• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.3 Hubungan Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana (p=0,00). Kinerja perawat yang baik mayoritas ditemukan pada perawat yang mempersepsikan iklim kerja baik sedangkan kinerja perawat yang kurang ditemukan pada perawat yang mempersepsikan iklim kerja kurang. Nilai OR=10,876 menunjukkan bahwa perawat yang memiliki iklim kerja baik berpeluang memiliki kinerja baik 10,87 kali dibandingkan dengan perawat yang memiliki iklim kerja kurang.

Field and Abelson dalam Jewell and Siegall (1998) menyatakan bahwa iklim kerja bersumber dari iklim organisasi yang akan mempengaruhi para pekerja dalam hal motivasi, kinerja dan kepuasan. Iklim kerja di ruang rawat inap terkait erat dengan proses penciptaan lingkungan kerja yang kondusif di Rumah Sakit. Hal tersebut akan menciptakan hubungan dan kerjasama yang harmonis sehingga menghasilkan kinerja yang tinggi. Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat Robbin (2002) dimana dinyatakan bahwa iklim kerja akan mempengaruhi tingkah laku individu. Iklim kerja yang baik akan berdampak baik terhadap tindakan yang baik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, demikian juga sebaliknya apabila suasana kerja yang tidak baik atau kondusif maka kinerja yang dihasilkan juga tidak maksimal.

Hasil penelitian ini ditemukan iklim kerja yang masih kurang, hal ini dapat dianalisis dari jawaban responden dalam pengisian kuesioner dimana responden banyak mempersepsikan iklim kerja mereka belum efektif sehingga diperoleh hasil bahwa kinerja perawat juga mayoritas kategori kurang..

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya (Setiadi, 2010, Lumbantoruan,2005) dimana dinyatakan bahwa iklim kerja memiliki hubungan dengan kinerja perawat pelaksana. Selanjutnya iklim kerja akan diuraikan dalam dimensi-dimensi iklim kerja yang akan diuraikan selanjutnya.

5.4 Hubungan Dimensi Psikologikal dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara dimensi psikologikal dengan kinerja perawat pelaksana (p= 0,002). Kinerja perawat yang baik mayoritas ditemukan pada perawat yang mempersepsikan dimensi psikologikal baik dan perawat yang memiliki kinerja buruk mayoritas ditemukan pada perawat yang memiliki persepsi kurang tentang dimensi psikologikal. Nilai OR =3,753 menunjukkan bahwa perawat yang memiliki dimensi psikologikal baik berpeluang memiliki kinerja baik 3,75 kali dibanding perawat yang memiliki kinerja kurang.

Hasil penelitian ini mendukung teori Gibson (dalam Ilyas 2002) yang menyatakan bahwa salah satu variabel yang mempengaruhi kinerja adalah variabel psikologis. Variabel tersebut akan mempengaruhi kinerja kelompok yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja personal. Sedangkan menururut Davies (1989, dalam Adiono 2002) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah kemampuan, motivasi dan inovasi.

Dimensi psikologikal meliputi variabel beban kerja yang dirasakan dalam organisasi, otonomi dan inovasi. Perawat dalam menjalankan pekerjaanya harus sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Dengan demikian perawat lebih mudah dan terampil dalam menjalankan tugas sehari-hari yang pada akhirnya akan mencapai kinerja yang diharapkan. Selain beban kerja, perawat juga harus diberikan kemandirian dan tanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat. Kebebasan

Gibson (1987) menggambarkan bahwa disain pekerjaan akan mempengaruhi hasil kerja karyawan.

Menejer perawat sangat penting menciptakan hubungan yang baik dengan bawahannya. Hubungan yang baik tercipta dengan memberikan tanggung jawab yang penuh dalam mengelola asuhan perawatan. Dengan kemandirian ini akan menimbulkan semangat kerja dan tanggung jawab moral sehingga perawat akan melaksanakan tugasnya dengan baik.

Selain otonomi sangat penting juga mempertimbangkan beban tugas yang diberikan kepada perawat dalam bekerja. Tugas seorang perawat adalah menjalankan asuhan keperawatan. Uraian tugas seorang perawat sesuai dengan standar asuhan keperawatan. Perawat yang melakukan pekerjaan tumpang tindih dimana perawat masih melakukan tugas non keperawatan akan menimbulkan beban kerja yang berlebuhan. Kondisi tersebut akan menciptakan kondisi psikologis yang tidak nyaman ketika bekerja. Ketidaknyaman akan mempengaruhi perawat dalam bekerja yang akan berdampak dalam kualitas kerjanya.

Dimensi psikologikal memuat poin kebebasan, kenyamanan dan aktualisasi diri. Hal tersebut merupakan suatu kebutuhan dasar manusia. Sesuai dengan pendapat Abraham Maslow (dalam Perry&Potter, 2005) tentang teori Hirarki kebutuhan dasar manusia bahwa hal tersebut merupakan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar yang terpenuhi akan menghasilkan kepuasan dan motivasi sehingga tercapai kinerja yang baik.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Luthans (2008) yang menyatakan bahwa optimisme mempengaruhi kinerja. Demikin juga penelitian Hanan (2008) yang menyatakan bahwa kepuasan memiliki hubungan dengan kinerja. Dalam dimensi psikologikal mencantumkan kebebasan, semangat dan optimis yang berpengaruh terhadap kinerja. Hal yang sama ditemukan dalam peneitian Setiadi (2010) dimana ditemukan bahwa dimensi psikologikal memiliki hubungan dengan produktivitas perawat.

5.5 Hubungan Dimensi Struktural dengan Kinerja Perawat Pelaksana

. Hasil penelitian menunjukkan bawa tidak ada hubungan yang bermakna antara dimensi struktural dengan kinerja perawat pelaksana (p=0,250), dengan demikian maka hipotesa “ Ada hubungan antara dimensi sruktural dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara “ ditolak. Dimensi struktural tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kinerja perawat.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Setiadi (2010) dimana dinyatakan bahwa dimensi struktural tidak memiliki hubungan dengan produktivitas kerja. Hasil penelitan ini tidak mendukung pernyataan Munandar (2008) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik, penataan ruangan, kebisingan ruangan kerja, pencahayaan akan mempengaruhi psikologis karyawan. Karyawan dapat merasakan tidak adanya keleluasaan dan kesulitan berkonsentrasi. Sebaliknya lingkungan yang tertata rapi, fasilitas yang tersedia akan menimbulkan kenyamanan kerja dan

menunjang timbulnya keikatan dan kerjasama kelompok yang akan menunjang produktivitas kerja.

Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa dimensi struktural tidak memiliki hubungan dalam meningkatkan kinerja perawat. Perawat yang mempersepsikan bahwa lingkungan fisik kerjanya baik dan tidak baik tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kinerjanya

Dimensi struktural dalam penelitian ini dinyatakan tidak berhubungan, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan pengalaman. Dalam teori adaptasi dikemukakan bahwa sesorang yang sudah sering terpajan dalam situasi dan konsisi tertentu akan membentuk pertahanan diri dan akan menyesuaikan diri dengan konsisi tersebut. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa kinerja perawat tidak dipengaruhi oleh kondisi ruangan kerja dan fasilitas kerja yang telah tersedia. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman dari perawat. Responden yang diambil dalam penelitian ini sudah memiliki pengalaman kerja minimal satu tahun. Perawat yang bekerja di RSU Sari Mutiara juga mayoritas alumni dari pendidikan yang dimiliki oleh yayasan tersebut, sehingga pada masa studi juga sudah menjalani praktek di rumah sakit tersebut. Pengalaman tersebut menjadikan perawat sudah terbiasa dengan kondisi rumah sakit sehingga tidak memiliki pengaruh terhadap kinerjanya.

5.6 Hubungan Dimensi Sosial dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dimensi sosial dengan kinerja perawat pelaksana (p= 0,011). Dengan demikian maka hipotesa “ Ada hubungan antara dimensi sosial dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara “ diterima. Kinerja perawat yang baik mayoritas ditemukan pada perawat yang mempersepsikan dimensi sosial baik dan perawat yang memiliki kinerja buruk mayoritas ditemukan pada perawat yang memiliki persepsi kurang tentang dimensi sosial. OR=2,947 menunjukkan bahwa perawat yang memiliki dimensi baik berpeluang memiliki kinerja baik 2,94 kali dibanding perawat yang memiliki dimensi sosial kurang.

Dimensi sosial memuat poin kerjasama kelompok, kerjasama dengan pimpinan, interaksi dengan klien serta dukungan dan imbalan, hal tersebut akan berperan menciptakan iklim yang kondusif dalam bekerja. Swanburg (2000) menyatakan bahwa rasa saling mendukung dalam tugas keperawatan diupayakan dengan mengadakan pertemuan, saling menghargai dan mempercayai sehingga meningkatkan produktivitas kerja. Hubungan sosial merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia memerlukan teman dan rekan kerja yang harmonis sehingga dalam melakukan pekerjaan akan lebih ringan dan tercapai kinerja yang baik.

Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa dimensi sosial responden mayoritas kategori kurang dan kinerjanya juga kurang. Perawat masih banyak yang mempersepsikan hubungan kerja dengan sesama dan pimpinan belum harmonis.

merupakan iklim yang belum kondusif sehingga dapat mempengaruhi kinerja perawat. Kebijakan yang tidak jelas akan mempengaruhi motivasi dan kinerja

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Setiadi (2010) dimana ditemukan ada hubungan dimensi sosial dengan produktivitas kerja perawat, tetapi berbeda dengan penelitian Lumbantoruan (2005) menyatakan bahwa tidak ada hubungan tim kerja dengan kinerja perawat.

5.7 Hubungan Dimensi Birokratik dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dimensi birokratik dengan kinerja perawat pelaksana (p= 0,00). Kinerja perawat yang baik mayoritas ditemukan pada perawat yang memiliki dimensi birokratik baik dan sebaliknya perawat yang memiliki kinerja kurang mayoritas ditemukan pada perawat yang memiliki dimensi sosial kurang. OR=3,859 menunjukkan bahwa perawat yang memiliki dimensi birokrat baik berpeluang memiliki kinerja baik 3,85 kali dibanding perawat yang memiliki dimensi birokratik kurang.

Steers dan Porter (1991, dalam Kusdi, 2008) mengemukakan faktor faktor yang mempengaruhi iklim kerja adalah kebijakan dan praktik manajerial menjadi alat bagi pimpinan untuk memberikan arahan kepada setiap karyawan pada setiap kegiatan yang digunakan untuk pencapaian tujuan organisasi. Semua hal dalam interaksi tersebut seperti pemberian tugas-tugas yang jelas, otonomi yang diberikan, dan umpan balik kepada pimpinan akan menciptakan iklim kerja yang akhirnya

berorientasi pada prestasi serta membuat karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap tujuan organisasi.

Hasil penelitian ditemukan bahwa dimensi birokratik mayoritas kategori kurang dimana perawat mempersepsikan bahwa kebijakan yang ada masih belum jelas dan kurang mendukung perawat. Perawat merasa bahwa kebijakan yang dirasakan dalam bekerja

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Setiadi (2010) dimana tidak ditemukan hubungan dimensi birokratik dengan produktivitas sementara penelitian Lumbantorun (2004) menyatakan bahwa kejelasan tentang kebijakan rumah sakit memiliki hubungan denga kinerja. Sesuai dengan pendapat Marquis &Huston (2000) bahwa kejelasan kebijakan akan memberikan arah bagi staff sehingga koordinasi dan komunikasi menjadi jelas bagi bawahan. Kejelasan akan memberikan dampak bagi kenerja bawahan. Apabila perawat merasa tidak jelas tentang peraturan, kebijakan dan kejelasan dalam bekerja dalam sebuah rumah sakit akan berdampak terhadap kinerjanya. Kebijakan yang tidak jelas akan mempengaruhi motivasi dan kinerja

Dokumen terkait