• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

C. Hasil Penelitian

4. Hubungan Informan

Informan adalah pribadi yang tidak terlalu senang untuk berinteraksi dengan banyak orang, sejak kecil informan dan keluarganya jarang bepergian ke tempat yang ramai dikunjungi banyak orang. Sesekali informan dan keluarganya bepergian tetapi bukan untuk ke tempat keramaian melainkan beribadah atau kunjungan keluarga.

Dalam kesehariannya informan memiliki tanggung jawab dan kewajiban, ketika informan dihadapkan pada kondisi tersebut maka informan cenderung melakukan sebatas apa yang seharusnya dia lakukan. Informan tampak tidak terlalu peduli dengan lingkungannya terlebih ketika dia memiliki tujuan dan tanggung jawab pribadi. Dengan kata lain informan lebih berkonsentrasi dengan tugas dan tanggung jawab atau tujuannya. Setelah putus dari pacarnya informan memilih untuk menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 3,5 tahun dengan IPK diatas 3 dan karena kefokusannya tersebut informan berhasil menyelesaikan targetnya. Selain itu ketika informan bekerja dia tampak sibuk dengan pekerjaannya, enggan mengangkat telepon yang bukan menjadi kewajibannya, dan memilih untuk menunda makan.

Ketika berbicara tentang tugas dan tanggung jawab informan tampak berusaha melakukan bagiannya secara benar dan tepat. Di toko

informan memberikan teguran dan perintah sesuai bagiannya, di gereja informan juga melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Keterfokusan pada tujuan ini juga tampak ketika informan beribadah, dia memilih untuk berfokus pada ibadah dan berbicara setelah ibadah itu selesai. Ada kalanya informan disibukkkan dengan pekerjaannya tetapi ada kalanya juga informan sedikit santai ketika memang tugas dan pekerjaannya tidak banyak.

Informan membagi apa yang dirasa penting baginya dan apa yang dirasa tidak penting bagi dirinya, sebagai contoh adalah ketika informan kuliah. Ada kalanya informan pasif dalam proses perkuliahan tetapi ada kalanya juga informan memilih untuk pasif. Ketika informan merasa perlu untuk mendapat jawaban dia akan menjadi aktif dan terus berusaha mengejar apa yang dia inginkan, dan ketika apa yang dia inginkan itu tidak tercapai maka informan cenderung menjadi kurang bersemangat dan murung.

Informan sadar bahwa untuk mencapai apa yang dia inginkan dan tanggung jawabnya dia perlu orang lain, tetapi informan juga menyadari bahwa dirinya bukanlah orang yang mudah terbuka dengan orang lain. Informan merasa bahawa tidak ada orang yang bisa mengerti dirinya sepenuhnya sehingga dia tidak mudah percaya dengan orang lain, ditmabah pula informan yang pernah dikecewakan dan kehilangan orang yang paling dia sayangi. Sejak kehilangan papanya informan sebenarnya berusaha untuk menerima

57

kenyataan terlebih setelah hubungan pribadi dengan TUHAN yang membuatnya banyak berubah, tetapi bagi informan ada beberapa hal yang membuatnya memilih untuk terbuka atau tidak. Bagi informan keterbukaannya terhadap seseorang dipengaruhi oleh:

a. Faktor dari dalam informan. Bagi informan ada beberapa hal dari dalam dirinya yang bisa mendorongnya untuk terbuka dengan orang lain atau tidak. Keterbukaan inilah yang kemudian membuat seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain termasuk lawan jenis. Suasana hati informan mempengaruhinya dalam menentukan pilihan akankah dia terbuka dengan seseorang atau tidak dan kapan dia akan terbuka. Ketika hati informan tidak mau terbuka, moodnya sedang tidak ingin terbuka dan bercerita atau berinterkasi dengan orang lain maka informan akan memilih untuk diam. Ketika menghadapi masalah yang berat sekalipun, jika hati informan tidak mau terbuka maka dia memilih untuk tidak terbuka. Seperti kejadian ketika informan masih SMP, dia memilih untuk diam dan menjadi penyendiri, pemalu dan tertutup. Selain suasana hati, keterbukaan informan terhadap orang lain dipengaruhi oleh perasaan dan pemikirannya. Ketika informan merasa nyaman dan dia berpikir untuk mau bercerita maka infroman akan bercerita dan terbuka dengan orang lain. Perasaan nyaman ini bisa muncul dari intuisinya ataupun dari hati informan sendiri. Kapan dan dimana informan merasa

nyaman disitulah dia akan terbuka dan bercerita dengan orang lain yang kemudian memicu interaksinya dengan orang lain. Pemikiran informan akan mempengaruhi keputusannya untuk menilai kedalam sebuah masalah, ketika bercerita dan terbuka informan melihat se-pribadi apakah hal yang dia ceritakan. Informan bukanlah orang yang mudah percaya kepada orang lain, jadi informan akan membatasi sedalam apa masalah yang boleh diketahui orang lain atau tidak.

“aku kan orangnya termasuk mungkin mood-moodan jadi waktu mungkin aku lagi ngalami masalah terus aku pingin cerita. mungkin aku bisa lebih enjoy cerita ke A ya aku cerita ke A. Mood” wawancara 1,45

“Yang jelas dipengaruhi perasaan terus pemikiranku…” wawancara 1, 46

“aku merasa itu maksudnya ngga terlalu pribadi banget, baru aku certain ke dia.” Wawancara 1, 55

“Ngga tau ya, tapi aku lebih…lebih nyaman cerita sama cewek.” Wawancara 1, 77-78

”Feeling, menurutku feelingku. Yang namanya feeling itu susah diungkapakan. Ngga Cuma feeling sih, diikuti pemikiranku, kalo aku ngerasa aku lagi ngga pengen cerita ya udah aku ngga cerita kesiapa aja.” wawancara 1, 96

b. Faktor dari luar informan. Selain faktor dari dalam, keterbukaan informan juga dipengaruhi faktor dari luar dirinya. Ada hal-hal di luar dirinya yang tidak bisa dikendalikan dan diubah. Pribadi lawan interaksi, informan tidak bisa mengubah orang lain untuk menjadi seperti apa yang dia mau. Hal ini menyebabkan informan memilih kepada siapa dia akan terbuka,

59

bercerita dan kemudian berinteraksi. Ketepatan figure atau pribadi lawan interaksi ini dipengaruhi juga oleh beberapa hal yaitu dasar kehidupan rohani dan saran atau masukan yang nanti diterima oleh informan, yang keduanya tidak bisa diubah oleh informan.

Informan lebih memilih untuk bercerita masalah pribadinya dengan orang-orang yang memiliki prinsip rohanai sama dengan dia karena dengan adanya kesamaan prinsip ini maka pola pikir dan dasar pemikirannya akan sama dengan informan sehingga masukannya menurut informan akan lebih bisa diterima. Prinsip rohani adalah hal yang penting bagi informan karena sejak kecil informan dididik dalam kehidupan rohani dan dibiasakan dengan kegiatan rohani, bahkan pemulihan diri informan juga dipengaruhi faktor rohani. Untuk masukan yang diterima, informan lebih senang dengan support yang tidak bersifat mengguruinya, support yang membangun dan tidak memaksa. Informan bukanlah orang yang mudah percaya kepada orang lain, demikian juga dalam menerima masukan.

“Aku cerita karena aku menganggap dia figure yang tepat untuk aku cerita jadi kalo aku cerita sama dia, aku yakin dia bisa ngasih solusi sama aku.” Wawancara 1,81-84

“Belum kepikiran, mungkin karena dia beda agama jadi mungkin prinsip yang dianut juga beda. Jadikan ngga semua bisa diomongkan” wawancara 1,112

“Paling dalem kadang menyangkut perinsip hidup, pandangan hidup, tujuan hidup. Nah kalo udah beda, susah buat ngomongin.” Wawancara 1, 118

“kebanyakan berupa refreshing, jadi waktu dia bilang “menurutku seperti ini” dia berarti tidak memaksa aku untuk bertindak seperti itu, kalo perintahkan malah memaksa aku untuk bertindak sesuatu. Waktu aku dapet masukan sesuatu yang aku anggap itu baik ngga usah diperintah juga aku jalani. Tapi kalo kesannya memberi perintah, bagiku kesannya ngga begitu enak.” Wawancara 1,160-167

c. Eksternal dan internal. Intensitas pertemuan juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam komunikasi informan. intensitas pertemuan digolongkan oleh peneliti sebagai faktor eksternal dan internal karena kedua belah pihak ikut ambil bagian dalam pembentukannya. Ketika informan bisa bertemu tetapi lawan interaksinya tidak bisa bertemu maka pertemuan menjadi faktor eksternal, tetapi ketika lawan interaksi bisa bertemu sedangkan informan tidak mau bertemu maka pertemuan menjadi faktor internal. Intensitas pertemuan bagi informan mempengaruhi akankah dia bercerita atau tidak. Masalah yang dianggap sudah terlalu lama, tidak akan diceritakan oleh informan karena menurtunya itu sudah basi. Dengan semakin rendahnya intensitas pertemuan maka bagi informan akan menurunkan juga komunikasinya sehingga keterbukaannya menurun.

”Sekarang, jarang komunikasi karena beda kota dan kesibukan masing-masing. Kalo dulu lebih bisa cerita sama dia.” wawancara 2,114

61

Informan berinteraksi dengan banyak oran tetapi merujuk faktor tersebut di atas interaksi informan lebih banyak dilakukan dengan teman perempuan dan teman gereja khususnya perempuan. Informan merasa tidak nyaman bergaul dengan lawan jenis dan tidak percaya dengan pria, sehingga informan memilih aktifitas di gerejanya yang juga banyak berinteraksi dengan wanita. Pelayanan informan sebagai dancer atau penari, anggotanya seluruhnya perempuan. Informan tampak lebih bisa ekspresif ketika dia bergaul dengan teman perempuan khususnya teman gereja. ketika bersama dengan rekan-rekan pelayanannya yang sesama penari informan tampak ceria dan bisa meluapkan emosinya, bercanda dan tertawa lepas. Di gereja informan juga melakukan interaksi yang bersifat umum, seperti berjabat tangan dengan orang lain selesai ibadah.

“Keliatannya ngga, tapi emang aku cenderung banyak bergaul sama temen cewek daripada sama cowok kok.” Wawancara 2,29-30

Interaksi informan tidak sebatas hanya digereja saja tetapi juga di lingkungan kampus. Di kampus informan lebih membatasi diri dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Interaksi informan dengan teman kampusnya lebih terbatas, sebatas kegiatan perkuliahan. Keterbatasan ini tampak dari perbincangan saat mengerjakan tugas dan perbicangan di kampus, dalam proses observasi informan tampak ceria ketika bergaul dengan teman wanita di kampusnya sebatas membicarakan dan berinteraski tentang aktifitas perkuliahan.

Duduk bersama ketika di kampus, mengerjakan tugas kelompok, meminta jadwal kuliah adalah kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan informan di kampusnya. Selepas kegiata yang menyangkut perkuliahan informan tidak banyak berinteraksi dengan teman-teman kampus.

“Di kos Man Db tampak lebih ceria dan banyak tersenyum. Sambil mengerjakan tugas kelompok, Db, Man, Su, dan Rin sesekali bergurau” observasi 3,38-45

Di lingkungan kerja, toko perkakas informan memilih untuk segera melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Interaksi informan dengan karyawan lain sangat terbatas, interaksinya nonformal tampak hanya dilakukan dengan rekan kerja wanitanya sedangkan dengan karyawan pria informan banyak berinteraksi sebatas pekerjaan dan tanggung jawab.

“Saat berjalan menuju ruangannya Db tidak berbicara dengan orang yang ditemuinya di lantai bawah .Seorang teman kerja Db yaitu Ts (sales laki-laki) mengatakan adalah hal biasa jika Db datang dan lansung menuju ruangannya tanpa menyapa orang yang ada.” Observasi 2,3-12

Dengan melihat kedekatan dan intensitas interaksi informan membagi hubungan sebagai pacar, teman dekat, sahabat, teman. Pacar adalah hubugan yang paling dekat bagi informan melebihi hubungan sahabat. Sedangkan teman dekat adalah orang yang lebih dari teman tetapi hatinya tidak semurni sahabat, mengharapkan sesuatu. Sahabat bagi informan adalah tempat dimana mereka bisa saling mengerti, bisa saling mendengarkan dan membangun, ada

63

setiap saat untuk saling memberi support dan bisa bercerita secara mendalam. Dengan sahabat informan bisa berbagi masalah yang paling dalam yaitu maslah keluarga. Bagi informan masalah keluarga adalah masalah yang paling dalam dan hanya mau dia bagikan kepada orang-orang tertentu. Sedangkan teman menurut informan adalah orang yang dia kenal dan berinteraksi biasa dengan informan.

Dokumen terkait