelayanan komersial on-line), Bulletin Board Systems (System Buletin/Laporan), Conferencing Systems (System Konferensi), Internet Relay Chat (Sistem Komunikasi Internet), Usenet (pengguna internet), mail List (Pelayanan E-mail, sistem komunikasi melalui internet), dan Entertainment (hiburan). Sejumlah aktivitas tersebut saat ini dengan mudah dapat dipahami oleh masyarakat kebanyakan sebagai aktivitas yang dilakukan lewat Internet. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa apa yang disebut dengan “cyberspace” itu tidak lain adalah internet yang juga sering disebut sebagai “a network of networks ( sebuah jaringan dari jaringan)”. Dengan karakteristik seperti ini kemudian ada juga yang menyebut cyberspace dengan istilah “virtual community” (masyarakat maya) atau “vitual world” (dunia maya).

mengirim surat, mengirimkan surat lamaran kerja, berkirim photo, mencari informasi, melakukan pembicaraan jarak jauh tidak ubahnya seperti sedang bertelepon, mengambil uang dari Bank, membuat desain bangunan oleh arsitek, berkonsultasi tatap muka (yaitu masing-masing pihak muncul gambarnya pada layar komputer mereka masing-masing karena masing-masing komputer dilengkapi dengan kamera, melihat film, mendengarkan lagu-lagu CD, mendengarkan radio, dan lain-lain. Semua itu dapat mereka lakukan praktis pada saat ini hampir semua kegiatan yang dapat dilakukan di dunia nyata (real world)

dapat dilakukan di dunia maya (virtual world). Bahkan di dunia maya orang telah melakukan berbagai tindak kejahatan yang justru tidak dapat dilakukan di dunia nyata. 8

Seseorang yang ingin mengakses ke internet, pertama sekali harus memiliki seperangkat alat dan sarana yang terdiri dari kompuer dengan spesifikasi dan sistem operasi tertentu (biasanya yang lazim dipergunakan adalah WINDOWS dengan program Windows Explorer, produksi dan Microsoft Corp), sebuah saluran telepon dan sebuah modem. Modem adalah alat yang biasa menggabungkan fungsi telepon dan komputer sehingga komputer dapat menerima data-data yang ada di dalam saluran telepon. Untuk mengakses internet harus mendaftarkan kepada sebuah perusahaan penyedia jasa internet yaitu Internet Service Provider (ISP).

8

Heru Soepraptomo, Kejahatan Komputer dan Siber Serta Antisipasi Pengaturan, Badan Pencegahannya di Indonesia, Makalah dalam Seminar Antisipasi Hukum Cyber terhadap Kejahatan E-Commerce Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sumatera Utara, Medan, 20 Desember 2002, hal. 3-4.

2. Perjanjian

Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian”.9

Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

10

Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.11

Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga Hubungan kedua orang yang bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi.

9

Salim ,H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 16.

10

Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Cet. 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 1.

subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.12

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta beda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.13

12

Ibid, hal. 17.

13

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6.

Unsur-unsur yang tercantum dua orang dalam definisi di atas adalah : a. Adanya hubungan hukum.

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum.

Dokumen terkait