• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

95% CI Lower Upper

5.7 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota d

5.7.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi adil yang kurang lebih banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki (43,5%) dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (20,0%). Demikian pula, dimensi adil yang baik lebih banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki (56,5%) dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (80,0%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,371; artinya, tidak ada hubungan jenis kelamin dengan dimensi adil.

Terkait dengan hal ini, Suhendar (2004) berpendapat bahwa orang yang bersikap maskulin cenderung bersifat dominan, aktif, dan bebas yang ditunjukkan dengan rasa percaya diri, berterus terang, keras, kompetitif, asertif, dan keyakinan. Sementara itu, orang yang bersikap feminin cenderung bersifat sensitif yang ditunjukkan dengan perhatian, kehangatan, kebijaksanaan, kerja sama, dan sabar.

Salam dkk. (2013) menyatakan bahwa perempuan memiliki jumlah pemilih yang lebih banyak daripada laki-laki, yaitu 80% berbanding dengan 20%.

Namun, hasil ini menunjukkan bahwa orang yang memilih pemimpin perempuan berjumlah 28 orang (46,6%), sementara orang yang memilih pemimpin laki-laki berjumlah 32 orang (53,4 %). Studi-studi penelitian melaporkan bahwa wanita biasanya memiliki nilai yang tinggi dalam keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil, dan kerja sama tim dan kerja berpasangan adalah penting (Malthis, et.all. 2006).

Menurut Darwito (2008), dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dibutuhkan pemimpin laki-laki sebab mereka lebih rasional daripada perempuan. Hamidah (2011) mengungkapkan fakta bahwa proporsi wanita yang bekerja di bidang manajemen lebih sedikit daripada proporsi pria.Selanjutnya, Robbins (2006, dalam Hamidah, 2011) menegaskan bahwa hal terbaik untuk memulai adalah pengakuan bahwa hanya sedikit perbedaan penting (jika ada) antara pria dan wanita yang akan memengaruhi kinerja mereka.

5.7.3 Hubungan Pendidikan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Dalam penelitian ini,dimensi adil yang kurang lebih banyak pada pendidikan S-1 (62,5%) daripada pendidikan S-2 (11,8%). Sebaliknya, dimensi adil yang baik lebih banyak pada pendidikan S-2 (88,2%) daripada pendidikan S-1 (37,5%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,008; artinya, ada hubungan pendidikan dengan dimensi adil.

Wong dan Davey (2007) mengemukakan pentingnya kepemimpinan yang berorientasi pada pendidikan. Mereka menyatakan bahwa seorang pemimpin dalam menjalankan kebijakan tidak bertindak sewenang-wenang. Tantangan utama manajemen dan kepemimpinan ialah bagaimana mengembangkan orang-

orang yang berbakat didalam organisasi dengan menciptakan iklim kerja yang positif dan memberikan peluang untuk inovasi dan mengambil risiko untuk menghadapi ketidakpastian di masa mendatang.

Salam (2013) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang memengaruhi kemantapan dalam mengambil keputusan. Begitu juga, Yusran dkk (2014) menegaskan bahwa pemimpin yang cerdas (berpendidikan) dapat berdiskusi dengan bawahan sehingga permasalahan yang ada di puskesmas dan tindakan alternatif dapat diketahui dengan cermat. Akibatnya, gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam pengambilan keputusan lebih fleksibel.

5.7.4 Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dimensi adil yang tergolong kurang lebih dominan pada pengalaman kerjan responden ≤10 tahun (61,5%) daripada pengalaman kerja responden >10 tahun (20,0%). Sebaliknya, dimensi adil yang tergolong baik lebih dominan pada pengalaman kerja >10 tahun (80,0%) daripada pengalaman kerja responden ≤10 tahun (38,5%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,040, yang bermakna bahwa ada hubungan pengalaman kerja dengan dimensi adil.

Siagian (2003) menyetujui bahwa seorang pemimpin yang sudah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang lebih banyak dalam pembentukan peranan petugas. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa pengalaman kerja yang lama dapat menyebabkan seseorang mengakui adanya kebenaran, kebaikan dengan lapang dada, dan membuka diri untuk belajar.

Menurut Pratiwi (2010), seorang pemimpin merupakan salah satu unsur yang menentukan dalam pengembangan perusahaan. Keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh kualitas gaya kepemimpinan. Pemimpin sebagai pengelola sumber daya manusia seyogyanya memiliki pengalaman kerja dapat bekerja sama dan menekan kemungkinan terjadinya konflik di dalam kelompok kerja dan selalu berpihak kepada hukum kebenaran.

5.7.5 Hubungan Pengalaman Organisasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Berdasarkan hasil penelitian ini diperlihatkan bahwa dimensi adil yang kurang lebih dominan pada pengalaman organisasi <10 tahun (61,5%) dibandingkan dengan pengalaman organisasi ≥10 tahun (20,0%). Dimensi adil yang baik lebih dominan pada pengalaman organisasi 10 tahun (80,0%) dibandingkan dengan pengalaman organisasi <10 tahun (38,5%).Hasil uji chi square menunjukkan nilai p = 0,040. Ini bermakna bahwa ada hubungan pengalaman organisasi dengan dimensi adil.

Menurut Pratiwi (2010), seorang pemimpin menentukan pengembangan suatu organisasi. Kemajuan organisasi dipengaruhi oleh kualitas pengalaman organisasi dan gaya kepemimpinan. Sebagai pengelola sumber daya manusia, pemimpin lazimnya memiliki gaya kepemimpinan dalam menugaskan staf/karyawan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Pemimpin dapat membangun kerjasama dan berupaya mengatasi konflik yang mungkin saja terjadi di dalam kelompok.

Pada bagian lain, Pratiwi (2010) yang mendukung hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengalaman organisasi dan situasi atau lingkungan organisasi

yang stabil terlihat lebih fleksibel seperti lingkungan tim. Dalam lingkungan organisasi ini, setiap anggota organisasi terbiasa menangani konflik atau jenis rintangan lain. Lingkungan organisasi yang stabil merupakaan lawan dari lingkungan organisasi yang labil. Organisasi labil adalah organisasi yang tidak berkeseimbangan (tidak adil). Lingkungan yang terbentuk dalam organisasi stabil sangat kompleks, formal dan terpusat, sementara lingkungan dalam organisasi yang labil relatif sederhana, informal dan desentralisasi.

Rivai (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan tergantung dari kuatnya pengaruh yang diberikan dan tingginya intensitas hubungan antara pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin yang berpengalaman organisasi selalu berupaya menciptakan iklim kerja yang kondusif dan berupaya memelihara hubungan yang baik dengan bawahan agar bawahan dapat bekerja secara efisien dan produktif tanpa menonjolkan egoisme pribadi atau kelompok.

Sejalan dengan Rivai (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan yang mempunyai pengalaman organisasi meliputi kemampuan mengantisipasi, memiliki visi, rasa keadilan, mempertahankan fleksibilitas dan mampu menguasai orang lain untuk menciptakan perubahan strategis yang diperlukan. Teori yang paling mutakhir melihat kepemimpinan lewat pengalaman organisasi, yang mengetengahkan pendekatan yang bersifat social learning pada kepemimpinan.

Menurut Robbin (1998) seorang pemimpin yang efektif perlu mengenali variasi situasi atau lingkungan organisasinya. Dengan mengenali variasi dari situasi lingkungan, seorang pemimpin akan mengubah perilakunya untuk

beradaptasi sejalan dengan pengalaman organisasi. Gaya kepemimpinan yang cocok untuk satu situasi mungkin saja tidak cocok untuk situasi yang lain. Jadi, Pengalaman organisasi itu penting untuk mengembangkan bakat keterampilan pemimpin dan kemampuannya dalam mendiagnosis perubahan situasi. Dengan kemampuan ini, pemimpin akan memiliki keterampilan pengalaman organisasi yang paling cocok dengan tuntutan situasinya.

5.7.6 Hubungan Karakteristik Individu Pendidikan Penjenjangan dengan