• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ROSETTY RITA SIPAYUNG

117046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS HUBUNGAN IKLIM KERJA DENGAN KINERJA

PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM

SARI MUTIARA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSETTY RITA SIPAYUNG

117046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

PERNYATAAN

ANALISIS HUBUNGAN IKLIM KERJA DENGAN KINERJA

PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM

SARI MUTIARA MEDAN

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 11 September 2014

(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 11 September 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santoso, MS, Ph.D

Anggota : 1. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D

(6)

Judul Tesis : Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara

Medan

Nama : Rosetty Rita Sipayung

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kinerja merupakan indikator kualitas layanan yang diberikan dalam kesehatan

profesional. Kinerja perawat dianggap penting sebagai konsekuensi dari tuntutan

masyarakat dalam pemberian asuhan keperawatan bermutu. Kinerja perawat

dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah iklim kerja. Jenis

penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk menganalisis

hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara

Medan. Penelitian ini menggunakan total populasi sebanyak 110 orang. Uji

bivariat digunakan uji chi-square, untuk menganalisis faktor yang paling

dominan berpengaruh dengan kinerja adalah regresi logistik berganda. Hasil

penelitian menunjukkan dimensi yang berhubungan dengan kinerja adalah

dimensi psikologikal (p-value=0,002), dimensi sosial (p-value=0,011), dimensi

birokratik value=0,001) sedangkan dimensi struktural tidak berhubungan

(7)

yang memiliki pengaruh yang dominan dengan kinerja perawat pelaksana di RSU

Sari Mutiara Medan adalah dimensi psikologikal (Exp B=6,025) dimana perawat

yang memiliki dimensi psikologikal baik berpeluang enam kali memiliki kinerja

baik dibandingkan dengan perawat yang memiliki dimensi psikologikal kurang.

Disarankan bagi kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan untuk

mengevaluasi jenis dan jumlah pekerjaan perawat serta menyusun suatu program

kegiatan pertemuan dengan perawat secara rutin setiap bulan untuk mengevaluasi

setiap permasalahan dan keluhan yang dihadapi oleh perawat.

(8)

Thesis Title : Analysis on the Correlation between Work Climate

and Nurse Practitioners’ Performance at General

Hospital Sari Mutiara Medan

Name : Rosetty Rita Sipayung

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Performance is an indicator of service quality provided in professional health.

Nurses’ performance is considered important as the consequence of public

demand providing qualified nursing care. It can be influenced by many factors,

and one of them is work climate. The research used deskriptif correlation method

to analyze the correlation between work climate and nurse practitioners’

performance at General Hospital Sari Mutiara, Medan. This study used a total

population a number of 110 respondents. Bivariate test used chi-square, to

analyze the most dominant factor with yhe performance used multiple logistic

regression. The results of the study indicste that the dimension related to the

performanceis the psychogical dimension value = 0.002), social dimension

(p-value = 0.011), birocratic dimension (p-(p-value = 0,001) and the structural

dimension is not related (p-value = 0,267). The was the correlation between

(9)

which had the most dominant influence on nu at General Hospital Sari Mutiara

Medan, was psychological dimension (Exp B = 6.025) nurse who has a

psychological dimension six times better chance to have a good performance

compared to nurses with less psychological dimension. It is recommended thad

ward heads and nursing heads inprove nurses’ psychological dimension by giving

them freedom and support in doing their job.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “Analisis Hubungan Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di

Rumah sakit Umum Sari Mutiara Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian dari

syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan di Program Studi Magister

Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan

dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.

2. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan USU sekaligus dosen penguji I. Terima

kasih telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam

mengerjakan tesis ini hingga selesai. Terima kasih juga atas kesempatan yang

telah beliau berikan kepada penulis dalam meningkatkan aktualisasi diri

selama masa pendidikan.

3. Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing II yang tidak

henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis

(11)

4. Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai penguji yang telah memberikan

kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

5. RSU Sari Mutiara Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk

melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

6. Seluruh keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan materil

dan moril dalam penyelesaian tesis ini.

7. Universitas Sari Mutiara Indonesia atas kesempatan dan dukungan yang

diberikan sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

8. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan

untuk menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

profesi keperawatan.

Medan, 11 September 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rosetty Rita Sipayung

Tempat /Tanggal Lahir : Saribudolok, 30 Juli 1975

Alamat Asal : Jl Perkutut VI No 57 P. Mandala

No. Telp/HP : 082164427420

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 091372 Saribudolok 1988

SLTP Bunda Mulia Saribudolok 1991

SMA

AKPER

SMA Van Duyn Hoven Saribudolok

St. Elizabeth Medan

1994

1997

Ners STIKes Mutiara Indonesia Medan 2007

Magister Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

2014

Riwayat Pekerjaan :

(13)

Kegiatan Akademik Selama Studi :

Peserta “ Seminar Caring Science Sebagai Landasan Aplikasi Dalam Pendidikan,

Pelayanan dan Penelitian Keperawatan, 10 Desember 2011, Fakultas

Keperawatan USU.

Peserta “Seminar Optimalisasi Kolaborasi Perawat-Dokter Dalam Upaya

Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan, 04 Juli 2012, RSU Haji Adam

Malik Medan.

Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan

Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop

Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012,

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta “Workshop Analis Data Dengan Content Analysis & WEFT-QDA”

31 Januari 2012, Fakultas Keperawatan USU.

Peserta” Seminar MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE

“The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical

Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera

(14)

DAFTAR ISI

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Iklim kerja ... 19

2.2. Konsep Kinerja ... 22

2.2.1. Pengertian Kinerja ... 22

2.2.2. Pengukuran Kinerja ... 23

2.2.3. Penilaian Kerja perawat ... 26

2.2.4. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja ... 31

2.2.5. Kriteria Dasar Mengukur Kierja……….. 33

2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi kinerja ... 34

2.3. Landasan Teori ... 36

3.5.Variabel Dan Defenisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.7. Metode Analis Data ... ... 49

3.8. Pertimbangan Etik ... 50

(15)

4.2. Analisa Univariat ... 53

4.3. Analisa Bivariat ... 55

4.4. Analisa Multivariat ... 59

BAB 5. PEMBAHASAN………. ... 62

5.1. Iklim Kerja ………. ... 62

5.2. Kinerja Perawat………. ... 64

5.3. Hubungan iklim kerja dengan Kinerja ………. .. 66

5.4. Hubungan dimensi Psikologikal dengan Iklim Kerja……… . 68

5.5. Hubungan Dimensi struktural dengan Kinerja ... 70

5.6. Hubungan Dimensi Sosial dengan Kinerja ... 72

5.7. Hubungan Dimensi Birokratik dengan Kinerja ... 73

5.8. Faktor Dominan yang Mempergunakan Kinerja Perawat ... 74

5.9. Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……… . 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA………... 80

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jumlah Responden di RSU Sari Mutiara Medan ... 42

Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ………….. ... 45

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Perawat Pelaksana ... 53

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Perawat ... 54

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Dimensi Iklim Kerja ... 54

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kinerja ... 55

Tabel 4.5 Hubungan Iklim kerja dengan Kinerja Perawat di RSU Sari Mutiara Medan... 56

Tabel 4.6 Hubungan dimensi Psikologikal dengan Kinerja Perawat di RSU Sari Mutiara Medan ... 56

Tabel 4.7 Hubungan dimensi Struktural dengan Kinerja Perawat di RSU Sari Mutiara Medan ... 57

Tabel 4.8 Hubungan Dimensi Sosial dengan Kinerja perawat di RSU Sari MutiaraMedan ... 58

Tabel 4.9 Hubungan Dimensi Birokratik dengan Kinerja Perawat di RS Sari Mutiara Medan ... 59

Tabel 4.10 Rekapitulasi hasil Uji Bivariat Iklim Kerja dengan Kinerja …… 59

Tabel 4.11 Hasil akhir uji regresi logistic berganda ... 60

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 83

a. Lembar Penjelasan Instrumen ……….. 84

b. Persetujuan Menjadi Responden ... 85

c. Kuesioner Penelitian ... 86

Lampiran 2 Biodata Expert ... 95

Lampiran 3 Izin Penelitian ... 96

a. Surat Izin Dekan ... 97

b. Surat Ethical Clearence ... 98

c. Surat Ijin Pengambilan Data ... 99

(18)

Judul Tesis : Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara

Medan

Nama : Rosetty Rita Sipayung

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kinerja merupakan indikator kualitas layanan yang diberikan dalam kesehatan

profesional. Kinerja perawat dianggap penting sebagai konsekuensi dari tuntutan

masyarakat dalam pemberian asuhan keperawatan bermutu. Kinerja perawat

dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah iklim kerja. Jenis

penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk menganalisis

hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara

Medan. Penelitian ini menggunakan total populasi sebanyak 110 orang. Uji

bivariat digunakan uji chi-square, untuk menganalisis faktor yang paling

dominan berpengaruh dengan kinerja adalah regresi logistik berganda. Hasil

penelitian menunjukkan dimensi yang berhubungan dengan kinerja adalah

dimensi psikologikal (p-value=0,002), dimensi sosial (p-value=0,011), dimensi

birokratik value=0,001) sedangkan dimensi struktural tidak berhubungan

(19)

yang memiliki pengaruh yang dominan dengan kinerja perawat pelaksana di RSU

Sari Mutiara Medan adalah dimensi psikologikal (Exp B=6,025) dimana perawat

yang memiliki dimensi psikologikal baik berpeluang enam kali memiliki kinerja

baik dibandingkan dengan perawat yang memiliki dimensi psikologikal kurang.

Disarankan bagi kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan untuk

mengevaluasi jenis dan jumlah pekerjaan perawat serta menyusun suatu program

kegiatan pertemuan dengan perawat secara rutin setiap bulan untuk mengevaluasi

setiap permasalahan dan keluhan yang dihadapi oleh perawat.

(20)

Thesis Title : Analysis on the Correlation between Work Climate

and Nurse Practitioners’ Performance at General

Hospital Sari Mutiara Medan

Name : Rosetty Rita Sipayung

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Performance is an indicator of service quality provided in professional health.

Nurses’ performance is considered important as the consequence of public

demand providing qualified nursing care. It can be influenced by many factors,

and one of them is work climate. The research used deskriptif correlation method

to analyze the correlation between work climate and nurse practitioners’

performance at General Hospital Sari Mutiara, Medan. This study used a total

population a number of 110 respondents. Bivariate test used chi-square, to

analyze the most dominant factor with yhe performance used multiple logistic

regression. The results of the study indicste that the dimension related to the

performanceis the psychogical dimension value = 0.002), social dimension

(p-value = 0.011), birocratic dimension (p-(p-value = 0,001) and the structural

dimension is not related (p-value = 0,267). The was the correlation between

(21)

which had the most dominant influence on nu at General Hospital Sari Mutiara

Medan, was psychological dimension (Exp B = 6.025) nurse who has a

psychological dimension six times better chance to have a good performance

compared to nurses with less psychological dimension. It is recommended thad

ward heads and nursing heads inprove nurses’ psychological dimension by giving

them freedom and support in doing their job.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan salah satu komponen sistem pelayanan kesehatan

yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Beberapa tahun terakhir ini rumah sakit di Indonesia mengalami

perkembangan sejalan dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan sistem

informasi. Peningkatan ini berdampak pada persaingan antar rumah sakit,

sehingga rumah sakit saling berlomba untuk meningkatkan kualitas jasa pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat (Aditama, 2003).

Jasa pelayanan yang diperoleh di rumah sakit secara umum adalah

pelayanan medik dan keperawatan. Pelayanan keperawatan merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan. Profesi perawat sebagai pemberi pelayanan jasa

berada digaris terdepan dan merupakan komponen yang sangat menentukan baik

buruknya citra rumah sakit. Citra pelayanan kesehatan akan dinilai oleh pelanggan

berdasarkan kesan terhadap mutu pelayanan keperawatan, selama menerima jasa

pelayanan di rumah sakit, dengan kata lain mutu asuhan keperawatan merupakan

salah satu faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat ( Aditama ,2003).

Pelayanan kesehatan yang bermutu dipengaruhi oleh interaksi unsur

pokok yang ada didalamnya. Terdapat tiga unsur pokok yang saling berinteraksi

dalam masalah mutu pelayanan kesehatan terhadap kinerja yaitu pelanggan

(23)

Salah satu hal yang penting dalam mencapai mutu pelayanan ialah kinerja petugas

pelayanan dalam proses interaksi dengan pelanggan (Ilyas, 2002).

Kinerja merupakan salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan.

Penampilan hasil karya tidak terfokus pada personal tetapi seluruh jajaran

organisasi. Kinerja juga merupakan pencapaian prestasi seorang yang berkenaan

dengan seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk menentukan mutu suatu

organisasi maka kinerja harus dievaluasi. Penilaian kinerja merupakan sebuah

evaluasi apakah pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai atau belum dengan uraian

tugas yang telah ditentukan. Hal tersebut akan bermanfaat untuk mengukur mutu

sumber daya manusia, untuk pengembangan personal sehingga manejemen dapat

memperbaiki dan merencanakan sumber daya manusia masa mendatang (Ilyas,

2002).

Kinerja seseorang diukur dari hasil kerjanya dalam menjalankan tugas,

maka dalam hal ini kinerja perawat dinilai dari pelaksaaan tugas pokok seorang

perawat. Kinerja perawat merupakan bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Tugas pokok seorang

perawat adalah mengelola asuhan keperawatan. Perawat menjalankan tugasnya

berpedoman pada standar praktik keperawatan yang disusun oleh Persatuan

Perawat Nasional Indonesia (2000). Standar ini menguraikan kemampuan

perawat dalam melakukan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,

implementasi dan evaluasi keperawatan (Nursalam,2002)

Beberapa hasil penelitian terdahulu (Emanuel, Diva, Lumbantoruan)

(24)

keperawatan masih dalam kondisi yang belum optimal. Penelitian yang dilakukan

oleh Emanuel (2008) menunjukkan bahwa kinerja perawat di RS Panti Wilasa

Citarum masih kurang baik. Penelitian Diva (2006) di RS PGI Cikini

memperlihatkan bahwa kinerja perawat belum maksimal dilihat dari

pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini juga sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2005). Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kinerja perawat di Rumah Sakit Adam Malik Medan masih

kategori kurang.

Dari beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kinerja perawat

di beberapa Rumah Sakit di Indonesia belum optimal. Perubahan kualitas kerja

perawat tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Gibson (1987 dalam Ilyas

2002) menyampaikan variabel yang mempengaruhi prilaku dan kinerja individu.

Variabel tersebut terdiri dari variabel individu, psikologis dan organisasi.

Faktor organisasi yang memiliki hubungan dengan kinerja perawat adalah

iklim kerja. Mill (dalam Timpe 2000) menyatakan “Lingkungan kerja yang

menyenangkan menjadi kunci pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan

kinerja yang terbaik”. Kinerja dan kepuasan para karyawan dipengaruhi oleh iklim

kerja dalam sebuah organisasi. Iklim kerja menyangkut lingkungan kerja yang ada

atau yang dihadapi individu yang berada dalam suatu organisasi yang

mempengaruhi seseorang untuk menjalankan pekerjaannya. Iklim kerja dapat

terbentuk dari hubungan personalitas antar bawahan dan pimpinan. Seorang

menejer diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif . Pines (1982

(25)

dinilai dimensi iklim kerja yang mencakup empat dimensi yaitu dimensi

psikologis, dimensi struktural, dimensi sosial dan dimensi birokratik.

Iklim kerja memiliki peranan dalam meningkatkan kinerja perawat. Iklim

kerja yang kondusif akan mempengaruhi motivasi atau semangat kerja karyawan.

Pihak manejemen rumah sakit sudah selayaknya memberikan perhatian yang

serius tentang iklim kerja. Tugas-tugas akan terselesaikan secara baik apabila

tercipta iklim kerja yang kondusif dan pada akhirnya akan menumbuhkan

semangat kerja yang tinggi sehingga mempercepat proses penyelesaian tugas yang

menjadi tanggung jawab perawat. Kinerja perawat yang bermutu akan

meningkatkan mutu sebuah rumah sakit, keuntungan dalam organisasi dan pada

akhirnya akan memberikan kepuasan bagi pasien sebagai penerima jasa pelayanan

keperawatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2005), menunjukkan

bahwa ada hubungan positip antara iklim kerja dengan kinerja perawat. Perawat

yang memiliki persepsi tentang iklim kerja baik memiliki kinerja baik 2,94 kali

dibanding perawat yang memiliki persepsi kurang tentang iklim kerja. Hasil yang

sama juga ditemukan oleh Setiadi (2010) dimana iklim kerja memiliki hubungan

dengan produktivitas kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dilakukan di rumah sakit

pemerintah. Tuntutan kerja dirumah sakit milik pemerintah memiliki perbedaan

dengan rumah sakit swasta. Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit swadana

dimana biaya operasional rumah sakit dipenuhi oleh rumah sakit itu sendiri. Hal

(26)

Kehidupan organisasi rumah sakit dan karyawan yang bekerja didalamnya

tergantung dari kualitas jasa yang diberikan rumah sakit tersebut. Hal tersebut

yangt mempengaruhi iklim kerja dan kinerja perawat yang berada dalam

organisasi tersebut. Atas dasar tersebut maka peneliti memilih Rumah Sakit Sari

Mutiara Medan sebagai salah satu rumah sakit swasta untuk mengidentifikasi

kinerja dan iklim kerjanya.

Rumah sakit Umum Sari Mutiara Medan merupakan rumah sakit tipe B

yang berdiri pada tahun 1988. Rumah sakit ini memberikan pelayanan rawat jalan

dan rawat inap. RSU Sari Mutiara Medan memiliki kapasitas tempat tidur 324

tempat tidur. Bed Occupancy Rate ( BOR ) pada tahun 2011 adalah 73 %, pada

tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 50 %, selanjutnya pada bulan Maret

2013, mengalami peningkatan yang tidak signifikan yaitu 54,97 %. (Sumber:

Data Rekam Medik RSU Sari Mutiara).

Jumlah tenaga keperawatan pada tahun 2013 adalah 196 orang.

Berdasarkan jenjang pendidikan adalah sebagai berikut : Lulusan Sarjana

Keperawatan sebanyak 15 orang, D III Keperawatan sebanyak 153 orang,

sedangkan SPK hanya 1 orang, D.III Kebidanan sebanyak 26 orang, D.I

Kebidanan hanya 1 orang. Tingkat turn over perawat di Rumah Sakit Sari

Mutiara cukup tinggi. Pada tahun 2012 tingkat turn over perawat mencapai 20 %.

(Sumber : Data Kepegawaian RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2013).

Hasil dari praktikum administrasi yang dilakukan oleh peneliti pada bulan

(27)

Evaluasi terhadap 10 perawat pelaksana menunjukkan rangking rata 6,5 dimana

nilai tersebut masih kategori yang belum memuaskan.

Penilaian pelaksanaan standar praktik keperawatan yang dilakukan di RSU

Sari Mutiara hanya berdasarkan dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan

oleh tim audit asuhan keperawatan. Laporan ketua tim audit keperawatan pada

tahun 2012 diperoleh data bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat pelaksana belum memenuhi standar. Hasil observasi yang

dilakukan oleh peneliti terhadap 20 format asuhan keperawatan dalam rekam

medik ditemukan data bahwa masih 56% dokumentasi asuhan keperawatan yang

lengkap. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja perawat dalam pelaksanaan

standar keperawatan belum optimal.

Hasil pengkajian praktikum pada bulan Desember 2012 dengan teknik

wawancara dengan sepuluh perawat pelaksana terkait dengan kondisi kerja yang

dialami di Rumah Sakit Sari Mutiara, 50% menyatakan mereka melaksanakan

asuhan keperawatan sebagai kegiatan rutin saja. Pelaksanaan asuhan keperawatan

yang dilakukan masih berorienetasi pada fisik saja sehingga asuhan yang

dilaksanakan belum bersipat holistik

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

I.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian yang

akan diteliti adalah “ Bagaimanakah hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat

(28)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan iklim kerja

dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara

Medan.

b. Mengidentifikasi iklim kerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara

Medan.

c. Mengidentifikasi kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

d. Menganalisis

hubungan dimensi psikologis dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

e. Menganalisis

hubungan dimensi struktural dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

f. Menganalisis

hubungan dimensi sosial dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

g. Menganalisis

hubungan dimensi birokratik dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

h. Mengidentifikasi faktor yang dominan berhubungan dengan kinerja

perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

1.4 Hipotesis Penelitian

a. Ada hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari

(29)

b. Ada hubungan dimensi psikologis dengan kinerja perawat pelaksana di

RSU Sari Mutiara Medan.

c. Ada

hubungan dimensi struktural dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

d. Ada hubungan dimensi social dengan kinerja perawat pelaksana di RSU

Sari Mutiara Medan.

e. Ada

hubungan dimensi birokrat dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi Kepala Bidang Keperawatan dan Kepala Ruangan

Sebagai sumber informasi tentang iklim kerja, kinerja perawat di RSU

Sari Mutiara serta hubungan antara iklim kerja dengan kinerja perawat

pelaksana yang dapat menjadi sebagai bahan masukan dalam upaya

penataan sistim pemberian asuhan keperawatan untuk meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan.

b. Bagi Perawat

Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam mengevaluasi kinerja

perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.

c. Bagi peneliti Lain

Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Iklim Kerja 2.1.1 Pengertian Iklim Kerja

Iklim kerja menurut UU. RI No.9/1995 adalah kondisi yang diupayakan

oleh pihak pengambilan keputusan berupa penetapan peraturan dan kebijakan

disetiap kegiatan perusahaan agar setiap staff memperoleh kesempatan yang sama

dan dukungan bekerja yang seluas-luasnya sehingga menjadi pekerja yang

tangguh dan mempunyai kinerja yang tinggi (UU RI,2002 dalam Tribowono

2013).

Reichers dan Scheinder (1990, dalam Kusdi, 2011) menyatakan iklim

kerja diartikan sebagai persepsi tentang kebijakan, praktek-praktek dan

prosedur-prosedur organisasional yang dirasa dan diterima oleh individu-individu dalam

organisasi ataupun persepsi individu terhadap tempatnya bekerja.

Swanburg (2000) menyatakan bahwa iklim adalah perasaan para atau

persepsi tentang organisasinya. Iklim kerja diciptakan oleh manajer perawat yang

menentukan perilaku perawat praktisi dalam iklim kerjanya. Iklim kerja

merupakan kondisi kerja yang dirasakan pada sebuah organisasi sebagai efek

fersonil organisasi yang bekerja bersama-sama. Mill (dalam Timpe 2000)

menyatakan bahwa iklim kerja adalah serangkaian sifat lingkungan kerja yang

dapat diukur berdasarkan persepsi kolektip dari orang-orang yang hidup dan

(31)

Individu dalam suatu organisasi menganggap iklim kerja merupakan

sebuah atribut, dimana atribut ini digunakan dalam perwujudan bagi keberadaan

mereka di dalam organisasi. Iklim kerja berada pada tingkat individu dan

organisasi, disaat iklim kerja masuk pada tatanan individu, maka hal ini disebut

iklim psikologikal (psychological climate) sedangkan apabila penilaian terhadap

iklim tersebut telah dirasakan oleh banyak individu di dalam sebuah organisasi

maka akan disebut iklim kerja organisasional (Kusdi, 2011). Steers dan Potter

(1991, dalam Robbin, 2002) menyatakan iklim kerja merupakan karakteristik dari

lingkungan kerja yang dapat dirasakan anggota. Iklim kerja merupakan hasil dari

tindakan yang sudah dilakukan karyawan baik yang dilakukan secara sadar

ataupun tidak sadar dan sepertinya mempengaruhi tingkah laku berikutnya.

Mereka pun menyatakan keunikan di dalam organisasi terbentuk bersama dengan

tindakan-tindakan yang dilaksanakan di dalam manajemen, sehingga tindakan

apapun akan menentukan bagaimana iklim kerja pada organisasi tersebut sehingga

menjadi faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku pekerja.

Field and Abelson (dalam Jewell and Siegall 1998) menyatakan bahwa

iklim kerja bersumber dari iklim organisasi yang akan mempengaruhi para pekerja

dalam hal motivasi, kinerja dan kepuasan.

Setiap organisasi memiliki iklim kerja yang yang berbeda dengan yang

lainnya. Perawat yang bekerja di Rumah Sakit maka lingkungan kerjanya adalah

ruang rawat inap dan rawat jalan. Iklim kerja di ruang rawat inap terkait erat

(32)

tersebut akan menciptakan hubungan dan kerjasama yang harmonis sehingga

menghasilkan kinerja yang tinggi

2.1.2 Dimensi Iklim Kerja

Iklim kerja bersumber dari iklim organisasi yang terbentuk dari persepsi

karyawan terhadap kejelasan organisasi, kesesuaian kebijakan, standart, tanggung

jawab,dukungan penghargaan,dan tim kerja. Iklim kerja akan mempengaruhi

motivasi, kinerja dan kepuasan kerja.

Menurut Pines (1982 dalam Wirawan 2007) bahwa iklim kerja sebuah

organisasi dapat diiukur dengan 4 (empat) dimensi yaitu :

1. Dimensi Psikologikal

Dimensi psikologikal meliputi variabel beban kerja yang dirasakan dalam

organisasi, otonomi dan inovasi. Beban kerja yang diberikan pada karyawan

sesuai dengan kemampuan dan peran kerjanya.Kondisi psikologis para karyawan

dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh jumlah pekerjaan dan jenis pekerjaan yang

dibebankan. Pekerjaan yang tumpang tindih dan berlebihan dapat menyebapkan

karyawan merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga mempengaruhi

produktivitas kerja.

Dalam bekerja juga dibutuhkan kebebasan (otonomi) dalam mengelola

pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki oleh karyawan. Dalam hal

ini diharapkan organisasi memberikan keleluasaan bertindak bagi para karyawan

untuk melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan.

(33)

organisasi yang kondusif. Kebebasan bekerja bagi para karyawan akan

menumbuhkan inovasi baru bagi para karyawan. Inovasi yang menimbulkan daya

kreativitas baru bagi para karyawan dalam pengembangan peran dan kerja.

Inovasi akan timbul pada kondisi kerja terasa nyaman bagi para karyawan

dilingkungan kerjanya.

Otonomi bagi perawat merupakan suatu kebebasan perawat dalam mengelola

asuhan keperawatan pada pasien. Perawat diberi tugas dan tanggung jawab penuh

dalam merencanakan dan menjalankan asuhan keperawat. Inovasi merupakan

suatu kemampuan perawat dalam melakukan kreativitas dalam memberikan

asuhan keperawatan. Inovasi akan muncul ketika perawat memiliki motivasi

dalam menjalankan tugasnya.

Kondisi psikologis yang dirasakan oleh perawat akan meningkatkan

kualitas kerja yang diharapkan dari perawat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Setiadi (2010), bahwa dimensi psikologis memiliki hubungan dengan

produktivitas kerja di RSAL dr Ramelan Surabaya (p value = 0,00) dengan nilai

OR 6,200.

2. Dimensi Struktural

Dimensi struktural meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat

keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik. Kondisi structural merupakan

kondisi yang dirasakan perawat tentang lingkungan kerja, merupakan salah satu

determinan yang penting dalam produktivitas sebuah organisasi.

Dimensi structural meliputi ketersedianan alat dan kebutuhan perawat

(34)

kali dibutuhkan. Pengelolaan dan peñata ruangan bekerja akan mendukung proses

pelaksanaan tugas karyawan.

Munandar (2008) menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik mencakup

fasilitas dari sebuah perusahaan.Penataan ruangan, kebisingan ruangan kerja,

pencahayaan akan mempengaruhi psikologis karyawan. Karyawan dapat

merasakan tidak adanya keleluasaan dn kesulitan berkonsentrasi. Sebaliknya

lingkungan yang tertata rapi, fasilitas yang tersedia akan menimbulkan

kenyamanan kerja dan menunjang timbulnya keikatan dan kerjasama kelompok

yang akan menunjang produktivitas kerja.

Hasil penelitian Setiadi (2010) menyatakan bahwa tidak hubungan dimensi

stuktural dengan produktivitas kerja perawat ( p value = 0,090)

3. Dimensi Sosial

Dimensi sosial meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas

dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama),

dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan). Dimensi sosial dirasakan dengan

adanya semangat kerjasama kelompok dan kerjasama menejer dan karyawan.

Organisasi perlu menjaga adanya kerjasama dalam kelompok kerja,

hubungan yang hangat dan persahabatan di antara para anggotanya. Dengan

demikian suasana dapat menyenangkan bagi para anggotanya. .Swanburg (2000)

menyatakan bahwa rasa saling mendukung dalam tugas keperawatan diupayakan

dengan mengadakan pertemuan, saling menghargai dan mempercayai sehingga

(35)

Hubungan dengan teman sejawat akan menerangkan dan mengukur

perasaan kebersamaan dalam melaksananan tugas untuk mencapai tujuan

organisasi. Hubungan kerjasama sejawat menunjukkan harmonisnya hubungan

sesama teman dalam menjalankan tugasnya. Hubungan kerja dengan teman

sejawat akan mendorong terciptanya hubungan dengan klien dalam memberikan

asuhan keperawatan. Hubungan ini akan menciptakan kinerja yang baik dan akan

memberikan kepuasan bagi pasien yang menerima asuhan keperawatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiadi (2010) menyatakan bahwa

ada hubungan dimensi sosial dengan produktivitas kerja (p value = 0,012) dengan

OR = 2,308. Sedangkan penelitian Lumbantoruan (2005) di RSU Haji Adam

Malik Medan menyatakan bahwa tidak hubungan tim kerja dengan kinerja

perawat pelaksana ( p value = 0,660).

4. Dimensi Birokratik

Dimensi birokrat meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan konflik

peranan dan kekaburan peranan. Dimensi ini mengukur kondisi yang dirasakan

oleh karyawan tentang kejelasan tentang tugas dan batasan wewenang, hak dan

kewajiban yang dilaksanakan terkait dengan tugas. Kebijakan yang tidak jelas

akan menyebabkan penurunan motivasi kerja, semangat kerja sehingga

mempengaruhi produktivitas kerja.

Hasil penelitian Setiadi (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan

dimensi birokratik dengan produktivitas perawat (p value = 0.087). Penelitian

(36)

kebijakan dalam sebuah rumah sakit memiliki hubungan dengan kinerja perawat

pelaksa ( p value = 0,001)

Pendapat lain yang menjelaskan tentang dimensi iklim kerja adalah Mill

(dalam Timpe 2000) menjelaskan dimensi dari iklim kerja dalam sebuah

organisasi adalah kejelasan, kesesuaian, standart, tanggung jawab, penghargaan

dan tim kerja.

a. Kejelasan (Clarity)

Untuk memperoleh arah dan tujuan yang akan dicapai oleh sebuah organisasi

maka dibutuhkan kejelasan dari misi dan visi dari organisasi itu sendiri. Misi dan

visi akan menuntun kemana arah yang akan dicapai oleh organisasi sesuai dengan

peran dan fungsi yang dimilikinya.

b. Kesesuaian

Dalam mencapai tujuan sebuah organisasi maka pimpinan mampu menyusun

kebijakan yang jelas dan langsung bagi perawat. Perilaku staff dapat mendukung

tercapainya tujuan dan perilaku staff yang tidak keluar dari tujuan yang telah

ditetapkan. Kebijakan yang disusun harus seoptimal mungkin sehingga dapat

mempengaruhi hasil kerja.

c. Standar

Standar merupakan aturan dan prosedur yang menuntun prilaku staff dalam

bekerja. Standar dalam keperawatan terdiri dari :

1. Standar struktur meliputi standart peraturan, fasilitas, dan tenaga

keperawatan. Direktorat pelayanan medik telah menyusun standart

(37)

2. Standar proses yaitu standar praktek keperawatan dan standar asuhan

keperawatan yang disusun oleh Departemen Kesehatan RI (2005).

3. Standar hasil yaitu standar tentang hasil yang diharapkan dari pemberian

pelayanan keperawatan dalam bentuk standart keperawatan.

d. Tanggung Jawab

Uraian tugas diperlukan oleh staff dalam melaksanakan pekerjaannya

sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan harapan. Staff juga diharapkan

mampu mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan sehingga memberikan

kepuasan bagi yang melaksanakannya. Tanggung jawab diberikan atas dasar

pendelegasian kewenangan, otonomi, dan pertanggungjawaban melalui struktur

organisasi. Tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan harus sesuai

dengan struktur organisasi dan kemampuan yang dimiliki oleh staff .

e. Penghargaan

Penghargaan yang diberikan kepada staff ditentukan secara objektif sehingga

tidak merusak kondisi konpetitif. Penghargaan yang diberikan kepada staff dapat

dalam bentuk positif seperti jenjang karir dan bentuk negatif berupa hukuman

administratif sampai ke pemecatan. Penghargaan dikelompokkan dalam dua

bentuk yaitu penghargaan intrinsik seperti pemberian bonus atau insetif,

penghargaan ekstrinsik dapat berupa kepuasan yang disampaikan oleh pasien dan

keluarganya. Penghargaan berkaitan dengan perasaan pegawai tentang penghargaan

(38)

f. Tim Kerja

Dalam menjalankan tugas sangat dibutuhkan dibutuhkan kesamaan

pandangan, sikap saling mendukung dalam mencapai tujuan dan semangat

kerjasama. Dengan demikian diharapkan terjadinya dukungan sistim dan

dukungan yang

Pendapat lain dikemukakan oleh Stringer (Wirawan, 2007) menyebutkan

bahwa dimensi iklim kerja dalam organisasi dapat mempengaruhi anggota

organisasi untuk berperilaku tertentu. Terdapat enam dimensi yang diperlukan

dalam menilai iklim kerja organisasi yaitu:

1. Flexibility conformity.

Merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak

bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang

diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi,

kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru

merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang

kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2. Resposibility

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas

organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai,

karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

3. Standard.

Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen

(39)

telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang

sesuai atau kurang baik.

4. Reward

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan

pengakuan atas pekerjaan yang baik.

5. Clarity

Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang

diharapkan dari mereka sesuai dengan pekerjaan, peranan dan tujuan

organisasi.

6. Tema Commitmen.

Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka

memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

Triguno (2000) menyatakan bahwa iklim kerja yang kondusif meliputi

Sembilan dimensi yaitu :1. Tantangan, keterlibatan dan kesungguhan, 2.

Kebebasan mengambil keputusan, 3. Waktu yang tersedia untuk memikirkan ide –

ide baru, 4. Memberi peluang untuk mencoba ide – ide baru, 5. Tinggi rendahnya

tingkat konflik, 6. Keterlibatan dalam tukar pendapat, 7. Kesempatan humor dan

bercanda, 8. Saling percaya dan keterbukaan, 9. Keberanian menanggung resiko.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Kerja

Perubahan yang terjadi baik yang terjadi di dalam (internal) ataupun di

(40)

organisasi tersebut. Sebagai sebuah entitas yang penting di dalam sebuah

organisasi, setiap individu tentunya mengharapkan mampu bekerja di suatu iklim

yang kondusif. Iklim yang kondusif akan menciptakan sebuah kondisi yang

mendorongnya untuk bekerja dengan giat. Steers dan Porter (1991, dalam Kusdi,

2008) mengemukakan faktor faktor yang mempengaruhi iklim kerja:

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan sesuatu hal yang membuat hubungan yang

tetap antara individu dengan organisasi sehingga sangat menentukan pola-pola

interaksi, hubungan antar karyawan yang terkoordinir serta tingkah laku yang

berorientasi pada tugas struktur. Hal-hal terkait struktur organisasi yang

berkaitan dengan iklim kerja antara lain ukuran jabatan, posisi jabatan dalam

hirarki, derajat sentralisasi, dan orientasi terhadap peraturan

2. Kebijakan dan Praktik Manajerial

Kebijakan dan praktik manajerial menjadi alat bagi pimpinan untuk

memberikan arahan kepada setiap karyawan pada setiap kegiatan yang

digunakan untuk pencapaian tujuan organisasi. Semua hal dalam interaksi

tersebut seperti pemberian tugas-tugas yang jelas, otonomi yang diberikan,

dan umpan balik kepada pimpinan akan menciptakan iklim kerja yang

akhirnya berorientasi pada prestasi serta membuat karyawan akan memiliki

rasa tanggung jawab terhadap tujuan organisasi. Hal sebaliknya dilakukan

apabila manajemen memberikan penekanan kepada bawahan untuk terus

(41)

membuat iklim kerja akan lebih mengarah kepada hal-hal yang tidak

bertanggung jawab, tidak mampu, dan tidak kreatif.

3. Teknologi

Teknologi memberikan manfaat berdasarkan pada pengetahuan dan peralatan

serta diterapkan dalam pelaksanaan tugas. Hasil penelitian Burns dan Stalker

menyatakan teknologi dan suasana memiliki hubungan yang negatif dalam

penciptaan iklim kerja apabila dilaksanakan secara rutin sehingga kepercayaan

dan kreativitas menjadi rendah. Sebaliknya, teknologi yang lebih dinamis dan

penuh perubahan dapat menciptakan alur komunikasi yang lebih terbuka,

sehingga dapat mendorong penciptaan kreativitas, kepercayaan, dan

penerimaan terhadap tanggung jawab personal akan penyelesaian tugas-tugas.

4. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal umumnya menjadi penggambaran terhadap kekuatan

kekuatan yang berada di luar organisiasi serta dapat mempengaruhi tujuan

organisasi itu sendiri.

2.1.3 Indikator-indikator Iklim Kerja

1. Hubungan Pimpinan dengan Bawahan

Hubungan antara pimpinan dengan bawahan adalah interaksi antara

pimpinan dan bawahannya yang dapat menciptakan lingkungan yang dapat

memotivasi dan menahan karyawan agar tetap dalam organisasi itu (Stum; 2001).

Dalam hubungan kerja sama, perlu ada kecocokan antara pimpinan dengan

(42)

Dalam organisasi, pimpinan dipilih untuk membimbing seorang bawahan

sesudah mempertimbangkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh

orang yang akan di ajak kerja sama, dan juga kemampuan pimpinan untuk

menyediakan praktek atau bimbingan dalam berbagai bidang. Walaupun

hubungan pimpinan dengan bawahan komplek, ada banyak kesempatan pada

kedua pihak untuk menjadikan hubungan itu berarti dan produktif. Dalam

lingkungan yang kompetitif, tanpa pimpinan dan bawahan yang baik, organisasi

akan amat menderita. Mengakui bahwa hubungan itu diperlukan, maka

manajemenkan hal itu secara hati-hati, adalah langkah pertama untuk membuat

hubungan itu sukses. Satu aspek yang penting dari hubungan antara pimpinan

dengan bawahan

2. Dukungan Pimpinan

Menurut Saifuddin (2011) dukungan pimpinan merupakan refleksi sikap positif

pimpinan dalam memberikan respon terhadap suatu objek yang dihadapi”.

Sementara Siegel dalam Taylor (1999) mendefinisikan dukungan pimpinan

sebagai “Suatu kondisi dimana seseorang diberi dorongan sehingga merasa aman

dan nyaman secara psikologis. Termasuk didalamnya kesadaran dari keberadaan

yang baik dan kepuasan diri dari affec hunger (senang akan keinginan besar)”

3. Konflik

Konflik dalam suatu organisasi adalah sesuatu yang tidak dapat

dihindarkan, meskipun konflik itu mengandung makna pertentangan atau

ketidaksesuaian, ternyata pandangan para ahli tentang kedudukan dan peran

(43)

pemikiran menyatakan bahwa konflik harus dihindarkan, karena itu menunjukkan

adanya kerusakan fungsi dalam organisasi.

2.2 Konsep Kinerja 2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam sebuah organisasi.

Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi,

bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang

telah ditetapkan sebelumnya (Ilyas, 2002).

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai

oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik

kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya

tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun

struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi

(Ilyas, 2002).

Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu: tujuan,

ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan

strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberi arah dan

memengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi

terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah

(44)

yang diharapkan. Untuk kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap

tugas dan jabatan memegang peranan penting.

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan

mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dalam

suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian

kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu (personel)

dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Penilaian kinerja

merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan

usaha untuk memperbaiki kerja personel dalam organisasi. Menurut Certo,

penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa

tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran

sistem manajemen (Ilyas, 2001).

Pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :

a. Penilaian sendiri (Self Assesment)

Penilaian diri sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk

mengukur dan memahami perbedaaan individu. Ada dua teori yang menyarankan

peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori

tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik Menurut teori kontrol yang

dijelaskan oleh Carver dan Scheier (1981, dalam Ilyas, 2002), individu harus

(45)

menetapkan standar untuk perilaku mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara

perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan (3) berperilaku yang sesuai

dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya, disarankan agar individu

perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai tujuan mereka. Dengan

pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan

melakukan perbaikan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.

Inti dari teori interaksi simbolik adalah preposisi yaitu kita

mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri berdasarkan pada

kepercayaan kita tentang bagaimana orang memahami dan mengevaluasi kita.

Teori ini menegaskan pentingnya memahami pendapat orang lain disekitar mereka

terhadap perilaku mereka. Interaksi simbolik juga memberikan peran sentral bagi

interpretasi individu tentang dunia sekitarnya. Jadi individu tidak memberikan

respon secara langsung dan naluriah terhadap kejadian, tetapi memberikan

interpretasi terhadap kejadian tersebut Preposisi ini penting sebagai pedoman

interpretasi tentang penilaian sendiri yang digunakan dalam mengukur atau

menilai kinerja personel dalam organisasi.

Penilaian sendiri dilakukan bila personel mampu melakukan penilaian

terhadap proses dari hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas

organisasi. Penilaian sendiri ditentukan oleh sejumlah faktor kepribadian,

pengalaman, dan pengetahuan, serta sosio-demografis seperti suku dan

pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam menilai hasil

(46)

b. Penilaian 360 derajat (360 Degree Assessment).

Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya

karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel Data

penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian

silang penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk,

personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini

termasuk yang dilakukan atasan langsung.. Penilaian ini dapat juga melibatkan

manajer lini unit lain. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain

dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan

interaksi.

Penilaian mitra, biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada

kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang

pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen

kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota

kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite

kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan

untuk pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu

diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah

reaksi negatif dari personel yang dinilai.

Penilaian bawahan, terhadap kinerja personel dilakukan dengan tujuan

untuk pengembangan dan umpan balik personel. Program ini meminta kapada

manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas

(47)

sebagai berikut: pencapaian perencanaan kinerja strategik, pencapaian komitmen

personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel,

pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja. Manajer diharapkan

mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan.

2.2.3 Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja perawat berdasarkan tugas pokok seorang perawat. Tugas

perawat adalah menjalankan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah

metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus-menerus

serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan

pasien/keluarga, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisis data, dan

penentuan masalah), diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,

pelaksanaan, dan penilaian tindakan keperawatan (Ali, 2010).

Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis

dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat

yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien

terhadap penyakitnya (Ali, 2010).

Proses keperawatan merupakan bagian integral dari praktik keperawatan

yang membutuhkan pertimbangan yang matang dalam pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan ini harus dilandaskan pada pengetahuan dan penerapan

ilmu pengetahuan serta prinsip-prinsip biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Langkah dan tahapan pada proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis

keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan, dan evaluasi

(48)

a. Tahap Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

berbagai permasalahan yang ada.

b. Tahap Diagnosis Keperawatan

Merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat

sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual

atau potensial.

c. Tahap Perencanaan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang

dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi

masalah-masalah klien Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat

suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi

perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya

pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan

klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya,

kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis

tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam

memenuhi tujuan, menulis intruksi keperawatan serta kemampuan dalam

(49)

d. Tahap Pelaksanaan

Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan

melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang

telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.

e. Tahap Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki

pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi

keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang

dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan

pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu

kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan

berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan

kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut

sebagai evaluasi hasil

Kinerja perawatan dinilai dari pelaksanaan standar praktik keperawatan yang

dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu pada pendekatan proses keperawatan

yang meliputi :

1. Standart I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data data tentang status kesehatan klien dengan

sistematis, menyeluruh, akurat dan singkat dan berkesinambungan.

(50)

a. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dengan anamnese,

observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, tim kesehatan, rekam medik dan

lain-lain.

Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan

masa lalu, masa sekarang, status biologis-psikologis-sosial spritual, respon

terhadap therapi, harapan terhadap tingkah laku yang optimal, dan resiko

tinggi masalah.

2. Standart II : Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa

keperawatan.

Adapun kriteria proses :

a. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah

klien dan perumusan diagnosa keperawatan.

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari problem (P), penyebap (E), tanda ( S),

atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi

diagnosa keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data

terbaru.

3. Standart III : Perencanaan keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah

(51)

Kriteria proses :

a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan

rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan.

c. Berencana dengan klien menyusun rencana tindakan keperawatan.

d. Perencanaan bersipat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan

klien.

e. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Standart IV : Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan.

Kriteria Proses :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan

klien.

d. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai

konsep ketrampilan asuhan diri seta membantu klien memodifikasi

lingkungan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merivisi pelaksanaan tindakan keperawatan

(52)

5. Standart V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan dan merivisi data dasar dan perencanaan.

Kriteria proses :

a. Menyusun rencana evaluasi hasil dan intervensi secara konprehensif,

tepat waktu dan terus menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur

perkembangan kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodivikasi perencanaan.

e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

2.2.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Nursalam (2004) penilaian kinerja memiliki manfaat yaitu :

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, bak secara individu maupun kelompok

dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan

aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan dari kualitas pelayanan rumah

sakit.

2. Peningkatan prestasi staf secara perorangan yang akan mempengaruhi dan

mendorong sumber daya manusia secara keseluruhan.

3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan

meningkatkan prestasi.

4. Membantu rumah sakit dalam rangka menyusun program pengembangan dan

(53)

5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerjan melalui

peningkatan sistim umpan balik.

6. Memberikan kesempatan kepada staff untuk menyampaikan perasaan tentang

pekerjaannya.

7. Pengembangan Personal

Penilaian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam pengambilan

keputusan untuk pengembangan karyawan untuk promosi jabatan, mutasi,

rotasi dan penyesuaian.

Lebih khususnya bahwa manfaat penilaian ini bertujuan untuk mengenali

karyawan yang membutuhkan pembinaan, sebagai bahan perencanaan untuk

peningkatan sumber daya mendatang, menentukan kriteria tingkat pemberian

kompensasi,memperbaiki mutu dan kwalitas pekerjaan, memperoleh umpan balik

dari karyawan

Penilaian kinerja mempunyai tujuan lain sebagai berikut :

1. Perbaikan kerja dan memberikan kesempatan bagi tenaga kerja untuk

mengambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan

umpan balik yang diberikan oleh organisasi.

2. Penyesuaian insentif yang diperoleh oleh pegawai sehingga dapat

meningkatkan memotivasi .

3. Pengambilan keputusan untuk penyesuaian tempat kerja pegawai

4. Pengambilan keputusan bagi tenaga kerja untuk pelatihan dan pengembangan.

(54)

6. Mengidentifikasi kelemahan dalam penempatan tenaga kerja, sehingga dapat

dilakukan perbaikan.

7. Mengidentifikasi kelemahan dalam desain kerja yaitu jumlah tenaga kerja

yang kurang.

8. Menunjukkan adanya perlakuan yang sama bagi setiap tenaga kerja.

9. Membantu menyelesaikan permasalah yang dihadapi oleh karyawan

10. Sebagai umpan balik balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya

manusia

2.2.5 Kriteria Dasar Mengukur Kinerja

Bernardin (2000,dalam Triwibowo 2013) menyampaikan kriteria dasar atau

dimensi yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu :

1. Quality yaitu proses atau hasil yang mendekati sempurna atau ideal dalam

memenuhi maksud dan tujuan.

2. Quantity yaitu satuan jumlah atau kualitas kerja yang dihasilkan.

3. Timeliness yaitu waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan aktivitas atau

menghasilkan produk.

4. Cost-effectiveness yaitu tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi seperti

uang, orang, material, teknologi dalam mendapatkan hasil atau pengurangan

pemborosan penggunaan sumber-sumber organisasi.

5. Need of supervision yaitu kemampuan individu dalam menyelesaikan

pekerjaan atau fungsi pekerjaan tampa intervensi pengawasan pimpinan.

6. Interpersonal infact yaitu kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan

(55)

3.2.6. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kinerja

Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi

kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja

dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri dan

karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Manusia yang berada dalam

lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari

lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya.

Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2002), secara teoritis ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu variabel

individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel

tersebut mempengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja

personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan

dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran

suatu jabatan atau tugas.

Menurut Notoatmodjo (2002), ada teori yang mengemukakan tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE”

yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat

dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), incentive (insentif

material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan),

validity (pedoman ,petunjuk uraian kerja), dan evaluasi.

Menurut Davies (1989) yang dikutip oleh Adiono (2002), juga

(56)

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan secara

psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang

artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari maka ia

akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

Dari studi literatur ditemukan penelitian tentang berbagai faktor yang

memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kinerja .Penelitian tersebut dilakukan

diberbagai rumah sakit diluar negeri. Penelitian Luthans (2008) menyatakan bahwa

optimisme memiliki korelasi tinggi dengan kinerja. Penelitian Ronal, Shelby

(2000) menemukan bahwa ketrampilan komunikasi dan personality berhubungan

positif dengan kinerja Penelitian Hanan (2008) tentang faktor yang memengaruhi

kinerja perawat. Ditemukan hasil bahwa faktor yang berhubungan positif dengan

kinerja adalah komitmen organisasi, kepuasan, pengalaman kerja, gender, status

perkawinan sedangkan pendidikan memiliki hubungan negatif dengan kinerja.

Semua faktor memiliki hubungan yang signifikan dengan taraf signifikansi 0,005.

Penelitian Husein (2008) masalah kesehatan dan kinerja perawat sangat

dipengaruhi oleh shiff malam khususnya di ruangan ICU. Penelitian Chu, Cheng-I

(2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi, kepuasan kerja, prilaku organisasi

berhubungan positif dengan hasil kerja perawat.

Hasil penelitian yang ditemukan di berbagai rumah sakit di Indonesia

ditemukan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja perawat. Penelitian

Priyanto (2006) memperlihatkan bahwa pengalaman kerja, pendidikan memiliki

(57)

Lumbantoruan (2004) menemukan bahwa iklim kerja memiliki hubungan dengan

kinerja perawat pelaksana.

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan hubungan beberapa konsep atau kerangka konsep atau

defenisi yang memberikan pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau

fenomena–fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep

tersebut. Tujuannya adalah untuk menguraikan, menerangkan dan mengendalikan

suatu fenomena.

Dalam penelitian ini digunakan teori tentang kinerja menurut Gibson (1987

dalam Ilyas 2002) menyampaikan model teori kinerja dan sejumlah variabel yang

memengaruhinya. Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik secara

kualitas maupun kuantitas dalam sebuah organisasi. Kinerja merupakan

penampilan individu maupun kelompok kerja personal.

Kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan

penilaian. Penentuan tujuan setiap organisasi adalah merupakan sebuah strategi

untuk meningkatkan kinerja. Tujuan akan memberikan arah bagi dan

mempengaruhi prilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap karyawan.

Untuk ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan

jabatan personal memegang peranan penting untuk pencapaian kinerja. Selain itu

aspek kinerja yaitu penilaian secara regular yang dikaitkan dengan proses

pencapaian tujuan kinerja setiap personal. Tindakan ini akan membuat setiap

Gambar

Tabel 3.1  Jumlah Responden di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan
Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan ( n=110)
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Iklim Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan ( n=110)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat dukungan keluarga yang diterima oleh responden adalah kategori baik (95,6%), kepatuhan pasien dalam mengikuti

Menurut Istanti (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk melakukan perawatan diri adalah adanya dukungan dari lingkugan.. Keluarga merupakan

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Nasution mengemukakan tiga gaya belajar kognitif salah satunya adalah impulsif-reflektif, Siswa dengan gaya belajar reflektif tidak terburu-buru saat menyelesaikan

(3) Mengetahui strategi manajemen risiko yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi risiko produksi pada usahatani padi sawah di Desa Bedengung Kecamatan Payung

"Yu Tuhan kami, Sesungguhnyu Aku Telah menemputkan sehahagian keturlmanku di Iemhah yang tidak memprmnyai tanam- tanaman di dekaf rumah Engkau (Baitullah) yang

Strategi Manajemen Intractive pada Usahatani Padi Sawah di Desa Bedengung Kecamatan Payung Tahun 2016 (Lanjutan).

Berdasarkan rata-rata nilai hasil post-test keterampilan vokasional anak tunadaksa SMALB-D YPAC Surabaya yaitu kemampuan mereka dalam keterampilan vokasional membuat