TESIS
Oleh
ROSETTY RITA SIPAYUNG
117046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS HUBUNGAN IKLIM KERJA DENGAN KINERJA
PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM
SARI MUTIARA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROSETTY RITA SIPAYUNG
117046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
ANALISIS HUBUNGAN IKLIM KERJA DENGAN KINERJA
PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM
SARI MUTIARA MEDAN
Tesis
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 11 September 2014
Telah diuji
Pada tanggal : 11 September 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santoso, MS, Ph.D
Anggota : 1. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D
Judul Tesis : Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Medan
Nama : Rosetty Rita Sipayung
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2014
ABSTRAK
Kinerja merupakan indikator kualitas layanan yang diberikan dalam kesehatan
profesional. Kinerja perawat dianggap penting sebagai konsekuensi dari tuntutan
masyarakat dalam pemberian asuhan keperawatan bermutu. Kinerja perawat
dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah iklim kerja. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara
Medan. Penelitian ini menggunakan total populasi sebanyak 110 orang. Uji
bivariat digunakan uji chi-square, untuk menganalisis faktor yang paling
dominan berpengaruh dengan kinerja adalah regresi logistik berganda. Hasil
penelitian menunjukkan dimensi yang berhubungan dengan kinerja adalah
dimensi psikologikal (p-value=0,002), dimensi sosial (p-value=0,011), dimensi
birokratik value=0,001) sedangkan dimensi struktural tidak berhubungan
yang memiliki pengaruh yang dominan dengan kinerja perawat pelaksana di RSU
Sari Mutiara Medan adalah dimensi psikologikal (Exp B=6,025) dimana perawat
yang memiliki dimensi psikologikal baik berpeluang enam kali memiliki kinerja
baik dibandingkan dengan perawat yang memiliki dimensi psikologikal kurang.
Disarankan bagi kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan untuk
mengevaluasi jenis dan jumlah pekerjaan perawat serta menyusun suatu program
kegiatan pertemuan dengan perawat secara rutin setiap bulan untuk mengevaluasi
setiap permasalahan dan keluhan yang dihadapi oleh perawat.
Thesis Title : Analysis on the Correlation between Work Climate
and Nurse Practitioners’ Performance at General
Hospital Sari Mutiara Medan
Name : Rosetty Rita Sipayung
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2014
ABSTRACT
Performance is an indicator of service quality provided in professional health.
Nurses’ performance is considered important as the consequence of public
demand providing qualified nursing care. It can be influenced by many factors,
and one of them is work climate. The research used deskriptif correlation method
to analyze the correlation between work climate and nurse practitioners’
performance at General Hospital Sari Mutiara, Medan. This study used a total
population a number of 110 respondents. Bivariate test used chi-square, to
analyze the most dominant factor with yhe performance used multiple logistic
regression. The results of the study indicste that the dimension related to the
performanceis the psychogical dimension value = 0.002), social dimension
(p-value = 0.011), birocratic dimension (p-(p-value = 0,001) and the structural
dimension is not related (p-value = 0,267). The was the correlation between
which had the most dominant influence on nu at General Hospital Sari Mutiara
Medan, was psychological dimension (Exp B = 6.025) nurse who has a
psychological dimension six times better chance to have a good performance
compared to nurses with less psychological dimension. It is recommended thad
ward heads and nursing heads inprove nurses’ psychological dimension by giving
them freedom and support in doing their job.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul “Analisis Hubungan Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
Rumah sakit Umum Sari Mutiara Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian dari
syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan di Program Studi Magister
Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.
2. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan USU sekaligus dosen penguji I. Terima
kasih telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam
mengerjakan tesis ini hingga selesai. Terima kasih juga atas kesempatan yang
telah beliau berikan kepada penulis dalam meningkatkan aktualisasi diri
selama masa pendidikan.
3. Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing II yang tidak
henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis
4. Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai penguji yang telah memberikan
kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
5. RSU Sari Mutiara Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.
6. Seluruh keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan materil
dan moril dalam penyelesaian tesis ini.
7. Universitas Sari Mutiara Indonesia atas kesempatan dan dukungan yang
diberikan sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
8. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan
untuk menyelesaikan laporan tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
profesi keperawatan.
Medan, 11 September 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Rosetty Rita Sipayung
Tempat /Tanggal Lahir : Saribudolok, 30 Juli 1975
Alamat Asal : Jl Perkutut VI No 57 P. Mandala
No. Telp/HP : 082164427420
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD Negeri 091372 Saribudolok 1988
SLTP Bunda Mulia Saribudolok 1991
SMA
AKPER
SMA Van Duyn Hoven Saribudolok
St. Elizabeth Medan
1994
1997
Ners STIKes Mutiara Indonesia Medan 2007
Magister Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2014
Riwayat Pekerjaan :
Kegiatan Akademik Selama Studi :
Peserta “ Seminar Caring Science Sebagai Landasan Aplikasi Dalam Pendidikan,
Pelayanan dan Penelitian Keperawatan, 10 Desember 2011, Fakultas
Keperawatan USU.
Peserta “Seminar Optimalisasi Kolaborasi Perawat-Dokter Dalam Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan, 04 Juli 2012, RSU Haji Adam
Malik Medan.
Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan
Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop
Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012,
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Peserta “Workshop Analis Data Dengan Content Analysis & WEFT-QDA”
31 Januari 2012, Fakultas Keperawatan USU.
Peserta” Seminar MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE
“The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical
Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera
DAFTAR ISI
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Iklim kerja ... 19
2.2. Konsep Kinerja ... 22
2.2.1. Pengertian Kinerja ... 22
2.2.2. Pengukuran Kinerja ... 23
2.2.3. Penilaian Kerja perawat ... 26
2.2.4. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja ... 31
2.2.5. Kriteria Dasar Mengukur Kierja……….. 33
2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi kinerja ... 34
2.3. Landasan Teori ... 36
3.5.Variabel Dan Defenisi Operasional ... 45
3.6. Metode Pengukuran ... 47
3.7. Metode Analis Data ... ... 49
3.8. Pertimbangan Etik ... 50
4.2. Analisa Univariat ... 53
4.3. Analisa Bivariat ... 55
4.4. Analisa Multivariat ... 59
BAB 5. PEMBAHASAN………. ... 62
5.1. Iklim Kerja ………. ... 62
5.2. Kinerja Perawat………. ... 64
5.3. Hubungan iklim kerja dengan Kinerja ………. .. 66
5.4. Hubungan dimensi Psikologikal dengan Iklim Kerja……… . 68
5.5. Hubungan Dimensi struktural dengan Kinerja ... 70
5.6. Hubungan Dimensi Sosial dengan Kinerja ... 72
5.7. Hubungan Dimensi Birokratik dengan Kinerja ... 73
5.8. Faktor Dominan yang Mempergunakan Kinerja Perawat ... 74
5.9. Keterbatasan Penelitian ... 76
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……… . 77
6.1. Kesimpulan ... 77
6.2. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA………... 80
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Jumlah Responden di RSU Sari Mutiara Medan ... 42
Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ………….. ... 45
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Perawat Pelaksana ... 53
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Perawat ... 54
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Dimensi Iklim Kerja ... 54
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kinerja ... 55
Tabel 4.5 Hubungan Iklim kerja dengan Kinerja Perawat di RSU Sari Mutiara Medan... 56
Tabel 4.6 Hubungan dimensi Psikologikal dengan Kinerja Perawat di RSU Sari Mutiara Medan ... 56
Tabel 4.7 Hubungan dimensi Struktural dengan Kinerja Perawat di RSU Sari Mutiara Medan ... 57
Tabel 4.8 Hubungan Dimensi Sosial dengan Kinerja perawat di RSU Sari MutiaraMedan ... 58
Tabel 4.9 Hubungan Dimensi Birokratik dengan Kinerja Perawat di RS Sari Mutiara Medan ... 59
Tabel 4.10 Rekapitulasi hasil Uji Bivariat Iklim Kerja dengan Kinerja …… 59
Tabel 4.11 Hasil akhir uji regresi logistic berganda ... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 83
a. Lembar Penjelasan Instrumen ……….. 84
b. Persetujuan Menjadi Responden ... 85
c. Kuesioner Penelitian ... 86
Lampiran 2 Biodata Expert ... 95
Lampiran 3 Izin Penelitian ... 96
a. Surat Izin Dekan ... 97
b. Surat Ethical Clearence ... 98
c. Surat Ijin Pengambilan Data ... 99
Judul Tesis : Analisis Iklim Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Medan
Nama : Rosetty Rita Sipayung
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2014
ABSTRAK
Kinerja merupakan indikator kualitas layanan yang diberikan dalam kesehatan
profesional. Kinerja perawat dianggap penting sebagai konsekuensi dari tuntutan
masyarakat dalam pemberian asuhan keperawatan bermutu. Kinerja perawat
dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah iklim kerja. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara
Medan. Penelitian ini menggunakan total populasi sebanyak 110 orang. Uji
bivariat digunakan uji chi-square, untuk menganalisis faktor yang paling
dominan berpengaruh dengan kinerja adalah regresi logistik berganda. Hasil
penelitian menunjukkan dimensi yang berhubungan dengan kinerja adalah
dimensi psikologikal (p-value=0,002), dimensi sosial (p-value=0,011), dimensi
birokratik value=0,001) sedangkan dimensi struktural tidak berhubungan
yang memiliki pengaruh yang dominan dengan kinerja perawat pelaksana di RSU
Sari Mutiara Medan adalah dimensi psikologikal (Exp B=6,025) dimana perawat
yang memiliki dimensi psikologikal baik berpeluang enam kali memiliki kinerja
baik dibandingkan dengan perawat yang memiliki dimensi psikologikal kurang.
Disarankan bagi kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan untuk
mengevaluasi jenis dan jumlah pekerjaan perawat serta menyusun suatu program
kegiatan pertemuan dengan perawat secara rutin setiap bulan untuk mengevaluasi
setiap permasalahan dan keluhan yang dihadapi oleh perawat.
Thesis Title : Analysis on the Correlation between Work Climate
and Nurse Practitioners’ Performance at General
Hospital Sari Mutiara Medan
Name : Rosetty Rita Sipayung
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2014
ABSTRACT
Performance is an indicator of service quality provided in professional health.
Nurses’ performance is considered important as the consequence of public
demand providing qualified nursing care. It can be influenced by many factors,
and one of them is work climate. The research used deskriptif correlation method
to analyze the correlation between work climate and nurse practitioners’
performance at General Hospital Sari Mutiara, Medan. This study used a total
population a number of 110 respondents. Bivariate test used chi-square, to
analyze the most dominant factor with yhe performance used multiple logistic
regression. The results of the study indicste that the dimension related to the
performanceis the psychogical dimension value = 0.002), social dimension
(p-value = 0.011), birocratic dimension (p-(p-value = 0,001) and the structural
dimension is not related (p-value = 0,267). The was the correlation between
which had the most dominant influence on nu at General Hospital Sari Mutiara
Medan, was psychological dimension (Exp B = 6.025) nurse who has a
psychological dimension six times better chance to have a good performance
compared to nurses with less psychological dimension. It is recommended thad
ward heads and nursing heads inprove nurses’ psychological dimension by giving
them freedom and support in doing their job.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan salah satu komponen sistem pelayanan kesehatan
yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Beberapa tahun terakhir ini rumah sakit di Indonesia mengalami
perkembangan sejalan dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan sistem
informasi. Peningkatan ini berdampak pada persaingan antar rumah sakit,
sehingga rumah sakit saling berlomba untuk meningkatkan kualitas jasa pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat (Aditama, 2003).
Jasa pelayanan yang diperoleh di rumah sakit secara umum adalah
pelayanan medik dan keperawatan. Pelayanan keperawatan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan. Profesi perawat sebagai pemberi pelayanan jasa
berada digaris terdepan dan merupakan komponen yang sangat menentukan baik
buruknya citra rumah sakit. Citra pelayanan kesehatan akan dinilai oleh pelanggan
berdasarkan kesan terhadap mutu pelayanan keperawatan, selama menerima jasa
pelayanan di rumah sakit, dengan kata lain mutu asuhan keperawatan merupakan
salah satu faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat ( Aditama ,2003).
Pelayanan kesehatan yang bermutu dipengaruhi oleh interaksi unsur
pokok yang ada didalamnya. Terdapat tiga unsur pokok yang saling berinteraksi
dalam masalah mutu pelayanan kesehatan terhadap kinerja yaitu pelanggan
Salah satu hal yang penting dalam mencapai mutu pelayanan ialah kinerja petugas
pelayanan dalam proses interaksi dengan pelanggan (Ilyas, 2002).
Kinerja merupakan salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan.
Penampilan hasil karya tidak terfokus pada personal tetapi seluruh jajaran
organisasi. Kinerja juga merupakan pencapaian prestasi seorang yang berkenaan
dengan seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk menentukan mutu suatu
organisasi maka kinerja harus dievaluasi. Penilaian kinerja merupakan sebuah
evaluasi apakah pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai atau belum dengan uraian
tugas yang telah ditentukan. Hal tersebut akan bermanfaat untuk mengukur mutu
sumber daya manusia, untuk pengembangan personal sehingga manejemen dapat
memperbaiki dan merencanakan sumber daya manusia masa mendatang (Ilyas,
2002).
Kinerja seseorang diukur dari hasil kerjanya dalam menjalankan tugas,
maka dalam hal ini kinerja perawat dinilai dari pelaksaaan tugas pokok seorang
perawat. Kinerja perawat merupakan bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Tugas pokok seorang
perawat adalah mengelola asuhan keperawatan. Perawat menjalankan tugasnya
berpedoman pada standar praktik keperawatan yang disusun oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (2000). Standar ini menguraikan kemampuan
perawat dalam melakukan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan (Nursalam,2002)
Beberapa hasil penelitian terdahulu (Emanuel, Diva, Lumbantoruan)
keperawatan masih dalam kondisi yang belum optimal. Penelitian yang dilakukan
oleh Emanuel (2008) menunjukkan bahwa kinerja perawat di RS Panti Wilasa
Citarum masih kurang baik. Penelitian Diva (2006) di RS PGI Cikini
memperlihatkan bahwa kinerja perawat belum maksimal dilihat dari
pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini juga sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2005). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kinerja perawat di Rumah Sakit Adam Malik Medan masih
kategori kurang.
Dari beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kinerja perawat
di beberapa Rumah Sakit di Indonesia belum optimal. Perubahan kualitas kerja
perawat tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Gibson (1987 dalam Ilyas
2002) menyampaikan variabel yang mempengaruhi prilaku dan kinerja individu.
Variabel tersebut terdiri dari variabel individu, psikologis dan organisasi.
Faktor organisasi yang memiliki hubungan dengan kinerja perawat adalah
iklim kerja. Mill (dalam Timpe 2000) menyatakan “Lingkungan kerja yang
menyenangkan menjadi kunci pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan
kinerja yang terbaik”. Kinerja dan kepuasan para karyawan dipengaruhi oleh iklim
kerja dalam sebuah organisasi. Iklim kerja menyangkut lingkungan kerja yang ada
atau yang dihadapi individu yang berada dalam suatu organisasi yang
mempengaruhi seseorang untuk menjalankan pekerjaannya. Iklim kerja dapat
terbentuk dari hubungan personalitas antar bawahan dan pimpinan. Seorang
menejer diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif . Pines (1982
dinilai dimensi iklim kerja yang mencakup empat dimensi yaitu dimensi
psikologis, dimensi struktural, dimensi sosial dan dimensi birokratik.
Iklim kerja memiliki peranan dalam meningkatkan kinerja perawat. Iklim
kerja yang kondusif akan mempengaruhi motivasi atau semangat kerja karyawan.
Pihak manejemen rumah sakit sudah selayaknya memberikan perhatian yang
serius tentang iklim kerja. Tugas-tugas akan terselesaikan secara baik apabila
tercipta iklim kerja yang kondusif dan pada akhirnya akan menumbuhkan
semangat kerja yang tinggi sehingga mempercepat proses penyelesaian tugas yang
menjadi tanggung jawab perawat. Kinerja perawat yang bermutu akan
meningkatkan mutu sebuah rumah sakit, keuntungan dalam organisasi dan pada
akhirnya akan memberikan kepuasan bagi pasien sebagai penerima jasa pelayanan
keperawatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2005), menunjukkan
bahwa ada hubungan positip antara iklim kerja dengan kinerja perawat. Perawat
yang memiliki persepsi tentang iklim kerja baik memiliki kinerja baik 2,94 kali
dibanding perawat yang memiliki persepsi kurang tentang iklim kerja. Hasil yang
sama juga ditemukan oleh Setiadi (2010) dimana iklim kerja memiliki hubungan
dengan produktivitas kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dilakukan di rumah sakit
pemerintah. Tuntutan kerja dirumah sakit milik pemerintah memiliki perbedaan
dengan rumah sakit swasta. Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit swadana
dimana biaya operasional rumah sakit dipenuhi oleh rumah sakit itu sendiri. Hal
Kehidupan organisasi rumah sakit dan karyawan yang bekerja didalamnya
tergantung dari kualitas jasa yang diberikan rumah sakit tersebut. Hal tersebut
yangt mempengaruhi iklim kerja dan kinerja perawat yang berada dalam
organisasi tersebut. Atas dasar tersebut maka peneliti memilih Rumah Sakit Sari
Mutiara Medan sebagai salah satu rumah sakit swasta untuk mengidentifikasi
kinerja dan iklim kerjanya.
Rumah sakit Umum Sari Mutiara Medan merupakan rumah sakit tipe B
yang berdiri pada tahun 1988. Rumah sakit ini memberikan pelayanan rawat jalan
dan rawat inap. RSU Sari Mutiara Medan memiliki kapasitas tempat tidur 324
tempat tidur. Bed Occupancy Rate ( BOR ) pada tahun 2011 adalah 73 %, pada
tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 50 %, selanjutnya pada bulan Maret
2013, mengalami peningkatan yang tidak signifikan yaitu 54,97 %. (Sumber:
Data Rekam Medik RSU Sari Mutiara).
Jumlah tenaga keperawatan pada tahun 2013 adalah 196 orang.
Berdasarkan jenjang pendidikan adalah sebagai berikut : Lulusan Sarjana
Keperawatan sebanyak 15 orang, D III Keperawatan sebanyak 153 orang,
sedangkan SPK hanya 1 orang, D.III Kebidanan sebanyak 26 orang, D.I
Kebidanan hanya 1 orang. Tingkat turn over perawat di Rumah Sakit Sari
Mutiara cukup tinggi. Pada tahun 2012 tingkat turn over perawat mencapai 20 %.
(Sumber : Data Kepegawaian RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2013).
Hasil dari praktikum administrasi yang dilakukan oleh peneliti pada bulan
Evaluasi terhadap 10 perawat pelaksana menunjukkan rangking rata 6,5 dimana
nilai tersebut masih kategori yang belum memuaskan.
Penilaian pelaksanaan standar praktik keperawatan yang dilakukan di RSU
Sari Mutiara hanya berdasarkan dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh tim audit asuhan keperawatan. Laporan ketua tim audit keperawatan pada
tahun 2012 diperoleh data bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat pelaksana belum memenuhi standar. Hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti terhadap 20 format asuhan keperawatan dalam rekam
medik ditemukan data bahwa masih 56% dokumentasi asuhan keperawatan yang
lengkap. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja perawat dalam pelaksanaan
standar keperawatan belum optimal.
Hasil pengkajian praktikum pada bulan Desember 2012 dengan teknik
wawancara dengan sepuluh perawat pelaksana terkait dengan kondisi kerja yang
dialami di Rumah Sakit Sari Mutiara, 50% menyatakan mereka melaksanakan
asuhan keperawatan sebagai kegiatan rutin saja. Pelaksanaan asuhan keperawatan
yang dilakukan masih berorienetasi pada fisik saja sehingga asuhan yang
dilaksanakan belum bersipat holistik
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
I.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian yang
akan diteliti adalah “ Bagaimanakah hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan iklim kerja
dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara
Medan.
b. Mengidentifikasi iklim kerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara
Medan.
c. Mengidentifikasi kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
d. Menganalisis
hubungan dimensi psikologis dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
e. Menganalisis
hubungan dimensi struktural dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
f. Menganalisis
hubungan dimensi sosial dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
g. Menganalisis
hubungan dimensi birokratik dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
h. Mengidentifikasi faktor yang dominan berhubungan dengan kinerja
perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
1.4 Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari
b. Ada hubungan dimensi psikologis dengan kinerja perawat pelaksana di
RSU Sari Mutiara Medan.
c. Ada
hubungan dimensi struktural dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
d. Ada hubungan dimensi social dengan kinerja perawat pelaksana di RSU
Sari Mutiara Medan.
e. Ada
hubungan dimensi birokrat dengan kinerja perawat pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi Kepala Bidang Keperawatan dan Kepala Ruangan
Sebagai sumber informasi tentang iklim kerja, kinerja perawat di RSU
Sari Mutiara serta hubungan antara iklim kerja dengan kinerja perawat
pelaksana yang dapat menjadi sebagai bahan masukan dalam upaya
penataan sistim pemberian asuhan keperawatan untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.
b. Bagi Perawat
Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam mengevaluasi kinerja
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.
c. Bagi peneliti Lain
Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Iklim Kerja 2.1.1 Pengertian Iklim Kerja
Iklim kerja menurut UU. RI No.9/1995 adalah kondisi yang diupayakan
oleh pihak pengambilan keputusan berupa penetapan peraturan dan kebijakan
disetiap kegiatan perusahaan agar setiap staff memperoleh kesempatan yang sama
dan dukungan bekerja yang seluas-luasnya sehingga menjadi pekerja yang
tangguh dan mempunyai kinerja yang tinggi (UU RI,2002 dalam Tribowono
2013).
Reichers dan Scheinder (1990, dalam Kusdi, 2011) menyatakan iklim
kerja diartikan sebagai persepsi tentang kebijakan, praktek-praktek dan
prosedur-prosedur organisasional yang dirasa dan diterima oleh individu-individu dalam
organisasi ataupun persepsi individu terhadap tempatnya bekerja.
Swanburg (2000) menyatakan bahwa iklim adalah perasaan para atau
persepsi tentang organisasinya. Iklim kerja diciptakan oleh manajer perawat yang
menentukan perilaku perawat praktisi dalam iklim kerjanya. Iklim kerja
merupakan kondisi kerja yang dirasakan pada sebuah organisasi sebagai efek
fersonil organisasi yang bekerja bersama-sama. Mill (dalam Timpe 2000)
menyatakan bahwa iklim kerja adalah serangkaian sifat lingkungan kerja yang
dapat diukur berdasarkan persepsi kolektip dari orang-orang yang hidup dan
Individu dalam suatu organisasi menganggap iklim kerja merupakan
sebuah atribut, dimana atribut ini digunakan dalam perwujudan bagi keberadaan
mereka di dalam organisasi. Iklim kerja berada pada tingkat individu dan
organisasi, disaat iklim kerja masuk pada tatanan individu, maka hal ini disebut
iklim psikologikal (psychological climate) sedangkan apabila penilaian terhadap
iklim tersebut telah dirasakan oleh banyak individu di dalam sebuah organisasi
maka akan disebut iklim kerja organisasional (Kusdi, 2011). Steers dan Potter
(1991, dalam Robbin, 2002) menyatakan iklim kerja merupakan karakteristik dari
lingkungan kerja yang dapat dirasakan anggota. Iklim kerja merupakan hasil dari
tindakan yang sudah dilakukan karyawan baik yang dilakukan secara sadar
ataupun tidak sadar dan sepertinya mempengaruhi tingkah laku berikutnya.
Mereka pun menyatakan keunikan di dalam organisasi terbentuk bersama dengan
tindakan-tindakan yang dilaksanakan di dalam manajemen, sehingga tindakan
apapun akan menentukan bagaimana iklim kerja pada organisasi tersebut sehingga
menjadi faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku pekerja.
Field and Abelson (dalam Jewell and Siegall 1998) menyatakan bahwa
iklim kerja bersumber dari iklim organisasi yang akan mempengaruhi para pekerja
dalam hal motivasi, kinerja dan kepuasan.
Setiap organisasi memiliki iklim kerja yang yang berbeda dengan yang
lainnya. Perawat yang bekerja di Rumah Sakit maka lingkungan kerjanya adalah
ruang rawat inap dan rawat jalan. Iklim kerja di ruang rawat inap terkait erat
tersebut akan menciptakan hubungan dan kerjasama yang harmonis sehingga
menghasilkan kinerja yang tinggi
2.1.2 Dimensi Iklim Kerja
Iklim kerja bersumber dari iklim organisasi yang terbentuk dari persepsi
karyawan terhadap kejelasan organisasi, kesesuaian kebijakan, standart, tanggung
jawab,dukungan penghargaan,dan tim kerja. Iklim kerja akan mempengaruhi
motivasi, kinerja dan kepuasan kerja.
Menurut Pines (1982 dalam Wirawan 2007) bahwa iklim kerja sebuah
organisasi dapat diiukur dengan 4 (empat) dimensi yaitu :
1. Dimensi Psikologikal
Dimensi psikologikal meliputi variabel beban kerja yang dirasakan dalam
organisasi, otonomi dan inovasi. Beban kerja yang diberikan pada karyawan
sesuai dengan kemampuan dan peran kerjanya.Kondisi psikologis para karyawan
dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh jumlah pekerjaan dan jenis pekerjaan yang
dibebankan. Pekerjaan yang tumpang tindih dan berlebihan dapat menyebapkan
karyawan merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga mempengaruhi
produktivitas kerja.
Dalam bekerja juga dibutuhkan kebebasan (otonomi) dalam mengelola
pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki oleh karyawan. Dalam hal
ini diharapkan organisasi memberikan keleluasaan bertindak bagi para karyawan
untuk melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan.
organisasi yang kondusif. Kebebasan bekerja bagi para karyawan akan
menumbuhkan inovasi baru bagi para karyawan. Inovasi yang menimbulkan daya
kreativitas baru bagi para karyawan dalam pengembangan peran dan kerja.
Inovasi akan timbul pada kondisi kerja terasa nyaman bagi para karyawan
dilingkungan kerjanya.
Otonomi bagi perawat merupakan suatu kebebasan perawat dalam mengelola
asuhan keperawatan pada pasien. Perawat diberi tugas dan tanggung jawab penuh
dalam merencanakan dan menjalankan asuhan keperawat. Inovasi merupakan
suatu kemampuan perawat dalam melakukan kreativitas dalam memberikan
asuhan keperawatan. Inovasi akan muncul ketika perawat memiliki motivasi
dalam menjalankan tugasnya.
Kondisi psikologis yang dirasakan oleh perawat akan meningkatkan
kualitas kerja yang diharapkan dari perawat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Setiadi (2010), bahwa dimensi psikologis memiliki hubungan dengan
produktivitas kerja di RSAL dr Ramelan Surabaya (p value = 0,00) dengan nilai
OR 6,200.
2. Dimensi Struktural
Dimensi struktural meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat
keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik. Kondisi structural merupakan
kondisi yang dirasakan perawat tentang lingkungan kerja, merupakan salah satu
determinan yang penting dalam produktivitas sebuah organisasi.
Dimensi structural meliputi ketersedianan alat dan kebutuhan perawat
kali dibutuhkan. Pengelolaan dan peñata ruangan bekerja akan mendukung proses
pelaksanaan tugas karyawan.
Munandar (2008) menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik mencakup
fasilitas dari sebuah perusahaan.Penataan ruangan, kebisingan ruangan kerja,
pencahayaan akan mempengaruhi psikologis karyawan. Karyawan dapat
merasakan tidak adanya keleluasaan dn kesulitan berkonsentrasi. Sebaliknya
lingkungan yang tertata rapi, fasilitas yang tersedia akan menimbulkan
kenyamanan kerja dan menunjang timbulnya keikatan dan kerjasama kelompok
yang akan menunjang produktivitas kerja.
Hasil penelitian Setiadi (2010) menyatakan bahwa tidak hubungan dimensi
stuktural dengan produktivitas kerja perawat ( p value = 0,090)
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas
dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama),
dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan). Dimensi sosial dirasakan dengan
adanya semangat kerjasama kelompok dan kerjasama menejer dan karyawan.
Organisasi perlu menjaga adanya kerjasama dalam kelompok kerja,
hubungan yang hangat dan persahabatan di antara para anggotanya. Dengan
demikian suasana dapat menyenangkan bagi para anggotanya. .Swanburg (2000)
menyatakan bahwa rasa saling mendukung dalam tugas keperawatan diupayakan
dengan mengadakan pertemuan, saling menghargai dan mempercayai sehingga
Hubungan dengan teman sejawat akan menerangkan dan mengukur
perasaan kebersamaan dalam melaksananan tugas untuk mencapai tujuan
organisasi. Hubungan kerjasama sejawat menunjukkan harmonisnya hubungan
sesama teman dalam menjalankan tugasnya. Hubungan kerja dengan teman
sejawat akan mendorong terciptanya hubungan dengan klien dalam memberikan
asuhan keperawatan. Hubungan ini akan menciptakan kinerja yang baik dan akan
memberikan kepuasan bagi pasien yang menerima asuhan keperawatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiadi (2010) menyatakan bahwa
ada hubungan dimensi sosial dengan produktivitas kerja (p value = 0,012) dengan
OR = 2,308. Sedangkan penelitian Lumbantoruan (2005) di RSU Haji Adam
Malik Medan menyatakan bahwa tidak hubungan tim kerja dengan kinerja
perawat pelaksana ( p value = 0,660).
4. Dimensi Birokratik
Dimensi birokrat meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan konflik
peranan dan kekaburan peranan. Dimensi ini mengukur kondisi yang dirasakan
oleh karyawan tentang kejelasan tentang tugas dan batasan wewenang, hak dan
kewajiban yang dilaksanakan terkait dengan tugas. Kebijakan yang tidak jelas
akan menyebabkan penurunan motivasi kerja, semangat kerja sehingga
mempengaruhi produktivitas kerja.
Hasil penelitian Setiadi (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan
dimensi birokratik dengan produktivitas perawat (p value = 0.087). Penelitian
kebijakan dalam sebuah rumah sakit memiliki hubungan dengan kinerja perawat
pelaksa ( p value = 0,001)
Pendapat lain yang menjelaskan tentang dimensi iklim kerja adalah Mill
(dalam Timpe 2000) menjelaskan dimensi dari iklim kerja dalam sebuah
organisasi adalah kejelasan, kesesuaian, standart, tanggung jawab, penghargaan
dan tim kerja.
a. Kejelasan (Clarity)
Untuk memperoleh arah dan tujuan yang akan dicapai oleh sebuah organisasi
maka dibutuhkan kejelasan dari misi dan visi dari organisasi itu sendiri. Misi dan
visi akan menuntun kemana arah yang akan dicapai oleh organisasi sesuai dengan
peran dan fungsi yang dimilikinya.
b. Kesesuaian
Dalam mencapai tujuan sebuah organisasi maka pimpinan mampu menyusun
kebijakan yang jelas dan langsung bagi perawat. Perilaku staff dapat mendukung
tercapainya tujuan dan perilaku staff yang tidak keluar dari tujuan yang telah
ditetapkan. Kebijakan yang disusun harus seoptimal mungkin sehingga dapat
mempengaruhi hasil kerja.
c. Standar
Standar merupakan aturan dan prosedur yang menuntun prilaku staff dalam
bekerja. Standar dalam keperawatan terdiri dari :
1. Standar struktur meliputi standart peraturan, fasilitas, dan tenaga
keperawatan. Direktorat pelayanan medik telah menyusun standart
2. Standar proses yaitu standar praktek keperawatan dan standar asuhan
keperawatan yang disusun oleh Departemen Kesehatan RI (2005).
3. Standar hasil yaitu standar tentang hasil yang diharapkan dari pemberian
pelayanan keperawatan dalam bentuk standart keperawatan.
d. Tanggung Jawab
Uraian tugas diperlukan oleh staff dalam melaksanakan pekerjaannya
sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan harapan. Staff juga diharapkan
mampu mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan sehingga memberikan
kepuasan bagi yang melaksanakannya. Tanggung jawab diberikan atas dasar
pendelegasian kewenangan, otonomi, dan pertanggungjawaban melalui struktur
organisasi. Tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan harus sesuai
dengan struktur organisasi dan kemampuan yang dimiliki oleh staff .
e. Penghargaan
Penghargaan yang diberikan kepada staff ditentukan secara objektif sehingga
tidak merusak kondisi konpetitif. Penghargaan yang diberikan kepada staff dapat
dalam bentuk positif seperti jenjang karir dan bentuk negatif berupa hukuman
administratif sampai ke pemecatan. Penghargaan dikelompokkan dalam dua
bentuk yaitu penghargaan intrinsik seperti pemberian bonus atau insetif,
penghargaan ekstrinsik dapat berupa kepuasan yang disampaikan oleh pasien dan
keluarganya. Penghargaan berkaitan dengan perasaan pegawai tentang penghargaan
f. Tim Kerja
Dalam menjalankan tugas sangat dibutuhkan dibutuhkan kesamaan
pandangan, sikap saling mendukung dalam mencapai tujuan dan semangat
kerjasama. Dengan demikian diharapkan terjadinya dukungan sistim dan
dukungan yang
Pendapat lain dikemukakan oleh Stringer (Wirawan, 2007) menyebutkan
bahwa dimensi iklim kerja dalam organisasi dapat mempengaruhi anggota
organisasi untuk berperilaku tertentu. Terdapat enam dimensi yang diperlukan
dalam menilai iklim kerja organisasi yaitu:
1. Flexibility conformity.
Merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak
bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang
diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi,
kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru
merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang
kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
2. Resposibility
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas
organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai,
karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.
3. Standard.
Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen
telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang
sesuai atau kurang baik.
4. Reward
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan
pengakuan atas pekerjaan yang baik.
5. Clarity
Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka sesuai dengan pekerjaan, peranan dan tujuan
organisasi.
6. Tema Commitmen.
Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka
memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.
Triguno (2000) menyatakan bahwa iklim kerja yang kondusif meliputi
Sembilan dimensi yaitu :1. Tantangan, keterlibatan dan kesungguhan, 2.
Kebebasan mengambil keputusan, 3. Waktu yang tersedia untuk memikirkan ide –
ide baru, 4. Memberi peluang untuk mencoba ide – ide baru, 5. Tinggi rendahnya
tingkat konflik, 6. Keterlibatan dalam tukar pendapat, 7. Kesempatan humor dan
bercanda, 8. Saling percaya dan keterbukaan, 9. Keberanian menanggung resiko.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Kerja
Perubahan yang terjadi baik yang terjadi di dalam (internal) ataupun di
organisasi tersebut. Sebagai sebuah entitas yang penting di dalam sebuah
organisasi, setiap individu tentunya mengharapkan mampu bekerja di suatu iklim
yang kondusif. Iklim yang kondusif akan menciptakan sebuah kondisi yang
mendorongnya untuk bekerja dengan giat. Steers dan Porter (1991, dalam Kusdi,
2008) mengemukakan faktor faktor yang mempengaruhi iklim kerja:
1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan sesuatu hal yang membuat hubungan yang
tetap antara individu dengan organisasi sehingga sangat menentukan pola-pola
interaksi, hubungan antar karyawan yang terkoordinir serta tingkah laku yang
berorientasi pada tugas struktur. Hal-hal terkait struktur organisasi yang
berkaitan dengan iklim kerja antara lain ukuran jabatan, posisi jabatan dalam
hirarki, derajat sentralisasi, dan orientasi terhadap peraturan
2. Kebijakan dan Praktik Manajerial
Kebijakan dan praktik manajerial menjadi alat bagi pimpinan untuk
memberikan arahan kepada setiap karyawan pada setiap kegiatan yang
digunakan untuk pencapaian tujuan organisasi. Semua hal dalam interaksi
tersebut seperti pemberian tugas-tugas yang jelas, otonomi yang diberikan,
dan umpan balik kepada pimpinan akan menciptakan iklim kerja yang
akhirnya berorientasi pada prestasi serta membuat karyawan akan memiliki
rasa tanggung jawab terhadap tujuan organisasi. Hal sebaliknya dilakukan
apabila manajemen memberikan penekanan kepada bawahan untuk terus
membuat iklim kerja akan lebih mengarah kepada hal-hal yang tidak
bertanggung jawab, tidak mampu, dan tidak kreatif.
3. Teknologi
Teknologi memberikan manfaat berdasarkan pada pengetahuan dan peralatan
serta diterapkan dalam pelaksanaan tugas. Hasil penelitian Burns dan Stalker
menyatakan teknologi dan suasana memiliki hubungan yang negatif dalam
penciptaan iklim kerja apabila dilaksanakan secara rutin sehingga kepercayaan
dan kreativitas menjadi rendah. Sebaliknya, teknologi yang lebih dinamis dan
penuh perubahan dapat menciptakan alur komunikasi yang lebih terbuka,
sehingga dapat mendorong penciptaan kreativitas, kepercayaan, dan
penerimaan terhadap tanggung jawab personal akan penyelesaian tugas-tugas.
4. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal umumnya menjadi penggambaran terhadap kekuatan
kekuatan yang berada di luar organisiasi serta dapat mempengaruhi tujuan
organisasi itu sendiri.
2.1.3 Indikator-indikator Iklim Kerja
1. Hubungan Pimpinan dengan Bawahan
Hubungan antara pimpinan dengan bawahan adalah interaksi antara
pimpinan dan bawahannya yang dapat menciptakan lingkungan yang dapat
memotivasi dan menahan karyawan agar tetap dalam organisasi itu (Stum; 2001).
Dalam hubungan kerja sama, perlu ada kecocokan antara pimpinan dengan
Dalam organisasi, pimpinan dipilih untuk membimbing seorang bawahan
sesudah mempertimbangkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh
orang yang akan di ajak kerja sama, dan juga kemampuan pimpinan untuk
menyediakan praktek atau bimbingan dalam berbagai bidang. Walaupun
hubungan pimpinan dengan bawahan komplek, ada banyak kesempatan pada
kedua pihak untuk menjadikan hubungan itu berarti dan produktif. Dalam
lingkungan yang kompetitif, tanpa pimpinan dan bawahan yang baik, organisasi
akan amat menderita. Mengakui bahwa hubungan itu diperlukan, maka
manajemenkan hal itu secara hati-hati, adalah langkah pertama untuk membuat
hubungan itu sukses. Satu aspek yang penting dari hubungan antara pimpinan
dengan bawahan
2. Dukungan Pimpinan
Menurut Saifuddin (2011) dukungan pimpinan merupakan refleksi sikap positif
pimpinan dalam memberikan respon terhadap suatu objek yang dihadapi”.
Sementara Siegel dalam Taylor (1999) mendefinisikan dukungan pimpinan
sebagai “Suatu kondisi dimana seseorang diberi dorongan sehingga merasa aman
dan nyaman secara psikologis. Termasuk didalamnya kesadaran dari keberadaan
yang baik dan kepuasan diri dari affec hunger (senang akan keinginan besar)”
3. Konflik
Konflik dalam suatu organisasi adalah sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan, meskipun konflik itu mengandung makna pertentangan atau
ketidaksesuaian, ternyata pandangan para ahli tentang kedudukan dan peran
pemikiran menyatakan bahwa konflik harus dihindarkan, karena itu menunjukkan
adanya kerusakan fungsi dalam organisasi.
2.2 Konsep Kinerja 2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam sebuah organisasi.
Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi,
bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya (Ilyas, 2002).
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya
tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun
struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi
(Ilyas, 2002).
Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu: tujuan,
ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan
strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberi arah dan
memengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi
terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah
yang diharapkan. Untuk kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap
tugas dan jabatan memegang peranan penting.
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan
mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dalam
suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian
kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu (personel)
dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Penilaian kinerja
merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan
usaha untuk memperbaiki kerja personel dalam organisasi. Menurut Certo,
penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa
tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran
sistem manajemen (Ilyas, 2001).
Pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :
a. Penilaian sendiri (Self Assesment)
Penilaian diri sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk
mengukur dan memahami perbedaaan individu. Ada dua teori yang menyarankan
peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori
tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik Menurut teori kontrol yang
dijelaskan oleh Carver dan Scheier (1981, dalam Ilyas, 2002), individu harus
menetapkan standar untuk perilaku mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara
perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan (3) berperilaku yang sesuai
dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya, disarankan agar individu
perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapai tujuan mereka. Dengan
pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan
melakukan perbaikan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.
Inti dari teori interaksi simbolik adalah preposisi yaitu kita
mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri berdasarkan pada
kepercayaan kita tentang bagaimana orang memahami dan mengevaluasi kita.
Teori ini menegaskan pentingnya memahami pendapat orang lain disekitar mereka
terhadap perilaku mereka. Interaksi simbolik juga memberikan peran sentral bagi
interpretasi individu tentang dunia sekitarnya. Jadi individu tidak memberikan
respon secara langsung dan naluriah terhadap kejadian, tetapi memberikan
interpretasi terhadap kejadian tersebut Preposisi ini penting sebagai pedoman
interpretasi tentang penilaian sendiri yang digunakan dalam mengukur atau
menilai kinerja personel dalam organisasi.
Penilaian sendiri dilakukan bila personel mampu melakukan penilaian
terhadap proses dari hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas
organisasi. Penilaian sendiri ditentukan oleh sejumlah faktor kepribadian,
pengalaman, dan pengetahuan, serta sosio-demografis seperti suku dan
pendidikan. Dengan demikian, tingkat kematangan personel dalam menilai hasil
b. Penilaian 360 derajat (360 Degree Assessment).
Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya
karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel Data
penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian
silang penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk,
personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini
termasuk yang dilakukan atasan langsung.. Penilaian ini dapat juga melibatkan
manajer lini unit lain. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain
dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan
interaksi.
Penilaian mitra, biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada
kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen
kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota
kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite
kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan
untuk pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu
diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah
reaksi negatif dari personel yang dinilai.
Penilaian bawahan, terhadap kinerja personel dilakukan dengan tujuan
untuk pengembangan dan umpan balik personel. Program ini meminta kapada
manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas
sebagai berikut: pencapaian perencanaan kinerja strategik, pencapaian komitmen
personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel,
pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja. Manajer diharapkan
mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan.
2.2.3 Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat berdasarkan tugas pokok seorang perawat. Tugas
perawat adalah menjalankan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah
metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus-menerus
serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan
pasien/keluarga, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisis data, dan
penentuan masalah), diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
pelaksanaan, dan penilaian tindakan keperawatan (Ali, 2010).
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis
dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat
yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien
terhadap penyakitnya (Ali, 2010).
Proses keperawatan merupakan bagian integral dari praktik keperawatan
yang membutuhkan pertimbangan yang matang dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan ini harus dilandaskan pada pengetahuan dan penerapan
ilmu pengetahuan serta prinsip-prinsip biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Langkah dan tahapan pada proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan, dan evaluasi
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada.
b. Tahap Diagnosis Keperawatan
Merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat
sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial.
c. Tahap Perencanaan
Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah klien Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat
suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi
perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya
pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan
klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya,
kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis
tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam
memenuhi tujuan, menulis intruksi keperawatan serta kemampuan dalam
d. Tahap Pelaksanaan
Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
e. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan
pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu
kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan
berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan
kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut
sebagai evaluasi hasil
Kinerja perawatan dinilai dari pelaksanaan standar praktik keperawatan yang
dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu pada pendekatan proses keperawatan
yang meliputi :
1. Standart I : Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data data tentang status kesehatan klien dengan
sistematis, menyeluruh, akurat dan singkat dan berkesinambungan.
a. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dengan anamnese,
observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
b. Sumber data adalah klien, keluarga, tim kesehatan, rekam medik dan
lain-lain.
Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan
masa lalu, masa sekarang, status biologis-psikologis-sosial spritual, respon
terhadap therapi, harapan terhadap tingkah laku yang optimal, dan resiko
tinggi masalah.
2. Standart II : Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa
keperawatan.
Adapun kriteria proses :
a. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah
klien dan perumusan diagnosa keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan terdiri dari problem (P), penyebap (E), tanda ( S),
atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru.
3. Standart III : Perencanaan keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
Kriteria proses :
a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
rencana tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
c. Berencana dengan klien menyusun rencana tindakan keperawatan.
d. Perencanaan bersipat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.
e. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
4. Standart IV : Implementasi Keperawatan
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan.
Kriteria Proses :
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan
klien.
d. Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai
konsep ketrampilan asuhan diri seta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
e. Mengkaji ulang dan merivisi pelaksanaan tindakan keperawatan
5. Standart V : Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merivisi data dasar dan perencanaan.
Kriteria proses :
a. Menyusun rencana evaluasi hasil dan intervensi secara konprehensif,
tepat waktu dan terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodivikasi perencanaan.
e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
2.2.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Nursalam (2004) penilaian kinerja memiliki manfaat yaitu :
1. Meningkatkan prestasi kerja staf, bak secara individu maupun kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan dari kualitas pelayanan rumah
sakit.
2. Peningkatan prestasi staf secara perorangan yang akan mempengaruhi dan
mendorong sumber daya manusia secara keseluruhan.
3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan prestasi.
4. Membantu rumah sakit dalam rangka menyusun program pengembangan dan
5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerjan melalui
peningkatan sistim umpan balik.
6. Memberikan kesempatan kepada staff untuk menyampaikan perasaan tentang
pekerjaannya.
7. Pengembangan Personal
Penilaian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam pengambilan
keputusan untuk pengembangan karyawan untuk promosi jabatan, mutasi,
rotasi dan penyesuaian.
Lebih khususnya bahwa manfaat penilaian ini bertujuan untuk mengenali
karyawan yang membutuhkan pembinaan, sebagai bahan perencanaan untuk
peningkatan sumber daya mendatang, menentukan kriteria tingkat pemberian
kompensasi,memperbaiki mutu dan kwalitas pekerjaan, memperoleh umpan balik
dari karyawan
Penilaian kinerja mempunyai tujuan lain sebagai berikut :
1. Perbaikan kerja dan memberikan kesempatan bagi tenaga kerja untuk
mengambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan
umpan balik yang diberikan oleh organisasi.
2. Penyesuaian insentif yang diperoleh oleh pegawai sehingga dapat
meningkatkan memotivasi .
3. Pengambilan keputusan untuk penyesuaian tempat kerja pegawai
4. Pengambilan keputusan bagi tenaga kerja untuk pelatihan dan pengembangan.
6. Mengidentifikasi kelemahan dalam penempatan tenaga kerja, sehingga dapat
dilakukan perbaikan.
7. Mengidentifikasi kelemahan dalam desain kerja yaitu jumlah tenaga kerja
yang kurang.
8. Menunjukkan adanya perlakuan yang sama bagi setiap tenaga kerja.
9. Membantu menyelesaikan permasalah yang dihadapi oleh karyawan
10. Sebagai umpan balik balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya
manusia
2.2.5 Kriteria Dasar Mengukur Kinerja
Bernardin (2000,dalam Triwibowo 2013) menyampaikan kriteria dasar atau
dimensi yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu :
1. Quality yaitu proses atau hasil yang mendekati sempurna atau ideal dalam
memenuhi maksud dan tujuan.
2. Quantity yaitu satuan jumlah atau kualitas kerja yang dihasilkan.
3. Timeliness yaitu waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan aktivitas atau
menghasilkan produk.
4. Cost-effectiveness yaitu tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi seperti
uang, orang, material, teknologi dalam mendapatkan hasil atau pengurangan
pemborosan penggunaan sumber-sumber organisasi.
5. Need of supervision yaitu kemampuan individu dalam menyelesaikan
pekerjaan atau fungsi pekerjaan tampa intervensi pengawasan pimpinan.
6. Interpersonal infact yaitu kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan
3.2.6. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kinerja
Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja
dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri dan
karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Manusia yang berada dalam
lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari
lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya.
Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2002), secara teoritis ada tiga
kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu variabel
individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel
tersebut mempengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja
personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan
dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran
suatu jabatan atau tugas.
Menurut Notoatmodjo (2002), ada teori yang mengemukakan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE”
yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat
dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), incentive (insentif
material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan),
validity (pedoman ,petunjuk uraian kerja), dan evaluasi.
Menurut Davies (1989) yang dikutip oleh Adiono (2002), juga
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan secara
psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang
artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari maka ia
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Dari studi literatur ditemukan penelitian tentang berbagai faktor yang
memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kinerja .Penelitian tersebut dilakukan
diberbagai rumah sakit diluar negeri. Penelitian Luthans (2008) menyatakan bahwa
optimisme memiliki korelasi tinggi dengan kinerja. Penelitian Ronal, Shelby
(2000) menemukan bahwa ketrampilan komunikasi dan personality berhubungan
positif dengan kinerja Penelitian Hanan (2008) tentang faktor yang memengaruhi
kinerja perawat. Ditemukan hasil bahwa faktor yang berhubungan positif dengan
kinerja adalah komitmen organisasi, kepuasan, pengalaman kerja, gender, status
perkawinan sedangkan pendidikan memiliki hubungan negatif dengan kinerja.
Semua faktor memiliki hubungan yang signifikan dengan taraf signifikansi 0,005.
Penelitian Husein (2008) masalah kesehatan dan kinerja perawat sangat
dipengaruhi oleh shiff malam khususnya di ruangan ICU. Penelitian Chu, Cheng-I
(2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi, kepuasan kerja, prilaku organisasi
berhubungan positif dengan hasil kerja perawat.
Hasil penelitian yang ditemukan di berbagai rumah sakit di Indonesia
ditemukan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja perawat. Penelitian
Priyanto (2006) memperlihatkan bahwa pengalaman kerja, pendidikan memiliki
Lumbantoruan (2004) menemukan bahwa iklim kerja memiliki hubungan dengan
kinerja perawat pelaksana.
2.3 Landasan Teori
Teori merupakan hubungan beberapa konsep atau kerangka konsep atau
defenisi yang memberikan pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau
fenomena–fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep
tersebut. Tujuannya adalah untuk menguraikan, menerangkan dan mengendalikan
suatu fenomena.
Dalam penelitian ini digunakan teori tentang kinerja menurut Gibson (1987
dalam Ilyas 2002) menyampaikan model teori kinerja dan sejumlah variabel yang
memengaruhinya. Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik secara
kualitas maupun kuantitas dalam sebuah organisasi. Kinerja merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personal.
Kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan
penilaian. Penentuan tujuan setiap organisasi adalah merupakan sebuah strategi
untuk meningkatkan kinerja. Tujuan akan memberikan arah bagi dan
mempengaruhi prilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap karyawan.
Untuk ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan
jabatan personal memegang peranan penting untuk pencapaian kinerja. Selain itu
aspek kinerja yaitu penilaian secara regular yang dikaitkan dengan proses
pencapaian tujuan kinerja setiap personal. Tindakan ini akan membuat setiap