• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Industial dapat diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk diantara para pelaku proses produks

Dalam dokumen SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA. docx (Halaman 42-46)

HUBUNGAN INDUSTRIAL

2. Hubungan Industial dapat diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk diantara para pelaku proses produks

dapat dilihat hanya sekedar sistem hubungan diantara para pelaku ditempat kerja tetapi meliputi sekumpulan fenomena, baik didalam maupun diluar tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan. Bahkan perkembangan hubungan industrial tidak terlepas dari hubungan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih luas. (Smeru 2002)

Tujuan dari hubungan industrial adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan yang seimbang antara pekerja dengan pengusaha. Peningkatan produktipitas perusahaan dan kerja tidak bisa dicapai apabilah kesejahteraan pekerja tidak diperhatikan atau diberikan harapan tentang kesejahteraan yang lebih baik di masa depan. Sebaliknya kesejahteraan Pekerja tidak bisa dipenuhi atau ditingkatkan apabilah tidak terjadi peningkatan produktivitas perusahaan dan kerja.

Untuk mencapai hubungan industrial harus ada komitmen yang sungguh-sungguh dari masing-masing pihak dan sarana hubungan industrial yang bersipat kolektif.

Sarana hubungan industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok:

1. Pada tingkat perusahaan ialah serikat buruh, Kesepakatan

Kerja Bersama/Perjanjian Kerja bersama, Peraturan perusahaan, lembaga kerja sama bipartit, Pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial.

2. Sarana yang bersipat makro yaitu serikat buruh, organisasi

pengusaha, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial dan pengenalan hubungan industrial bagi masyarakat luas.

(smeru, 2002)

B. Pelaku Hubungan Industrial. 1. Pengusaha(Manajemen)

Istilah Pengusaha atau manajemen menunjuk pada individu- individu atau kelompok yang bertanggunga jawab untuk merealisasikan tujuan-tujuan dari pada pengusaha dan organisasi kerja mereka yang sekurang-kurangnya mencakup tiga kelompok:

a. Para pemilik dan pemegang saham(shareholders) perusahaan. b. Jajaran direktur eksekutif dan manejer.

c. Personalia yaitu Human Resources Departement(HRD) dan hubungan industrial yang bertanggung jawab khusus dalam mengatur hubungan antara perusahaan dengan buruh dan serikat buruh.

Manajemen berperan penting dalam melakukan negosiasi dan menginvestasikan peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan perusahaan tentang hubungan industrial (Katz dan Kochan 1992).

2. Buruh

Istilah buruh (labor) meliputi para pekerja dan serikat buruh yang mewakili mereka. Para buruh dapat mempengaruhi perusahaan untuk memenuhi berbagai tuntutan mereka, dan mengajukan berbagai tuntutan melalui serikat buruh (Katz dan Kochan, 1992).

1. Angkatan kerja(labor force) adalah mereka yang sudah bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan atau yang dikenal dengan pengangguran terbuka.

2. Bukan angkatan kerjaadalah penduduk yang usia kerjanya (> 15 tahun) yang tidak bekerja atau tidak sedang mencari kerja seperti mereka yang sedang bersekolah, ibu rumah tangga dll. oleh karena itu yang dimaksud dengan buruh dalam konteks Indonesia adalah mereka yang termasuk dalam angkatan kerja. Namun pada umumnya, studi-studi hubungan industrial membatasi kategori buruh yang terlibat dalam hubungan antara pengusaha dan buruh, dan tidak memasukan kategori pegawai negeri (Swasono, 2000)

3. Pemerintah

Yang termasuk dalam istilah pemerintah adalah: a. Pemerintah lokal dan pemerintah pusat

b. Lembaga-lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam membuat dan merubah kebijakan-kebijakan publik yang dapat mempengaruhi hubungan industrial.

c. Pemerintah sebagai represintasi dari berbagai kepentingan publik.

Pemerintah dapat berperan sebagai regulator dengan mengeluarkan berbagai peraturan perburuhan seperti peraturan tentang bagaimana para pekerja membentuk serikat buruh, dan pengaturan hak dan kewajiban yang bisa dimiliki oleh serikat buruh (Katz dan Kochan, 1992)

C. Asal-usul dan Perkembangan Hubungan Industrial.

Mulai dikenal di eropa pada pertengahan abad 18 (delapan belas) seiring dengan munculnya repolusi industri. Pada awalnya hubungan industrial merupakan hubungan yang bersipat personal antara buruh dan pengusaha, bahkan hubungan yang terjadi bersipat kekeluargaan atau ketetangaan. Dan segala persoalan yang timbul akibat hubungan kerja diselesaikan secara peribadi dan kekeluargaan. Dan setela revolusi industri mengakibatkan berbagai perubahan besar dalam berproduksi, bahan baku yang melimpah mendorong mendapatkan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Semakin besar perusahaan maka sekakin komleks permasalahan yang timbul, maka perlu untuk dibuat aturan permainan yang mengatur hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak agar tercipta ketenangan kerja dan produksi dalam perusahaan.

Pasca revolusi industri sampai akhir abad 19 (sembilan belas) di inggris dan eropa barat, hubungan industrial menjadi isu yang menonjol yang banyak dipengaruhi oleh paham liberalisme

terhadap hubungan industrial yang dapat dilihat dari beberapa pandangan:

1. Pada dasarnya antara pengusaha dan buruh memiliki kepentingan yang berbeda yaitu pengusaha selalu berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sedang buruh berusaha mendapatkan upah yang sebesar-

besarnya yang berakibat menimbulkan konflik terus menerus.

2. Hubungan antara pengusaha dan pekerja yang selalu dilandasi oleh konflik kepentingan itu akan berupaya mencari titik temu yang mengakibatkan terjadi adu kekuatan secara bebas(free fight) antara buruh dan penguasa. Dan menurut paham ini tidak ada pihak yang dibenarkan untuk mencampurinya sekalipun pemerintah. akibat yang timbul dari paham liberalisme tersebut adalah muncul pandangan bahwa buruh merupakan bendah atau obyek ekonomi. Dalam kondisi demikian, posisi buruh menjadi lemah ketika berhadapan dengan pengusaha.

Pada akhir abat 19 (Sembilan belas) dan permulaan abad 20 (duapuluh) terjadi pergeseran pandangan dalam hubungan industrial yaitu muncul pendekatan manajemen baru yang dikenal denan scientific management yang dipopulerkan oleh F. W. Taylor. yang mulai mengakui perbedaan di antara pekerja berdasarkan tingkat keterampilan yang dimilikii pekerja.

Pada tahun 1930-an muncul pandangan modern dalam bidang manajemen dan hubungan industrial, yang memandang para pekerja sebagai mulai dipandang sebagai mahluk individu dan juga sosial yang berinteraksi dengan sesamanya.

Pada akhir abat 19 dan permulaan abad 20 hubungan industria dipengaruhi oleh perkembangan politik, yang waktu itu perkembangan politik didominasi oleh sistem politik demokrasi, yaitu masyarakat mulai berperan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan publik melalui lembaga-lembaga perwakilan. Sehingga buruh merasa semakin terlindungai ketika berhadapan dengan pengusaha melalui peraturan perundangan yang mengatur hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja seperti :

1. pengaturan tentang keselamatan kerja 2. sistem pengupahan

3. jam kerja dan lembur buruh dll.

yang tujuannya untuk menghindari pertarungan bebas antar burh dengan pengusaha karena ada pemerintah yang mempengaruhi kepentingan negara dan masyarakat.

D. Perspektif-perspektif dalam hubungan industrial.

1. Perspektif unitary memandang hubungan industrial merupakan suatu hubungan kerja sama antara pihak manajemen dan buruh yang bersipat harmonis, merupakan satu tim, satu kesatuan yang saling membutuhkan dimana manajemen adalah pihak yang menentukan kebijakan, sedang buruh merupakan pihak yang menjalankannya.

2. Perspektif konflik kelas (class conflict perspective) memandang

pihak manajemen dan buruh sebagai pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda dan cendrung bersifat antagonis.

sedangkan Stephen J. Deery dan David H. Plowman (1991) Mengemukakan tiga perspektif yaitu:

1. Unitary tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Anantaraman diatas

2. Pluralist memandang bahwa suatu arganisasi kerja (perusahaan) meliputi berbagai kelompok dengan kepentingan, tujuan, dan aspirasi yang beragam. Dan menurut pandangan ini konflik dalam hubungan kerja tidak dapat dihindari karena merupakan sipat melekat padamanusia (inherent).

3. Marxist bertolak dari pemikiran bahwa dalam masyarakat industri selalu muncul konflik yang berdasarkan kelas yaitu konflik yang terjadi antara kelas pemilik modal atau pengusaha dengan kelas buruh, yang akan berlangsung tanpa kesudahan sampai kelas buruh mengusai alat-alat produksi.

Sementara itu menurut J. Dunlop (1958) mengatakan bahwa dalam menganalisa hubungan industrial perlu mempertimbangkan peraturan-peraturan di tempat kerja(the rules of the workplace) yaitu variabel dependen yang dipengaruhi oleh peroses interaksi para pelaku hubungan industrial sebagai variabel independen yang meliputi tiga hal :

1. status relatif dari pelaku (bagaimana posisi Pemerintah, posisi manajemen dan posisi pekerja)

2. kantek dimana para pelaku berinteraksi(selain dipengaruhi oleh faktor internal hubungan industrial juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti karakter teknologi, Hambatan pasar dan pemilikan dan distribusi kekuasaan diantara aktor dalam suatu masyarakat. 3. ideologi dari sisten hubungan industrial( hubungan antara sistem industrial dengan sistem politik seperti di negara ketiga lebih berusaha menciptakan iklim kondusif ketimbang menghimpun modal dan meningkatkan keunggulan komparatif seperti upah buruh yang rendah, maupun menciptakan stabilitas sosial dan politik di sektor perburuhan.

ketiga perspektif siatas harus dikendalikan oleh peraturan yang bersipat independen yaitu aturan di tempat kerja.

Dalam dokumen SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA. docx (Halaman 42-46)

Dokumen terkait