• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. URAIAN TEORITIS

2.5 Hubungan Inflasi dengan Pengangguran

1. Hubungan Inflasi dengan Pengangguran dalam ( Kurva Philips )

Menurut A. W. Philips terdapat suatu trade off antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran, yaitu bila tingkat pengangguran tinggi maka laju inflasi akan rendah, sedang jika tingkat pengangguran rendah maka laju inflasi akan tinggi. Philips memperoleh penemuannya ini pada tahun 1958 dengan meneliti hubungan antara tingkat perubahan upah dengan tingkat perubahan kesempatan kerja.

I

Kurva Philips

0 U

Gambar 3 : Kurva Philips

Tingkat inflasi dicerminkan dari adanya kenaikkan tingkat upah. Menurut Philips ia menemukan keadaan jika tingkat upah naik tajam apabila tingkat pengangguran rendah, karena bila tidak banyak orang yang menganggur perusahaan akan sulit untuk mendapatkan tenaga kerja. Maka perusahaan harus menetapkan gaji yang tinggi. Gaji yang tinggi mencerminkan terciptanya inflasi yang tinggi pula. Kemudian, jika banyak orang yang menganggur maka tingkat upah akan semakin arendah, karena perusahaan sangan mudah untuk memperoleh kariawan. Dan orang akan mau bekerja walaupun dengan gaji yang rendah. Penurunan gaji mencerminkan adanya penurunan inflasi .

2. Dasar Teori Kurva Philips

Tujuan utama dari kebijakaan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah inflasi sebagai penyebab terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah pengangguran. Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya, yaitu menciptakan stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan kesempatan kerja. Pandangan demikian berlangsung cukup lama dan berakhir sampai dengan tahun 1950-an.

Kurva Philips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan karena harus ada trade off. Jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi, berarti sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Demikian implikasi dari kurva philips yang mendasarkan teorinya pada hasil study empiric. Kemudian pada tahun 1960, Lipsey berusaha memperkuat landasan teori kurva Philips dengan menggunakan teori pasar tenaga kerja sebagai landasan dasarnya.

Dipasar tenaga kerja penurunan tingkat upah akan menyebebkan meningkatnya pengangguran karena adanya kelebihan penawaran tenaga kerja. Sebaliknya, tingkat upah akan naik jika terjadi kelebihan permintaan tenaga kerja. Jadi apabila dipasar terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja atau jumlah pengangguran meningkat dan jumlah pencari kerja bertambah. Maka tingkat upah akan turun. Demikian pula sebaliknya jika penawaran tenaga kerja menurun upah tenaga kerja akan meningkat. Namun Lipsey berpendapat bahwa kenyataannya pasar tenaga kerja tidaklah sempurna. Karena meskipun tingkat penawaran tenaga kerja sama dengan tingkat permintaan tenaga kerja

tetap saja masih terapat pengangguran. Kondisi demikian disebut dengan Natural Unemployment disebabkan oleh beberapa factor, seperti tingkat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM ) yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri, informasi pasar yang tidak transparan dna mahalnya biaya untuk memperoleh informasi pasar.

Natural Rate of Unemployment atau Frictional Unemployment dalam kurva Philips digambarkan sebagai perpotongan antara kurva Philips dan sumbu horizontal sebagaimana dijelaskan pada gambar 4 berikut:

W

UN = Natural Rate Of Unemployment

W = Tingkat Kstabilan Upah = 0

U = Upah

0 UN U

Gambar 4: Natural Rate Of Unemployment

UN merupakan tingkat pengangguran yang didalamnya terdapat tingkat upah yang stabil, yaitu W = 0 Lipsey dalam analisisnya tentang kurva Philips menggunakan teori pasar tenaga kerja yang didasarkan pada dua asumsi sebagai berikut :

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja akan menentukan tingkat upah.

2. perubahan tingkat upah ditentukan oleh besarnya kelebihan permintaan tenaga kerja yang disebut Excess Demand.

Perubahan tingkat upah dan kelebihan permintaan mempunyai hubungan yang positif ( searah ), yaitu semakin besar kelebihan permintaan tenaga kerja akan semakin besar pula perubahan tingkat upah. Sedangkan kelebihan permintaan tenaga kerja dengan tingkat pengangguran mempunyai hubungan negative ( tidak searah ), yaitu semakin besar kelebihan permintaan tenaga kerja tingkat pengangguran akan semakin kecil. Jadi perubahan tingkat upah mempunyai hubungan terbalik. ( negative ) dengan perubahan tingkat pengangguran sebagaimana digambarkan dalam kurva Philips.

Hasil analisa Lipsey berbeda dengan hasil analisis kurva Philips, yaitu :

1. Teori pasar tenaga kerja klasik yang dijadikan landasan analisis Lipsey mencerminkan tingkah laku upah rill.

2. Kurva Philips mencerminkan tingkah laku upah nominal.

Upah rill dan upah nominal akan sama jika dipasar tenaga kerja terdapat stabilitas harga-harga, inilah kelemahan lipsey, jadi untuk dapat melakukan analisis hubungan antara tingkat inflasi atau tingkat harga dan tingkat pengangguran, maka sumbu vertical dengan perubahan tingkat upah rill atau upah nominal dibagi dengan harga sebagaimana banyak dilakukan oleh ekonom sejak akhir tahun 1960-an.

3. Pergeseran Kurva Philips

Pada awal analisis kurva Philips dijelaskan bahwa terdapat trade off antara inflasi dan pengangguran, yaitu kenaikkan tingkat inflasi akan diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran. Namun kenyataanya di AS selama periode 1950-1982 menunjukkan bahwa kwnaikkan tingkat inflasi diikuti dengan kenaikkan tingkat pengangguran. Jadi tidak terdapat trade off, kurva Philips telah bergeser kekanan atas. Dengan demikian hasil

analisis kurva Philips perlu diuji lagi kebenarannya.

Pergeseran kurva Philips pertama kali terjadi pada awal tahun 1976 dan kemudian terjadi lagi pada periode tahun 1973-1975 sebagai dampak embargo minyak Arap terhadap Negara-negara industri yang berpihak pada Israel dalam perang Timur Tengah. Banyak industri mengalami kebangkrutan karena dilanda resesi ekonomi dunia yang sangat parah. Pergeseran kurva Philips berakhir pada periode tahun 1979-1982. selama kurun waktu tersebut terjadi kenaikkan tingkat inflasi bersamaan dengan kenaikkan tingkat pengangguran dengan bentuk pergeseran kuva Philips yang berbeda-beda.

Terjadi perbedaan pergeseran kurva Philips tersebut disebabkan dua factor yaitu: 1. Demografi

Terjadi kenaikan tingkat pertumbuhan penduduk AS, khususnya kaum wanita dan anak-anak yang selanjutnya meningkatkan angka pertumbuhan angkatan kerja. Angkatan kerja wanita dan anak-anak yang sebahagian tidak dapat diserap pasar tenaga kerja semakin memperparah jumlah pengangguran, karena bidang industri lebih mengutamakan tenaga kerja dewasa dan pria.

2. Keseimbangan pasar tenaga kerja

Dalam kondisi keseimbangan pasar tenaga kerja, secara alamiah terdapat pengangguran yang oleh Milton Friedmsn disebut Natural Rate of Unemployment. Dalam kurva Philips pengangguran alamiah tersebut dibuktikan dengan adanya titik perpotongan antara kurva Philips dan sumbu

Dokumen terkait