• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Parasit

4.5 Hubungan Intensitas Cacing dengan Kadar Serum Ferritin

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara intensitas Ascaris lumbricoides terhadap kadar serum feritin (p=0.39).

Namun diperoleh kadar serum feritin yang lebih tinggi pada infeksi Ascaris lumbricoides dengan intensitas ringan dibandingkan intensitas sedang (75.44±63.65 vs 74.84±71.79). Sedangkan untuk infeksi Trichuris trichiura dan Hookworm tidak dapat dilakukan penilaian.

Tabel 4.4. Hubungan Intensitas Cacing dengan Kadar Serum Feritin Intensitas Cacing STH Positif Serum Feritin (ng/ml) p*

BAB 5. DISKUSI

Infeksi STH termasuk bagian dari Neglected Tropical Disease (NTDs) yang merupakan masalah utama di negara berkembang, dan mempunyai dampak yang luas terhadap kesehatan manusia.50 STH diperkirakan menginfeksi 2 juta orang di seluruh dunia dengan angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak. Berdasarkan data WHO diperkirakan 870 juta anak tinggal di daerah dengan tingkat prevalensi STH yang tinggi.51 Efek dari infeksi STH ini berhubungan dengan malnutrisi, defisiensi mikronutrien, anemia defisiensi besi. Persentase terjadi nya anemia defisiensi besi mencapai 20% sampai 50% dari seluruh populasi dunia, yang sering terjadi pada anak usia sekolah.52

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten karo, pada tahun 2004 oleh Pasaribu, dkk pada 5 sekolah dasar diperoleh prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides mencapai 89,7%.7 Penelitian lain pada dua sekolah dasar di Belawan, Sumatera Utara, pada tahun 2015 oleh Jiero dkk melaporkan bahwa prevalensi infeksi Ascaris lummbricoides adalah 37,1%. 53 Pada penelitian ini dilaporkan dari 40 sampel dari dua sekolah dasar di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, diperoleh 45% anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides. Berdasarkan beberapa penellitian yang telah dilakukan, infeksi Ascaris lumbricoides masih menjadi masalah besar pada anak-anak

49

sekolah dasar. Pada penelitian ini juga dilaporkan untuk infeksi campuran STH yang paling banyak adalah infeksi Ascaris + Trichuris mencapai 30%.

Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Oyewole,dkk di Nigeria, 2002 diperoleh infeksi STH campuran yang paling besar adalah Ascaris + Trichuris.54

Pada penelitian ini, dari 80 anak sekolah dasar yang terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok anak yang terinfeksi STH dan kelompok anak yang tidak terinfeksi STH, diperoleh perbedaan yang tidak bermakna antara serum feritin pada kedua kelompok. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang bermakna, namun nilai serum feritin pada anak yang terinfeksi STH lebih rendah dibandingkan anak yang tidak terinfeksi STH.

Hal yang sama dilaporkan dari systematik review dan meta-analisis, tahun 2014 oleh Gier dkk, melaporkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kadar serum feritin pada anak dengan dan tanpa infeksi STH, namun diperoleh peningkatan kadar serum feritin pada anak yang terinfeksi STH setelah pemberian obat antihelmintik.55 Namun hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian yang dilakukan di tiga sekolah dasar Kabupaten Bolang Mongondow Utara, Manado pada tahun 2013, oleh Buhang dkk, diperoleh perbedaan yang bermakna dari kadar serum feritin pada anak yang menderita infeksi STH.56 Banyak faktor yang berperan dalam mempengaruhi defisiensi besi, seperti: asupan makanan yang tidak adekuat, malabsorbsi

dan infeksi. Infeksi cacing dapat merubah status besi dalam tubuh melalui beberapa mekanisme.57 Pada penelitian ini diperoleh perbedaan yang tidak bermakna antara kadar serum feritin pada anak dengan dan tanpa infeksi STH dikarenakan sampel yang diambil pada kedua kelompok adalah anak dengan status gizi baik sehingga sangat memungkinkan asupan zat besi pada anak mencukupi.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Vietnam tahun 2003 oleh Thi dkk pada 20 sekolah dasar, dilaporkan bahwa kadar serum feritin yang lebih rendah dijumpai pada anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dibandingkan anak yang terinfeksi Trichuris trichiura.58 Namun pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda, dimana kadar serum feritin pada anak yang terinfeksi Trichuris trichiura lebih rendah dibanding anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides. Hal ini sama dengan penelitian di Vietnam tahun 2016 oleh Gier dkk terhadap 510 anak sekolah dasar, diperoleh kadar serum feritin yang lebih tinggi pada anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dibandingkan anak yang terinfeksi Trichuris trichiura.59 Hal ini sesuai dengan patogenesis dari infeksi Trichuris trichiura. Trichuris trichuira akan memproduksi TT47 (Trichuris Toxin) menyebabkan perlukaan dan edema pada dinding usus sehingga menyebabkan perdarahan di dinding usus.

51

Derajat keparahan dari perdarahan yang ditimbulkan bergantung kepada spesies dan intensitas cacing. Jenis Hookworm lebih banyak menyebabkan kehilangan darah dibanding Trichuris. 11 Pada penelitian yang dilakukan di Malaysia tahun 2011 oleh Adebara dkk terhadap 246 anak sekolah dasar dilaporkan nilai serum feritin yang lebih rendah terjadi pada anak yang terinfeksi Hookworm dibanding anak yang terinfeksi Ascaris dan Trichuris.8 Hal ini sesuai dengan patogenesis dari infeksi Hookworm yang secara langsung menghisap darah serta melukai dinding usus. Perdarahan dinding usus yang disebabkan oleh Hookworm berbeda dengan Trichuris.

Hookworm menghasilkan Ancylostoma caninum antikoagulan peptida (AcAPs) ketika menembus dinding usus sehingga menghambat koagulasi dan menyebabkan perdarahan terus menerus pada dinding usus melalui penghambatan faktor Xa dan VIIa/tissue factor.12 Selain itu efek tidak langsung yang ditimbulkan oleh infeksi Hookworm dan Trichuris berupa kehilangan nafsu makan yang akan menyebabkan asupan mikronutrien berkurang termasuk zat besi.60 Pada penelitian ini tidak dapat dilakukan penilaian infeksi Hookworm terhadap serum feritin dikarenakan dari 40 sampel yang positif cacingan, hanya satu sampel yang terinfeksi Hookworm.

Pada penelitian ini diperoleh hubungan yang tidak bermakna antara kadar serum feritin dengan intensitas cacing. Walaupun tidak bermakna secara signifikan, namun diperoleh kadar serum feritin yang lebih

tinggi pada anak yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dengan intensitas ringan dibanding dengan intensitas sedang, dengan nilap p= 0,39. Hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngui dkk, tahun 2009 di Malaysia terhadap 550 anak sekolah dasar, diperoleh adanya perbedaan yang bermakna antara kadar serum feritin dengan intensitas Ascaris lumbricoides. 61 Pada penelitian ini hanya diperoleh infeksi Trichuris trichiura dan hookworm dengan intensitas ringan, sehingga kadar serum feritin tidak dapat dibandingkan.

Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak dapat dilakukan penilaian hubungan antara intensitas cacing dengan kadar serum feritin untuk jenis Trichuris trichiura dan Hookworm dikarenakan jumlah sampel yang kecil.

Anamnesis mengenai asupan zat besi sehari-hari dan pemeriksaan CRP untuk mengontrol faktor infeksi tidak dilakukan. Dimana kedua faktor ini diketahui sangat mempengaruhi kadar serum feritin di dalam darah.

Pemeriksaan serum feritin pada penelitian ini hanya dilakukan satu kali yaitu sebelum dilakukan pengobatan antihelmintik, sehingga tidak dapat diketahui perubahan yang terjadi terhadap serum feritin setelah dilakukan pengobatan antihelmintik.

Kelebihan penelitian ini adalah sampel yang dimasukkan kedalam kriteria inklusi adalah anak dengan status gizi baik yang memungkinkan asupan zat besi di dalam tubuh mencukupi, serta telah

53

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan suatu kondisi infeksi, sehingga dapat meminimalkan terjadinya bias dan hasil yang diperoleh akan lebih akurat.

BAB 6. KESIMPULAN & SARAN

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak didapatkan adanya perbedaan antara serum feritin pada anak dengan dan tanpa infeksi STH.

SARAN

Pada penelitian ini diperlukan jumlah sampel dan spesies STH yang lebih besar sehingga dapat dinilai hubungan antara intensitas cacing dengan kadar serum feritin serta mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kadar serum feritin. Nilai kadar serum feritin di dalam darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah asupan zat besi dan kondisi infeksi di dalam tubuh. Sehingga perlu ditambahkan pada anamnesis mengenai asupan zat besi sehari-hari. Selain itu feritin sebagai akut fase reaktan akan mengalami peningkatan pada keadaan infeksi, sehingga diperlukaan pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya infeksi di dalam tubuh, yaitu pemeriksaan CRP. Selain itu perlu dilakukan penelitian secara cohort dan pemeriksaan terhadap kadar serum feritin pada anak yang terinfeksi STH sebelum dan sesudah pengobatan dengan obat cacing sehingga dapat diidentifikasi secara langsung faktor yang mempengaruhi perubahan kadar serum feritin.

BAB.7 RINGKASAN

Infeksi Soil-transmitted helminth (STH) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang dan mempunyai dampak yang luas terhadap kesehatan manusia. Efek dari infeksi STH ini berhubungan dengan malnutrisi, defisiensi mikronutrien, anemia defisiensi besi. Salah satu parameter dini yang dapat digunakan dalam menilai defisiensi besi dalam tubuh adalah pemeriksan kadar serum feritin. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan kadar serum feritin pada anak yang terinfeksi dan tanpa infeksi STH, namun diperoleh hasil yang berbeda.

Pada penelitian ini diperoleh perbedaan yang tidak bermakna antara kadar serum feritin pada anak yang terinfeksi dan tanpa infeksi STH (76± 56.97 vs 84.78± 52.99 ) dengan nilai p=0.47. Hubungan spesies cacing dengan kadar serum feritin dipengaruhi mekanisme perdarahan dinding usus yang ditimbulkan infeksi STH. Pada penelitian ini diperoleh kadar serum feritin yang lebih tinggi pada anak yang terinfeksi Ascharis lumbricoides dibandingkan dengan Trichuris trichiura (84.78 ± 52.99 vs 76 ± 56.97), dengan nilai p=0.37. Pada penelitian ini diperoleh kadar serum feritin yang lebih tinggi pada infeksi Ascaris lumbricoides dengan intensitas ringan dibanding dengan intensitas sedang (75.44±63.65 vs 74.84±71.79) .Bervariasi nya hasil yang diperoleh pada kadar serum feritin terhadap infeksi STH dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah asupan zat besi tubuh

dan kondisi infeksi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar serum feritin pada anak sekolah dasar dengan dan tanpa infeksi STH.

Daftar Pustaka

1. Lamberton PHL, Jourdan PM. Human ascariasis: Diagnostics update.

Curr Trop Med Rep. 2015;2:189–200.

2. Operational guidelines for the implementation of deworming activities:

A contribution to the control of soil-transmitted helminth infections in Latin America and the Caribbean. Washington, DC : PAHO, 2015. h. 3-18.

3. Clarke NE, Clements ACA, Doi SA, Wang D, Campbell SJ, Gray D, dkk. Differential effect of mass deworming and targeted deworming for soil-transmitted helminth control in children: a systematic review and meta-analysis. 2016; 16:32123-7.

4. Hotez PJ, Bundy DAP, Beegle K, Brooker S, Drake L, Silva N, dkk.

Helminth infections: Soil-transmitted helminth infections and schistosomiasis. Dalam Jamison DT, Breman JG, Measham AR, Alleyne G, Claeson M, Evans DB, dkk, penyunting. Disease control priorities in developing countries. Edisi ke-2. Washington (DC): New York; 2006. h. 467-82.

5. Zero Z, Yohanes T, Tariku B. Soil-transmitted helminth reinfection and associated risk factors among school-age children in chencha district.southern ethiopia:a crosss-sectional study.J Parasitol. 2016:1-7.

6. Pullan RL, Smith JL, Jasrasaria R, Brooker SJ. Global numbers of infection and disease burden of soil transmitted helminth infections in 2010. Parasit & vectors. 2014;7:37

7. Pasaribu S. Penentuan frekuensi optimal pengobatan massal askariasis dengan albendazole pada anak usia sekolah dasar di desa suka.[disertasi],[Medan]: Program Pasca Sarjana USU;2004

8. Adebara OV, Ernest SK, Ojuawo IA. Association between intestinal helminthiasis and serum ferritin levels among school children. OJPed.

2011;1:12-6

9. Camaschella C. Iron deficiency anemia. N Engl J Med. 2015;372:1832-43

10. Anggraini R, Dimyati Y, Lubis B, Pasaribu S, Lubis C,2005.

Association between soil-transmitted helminthiasis and hemoglobin concentration in primary school children,Paediatrica Indonesiana, Volume 45,No.1-2.

11. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman pengendalian kecacingan.

Kementerian Kesehatan RI.

12. Bethony J, Simon B, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, dkk. Soil-transmitted helminth infection:ascariasis,trichuriasis,and hookworm Lancet.2006;367:1521-32.

13. Wu AC, Lesperance L, Bernstein H. Screening for iron deficiency.

Pediatrics in review. American academy of pediatrics. 2002;23:171 14. WHO. Helminth control in school-age children :a guide for managers of

control programmers. Edisi ke-2. WHO;2011

15. Damopoli V, Basuki A, Bolang A. Hubungan antara kecacingan dengan kadar feritin pada anak sekolah dasar di kelurahan bunaken kecamatan bunaken kepulauan kota manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Diunduh (http://www.fkm.unsrat.ac.id) tanggal 30 Agustus 2016.

16. Hotez PJ, Bundy DAP, Beegle K, Brooker S, Drake LD, Silva ND,dkk.

Helminth infections: soil-transmitted helminth infections and schistosomiasis. Dalam Jamison DT, Measham AR, Alleyne G, Claeson M, Evans DB, dkk, penyunting. Disease control priorities in developing countries.Edisi ke-2. Washington (DC): New York;2006.h.

1-94.

17. Ojha SC, Jaide C, Jinawth N, Rotjanapan P, Baral P.

Geohelminths:public health significance. J.Infect Dev Ctries.

2014;8:005-016.

18. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil pengendalian penyakit & penyehatan lingkungan 2014. Direktorat jenderal pengendalian penyakit;2015. h. 134

19. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemeritah Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2010. Medan: 2011.h.22-95

20. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Laporan hasil survey kecacingan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Karo.Medan: 2014.

21. Ginting A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar di desa tertinggal kecamatan pangururan kabupaten samosir. [skripsi]. [Medan]: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU; 2009.

22. Zukhriadi RR. Hubungan higiene perorangan siswa dengan infeksi kecacingan anak sd negeri di kecamatan sibolga kota kota sibolga.

[tesis]. [Medan]: Program Pasca Sarjana USU; 2008.

23. Weatherhead JE., Hotez PJ. Worm infections in children. Pediatrics in Review. 2015;36:341-52.

24. Dent AE, Kazura JW, Hotez PJ. Helminthic Diseases. Dalam:

Kliegman RM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-20.

Philadelphia; 2016. h. 1733-37.

25. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi dan penyakit tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2012. h. 370-384.

59

26. Margono SS. Nematoda. Dalam Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W, penyunting. Parasitology kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta; 2000. h.

7-30.

27. Crompton DWT, Nesheim MC. Nutritional impact of intestinal helminthiasis during the human life cycle. Annu.Rev.Nutr. 2002;22:35-59.

28. Jonker FAM, Calis JCJ, Phiri K, Brienen EAT, Khoffi H, Brabin BJ,dkk.

Real-time PCR demonstrates ancylostoma duodenale is a key factor in the etiology of severe anemia and iron deficiency in malawian pre-school children. Plos Negl Trop Dis.2012;6:e1555

29. Crompton DWT, Whitehead RR. Hookworm infection and human iron methabolism.Parasitology.1993;107:137-45

30. Weiss G, Goodnought LT. Anemia of chronic disease. N Engl J Med.2005:1011-23

31. Shaw JG, Friedman JF. Iron deficiency anemia: focus on infectious diseases in lesser developed countries. Hindawi Publishing Corporation. 2011:1-11

32. Hotez PJ. Helminth infections. Dalam : Gerson A, Hotez P, Katz S, penyunting. Krugman”s infectious diseases of children. Edisi ke-11.

Philadelphia: Pennsylvania; 2004.h.616-39

33. Lanzkowsky P. Iron-deficiency anemia. Dalam: Lanzkowsky P, penyunting. Manual pediatric hematology and oncology. Edisi-5. USA;

2011. h. 38-57.

34. World Health Organization. Action again worms. WHO Newsletter.

Geneva; 2008.

37. Rapati H, Lelani R, Susanah S. Dalam: Permono HB, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Edisi ke-4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta;2012.

h. 30-39.

38. Mathur S, Schexneider K, Hutchison R. Hematopoiesis. Dalam:

McPherson R, Pincus M, penyunting. Henry”s clinical diagnostis and management by laboratory methods. Edisi

41. Kotze MJ, Rensburg SJ. Pathogenic mechanism underlying iron deficiency and iron oveload: new insights for clinical application.eJIFcc:1-16

42. Wang W, Knovich MA, Coffman LG, Torti FM, Torti SV. Serum ferritin:past, present and future. Biochim Biophys Acta 2010;1800:760-69.

43. Jacobs A, Worwood M. Ferritin in serum. N Engl J Med. 2014;292:951-55.

44. Torti FM, Torti SZ. Regulation of ferritin genes and protein. Am J Hematol. 2002;99:3506-16.

45. Worwood M. Indicator of the iron status of population: ferritin. Dalam:

WHO ,CDC ed. Assessing the iron status of populations:ferritin. Dalam literatur : report of a joint WHO/CDC and prevention technical consultation on the assessment of iron status at the population level.Edisi ke-2. Geneva,switzerland. 2007:35-41.

46. Theil EC. Concentrating, storing, and detoxifying iron: the ferritins and hemosiderin.Dalam: Anderson GJ, Mc.Laren GD, penyunting. Iron physiology and pathophysiology in humans, nutrition and health.USA:

New York; 2012. h. 63-78.

47. Clewes N. The interpretation of indicators of iron status during an acute phase response. Dalam: WHO, CDC ed. Assesing the iron status of populations:ferritin. Dalam literatur: report of a joint WHO/CDC and prevention technical consultation on the assesment of iron status at the population level. Edisi ke-2. Geneva, switzerland.2007:97-108.

48. WHO. Iron deficiency anemia: assesment, prevention, and control: a guide for programme managers.Geneva;2001.

49. Ogilvie C, Fitzsimons E. Serum ferritin and iron studies-laboratory reporting and clinical application in primary care. Dalam : Capelli O, penyunting. Primary care at a glance. Edisi ke-6. Indonesia: Jakarta 2012. h. 165-74.

50. Ngonjo T, Okoyo C, Andove J, Simiyu E, Lelo AE, Kabiru E, dkk.

Current status of soil-transmitted Helminths among school childrenin kakamega county,western kenya. J Parasitol.2016:1-9.

51. Salam N, Azam S. Prevalence and distribution of soil-transmitted helminth infection in india. BMC Public Health.2017;17:1-12

52. Aini UN, Al-Mekhlafi MS, Azlin M, Shaik A, Sa”iah A, Fatmah MS,dkk.

Serum iron status in orang asli children living in endemic areas of soil-transmitted helminths. Asia Pac J Clin Nutr.2007;16:7724-30.

53. Jiero S, Ali M, Pasaribu S, Pasaribu AP. Corelation between eosinophil count and soil-transmitted helminth infection in children. Asian Pas J Trop Dis 2015;5(10):813-6.

61

54. Salawu SA, Ughele VA. Prevalence of soil-transmitted helminths among school-age children in ife east local govermenth area,osun state, nigeria. Futa Journal of Research in Science.2015;1:139-51.

55. Gier BD, Ponce MC, Bor MV, Doak CM, Polman K. Helminth infections and micronutrients in school-age children: a systematic review and meta-analysis. Am J Clin Nutr.2014;99:1499-509

56. Buhang SM, Mayulu N, Rottie J. Hubungan kejadian malaria dan kecacingan dengan kadar feritin pada murid sekolah dasar di kabupaten bolang mongondow utara. Jurnal Keperawatan. 2013 Diunduh (http://www.fk.unsrat.ac.id) tanggal 7 Juli 2017.

57. Olsen A, Magnussen P, Ouma JH, Frills H. The contribution of hookworm and other parasitic infections to haemoglobin and iron status among children and adults in western kenya. Transactions of The Royal Society Of Medicine and Hygiene . 1998;92:643-49.

58. Le HT, Brouwer ID, Verhoef H, Nguyen KC, Kok FJ. Anemia and intestinal parasites infection in school children in rural vietnam. Asia Pac J Clin Nutr.2007;16:716-23.

59. Gier BD, Nga TT, Winichagoon P, Dijkhuizen MA, Khan NC, Bor MV, dkk. Species-specific association between soil-transmitted helminths and micronutrients in vietamese schoolchildren. Am J Trop Med Hyg.2016;1:77-82.Hadush A, Pal M. Ascariasis:public health importance and its status in ethiopia. Air WaterBorne Diseases.2016;5:124.

60. Larocque R, Casapia M, Gotuzzo E, Gyorkos T. Relationship between intensity of soil-transmitted helminth infections and anemia during pregnancy. Am.J.Trop.Med.Hyg.2005;73:783-89.

61. Ngui R, Lim YA, Kin LC, Chuen CS, Jaffar S. Association between anaemia, iron deficiency anemia, neglected parasitic infection and socioeconomic factors in rural children in west malaysia. Plos Negl Trop.20112;6:1-8.

LAMPIRAN

Dokumen terkait