PENGERTIAN SISTEM SOSIAL BUDAYA
INDONESIA
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dengan semakin majunya zaman, seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih,
kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di
perhatikan keberadaanya,bahkan belakangan ini
banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh
pihak lain,
dan mungkin mereka lebih peduli daripada kita yang
memilikinya.Indonesia adalah Negara yang kaya,
subur dan seharusnya juga makmur. Tapi apa yang
terjadi?. Sedikit mengenai Sistem Sosial dan Budaya
di Indonesia, dalam kurun waktu yang singkat ini
banyak penyimpangan-penyimpangan dari Sistem
Sosial dan Budaya itu sendiri, bukan orang lain yang
lakukannya, dan anehnya itu dilakukan oleh kita
sendiri sebagai bangsa Indonesia yang seharusnya
menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut.
Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka Negara
Indonesia akan hilang jatidirinya sebagai Negara
pancasila. Oleh karena itu, pentingnya kita
mengetahui tentang sistem sosial dan budaya
Indonesia menjadi pokok bahasan dalam
penyusunan makalah ini.
Agar mempermudah kita untuk lebih mengenal apa
itu Sistem Sosial dan Budaya khususnya di
Indonesia ini, maka penyusun membatasi
bahasan-bahasan yang akan dijelaskan, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem, Sistem Sosial,
Sistem Budaya, Sistem Sosial Budaya serta Sistem
Sosial dan Budaya Indonesia ?
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SISTEM
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan
bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang
terdiri dari komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran
informasi, materi atau energi. Istilah ini sering
dipergunakan untuk menggambarkan suatu setentitas
yang berinteraksi, di mana suatu model matematika
seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan yang berada dalam suatu
Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam
percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi
maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk
banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga
maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang
paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan
benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
2.2.PENGERTIAN SISTEM SOSIAL
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan SISTEM
SOSIAL.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu
perangkat peran sosial yang berinteraksi atau
2.3 PENGERTIAN SISTEM BUDAYA
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah
mentalitas. Mentalitas adalah kemampuan rohani
yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun
tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya.
Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan sikap
tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di
sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja
dengan sistem nilai budaya (culture value system)
dan sikap (attitude).
Sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya)
adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat.
Hal itu menyangkut apa
dianggapnya penting dan
bernilai
. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya
merupakan bagian dari kebudayaan yang
memberikan arah serta dorongan pada perilaku
manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak,
tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu
konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak
dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat
yang bersangkutan. Itu lah sebabnya mengapa
konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit
diubah apalagi diganti oleh konsep yang baru.
tersebut.
Konsep
sikap bukanlah bagian dari kebudayaan
.
Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang
individu untuk bereaksi terhadap seluruh
lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan
bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh
kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu
yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu
biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya
serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya
yang dianutnya. Namun demikian harus pula
dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang
sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya
dengan tepat dan pasti. Itulah juga sebabnya
mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap
sekelompok warga masyarakat dengan bertolak
(hanya) dari asumsi yang umum saja.
2.5 PENGERTIAN SISTEM SOSIAL DAN
BUDAYA INDONESIA
Istilah sosial budaya merupakan bentuk gabungan
dari istilah soial dan budaya. Sosial dalam arti
masyarakat, budaya atau kebudayaan dalam arti
sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Sosial budaya dalam arti luas mencakup
segala aspek kehidupan. Karena itu, atas dasar
landasan pemikiran tersebut maka pengertian sistem
sosial budaya Indonesia dapat dirumuskan sebagai
totalitas tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia
Indonesia yang merupakan manifestasi dari karya,
rasa dan cipta didalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan pada pancasila
dan UUD 1945.
Degan demikian, sistem sosial budaya Indonesia
memungkinkan setiap manusia mengembangkan dirinya
dan mencapai kesejahteraan lahir batinnya selengkap
mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya
dalam kerangka pola berpikir dan bertindak yang
berdasarkan pancasila.
Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk
pada nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila yang
terdiri atas:
A. Tata nilai
Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara meliputi berikut ini.
1. Nilai Agama
3. Nilai vital
4. Nilai material ( raga)
B. Tata Sosial
Tata sosial indonesia harus berdasarkan :
1. UUD 1945
2. peraturan perundang-undangan lainnya
3. Budi pekerti yang luhur dan cita-cita moral rakyat
yang luhur
C. Tata laku ( Karya )
Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan
Negara harus berpedoman pada ;
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan/kesopanan
3. Norma Adat istiadat
4. Norma Hukum setempat
5. Norma Hukum Negara
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu H .1990, Psikologi Sosial ( edisi
revisi ),rimeka cipta.
Garna, Judistira K. 1991. Beberapa Dasar Ilmu-Ilmu
Sosial, Bandung :
.1996. Sistem Budaya Indonesia, Bandung: program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words.
Cambridge :
Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities
(Komunitas-komunitas Terbayang).
(terj. Omi Intan Naomi) Yogyakarta: Inist.
PLURALISME
Pluralisme atau keanekaragaman pada
hakekatnya merujuk kepada pengelolaan
perbedaan yang dapat menimbulkan konflik
dan ketegangan apabila terkait dengan
golongan-golongan
yang
memiliki
kepentingan yang berbeda. Pluralisme
memang terkait dengan berbagai
perbedaan yang seharusnya bersipat
dinamis dan bukan statis, sehingga dapat
membawa peradapan dalam kehidupan
sosial suatu masyarakat. ia harus dapat
memisahkan atau mengiliminir unsur-unsur
yang dapat memecah belah dan harus
menjadi pelekat bagi elemen-elemen
pemersatu dengan meredam konflik secara
halus.
kerangka sosio-kultural masyarakat. Konsep
pemersatu didalamnya menjamin istilah
yang dikemukakan oleh
Norcholis Madjid
yaitu harus membumi dan tidak
diawang-awang, artinya kemajemukan itu harus
dapat mewujudkan integrasi, dimana
integrasi yang dilandasi pluralisme harus
mengesampingkan
premodialisme/pengelompokan,
untuk
sementara yang selalu menyimpan konflik.
oleh karenanya seluruh elemen masyarakat
harus memiliki political will untuk
mewujudkan integrasi nasional.
KONSEP PLURALITAS MASYARAKAT
Bagi banyak negara didunia pada saat ini
kemasyarakatan dianggap sangat penting
dan menarik karena sipatnya yang
majemuk, pluralistik, yang sering merujuk
pada keragaman bahasa, agama, lapisan
sosial, kasta, ras serta kebudayaan suku
bangsa yang terdapat di negara-negara
yang sedang berkembang dan
negara-negara yang telah maju.
Negara itu hanya sekitar 17 Negara yang
memiliki masyarakat yang beragam.
Terkait dengan masalah ketentraman dan
keamanan Nasional maka negara-negara
yang multietnik
tentu lebih sulit
menjaganya daripada negara-negara yang
masyarakatnya homogen.
TIPE MASYARAKAT MULTI ETNIK
menurut Young (Koentjaraningrat 1988)
1. terdapat di sebagian besar
negara-negara maju di eropa barat, dimana
penduduknya terdiri dari sejumlah suku
bangsa yang terdiri dari suku bangsa
yang dominan dan suku bangsa yang
minoritas. suku bangsa yang dominan
merupakan kebudayaan perkotaan yang
telah berusia ratusan tahun dan di eropa
timur suku bangsa yang dominan masih
mengandalkan sektor pertanian karena
masih dianggap sektor yang sangat
penting.
lebih maju didunia seperti ,kanada,
australia dan Selandia Baru. selain itu ada
negara-negara yang tergolong kurang
berkembang ekonominya seperti
negara-negara amerika latin dan aprika selatan.
3. Negara-negara yang wilayahnya
merupakan daerah asal dari
bangsa-bangsa yang dipindahkan atau yang
berimigrasi ke Amerika atau eropa.
penduduknya pada umumnya keturunan
dari bangsa-bangsa yang dipindahkan
atau berimigrasi tadi, yang kemudian
dikembalikan ke daerah asalnya
masing-masing oleh kekuatan-kekuatan politik
dari negara-negara maju di Amerika dan
Eropa. contohnya liberia di afrika barat
dan israel dimana bangsa-bangsa yang
dipulangkan menjadi golongan yang
berkuasa dan penduduk yang sudah ada
menjadi golongan minoritas.
barat, dan kini tergolong negara dengan
ekonomi yang sedang berkembang seperti
malaysia, Maroko, Swazi, Kuwait, oman
dll dan ada pulah negaranya merdeka
setelah kerajaan di gulingkan seperti
yang terjadi di Tunisia, Rwanda, vietnam,
Burundi, Mesir dan kamboja.
5. Negara-negara yang ada di asia dan
afrika yang sama dengan tipe keempat
akan tetapi pada tipe ini negara-negara
tersebut tidak perna di jajah oleh eropa
barat dan sistem kerajaannya digulingkan
oleh revolusioner seperti di Etiofia, Iran,
afghanistan dan Cina, atau sistem
kerajaan ini beruba menikuti kemajuan
jaman modern seperti yang terjadi di
muangthai.
Trinidat, dan Suriname di Amerika latin
dan singapura di asia tenggara.
7. terdapat dinegara-negara yang batas
wilayah yang ditentukan oleh sejarah
kolonialisme dan suku bangsanya
disatukan oleh pengalaman yang sama
yaitu perna dijajah oleh salah satu bangsa
di neropa barat. semua suku bangsa
memilik kedudukan yang sama sebagai
negara yang perna dijajah. identitas
nasional, ideologi nasional, solidaritas
nasional dan kebudayaan nasional
merupakan bagian yang penting dalam
pembangunan nasionalnya. contohnya :
Negeria, Zaire, Kamerun Kenya dan
uganda di afrika sedang dia asia adalah
yordania dan Philipina.
8. Negara tipe ini adalah negara-negara
dengan batas wilayah ditentukan oleh
sejarah kolonialisme. susku-suku bangsa
yang tinggal didalamnya disatukan oleh
pengalaman yang sama yaitu perna dijaja
oleh suatu bangsa di eropa barat. semua
suku bangsa menganggap sama tinggi
kedudukan dan derajatnya sehingga
pembentukan
identitas
nasional,
hanya saja bedanya pada negara-negara
tipe ketujuh adalah suku bangsa disini
memiliki peradapan yang sangat tua serta
memiliki sejarah kebudayaan yang
panjang sehingga ada persamaan
unsur-unsur dan nilai-nilai kebudayaan yang
secara esensial
sama dengan
kebudayaan-kebudayaan dari tiap-tiap
suku bangsa yang ada. kadang-kadang
ada suatu bangsa nasional yang
dipahami oleh sebagian besar warga dari
mayoritas suku bangsa dari negara
bersangkutan. contoh dari tipe ini adalah
Tanzania, aljasair, Syria, Irak, Pakistan,
India, Sri langka, Indonesia. Dan di eropa
yaitu Czeskoslovakia dan Yogoslavia
sebagai negara yang sedanga
berkembang dan Belgia dan Swiss yang
ekonominya telah maju.
Pluralisme atau Kemajemukan suatu
masyarakat dapat dilihat dari dua sudut
pandang:
1.
Horizontal yang dilihat dari
kenyataan yang menunjukan adanya
satuan-satuan
sosial
yang
tradisi, serta unsur-unsur kedaerahan
lainnya.
2.
Vertikal
yang umumnya
digambarkan dengan adanya stratifikasi
sosial, ekonomi, dan politik.
Menurut pandangan fungsionalisme
struktural, didalam masyarakat pluralitas
menganggap bahwa semua disfungsi,
semua ketegangan, dan berbagai
penyimpangan sosial mengakibatkan
terjadinya perubahan sosial yang berupa
permasalahan sosial yang semakin
kompleks, yang merupakan akibat dari
pengaruh faktor-faktor yang datang dari
luar. Pluralitas agama, ras, budaya, bahasa
da
n adat istiadat yang seharusnya merupakan
investasi yang sangat berharga terkait dengan
konsep integrasi sering dianggap sebagai kendala
dalam menyatukan keinginan-keinginan untuk
bersama.
SEKILAS
TENTANG
PERISTIWA-PERISTIWA KONFLIK
ambon, papua dan lain-lain dan konflik yang
tidak berlatar belakang agama atau etnik
seperti dijakarta akan mudah diakhiri karena
hal tersebut terjadi karena ketidak adilan
atau kesenjangan sosial maupun ekonomi,
contohnya kerusuhan mahasiswa menuntut
keadilan Pemerintah terhadap sesuatu hal.
Lain halnya kerusuhan atau konflik yang
berlatar belakang
separatisme
atau konflik
etnik yang kemudian berkembang antar
etnik dan agama ternyata akan lebih sulit
untuk terselesaikan dan masih berlangsung
sampai sekarang seperti ambo, Aceh
merdeka, OPM di papua,
antar aliran
agama di madura, dan masih banyak yang
belum tertangani secara tuntas sampai
sekarang ini terutama konflik etnis dan
agama.
Berbagai persoalan yang menyangkut
kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang
kemudian justru berlanjut menjadi besar
karena dikaitkan dengan persoalan yang
sangat sensitif, yaitu masalah
SARA
berangkat
dari
persoalan-persoalan
perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dimana
pemerintah pusat tidak aspiratif terhadap
keinginan daerah.
Munculnya sikap primodialistik pada
kelompok-kelompok suku bangsa ketika
berinteraksi dapat terjadi karena beberapa
hal.
1.
adanya krisis kebudayaan yang
bermula pada krisi moneter, kemudian
diikuti oleh krisis ekonomi merembet
kepada krisis politik dan akhirnya
menjadi krisis kepercayaan.
2.
adanya upaya pemerintah dalam
menyusun rencana-rencana dan
kebijakannya dan memosisikan sebagai
perumus semua rencana kebutuhan dan
seolah-olah mengetahui betul semua
kebutuhan rakyat, dengan alasan akan
memberikan nilai tambah bagi rakyat,
justru hal yang dirumuskan itu tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan tidak memperhitungkan nilai
manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat luas. contohnya keputusan
UAN.
3.
Pemerintah dalam mengambil
mengutamakan
pemaksaan
kehendaknya.
Akibatnya
pintu
konsensus selalu tertutup dan
musyawara menjadi buntu. Meskipun
ada DPR dan DPD namun fungsinya
sering mandul karena lembaga tersebut
lebih banyak berpihak kepada
pemerintah dan sering lebih
memperhatikan kepentingan pribadi,
golongan atau partainya.
Dalam konteks ini, menurut Nasikun(1984)
bahwa manakala mekanesme konsensus
tidak berkembang dan pemerintah tidak
membuka saluran konsensus maka hal itu
akan
mengakibatkan
timbulnya
pemaksaan(koersif) terhadap upaya-upaya
integrasi yang sangat rentan terhadap
timbulnya konflik sosial terbuka dan
bersekala luas. dan konflik merupakan
lahan untuk tumbuhnya sikap primodialistik
karena secara sosio kultural didalamnya
terdapat benih-benih persaingan dan
perbedaan antar kelompok/golongan. walau
sisi negatif suatu pembangunan adalah
timbulnya suatu persaingan atau konflik
(Laurer 1989
). Justru disinilah peran
pemerintah, peran negara dalam
masyarakat/rakyat dan menjadi mediator
dalam penyelesaian konflik dengan
mengedepankan upaya-upaya persuasif dan
menanamkan nilai-nilai kerukunan dan
kebersamaan tanpa dibarengi
tindakan-tindakan koersif.
Barangkali yang perlu menjadi perhatian
adalah suatu upaya integrasi sosial
(masyarakat)
kedalam ikatan-ikatn
kultural yang lebih luas yang dapat
menunjang pemerintahan nasional.
(
Geertz 1973)
Untuk meredam potensi meletupnya konflik
dan disintegrasi politik yang diakibatkan
oleh SARA
(Amal dan Asnawi 1988)
harus
dapat
menepis
perbedaan-perbedaan
pluralitas masyarakat Indonesia yang
merupakan cikal bakal timbulnya sentimen
primordial yang menghambat upaya-upaya
penyatuan dan kesatuan bangsa.
PENGALAMAN
IMPIRIK
BANGSA
INDONESIA
sesuatu yang seimbang, dalam arti semua
konsep, semua wacana, dan semua realitas
mengenai pluralitas suku-suku bangsa itu
ditempatkan pada tingkatan yang sederajat.
dihubungkan dengan sikap premodialistik
dan realitas majemuk bangsa indonesia
yang melekat pada masyarakat daerah dan
kebudayaan berbagai suku bangsa maka
sifat pluralitas dan sikap premodialistik
harus ditempatkan sebagai bagian dari
tradisi atau realitas yang harus diterima
eksestensinya, karena kenyataan ini adalah
merupakan warisan sejarah bangsa
indonesia dimana aspek-aspek positif dari
tradisi tersebut harus dikelola secara tepat
dengan mengesampingkan unsur-unsur
yang
bersipat
destruktif/
pertentangan
sehingga tradisi daerah
dapat ditransformasikan menjadi tradisi
kebangsaan yang kuat demi mempertebal
rasa nasionalisme bangsa.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan
oleh
NURCHOLIS MADJID
dalam media
indonesia Senin, 4 dan 5 September 2005
yaitu
“ Keberagaman adalah keniscayaan
bagi indonesia, keberagaman adalah
sesuatu yang indah,
keberagaman
amatlah penting untuk membangun
Indonesia. Kita harus menolak citra
Indonesia yang militeristik, yang
menghadapi perbedaan pandangan dengan
kekerasan dan merupakan kebencian.
Kami adalah benang-benang halus yang
merajut kembali Indonesia menyusup tak
terlihat, menisik harapan dibalik kebisingan
konflik dan hura-hura, Kami adalah benang
warna warni yang menenun persaudaraan,
menjalin keadilan dalam keberagaman.
Dalam usaha mengatasi persoalan konflik
diindonesia kita tidak bisa terlepas dari
PARADIKMA
yang dapat diartikan sebagai:
1.
Kumpulan tata nilai yang membentuk
pola pikir seseorang sehingga
mempengaruhi citra subyektif seseorang
mengenai realita
dan akhirnya
menentukan bagaimana seseorang
menanggapi realita tersebut.
2.
Sudut pandang
3.
Kaca mata pandang
4.
Tata nilai
5.
Tindakan.
mempengaruhi tindakan yang merupakan
reaksi dari pola pikir dan citra subyektif.
Mulai dari tata nilai sampai ke tindakan
dibentuk oleh:
1.
nilai Keluarga
2.
nilai sosial budaya lokal
3.
nilai agama
4.
nilai pendidikan
5.
nilai politik
6.
nilai hukum
7.
nilai ekonomi
KONSEP RELIGI DAN SISTEM
KEPERCAYAAN
Religi merupakan kesadaran akan adanya
hal-hal yang dianggap gaib, kemudian
menyebabkan sikap dan perasaan manusia
itu menjadi tunduk dan hormat.
Sedangkan Megi : yaitu manusia berupaya
memiliki kekuatan yang dianggap gaib
sehingga ia dapat menguasai nasibnya
sendiri dan seluruh nasib orang lain.
asal mula religi menurut para ahli seperti
Taylor, Lang, Marett, Van Gennep, Durkhein
dan lain-lain yang di uraikan
Kontjaraningrat(1985) dapat dibagi :
1.
Teori-teori
yang
menggunakan
keyakinan keagamaan
atas isi ajaran
keagamaan yang bisa melalui :
a. eksestensi/keberadaan sesuatu yang gaib yang
bisa membuat organisme itu hidup dan bergerak
dan bisa mebuat organisme itu mati dan tidak
bergerak.
b. Melalui peristiwa mimpi
c. dan menurut Tylor dalam Kontjaraningrat(1981)
asal mula keyakinan/relidi tersebut melalui
evolusionistik yaitu:
1. animisme yang tertua
2. Kepercayaan kepada dewa-dewa yang kedua
3. kepercayaan kepada dewa tertinggi yang ke
tiga
4. adanya kepercayaan kepada tuhan yang
monothiestik/ satu-satunya yang merupakan
tingkat terakhir.
2. Teori yang mengemukakan pendekatan atau sikap
para penganut serta pengikut suatu religi yang
menyangkut hal-hal gaib. Dan menurut teori ini
semua sistem religi, kepercayaan dan agama di
dunia ini berpusat pada suatu konsep tentang
hal-hal gaib.
3. Teori yang menggunakan pendekatan ritual dan
upacara-upacara keagamaan, yaitu teori yang
berangkat dari upacara dan ritual. Ada tiga
gagasan penting untuk membawa wawasan kita
mengenai azas-azas dari relegi dan agama yaitu:
a. Menurut Smith didalam banyak agama
meskipun latar belakang keyakinan serta
doktrinnya berbeda, tetapi ritualnya tetap tidak
berubah.
rohani, tetapi lebih merupakan kewajiban sosial
belaka.
c. adanya gagasan mengenai fungsi upacara sesaji
seperti menyajikan seekor binatang.
4. Teori
batas
akal
oleh
FRAZER(Kontjaraningrat(1981) yaitu Manusia
dalam memecahkan berbagai persoalan
menggunakan akal dan apabilah persoalan hidup
tidak bisa dipecahkan dengan akal maka
dipecahkan dengan menggunakan magec yaitu
menggunakan kekuatan-kekuatan gaib yang ada
didalam alam, sedang religi(religion) adalah
seluruh perbuatan manusia untuk mencari suatu
maksud tertentu dengan menyederhanakan diri
kepada mahluk-mahluk halus seperti kepada Ruh,
Dewa, Tuhan dan sebagainya.
KONSEP
ETNISITAS
DALAM
KONTEKS
MASYARAKAT INDONESIA
Pada dasarnya kelompok etnik mengacu pada
kelompok dengan kesamaan keturunan, sejarah dan
identitas budaya seperti kesamaan tradisi, nilai,
bahasa, pola perilaku secara nyata atau dibayangkan.
sedangkan menurut beberapa ahli mendefinisikan
etnisitas bukan hanya sekedar pengkategorian manusia
berdasarkan budaya namun lebih dari itu etnisitas
mengandung relasi kekuasaan dan mempunyai
peranan dalam struktur masyarakat. oleh karena itu
makna dari konsep etnisitas itu sendiri dapat dilihat
dari beberapa pandangan, seperti yang dikemukan oleh
LEO AGUSTINO dan sebagian besar kajian-kajian
tentang etnisitas:
1.
Pandangan Primordialistis. yang cenderung
menganggap etnisitas adalah sesuatu yang
inheren dalam diri manusia atau dengan kata lain
ras(ciri-ciri biologis manusia) dan etnisitas memiliki
arti yang tumpang tindih. Bagi kaum primordialis,
perbedaan-perbedaan yang bersipat genitika
merupakan sumber bagi lahirnya
benturan-benturan kepentingan etnis. Dan menurut
pandangan ini dimana banyak suku, agama atau
yang lainnya disitu pulah akan timbul pertikaian
hingga kekerasan diantara mereka yang berbeda.
Dan itu merupakan hal yang dianggap wajar.
pemimpin tersebut. selama setiap orang mau
mengala terhadap keinginan/prefrence yang
mereka kehendaki maka selama itu pulah
kekerasan antar etnis dapat dihindari bahkan tidak
terjadi. Namun kenyataan menunjukan setiap
individu memiliki pilihan dan prioritas
masing-masing. oleh karena itu, benturan atau konflik
individu dan atau antar kelompok mungkin terjadi
karena kelangkaan materi didunia (belum tentu
kepentingan individu sama dengan kepentingan
etniknya, konflik juga tidak berarti kekerasan dan
perbedaan etnis tidak serta merta menyebabkan
konflik terbuka apalagi kekerasan, ada
variabel-variabel lain, seperti apakah suatu kelompok enik
dominan atau tidak, dan apaka menunjukan kelas
sosial mereka).
3.Pandangan Konstruktivis dalam pandangan ini
kesukuan tidak bersipat kaku atau sedemikian
mudahnya diperalat oleh elite politik (seperti yang
diduga oleh instrumentalis). Melainkan kesukuan
dapat diolah sehingga membentuk suatu jaringan
(relasi) pergaulan sosial dan berbagai lapisan
pengalaman. Artinya etnisitas merupakan sumber
kekayaan hakiki yang dimiliki dunia ini untuk
saling mengenal dan dan memperkaya
budaya satu sama lain. Bagi pandangan ini
persamaan adalah anugerah dan perbedaan
adalah barokah (tidak selalu perbedaan kelompok
menimbulkan konflik terbuka yang menggunakan
kekerasan).
KESIMPULAN
sebagai suatu kelompok yang memiliki aksi sosial
yang konkret. Atau dengan kata lain keanggotaan
seseorang dalam kelompok etnik tertentu tidak serta
merta membentuk suatu kelompok etnik yang
bersangkutan dan sebaliknya kelompok kepentingan
yang mengatasnamakan etnik tertentu tidak berarti
bahwa semua arang yang secara budaya bagian dari
etnik tersebut menjadi anggota kelompok.
Contohnya : ketika terjadi konflik antar suku Dayak
dan Madura di kalimantan tidak dapat secara
sederhana diartikan bahwa seluruh masyarakat
indonesia yang bersuku madura baik yang
dikalimantan maupun yang di madura mempunyai
konflik dengan seluruh masyarakat dayak di seluruk
indonesia. anggota masyarakat indonesia yang
bersuku madura mempunyai konflik dengan seluru
masyarakat Dayak diseluruh indonesia
B.ETNISITAS DALAM KONTEK MASYARAKAT INDONESIA
Salah satu ciri masyarakat indonesia adalah
masyarakat yang multi etnik, artinya masyarakat
indonesia gabungan dari beberapa kelompok etnik baik
suku maupun agama. Dan untuk kesukuan suku
didominasi oleh jawa, sunda , lainnya, Melayu dan
bugis makasar. dan agama didominasi oleh Islam,
keristen, Hindu dan budha.
HUBUNGAN ANTAR ETNIS DI INDONESIA
Untuk melihat komposisi etnis di Indonesia kita bisa
menggunakan tiga dimensi:
1. Dimensi historis, dari dimensi ini kita bisa melihat mulai
dari penjajahan belanda, dimana peran penting kolonial
belanda menciptakan negara dengan sistem birokrasi, dan
model yang tepat untuk hubungan birokrasi pusat dan
daerah meskipun modelnya tidak begitu tepat untuk
negara-negara kepulauan seperti Indonesia. Dan
kesempatan yang diberikan kepada pribumi sangat kecil.
2. Deminsi struktural sosial etnis dilihat dengan mengaitkan
3. Deminsi intraksi kelompok, etnis dilihat dalam konteks
konflik sosial yang terdiri dari :
a. konflik komunal yaitu konflik etnis atau agama, antar
pribumi dan pendatang.
b. gerakan separatis yaitu antar kelompok etnis dengan
Negara atau kelompok etnis dominan.
Dan menurut Daniel Byman (2002) setidaknya ada
4(empat) teori penyebab konflik :
1. Delima keamanan kelompok etnik yaitu:
a. tidak ada suatu otoritas yang berkuasa untuk
menjamin keamanan suatu kelompok, misalnya suatu
kelompok memiliki rasa tidak percaya kepada
kelompok lain dari pengalaman masa lalu sehingga
dianggap musuh. Rasa tidak pecaya ini dapat
berkembang menjadi mobilisasi kekuatan untuk
mempertahankan diri jika pemerintah tidak dapat
mencega mobilisasi tersebut.
b. dalam kondisi pemerintahan yang lemah.
c. dimana pemerintah pusat adalah bagian dari konflik.
d. dalam situasi perubahan yang mendadak.
2. Perlindungan status yaitu konflik etnis muncul sebagai
konsekwensi atau hasil dari kekuatan kelompok
terhadap dominasi kelompok lain baik secara materiil
maupun budaya. Sehingga kelompok berperang
mempertahankan status karena merasa sebagai sub
dari kelompok lain.
3. ambisi hegemoni yaitu suatu kelompok yang berkuasa
tidak cukup puas dengan bertahannya nilai-nilai budaya
dan institusi mereka saja, tetapi mereka menginginkan
menjadi dominan. kelompok yang ingin berkuasa ini
sering kali menuntut perlakuan tertentu dari
pemerintah seperti menjadikan bahasa menjadi bahasa
resmi, agama resmi dan lain-lain. contohnya ingin
mendirikan negara indonesia menjadi Negara Islam.
4. aspirasi kaum ilite yaitu adanya ambisi dari kelompok
keempat penyebab konfilik etnik ini sering kali saling
menguatkan secara keseluruhan dan sering menjadi
konflik yang palig berdara dan lama.
HUBUNGAN KEBERAGAMAN ETNIK DAN ITEGRASI
NASIONAL
Dalam masyarakat di asia tenggara setelah masa kolonial
menurut David Brown (2000) menyebutkan terdapat tiga pola
pembentukan identitas nasional yaitu:
1.
Ethnocultural Nasionalim
mencerminkan bahwa
keseluruhan status dan keanggotaan dalam komunitas
bangsa hanya diberikan pada mereka yang memiliki
atribut etnik tertentu yang dianggap dominan. Dan
mereka yang dianggap mewarisi kelompok etnik yang
dominan yang mendapat setatus yang lebih tinggi.
(negara brunai)
2.
Multicultural Nasionalism
yaitu nasionalisme dibangun
berdasarkan perbedaan budaya masing-masing kelompok
pembentuknya.
dalam bentuk pemerintahan yang
otoriter
, Pemerintah
Dalam bentuk pemerintahan yang
demokratik
,
pemerintah berusaha mencerminkan keberagaman
kelompok etnik dalam struktur institusional negara
sehingga distribusi kekuasaan dan sumber daya
dilaksanakan berdasarkan aritmatik etnik yang adil. Dan di
Indonesia hal ini perna terjadi pada pemerintahan
Abdurahman Wahid, dalam pembagian kekuasaan pada
pemerintahan lokal, terbentuknya otonomi papua dan
aceh, dan perhatian terhadap kelompok minoritas kristen,
hindu dan budha dimana hak-hak mereka akan
diperhatikan.
3.
Civic Nasionalism
Dalam masyarakat ini organisasi yang
terutama adalah Negar-Bangsa, Nasionalisme dibangun
tidak berdasarkan kesadaran-kesadaran etnisitas tapi
kepada nilai-nilai universal. setiap warga negara diberikan
status yang sama dan setara tanpa melihat atribut-atribut
etnik, dengan satu kondisi dimana mereka memberikan
loyalitas terhadap institusi publik di suatu komunitas
wilaya(negara).
Dalam pemerintahan demokratis civic nasionalisme
menyukai otonomi terhadap masyarakat sipil yang plural
dan menuntut kesetaraan hak tiap warga negara yang
dilindungi oleh negara hukum dan institusi yang universal
dan tidak mengandung bias atribut-atribut etnik. Dan
yang di tonjolkan dalam civic nasionalime ini adalah
kebijakan publik.
GENDER
Latar belakang :
Semenjak lahir laki-laki dan perempuan sudah memiliki perbedaan secara biologis, yang mengacu pada konsep jenis kelamin(sexes). Artinya Tuhan memang menciptakan adanya perbedaan yang akan dibawa oleh individu itu sampai meninggal. Dan ketentuan inilah yang sering disebut dengan
kodrat seperti pada perempuan pasti akan mengalami hait, memiliki vagina, Payudara, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sedang laki-laki memiliki penis, memiliki Skala dan memproduksi sperma.
ciri laki-laki dan perempuan yang diciptakan tidak abadi atau kekal karena akan selalu ada perubahan dari masa ke masa, serta setiap kelas sosial akan memiliki konstuksi yang berbeda antara ciri laki-laki dan perempuan.
Yang berkembang kemudian di masyarakat adalah sesuatu yang “kodrat” dari perempuan merupakan hasil konstruksi mendidik anak, mengelolah rumah tangga atau urusan domistik itu merupakan kodrat dari perempuan. Akan tetapi pada kenyataan ada juga kaum lelaki yang mengerjakan urusan domistik tersebut. Jadi jenis pekerjaan yang bisa dipertukarkan dan tidak bersipat universal, yang sering disebut kodrat perempuan dalam hal mendidik anak dan mengurus rumah sesungguhnya adalah gender (Fakih, 1996)
Kesimpulan
ciri-ciri laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis mengacu pada konsep kodrat (kodrat laki-laki dan perempuan) sedang ciri-ciri yang diciptakan dan dikonstruksi oleh masyarakat mengacu pada konsep
gender. Yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Perbedaan jenis kelamin/Kodrat dan Gender
Sumber: Kantor menteri negara pemberdayaan perempuan RI 2001.
Konsep gender menurut para ahli:
1. Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan yang bersifat fisik biologis. laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun secara kultural (Fakih 1996)
4. Sudrajad (1999) Gender adalah kategori sosial (feminim dan maskulin) yang tercermin dalam perilaku, keyakinan dan organisasi.
Jender merupakan konstruksi masyarakat sehingga seseorang dibentuk oleh masyarakat dan budayanya semenjak ia dilahirkan, kemudian muncul peran apa yang dianggap pantas dan tidak pantas untuk dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Hal tersebut menimbulkan pemahaman bahwa perempuan berperan diwilayah domistik dan laki-laki diwilayah publik, maka hubungan sosial yang terjadi tergantung dari peran Gendernya masing-masing.
SOSIALISASI GENDER
Dimulai dari ideologi jender dilakukan melalui corong:
Keluarga Masyarakat
-orang tua, sdr/i -Pemuka masyarakat
-Kakek/Nenek -Tradisi
-Paman/Bibi -dongeng, mitos
-sepupu/kerabat -nilai setempat
-Pembantu RT -Petata, ujaran
-kesenian Trad.
Agama Tempat kerja
-dakwa -Pimpinan
-Pemuka agama -sistem perusahaan
-ajaran agama -peraturan
-interpretasi -rekan kerja
-Trad. agama -AD/ART
Sekolah Negara
-sistem pendidikan -Pejabat Negara
-staf pendidik -Para birokrat
-Buku pelajaran
Yang akan menghasilkan Penanaman keyakinan tentang - apa yang harus dan tidak harus
- apa yang pantas dan tidak pantas
- apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan - apa yang baik dan buruk
- Peran yang baik dan buruk - peran yang cocok dan tak cocok
- perilaku yang sesuai dan yang tidak sesuai - apa saja yang boleh dan yang tidak boleh - dan sebagainya.
BENTUK-BENTUK KETIDAK ADILAN AKIBAT
GENDER
1. MARJINALISASI/dipingirkan a. Upah perempuan lebih kecil
b. ijin usaha perempuan harus diketahui ayah(jika masih lajang) dan diketahui suami (jika sudah menikah)
c. permohonan keridit harus seijin suami
d. pembatasan kesempatan di bidang perkerjaan terhadap
c. bagian waris perempuan lebih sedikit
d. rendahnya peran perempuan di bidang politik, jabatan, karier, pendidikan dan lain-lain.
3. STEREOTIPE/pemberian cacap, julukan a. perempuan sumur, dapur dan kasur b. perempuan macak-macak manak
d. Perempuan dan laki-laki menjadi obyek iklan e. laki-laki diperkuda sebagai pencari nafka
f. laki-laki yang gagal dibidang karir dan seksual dilecehkan g. laki-laki yang feminin dilecehkan dimana baik laki-laki dan permpuan menjadi korban dari sestem tersebut yang berbentuk marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan dan beban kerja yang berlebihan dimana satu sama lain memiliki keterkaitan.
REALITAS GENDER DI INDONESIA
A. REALITAS GENDER DALAM SISTEM KELUARGA
Dipegangnya jabatan kepala keluara oleh laki-laki ini tidak hanya untuk memudahkan pencacahan jumlah kepala keluarga, tapi juga bagi sebagian besar pelaksana program pembangunan merasa telah melakukan tugasnya jika mereka telah berhubungan dengan kepala keluarga yaitu laki-laki, karena dengan anggapan laki-lakilah yang tahu segalanya tentang keluarganya. padahal dalam keluarga ada subyek lain, yaitu perempuan yang mungkin saja menyebabkan suatu perogram pembangunan tidak sampai pada sasarannya.
Posisi laki-laki sebagai kepala keluarga secara legal mendapat pengesahan dari Penerintah dengan dikeluarkannya UU No. I tahun
1974 tentang perkawinan, pasal 31 dan 34 yang berbunyi “suami
adalah kepala keluarga dan instri adalah Ibu rumah tangga” dan “ Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, sementara istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Dari UU diatas muncul pertanyaan bagaimana dengan rumah tangga yang tidak ada laki-lakinya atau dikepalai oleh perempuan, apaka keluarga itu tidak mempunyai kepala keluarga. Dan menurut data statistik 1977, menyatakan tidak semua rumah tangga dikepalai oleh laki-laki, dan dari 9 rumah tangga, 1 diantaranya dikepalai oleh perempuan. berarti UU tersebut suda seharusnya diperbaharui. Karena konsep kepala keluarga bukanlah berdasarkan jenis kelamin tapi lebih mengacu kepada faktor individu yang menanggung biaya hidup anggota keluarganya.
2. Perkawinan.
Dalam siklus hidup manusia, banyak yang beranggapan bahwa perkawinan merupakan ujung dari siklus manusia, sehingga manusia berusaha untuk memiliki perkawinan seideal mungkin.
Di Indonesia selain ada perkawinan yang permanen terdapat juga perkawinan kontrak. Yang mengacu pada tafsir agama Islam yang berasal dari bahasa arab yaitu kawin mut’ah, yang ditinjau dari epestimologi memiliki pengertian antara lain kesenangan, kenikmatan untuk memiliki status hukum dari sesuatu. Secara hukum islam perkawinan mut’ah merupakan suatu kontrak antara laki-laki dan perempuan yang tidak bersuami dimana diakhir periode perkawinan dan uang mas kawin harus ditentukan, karena jika tidak ditentukan maka kontrak dianggap tidak sah. Dan perkawinan kontrak ini tidak ada campur tangan dari pihak keluara perempuan.
Dampak dari perkawinan perkawinan kontrak ini lebih banyak dialami oleh perempuan, yang menimbulkan ketidakadilan gender.
(Kinasih, 2004)
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kinasih 2004terungkap bahwa ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh perempuan ketika sudah habis masa kawin kontraknya yaitu: a. Kegiatan produktif, yang merupakan kegiatan untuk mencari
b. Kegiatan reproduktif, berkaitan denan pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam rumah tangga yang secara langsung tidak menghasilkan uang seperti mengasuh anak, mendidik anak, memasak, mencuci dan lain-lain.
c. Kegiatan sosial budaya, yang dilakukan oleh perempuan dalam upayanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya dalam kegiatan sosial budaya.
3. Perceraian
Perceraian ini diatur antara lain oleh UU. No. 1 tahun 1974 Tentang perkawinan, PP No. 9 1975 tentang pelaksanaan, UU. No. 1 tahun 1974, UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama yang menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan
a. Terabaikannya hak perempuan dan anak. b. Maraknya Poligami
c. Memudarnya loyalitas Masyarakat terhadap peraturan perundangan
d. Rentannya ikatan suatu keluarga (sulit mempertahankan keutuhan keluarga)
B. REALITAS GENDER DALAM SISTEM PENDIDIKAN 1. Bahan ajar
Bahan ajar yang dipakai di sekolah-sekolah masih banyak mengandung bias gender terutama pada ilustrasi yang digunakan dalam menjelaskan suatu konsep tertentu terutama pada Buku pelajaran SD. seperti contoh dibawah ini:
‘Ibu pergi kepasar Bapak pergi ke kantor’ ‘Budi bermain bola dan Ani bermain Boneka’
‘Ani membantu Ibu di dapur dan Budi membantu Bapak di kebun’
buta aksara sekitar 12, 28% dibanding jumlah laki-laki 5, 48%
(Kompas 27 Juli 2005)
Penduduk usia 7-24 Tahun yang masih sekolah menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok
sumber: BPS (Statistik indonesia 2002: 90) telah dimodifikasi SSBI Jurusan sosiolog UT, UI
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah usia sekolah dari kelompok umur 7 s/d 24, dan yang paling penting di soroti dari hubungannya dengan gender ini adalah dari kelompok usia sekolah dasar (7-12) sampai dengan pendidikan tinggi (19-24) ternyata jumlah laki-laki masih lebih banyak dibanding jumlah perempuan. Fenomena ini merupakan cerminan masih berkuasanya budaya patriarki, dimana laki-laki lebih dipentingkan dibanding perempuan, Kalaupun perempuan juga memperoleh kesempatan untuk bersekolah tapi pada tingkat pendidikan tertentu saja.
C. REALITAS GENDER DALAM SISTEM POLITIK
Kehidupan Politik di Indonesia pada umumnya lebih dilihat dari kaca mata laki-laki, sehingga perspektif gender perlu untuk masuk kedalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan Pemerintah, yang akan menciptakan suatu hubungan atar sesama manusia yang lebih baru, lebih adil dan saling menghargai.
Dan politik merupakan alat sosial yang paling memungkinkan bagi terciptanya ruang kesempatan dan wewenang, serta memungkinkan rakyat mengelola dirinya sendiri melalui berbagai aksi bersama, diskusi, sharing dalam prinsip kesetaraan dan keadilan. Politik merupakan salah satu sarana yang dapat mendorong perempuan untuk mencurahkan semua kecemasannya (wijaksana 2004) dalam SSBI UT dan UI
terhadap gender dalam arti untuk mengoreksi ruang keterwakilan perempuan maupun laki-laki. Akan tetapi kenyataannya partai politik berlomba-lomba mencari perempuan yang mau dimasukan sebagai anggota calon legislatif walaupun bukan dari simpatisan atau anggota partai, yang penting tujuan 30% terpenuhi. Sehingga rekrutmen yang terjadi tidak didasarkan untuk mengangkat isu perempuan kepermukaan tetapi lebih kepada kepentingan partai politik semata.
1. Partai Politik
Penghambat keterlibatan perempuan dalam partai politik menurut Syafiq Hasyim terdapat beberapa pendapat yang berkembang (Kusumaningtyas 2004)
a. Pandangan konservatif yang menyatakan Islam sejak kemunculannya di Mekah dan Madinah, tidak memperkenankan perempuan masuk dalam dunia politik.
b. Pandangan Liberal progresif, menyatakan islam sejak awal telah memperkenankan konsep keterlibatan perempuan dalam dunia politik.
c. Pandangan apologetis, menyatakan ada wilaya politik tertentu yang bisa dimasuki perempuan dan ada wilaya lainnya yang sama sekali tidak boleh dijamah perempuan. Pandangan diatas menimbulkan adanya dua sikap pada partai politik dengan basis islam tentang isu perempuan sebagai berikut:
a. Partai islam modernis yang lebih medern dalam menafsirkan status perempuan yang mengeluarkan program tentang persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hukum, sosial, ekonomi dan politik. sehingga perempuan dapat bekerja di sektor publik, terlibat dalam kegiatan politik, bahkan menjadi sebagai kepala Negara.
b. Partai Islam Fondamentalis cendrung menolak persamaan laki-laki dan sensusperempuan dalam hukum, sosial dan politik. Akibatnya perempuan tidak bebas untuk beraktivitas diluar rumah karena harus dikawal oleh suami atau muhrimnya. tidak boleh bekerja di sektor publik dan secara tegas dilarang untuk menjadi kepala Negara.
selanjutnya menutut Hasym, isu keperempuanan di partai islam sangat beragam, dimana pada satu sisi memang didasarkan pada kebutuhan perempuan dan disisi lain isu-isu tersebut hanya dijadikanaksesori politik untuk membujuk pemilih perempuan sebagai jumlah terbesar di Indonesia untuk memilih partai mereka.
2. Lembaga Plitik
Perbandingan perempuan dan laki-laki dalam lembaga politik formal
Lemba
ga Jumlah perempuan JumlahLaki-laki Jumlah Perempuan %
MPR 18 177 9,2
. Komisi Perempuan Laki-laki Total
1 Pertahanan dan
keamanan 4(7%) 53(93%) 57
2 Hukum dan masalah
dalam negeri 3(4,9%) 58(95,1%) 61
3 Pangan dan pertanian 3(5,7%) 49(94,3) 52
pendidikan )
7 Kemasyarakatan dan
kesehatan 11(25%) 33(75%) 44
8 Ilmu peng, tek,dan
lingkungan hidup 4(7,2%) 51(92,8%) 55
9 Keuangan dan
pembangunan 3(5,4%) 52(94,5%) 55
TOTAL 44(8,5%) 439(91,5
%) 483(100%)
Sumber sekjen DPR 2002.
D. REALITAS GENDER DALAM SISTEM EKONOMI
Bekerja tidak hanya didominasi oleh laki-laki, bahkan semakin lama semakin banyak perempuan yang bekerja. Dan yang menjadi permasalahannya adalah ketika perempuan bekerja baik di wilayah domistik maupun di luar wilayah domistik seringkali hak-haknya tidak terlindungi dan bahkan sangat rentan terhadap kekerasan dan ketidakadilan. Padahal permintaan tenaga kerja perempuan dan pencari kerja perempuan lebih banyak dari laki-laki.
Kasus ketidak adilan ini bisa terjadi di sektor pertanian, dimana upah buruh tani perempuan lebih kecil dari laki-laki dalam komposisi yang sama, buruh migran perempuan yang sering mendapatkan kekerasan dan tidak terlindungi hak-haknya, Pembantu rumah tangga(PRT) sering mendapatkan ketidak adilan gender antara lain kekerasan dan beban kerja dan begitu juga di sektor-sektor yang lain.
HUBUNGAN INDUSTRIAL
PENGANTAR
Hubungan industral merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk diantara pelaku proses produksi barang atau jasa yang melibatkan sekelompok orang dalam suatu organisasi kerja. Dan di Indonesia sistem hubungan industrial telah berubah dari sistem sentralisasi ke proses desentralisasi sejalan dengan konteks sosial politik yang lebih luas dimana rakyat Indonesia sedang mengubah dirinya dari masyarakat yang dikawal ketat oleh rezim ORBA. yang otoriter menjadi masyarakat yang demokratis.
A. Pengertian Hubungan Industrial.
1. Sebelum kita mengartikan hubungan industrial, terlebih dahulu
kita memahami apa yang dimaksud dengan hubungan kerja.
Menurut Shamad hubungan kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha diadakan perjanjian sebelumnya oleh kedua belah pihak. Pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan sebaliknya Pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan Pekerja dengan membayar upah. (Shamad 1997)
dapat dilihat hanya sekedar sistem hubungan diantara para pelaku ditempat kerja tetapi meliputi sekumpulan fenomena, baik didalam maupun diluar tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan. Bahkan perkembangan hubungan industrial tidak terlepas dari hubungan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih luas. (Smeru 2002)
Tujuan dari hubungan industrial adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan yang seimbang antara pekerja dengan pengusaha. Peningkatan produktipitas perusahaan dan kerja tidak bisa dicapai apabilah kesejahteraan pekerja tidak diperhatikan atau diberikan harapan tentang kesejahteraan yang lebih baik di masa depan. Sebaliknya kesejahteraan Pekerja tidak bisa dipenuhi atau ditingkatkan apabilah tidak terjadi peningkatan produktivitas perusahaan dan kerja.
Untuk mencapai hubungan industrial harus ada komitmen yang sungguh-sungguh dari masing-masing pihak dan sarana hubungan industrial yang bersipat kolektif.
Sarana hubungan industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok:
1. Pada tingkat perusahaan ialah serikat buruh, Kesepakatan
Kerja Bersama/Perjanjian Kerja bersama, Peraturan perusahaan, lembaga kerja sama bipartit, Pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial.
2. Sarana yang bersipat makro yaitu serikat buruh, organisasi
pengusaha, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial dan pengenalan hubungan industrial bagi masyarakat luas.
(smeru, 2002)
B. Pelaku Hubungan Industrial. 1. Pengusaha(Manajemen)
Istilah Pengusaha atau manajemen menunjuk pada individu-individu atau kelompok yang bertanggunga jawab untuk merealisasikan tujuan-tujuan dari pada pengusaha dan organisasi kerja mereka yang sekurang-kurangnya mencakup tiga kelompok:
a. Para pemilik dan pemegang saham(shareholders) perusahaan. b. Jajaran direktur eksekutif dan manejer.
c. Personalia yaitu Human Resources Departement(HRD) dan hubungan industrial yang bertanggung jawab khusus dalam mengatur hubungan antara perusahaan dengan buruh dan serikat buruh.
Manajemen berperan penting dalam melakukan negosiasi dan menginvestasikan peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan perusahaan tentang hubungan industrial (Katz dan Kochan 1992).
2. Buruh
Istilah buruh (labor) meliputi para pekerja dan serikat buruh yang mewakili mereka. Para buruh dapat mempengaruhi perusahaan untuk memenuhi berbagai tuntutan mereka, dan mengajukan berbagai tuntutan melalui serikat buruh (Katz dan Kochan, 1992).
1. Angkatan kerja(labor force) adalah mereka yang sudah bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan atau yang dikenal dengan pengangguran terbuka.
2. Bukan angkatan kerjaadalah penduduk yang usia kerjanya (> 15 tahun) yang tidak bekerja atau tidak sedang mencari kerja seperti mereka yang sedang bersekolah, ibu rumah tangga dll. oleh karena itu yang dimaksud dengan buruh dalam konteks Indonesia adalah mereka yang termasuk dalam angkatan kerja. Namun pada umumnya, studi-studi hubungan industrial membatasi kategori buruh yang terlibat dalam hubungan antara pengusaha dan buruh, dan tidak memasukan kategori pegawai negeri (Swasono, 2000)
3. Pemerintah
Yang termasuk dalam istilah pemerintah adalah: a. Pemerintah lokal dan pemerintah pusat
b. Lembaga-lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam membuat dan merubah kebijakan-kebijakan publik yang dapat mempengaruhi hubungan industrial.
c. Pemerintah sebagai represintasi dari berbagai kepentingan publik.
Pemerintah dapat berperan sebagai regulator dengan mengeluarkan berbagai peraturan perburuhan seperti peraturan tentang bagaimana para pekerja membentuk serikat buruh, dan pengaturan hak dan kewajiban yang bisa dimiliki oleh serikat buruh (Katz dan Kochan, 1992)
C. Asal-usul dan Perkembangan Hubungan Industrial.
Mulai dikenal di eropa pada pertengahan abad 18 (delapan belas) seiring dengan munculnya repolusi industri. Pada awalnya hubungan industrial merupakan hubungan yang bersipat personal antara buruh dan pengusaha, bahkan hubungan yang terjadi permainan yang mengatur hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak agar tercipta ketenangan kerja dan produksi dalam perusahaan.
Pasca revolusi industri sampai akhir abad 19 (sembilan belas) di inggris dan eropa barat, hubungan industrial menjadi isu yang menonjol yang banyak dipengaruhi oleh paham liberalisme
terhadap hubungan industrial yang dapat dilihat dari beberapa pandangan:
sebesar-besarnya yang berakibat menimbulkan konflik terus penguasa. Dan menurut paham ini tidak ada pihak yang dibenarkan untuk mencampurinya sekalipun pemerintah. akibat yang timbul dari paham liberalisme tersebut adalah muncul pandangan bahwa buruh merupakan bendah atau obyek ekonomi. Dalam kondisi demikian, posisi buruh menjadi lemah ketika berhadapan dengan pengusaha.
Pada akhir abat 19 (Sembilan belas) dan permulaan abad 20 (duapuluh) terjadi pergeseran pandangan dalam hubungan industrial yaitu muncul pendekatan manajemen baru yang dikenal denan scientific management yang dipopulerkan oleh F. W. Taylor. yang mulai mengakui perbedaan di antara pekerja berdasarkan tingkat keterampilan yang dimilikii pekerja.
Pada tahun 1930-an muncul pandangan modern dalam bidang manajemen dan hubungan industrial, yang memandang para pekerja sebagai mulai dipandang sebagai mahluk individu dan juga sosial yang berinteraksi dengan sesamanya.
Pada akhir abat 19 dan permulaan abad 20 hubungan industria dipengaruhi oleh perkembangan politik, yang waktu itu perkembangan politik didominasi oleh sistem politik demokrasi, yaitu masyarakat mulai berperan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan publik melalui lembaga-lembaga perwakilan. Sehingga buruh merasa semakin terlindungai ketika berhadapan dengan pengusaha melalui peraturan perundangan yang mengatur hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja seperti :
1. pengaturan tentang keselamatan kerja 2. sistem pengupahan
3. jam kerja dan lembur buruh dll.
yang tujuannya untuk menghindari pertarungan bebas antar burh dengan pengusaha karena ada pemerintah yang mempengaruhi kepentingan negara dan masyarakat.
D. Perspektif-perspektif dalam hubungan industrial.
1. Perspektif unitary memandang hubungan industrial merupakan suatu hubungan kerja sama antara pihak manajemen dan buruh yang bersipat harmonis, merupakan satu tim, satu kesatuan yang saling membutuhkan dimana manajemen adalah pihak yang menentukan kebijakan, sedang buruh merupakan pihak yang menjalankannya.
2. Perspektif konflik kelas (class conflict perspective) memandang
pihak manajemen dan buruh sebagai pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda dan cendrung bersifat antagonis.
sedangkan Stephen J. Deery dan David H. Plowman (1991) Mengemukakan tiga perspektif yaitu:
1. Unitary tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Anantaraman diatas
2. Pluralist memandang bahwa suatu arganisasi kerja (perusahaan) meliputi berbagai kelompok dengan kepentingan, tujuan, dan aspirasi yang beragam. Dan menurut pandangan ini konflik dalam hubungan kerja tidak dapat dihindari karena merupakan sipat melekat padamanusia (inherent).
3. Marxist bertolak dari pemikiran bahwa dalam masyarakat industri selalu muncul konflik yang berdasarkan kelas yaitu konflik yang terjadi antara kelas pemilik modal atau pengusaha dengan kelas buruh, yang akan berlangsung tanpa kesudahan sampai kelas buruh mengusai alat-alat produksi.
Sementara itu menurut J. Dunlop (1958) mengatakan bahwa dalam menganalisa hubungan industrial perlu mempertimbangkan peraturan-peraturan di tempat kerja(the rules of the workplace) yaitu variabel dependen yang dipengaruhi oleh peroses interaksi para pelaku hubungan industrial sebagai variabel independen yang meliputi tiga hal :
1. status relatif dari pelaku (bagaimana posisi Pemerintah, posisi manajemen dan posisi pekerja)
2. kantek dimana para pelaku berinteraksi(selain dipengaruhi oleh faktor internal hubungan industrial juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti karakter teknologi, Hambatan pasar dan pemilikan dan distribusi kekuasaan diantara aktor dalam suatu masyarakat. 3. ideologi dari sisten hubungan industrial( hubungan antara sistem industrial dengan sistem politik seperti di negara ketiga lebih berusaha menciptakan iklim kondusif ketimbang menghimpun modal dan meningkatkan keunggulan komparatif seperti upah buruh yang rendah, maupun menciptakan stabilitas sosial dan politik di sektor perburuhan.
ketiga perspektif siatas harus dikendalikan oleh peraturan yang bersipat independen yaitu aturan di tempat kerja.
E. Perselisihan Industrial
1. Tuntutan Non-normatif yaitu tuntutan yang berhubungan hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan perundangan dan PKB/KKB. yang timbul karena relatif rendahnya uang makan,susu, transportasi, sistem pembayaran upah, cuti haid, kejelasan status pekerja, pasilitas yang kurang memadai dan lain-lain.
3. Provokasi oleh pihak ketiga diluar perusahaan seperti oleh pekerja dari perusahaan lain, aksi solidaritas pekerja dan lain-lain.
4. Tekanan dari beberapa pekerja didalam perusahaan yang memaksa pekerja lain agar ikut berunjuk rasa. (hasil penelitian SMERU 2002)
HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA PASCA ORDE BARU
Berbagai gejolak yang timbul pasca kejatuhan orde baru tidak semata-mata dipicu oleh perbedaan kepentingan mendasar antara pengusaha dengan buruh, namun dapat pulah dipicu oleh masalah kecil atau kesalahpahaman seperti kurang memahaminya peraturan pemerintah dan peraturan perusahaan. Isu yang sering timbul adalah pengusaha berusaha menekan biaya produksi, sebaliknya buruh menuntut kenaikan upah yang lebih tinggi. Buruh melalui serikat buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa berkuasa dan kurang memperhatikan nasib buruh sehingga buruh kehilangan kepercayaan terhadap pengusaha dan manajemen perusahaan.
Hubungan Industrial yang harmonis adalah:
1. Hubungan kerja yang didasari oleh saling percaya 2. Saling menghargai dan dihargai
3. Saling menghargai dan dihargai
4. Saling memberi agar dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis
5. Menjalin komunikasi dua ara dengan buruh 6. Gaya kepemimpinan Pengusaha
7. Pengetahuan pengusaha dan buruh tentang hak dan kewajiban masing-masing serta penerapannya.
8. Iklim kerja yang mendukung
9. Kesediaan Pengusha dan Buruh untuk berunding
10. Beranggapan Buruh dan pengusaha mitra kerja dan bukan semata-mata Buruh dan majikan
11. Indikator adanya hubungan industrial yang harmonis tampak
dari kepuasan dankesejahtraan buruh, tidak adanya unjuk rasa atau mogok kerja, Harmonisasi antara hubungan perusahaan dan buruh dapat dicapai dengan melaksanakan PP, KKB, PKB yang telah disepakati.
Faktor eksternal perusahaan yang sering memicu terganggunya hubungan industrial adala kebijakan Pemerintah yang dinilai tidak memihak kepada kepentingan buruh, dan penyusunan kebijakan tersebut sering tidak melibatkan perwakilan dari buruh. (Smeru 2002)
CARA-CARA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN UNTUK MENINGKATKAN DAN MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG LEBIH BAIK DAN LEBIH HARMONIS:
sekaligus menginformasikan kebijakan-kebijakan baru mengenai ketenagakerjaan dari perusahaan maupun dari Pemerintah.
2. Menyediakan kotak saran agar buruh dapat memberikan saran tanpa harus menyerahkan identitas. Dan bila masukan disampaikan melalui forum terbuka maka perusahaan akan memberikan insentif bagi mereka.
3. Memilih kepala bagian personalia yang mampu meredam perselisihan dan dapat mengatur perundingan antara buruh, Pengusaha dan Serikat Buruh secara adil.
4. Membuat program pendidikan dan pelatihan bagi buruh, termasuk
untuk meningkatkan pemahaman buruh terhadap peraturan Pemerintah
5. Mengusahakan peneyelesaian cara bipartit atau kesepakatan bersama melalui musyawarah antara buruh atau serikat buruh dengan pihak manajemen, Mengundang dinas tenaga kerja untuk memberikan pengarahan kepada buruh secara berkala atau mendatangi Disnaker untuk memperoleh informasi perkembangan atau kebijakan baru tentang ketenagakerjaan
6. Mengikuti pertemuan-pertemuan APINDO (asosiasi pengusaha Indonesia) untuk memecahkan atau memberikan solusi tentang masalah ketenagakerjaan
7. Mengadakan kegiatan bersama seperti rekriasi, olahraga bersama dan pemilihan Karyawan teladan.
Kesimpulan:
OTONOMI DAERAH
Sebelum kita membahas otonomi daerah terlebih dahulu harus kita pahami bahwa tujuan dari setiap Negara adalah :
1. Keamanan dalam arti Negara harus dapat menjamin seluruh Warganya untuk dapat memperoleh rasa aman dalam segala hal. 2. Kesejahteraan dalam arti dapat memenuhi kebutuhan yang di
perlukan oleh Warganegara.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas maka Negara-Negara di dunia ini menciptakan bentuk-bentuk Negara sebagai berikut:
1. Negara Pederal dima hukum negara bisa berbeda kecuali keuangan dan hubungan luar negeri.
2. Negara Kesatuan yang cirinya adalah yang berkuasa adala Negara pusat
Bentuk-bentuk Pemerintahan:
1. Bentuk Pemerintahan Kerajaan: a. Absulut seperti Berunai, Arab
b. Konstitusional seperti malaisia, Inggeris dan belanda
2. Republik Yaitu kekuasaan ada ditangan rakyat yang terdiri dari : a. Presidensial dimana kekuasaan pemerintahan ada ditangan
presiden
b. Parlementer dimana kekuasaan ada di tangan parlemen.
Karena tujuan Negara adala Keamanan dan kesejahteraan maka untuk mewujudkannya tidak bisa semuanya bertumpuh kepada pemerintah pusat maka di perlukanlah Otonomi Daerah yang artinya berasal dari bahasa yunani yaitu:
a. Anto artinya sendiri
b. Nomes artinya Pemerintahan sendiri
Jadi dapat disimpulkan bahwa intisari dari Otonomi Daerah adala
kemandirian, dan di Indonesia melalui UU. Otonomi daerah Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendri, Karena yang lebih mengerti tentang daerah adalah penyelengara Pemerintahan daerah yang bersangkutan.