• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ILMU PEMERINTAHAN DENGEN POLITIK

Dalam dokumen Dasar Dasar Ilmu Pemerintahan (Halaman 46-51)

Dalam banyak hal, disuatu sisi kehidupan dan pemikiran kekuasaan bangsa dan negara kerap kali diperbincangkan sebagai buah dari ekspresi politik. Di lain hal menganggap sebagai kewenangan yang terjadi merupakan peristiwa pemerintahan. Namun di lain hal antara pemerintahan dengan politik dengan teori

relasi jelas berbicara masalah negara atau kenegaraan sebagai ruang lingkupnya secara umum.

Namun secara khusus atau spesifik pusat perhatian (focus of interest) antara ilmu pemerintahan dengan politik secara formal nampak jelas orientasi keduanya. Karena ilmu pemerintahan menitik beratkan pada fenomena dan peristiwa pemerintahan yang secara realistis dapat disaksikan dari segala aspek kehidupan. Sementara politik berorientasi pada kekuasaan, partai politik, grup penekan dan kepentingan masyarakat.

Berkaitan dengan kebijakan yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan berasal dari kata bijak yang berarti kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan yang merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak baik menyangkut pemerintahan maupun organisasi selain itu kebijakan juga merupakan pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Sementara siasat ialah tindakan yang dilakukan secara cermat berdasarkan penyelidikan untuk mengatahui sejauh mana plus- minus taktik yang akan dijalankan.

Ketika pemahaman diatas dikaitkan dengan situsi dan kondisi yang terjadi dewasa ini, maka sesungguhnya asumsi mengenai pemerintahan dan politik dalam konteks paradigmatik secara realistis menuai kontroversi dan multitafsir dimata publik. Riak - riak publik yang berkembang, menganggap bahwa politik itu naif, tidak mempunyai wibawa, dan sarak akan money dan mengutamakan kepentingan

pribadi ketimbang kepentingan umum. Misalnya peristiwa G30S/PKI yang disinyalir merengguk jiwa sejumlah pejuang Republik Indonesia, hal ini terjadi disebabkan adanya taktik dan siasat sebagai bentuk gerakan politik untuk melengserkan presiden Soekarno sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Zaman berikutnya berdasarkan telaah historis, bagaimana Presiden Soeharto berkuasa dengan militerismenya selama 32 tahun. B.J Habibie yang dinobatkan sebagai tekhnokrat mengemuka dengan rakitan pesawatnya yang kemudian menggantikan Soeharto sebagai presiden hampir saja menjadikan Indonesia sebagai industrialis pesawat terbang sayangnya hanya mengisi kekosongan jabatan kepresidenan. Gusdur yang terpilih melalui sidang MPR menggatikan B. J Habibie selain cacat secara fisik, juga tidak sempat berbuat untuk perubahan yang lebih baik kepada Indonesia, di ere selanjutnya jiwa sosialis Megawati Soekarno Putri pun tak mampu berkreasi dan berionovasi untuk Indonesia. Namun kekuasaan yang di asumsi oleh generasi- kenerasinya ialah Pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) hingga puncaknya pada dekade 2004- 2014 sosok militer kembali memegang kekuasaan negara dan pemerintahan. Yang meskipun praktik militerismenya tidak terlalu nampak namun berbagai kepentingan yang menunggangi kekuasaan poltik kala itu berimbas pada wajah pemerintahan. Terlihat dari asal muasal kabinet yang dijalankan “Indonesia Bersatu jilit 1 dan 2”. Nampak signifikan dengan indikator pasangannya. Secara konkrit SBY-JK dengan SBY-Boediyono. Dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia dibenarkan atas kebebasan untuk memilih siapa saja kita berkomunikasi, menyatakan pendapat dan siapa saja memiliki kesempatan yang sama dalam pemerintahan,

demikian pernyataan HAM dalam UUD 1945. Sejumlah responden mengemukaan bahwa inisiatif SBY memboyong aparat sipil dan ekonom dalam dua periode yang berbeda, berbedaannya terletak pada pemenuhan kekuasaan yang ditengarai kewajiban partai politik dimana SBY berasal. Kita tidak menutup mata semenjak, keran demokrasi dibuka, gencatan partai politik beriringan muncul dengan bermacam- macam ideologi yang dibawanya sebagai ciri khasnya sehingga kerap tumpang tindih maupun pro kontra dalam kekuasaan pemerintahan.

Hal yang sama bahwa sejarah munculnya partai politik di negara yang satu dengan yang lain memang tidak selalu sama. Tetapi, ada satu benang merah yang mempertemukannya, yaitu bahwa kemunculan partai politik itu berbanding lurus dengan tumbuhnya proses demokratisasi khususnya yang berhubungan dengan kesamaan hak warga negara. Demikian Scarrow dalam Kacung Marijan (Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru”, 2010; 59).

Berbarengan dengan padangan yang dikemukakan tersebut, munculnya partai- partai politik Indonesia, justru dilatar belakangi oleh kebijakan Hindia Belanda dengan berimplikasi terhadap nilai kebebasan dengan prospek sosial dan pembangunan. Atas dasar tersebut kebebasan membuka lebar ruang bagi anggota masyarakat untuk membentuk organisasi maupun partai politik dalam berkembangannya justru dibarengi oleh gerakan- gerakan yang merespon adanya berbagai peristiwa dan konflik baik vertikal dan horisontal, berbagai responsif itulah kemudian memicu lahirnya kultur bahwa kewenangan partai politik dalam pemerintahan berdasar bada keterwakilan partai, jadi siapa dan partai mana ia

berasal maka itulah yang berkuasa baik dalam negara maupun dalam pemerintahan.

Sementara dalam pemikiran barat Max Weber memandang bahwa ekspresi dari peristiwa dan concern politik. Pendirian politik yang harus di pahami kaitannya dengan konteks pribadi maupun kejadian- kejadian publik, merupakan sebuah tema yang berjalan dan beriringan antara sang manusia dan sang intelektual. Sebab ia adalah seorang manusia politis dan intelktual politis.

Ia menambahkan bahwa menilai politik dengan retorika kaitannya dengan berbagai konsekuensi dan mengukur bermacam- macam motif manusia sehubungan dengan hasil yang diperkirakan maupun yang tidak dari perbuatan mereka, adalah prinsip konstan pemikiran politik.

Naman untuk memecah kebuntuan terkait politik maka penulis mengadopsi padangan Inu Kencana Syafiie dalam bukunya Sistem Pemerintahan Indonesia ed. rev.bahwa:

“Secara umum ilmu pemerintahan menekankan pada fungsi output daripada mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikbertkan pada fungsi input. Dengan perkataan, ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen dari suatu sistem politik sedangkan, ilmu politik mempelajari society dari suatu sistem politik, (Syafiie, 2011: 13)”.

Kemudian terkait dengan hubungan antara keduanya Syafiie menambahkan adanya hubungan nyata antara ilmu pemerintahan dengan ilmu politik, keren ilmu pemerintahan yang organisasinya tersusun berdasarkan prinsip- prinsip birokrasi yang mempunyai ruang lingkup yang luas, adalah menjalankan keputusan- keputuusan politik. Dengan perkataan lain, kebijkasanaan pemerintah (public

policy) dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut.

Jadi, jika keputusan kebijaksanaan pemerintahan dalam arti luas telah ditetapkan, maka kemudian bergerak dari arena politik ke arena infrastruktur birokrasi pemerintahan secara sempit.

Dengan demikian, terlihat bahwa menetapkan kebijaksanaan adalah fungsi politik yang memiliki legitimasi di lembaga legislatif dengan perkataan DPR kemudian dijalankan oleh pemerintah yang memiliki excep power di lembaga eksekutif dengan perkataan presiden dan secara fungsional pelaksanaannya melalui administrasi pemerintah. Inilah titik terang dan penemu bagaimana hubungan erat antara ilmu pemerintahan dengan ilmu politik.

C. HUBUNGAN ILMU PEMERINTAHAN DENGAN ADMINISTRASI

Dalam dokumen Dasar Dasar Ilmu Pemerintahan (Halaman 46-51)

Dokumen terkait