• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Chapter III VI"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis survei yang bertujuan menganalisis kemampuan

fleksilibitas kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinisi

Sumatera Utara. Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada sebuah

populasi dengan mempelajari data dari sampel yang diambil dari populasi

tersebut. Jenis penelitian ini juga dapat dikategorikan deskriptif, yakni suatu jenis

penelitian kuantitatif yang bertujuan menilai secara sistematik fakta-fakta dari

obyek atau populasi tertentu (Sinulingga, 2011).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini selama16 (enam belas) bulan, terhitung mulai bulan

Maret 2014 sampai bulan Agustus 2015.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah kepala dan staf dinas kesehatan

(2)

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling), yaitu

kepala dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.Setiap

kabupaten/kota ada tiga responden, yaitu Kepala Dinas, Sekretaris dan Kepala

Subdinas lain yang berjumlah 99 orang. Selanjutnya, hasil dari tiga responden

yang diambil dari setiap kabupaten/kota digabungkan lalu dihitung sebagai satu

sampel sehingga jika seluruh Provinsi Sumatera Utara ada 99 responden dihitung

sebagai 33 sampel.

3.4 Sumber Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden yang mencakup seluruh

variabel yang diteliti.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan data dan dokumen-dokumen

resmi yang berkaitan dengan data tentang kepegawaian.

3.5 Metode Pengujian Data

Pengujian kualitas data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas pada

instrumen kuesioner yang dilaksanakan uji cobanya di Kabupaten Aceh Tamiang,

Aceh Utara, Kota Langsa dan Lhokseumawe di Provinsi Nanggroe Aceh

Darusalam. Dari lokasi tersebut diambil 30 orang sampel. Pemilihan lokasi uji

coba tersebut dilakukan pada sasaran setara dengan uji coba yang terdekat dan

(3)

3.5.1 Uji Validitas

Menurut Azwar (1986), validitas berasal dari kata validity yang

mengandung arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas dilakukan dengan metode Pearson

Product Moment, yaitu mengorelasikan butir-butir pada kuesioner. Uji validitas

dilakukan dengan mengorelasikan tiap-tiap skor total pada tiap butir pernyataan

untuk mengetahui apakah referensi terhadap sistem pengukuran merupakan

sebuah konsep tunggal (single construct).

Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner

mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

(Ghozali, 2006).

Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul

data apabila korelasi hasil hitungnilai correted itemtotalcorelation (r–hitung) lebih

besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95%

(Riduwan, 2010). Pengujian validitas item dengan cara mengorelasikan skor item

dengan skor total item, kemudahan pengujian signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi.

Jika nilai positif dan r hitung > r total item dapat dinyatakan valid. Sebaliknya,

jika r hitung < r tabel, item dikatakan tidak valid.

Tabel 3.1 Uji Validitas Instrumen Gaya Kepemimpinan Direktif Nilai Correted Item

Total Corelation r tabel Keterangan

P1 0,518 0,361 Valid

P2 0,599 0,361 Valid

P3 0,631 0,361 Valid

P4 0,785 0,361 Valid

(4)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan instrumen

variabel pengetahuan adalah valid.Hal ini dapat dilihat dari nilai correted item

total corelationoutput nilai korelasi antara tiap item dengan skor total item pada

keseluruhan pernyataan lebih besar dari rtabel (0.361) sehingga 20 pertanyaan

variabel gaya kepemimpinan dapat digunakan untuk penelitian.

Tabel 3.2 Uji Validitas Instrumen Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Fokus Nilai Correted Item Total

Corelation r tabel Keterangan

(5)

Fokus Nilai Correted Item Total

Corelation r tabel Keterangan

Cepat

Dari tabel 3.2 di atas seluruh pernyataan instrumen variabel pengetahuan

adalah valid. Hal ini tampakpada rhitungoutput nilai korelasi tiap item dengan skor

total itempada seluruh pernyataan lebih besar dari rtabel (0.361) sehingga 33

pertanyaan tentang variabel kemampuan itu dapat digunakan untuk penelitian.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Suatu kuesioner tergolong reliabel atau andal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan bersifat konsisten atau stabildari waktu ke waktu (Sugiyono,

2010). Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauhmana alat ukur dapat

dipercaya atau diandalkan keajegan (konsistensi) pengukuran. Uji reliabilitas

(6)

pengukuran variabel penelitian.

Uji reliabilitas digunakan dengan menghitung nilai alfa atau Cronbach’s

Alpha. Penghitungan Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung rerata

interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner, dengan ketentuan

jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 dinyatakan reliabel.

Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach Alpha Keterangan

Gaya Kepemimpinan

1.Direktif 0,615 Reliabel

2.Suportif 0,654 Reliabel

3.Partisipatif 0,712 Reliabel

4.Orientasi prestasi 0,628 Reliabel

Fleksibilitas Kepemimpinan

1.Fokus 0,694 Reliabel

2.Lentur 0,820 Reliabel

3.Cepat 0,698 Reliabel

4.Ramah 0,780 Reliabel

5.Adil 0,636 Reliabel

Dari tabel 3.3. diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha dari seluruh variabel

yang diujikan nilainya diatas 0,6.Dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel dalam

uji reliabilitas dinyatakan reliabel.

3.6 Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Penelitian

Variabel (X1) ialah variabel independen penelitian ini, terdiri atas variabel

gaya kepemimpinan yang meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan orientasi

prestasi. Variabel (X2) terdiri atas karakteristik individu pemimpin yang meliputi

umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, pengalaman organisasi, dan

(7)

independen moderat sebab variabel ini dapat memperkuat atau memperlemah

variabel independen (X1).

3.6.2 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel dependen adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Definisi

Operasional Indikator Ukuran / kategori Skala Ukur

1 Dependen

(8)

3.7 Metode Penilaian

Metode penilaian yang dilakukan meliputi penilaian terhadap variabel gaya

kepemimpinan,variabel karakteristik individu, variabel kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dengan metode umpan balik 360 derajat (Griffin, 2004). Metode

penilaian kinerja memerlukan masukan dari beberapa tingkatan dalam organisasi

dan sumber-sumber luar. Dalam metode ini orang-orang di seluruh tingkatan

memberikan penilaian termasuk antara lain atasan langsung, rekan kerja,

bawahan, pelanggan internal dan eksternal serta dirinya sendiri (Mondy & Noe,

2005).

Menurut Griffin (2004) dan Mondy & Noe (2005), penilaian pada penelitian

ini mencakup tiga unsur, yaitu (a) Dirinya sendiri (eselon IIb), (b) bawahan 1

(eselon III a), dan (c) bawahan 2 (eselon III b). Dengan asas proporsional

pembobotan nilai responden dilakukan sebagai berikut: untuk jawaban langsung

dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dibobotkan 50%, sedangkan untuk

kedua responden (eselon III) sebagai pembandingnya (second opinion)

masing-masing dibobot 25%. Selanjutnya ketiga responden dijumlahkan nilainya menjadi

100%.

Setiap responden diberi pertanyaan dengan variasi sebagai berikut:untuk

gaya kepemimpinan masing–masing item diberi 5 pertanyaan dengan pembobotan

(1-4) lalu hasilnya diambil rerata, yakni dibagi 5 kemudian dilakukan skor. Hasil

seluruh item gaya kepemimpinan tidak dijumlahkan.

Untuk kemampuan fleksibilitas kepemimpinan (fokus, lentur, cepat dan

(9)

pertanyaan dengan pembobotan (1-4). Untuk dimensi (fokus, lentur, cepat dan

ramah) diambil rerata, yakni dibagi 5, dimensi adil dibagi 13 kemudian dilakukan

skor. Hasil seluruh item kemampuan fleksibilitas kepemimpinan dijumlahkan.

Pengukuran dilakukan dengan kategori:a. Kurang, skor < 2. b.Baik, skor ≥ 2.

3.8 Variabel Karakteristik Individu

Variabel karakteristik individu adalah ciri-ciri, atribut yang melekat, dan

pengalaman pada diri seseorang dalam menjalani kehidupan sebagai kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Pengukuran variabel

karakteristik pemimpin didasarkan pada unsur-unsur berikut ini:

3.8.1 Umur

Definisi : Selisih waktu dalam tahun dari saat dilahirkan sampai dengan

dilakukan penelitian dengan tahun lahir responden.

Cara ukur : Diperoleh dengan cara pengisian kuesioner A dengan

menggunakan pengisian dalam tahun.

Alat ukur : kuesioner

Hasil ukur : a. 1= <45 tahun

b. 0= ≥45tahun

Skala : Ordinal

3.8.2 Jenis Kelamin

Definisi : Ciri biologis pemimpin yang terdiri atas jenis kelamin

laki-laki dan perempuan

Cara ukur : Diperoleh dengan cara pengisian kuesioner A dengan

(10)

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur : a.1 = Perempuan.

b.0 = Laki-laki.

Skala : Nominal

3.8.3 Pendidikan

Definisi : Pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti dan

ditamatkan pada saat dilakukan penelitian.

Cara ukur : Diperoleh dengan cara pengisian kuesioner A dengan

menggunakan pengisian pendidikan.

Alat ukur : kuesioner

Hasil ukur : a. 1 = S-I

b. 0 = S-II

Skala : Ordinal

3.8.4 Pengalaman Kerja

Definisi : Masa kerja dalam jabatan yang pernah dilalui selama bekerja

Cara ukur : Diperoleh dengan cara pengisian kuesioner A dengan

menggunakan pengisian dalam tahun.

Hasil ukur : a.1 = <10 tahun

b. 0= ≥10 tahun

Hasil ukur : Tingkatan/strata jenjang

Skala : Ordinal

3.8.5 Pengalaman Organisasi

(11)

bekerja

Cara ukur : Diperoleh dengan cara pengisian kuesioner A dengan

menggunakan pengisian dalam tahun

Hasil ukur : a. 1 = <10 tahun

b.0 = ≥10 tahun

Hasil ukur : Tingkatan/strata jenjang

Skala : Ordinal

3.8.6 Pendidikan Penjenjangan

Definisi : Pelatihan kepemimpinan dalam jabatan yang pernah dilalui

selama bekerja

Cara ukur : Diperoleh dengan cara pengisian kuesioner A dengan

menggunakan pengisian dalam tahun

Hasil ukur : a. 1 = Diklat Pim III

b. 0 = Diklat Pim II

Skala : Ordinal

3.9 Variabel Gaya Kepemimpinan

Variabel gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin di lingkungan dinas

kesehatan kabupaten/kota dalam memimpin unitnya sesuai dengan tugas pokok

dan fungsi dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

Pengukuran variabel gaya kepemimpinan didasarkan pada penilaian dengan

menggunakan skala rating (rating scale) terhadap 4 (empat) dimensi yang

mencakup dimensi kepemimpinan direktif, kepemimpinan suportif,

(12)

variabel gaya kepemimpinan ini diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan

skala interval. Untuk jawaban Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak Setuju =2,

Sangat Tidak Setuju = 1. Pengukuran variabel gaya kepemimpinan didasarkan

pada empat dimensi berikut ini:

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Pengukuran/ Kategori Alat Ukur Skala Ukur

1 Gaya

Kuesioner Ordinal

3 Gaya

(13)

3.10 Variabel Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Variabel kemampuan fleksibilitas kepemimpinan adalah kemampuan

individu dalam mengarahkan anggota organisasi agar menyesuaikan situasi dan

kondisi yang ada dalam organisasi sesuai dengan kewenangan, tugas pokok, dan

fungsi pada unit pelaksana teknis dan kewenangan. Pengukuran variabel

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan didasarkan pada penilaian dengan

menggunakan skala rating (rating scale) terhadap dimensi fokus (focused),

dimensi lentur (flexi), dimensi cepat (fast), dimensi ramah (friendly), dan dimensi

adil (fair). Peneliti memodifikasi dimensi tersebut dengan menambah unsur adil

sesuai dengan karakteristik fokus penelitian yang pada awalnya hanya 4 (empat)

dimensi (Focused, Flexi, Fast, Friendly) yang diadopsi “Best Practise in

Leadership Development“ dari Warren Bennis (2000).

Pengukuran variabel kepemimpinan diperoleh dengan mengisi kuesioner

pada skala interval untuk jawaban Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak Setuju = 2,

Sangat Tidak Setuju =1. Seluruh indikator dalam dimensi kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dijabarkan dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6 Indikator Dimensi Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan No Variabel Definisi Operasional Pengukuran /

Kategori Alat Ukur

Skala Ukur

1. Focused

(Fokus)

(14)

No Variabel Definisi Operasional Pengukuran /

Kategori Alat Ukur

Skala

1. Penetapan POA dalam pelaksanaan kegiatan program

2. Penetapan target waktu yang harus dicapai oleh setiap program

3. Pemantauan hambatan kerja

(15)

No Variabel Definisi Operasional Pengukuran /

Kategori Alat Ukur

Skala

1. Tugas organisasi dibagi habisdisesuaikan kemampuan dan kesanggupan secara merata.

2. Pembagian tugas kepada staf disesuaikan dengan latar belakang pendidikan yang bersangkutan. 3. Menjunjung tinggi hirakhi

/ aturan kepegawaian dalam penugasan staf. 4. Penerapan disiplin kerja

berlaku sama kepada

3.11 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif.Pengolahan data kuantitatif

menggunakan perangkat lunak statistik, mulai dari editing, coding, scoring,

transfering, dan cleaning. Jenis data yang diolah adalah data numerik dan

kategorik. Secara garis besar analisis data dilaksanakan sebagai berikut:

1. Analisis univariat: Bertujuan untuk melihat gambaran tiap-tiap variabel

dalam distribusinya, dengan menyajikan proporsi variabel dalam sampel

penelitian.

2. Analisis bivariat: Bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen dengan uji statistik chi kuadrat. Jika hasil uji

kemaknaan didapatkan nilai p-value ≤ 0,25, selanjutnya dimasukan dalam

(16)

3. Analisis multivariat: Analisis regresi logistik ganda merupakan salah satu

metode statistik yang menggambarkan pengaruh antara suatu variabel respon

(X) terhadap lebih dari satu variabel prediktor (Y) dimana variabel respon

lebih dari dua kategori dan skala pengukuran bersifat tingkatan (Hosmer dan

Lemeshow,2000).

a. Model persamaan logistik berganda (variabel fleksibilitas kepemimpinan)

Model persamaan logistik berganda (fleksibilitas kepemimpinan) dihitung

sebagai berikut :

p = probabilitas individu untuk mengalami kejadian

e = bilangan natural = 2,718281

y = persamaan regresi

Karena ey sama dengan exp (y), persamaan di atas ditulis sebagai berikut :

)

Probabilitas fleksibilitas kepemimpinan bila nilainya (baik = 0) adalah

(17)

p = 8,84% artinya probabilitas untuk fleksibiltas kepemimpinan adalah sebesar 8,84%

Probabilitas fleksibilitas kepemimpinan apabila nilainya (Kurang =1)

adalah sebagai berikut :

[

(3,792 3,197(1) 3,480 (1)

]

p= 3,38% artinya probabilitas untuk fleksibiltas kepemimpinan adalah

sebesar3,38%

b. Model persamaan logistik berganda (dimensi adil)

Model persamaan logistik berganda (dimensi adil) dihitung sebagai

berikut:

p = probabilitas individu untuk mengalami kejadian

e = bilangan natural = 2,718281

y = persamaan regresi

Karena ey sama dengan exp (y), persamaan di atas ditulis sebagai berikut :

)

Probabilitas dimensi adil bila kategoriknya (baik = 0) adalah sebagai

(18)

[

(1,300 1,967(0) 2,288(0)

]

718281

, 2 1

1

+ +

+ = p

p = 0,22

p = 22% artinya probabilitas untuk dimensi adil adalah sebesar 22%

Probabilitas dimensi adil bila kategoriknya (kurang =1) adalah sebagai

berikut :

[

(1,300 1,967(1) 2,288(1)

]

718281

, 2 1

1

+ +

+ = p

p = 0,062

(19)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian tentang Kemampuan Fleksibilitas

Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

4.1 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 4.1.1 Lokasi Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada dibagian barat Indonesia, terletak pada

garis 10 – 40 Lintang Utara dan 980 – 1000 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sebelah Timur dengan

negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Riau dan

Provinsi Sumatera Barat, dan sebelah Barat dengan Samudera Hindia.

Luas Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar di daratan Sumatera Utara dan sebagian kecil di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu serta

beberapa pulau kecil, baik dibagian barat maupun di bagian timur pantai Pulau

Sumatera.Luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas

6.620,70 km2 atau 9,24% dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 (8,74%), dan Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau 6,09%.Luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau 0,02% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi atas tiga kelompok

wilayah, yaitu Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Timur.

Provinsi Sumatera Utara tergolong daerah yang beriklim tropis dengan

(20)

kemarau (Juni-September) dan musim hujan (November-Maret). Diantara kedua

musim itu terjadi musim pancaroba.

Secara administratif Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 memiliki 33

kabupaten/kota, yakni 8 kota dan 25 kabupaten. Letak ketinggian dari permukaan

laut untuk tiap-tiap kabupaten/kota yang berada di wilayah Sumatera Utara

diringkas dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Ketinggian Kabupaten/Kota dari Permukaan Laut di Provinsi Sumatera Utara

No Nama Kabupaten / Kota Ketinggi dari Permukaan

1 Kota Medan 2,5-37,5 m

7 Kota Padang Sidempuan 260-1,100 m

8 Kabupaten Langkat 0-1,200 m

9 Kabupaten Deli Serdang 0-500 m

10 Kabupaten Karo 140-1,400 m

11 Kabupaten Dairi 700-1,250 m

12 Kabupaten Simalungun 0-369 m

13 Kabupaten Asahan 0-1,000 m

14 Kabupaten Labuhan Batu 0-2,151 m

15 Kabupaten Toba Samosir 300-2,200 m

16 Kabupaten Tapanuli Utara 300-1,500 m

17 Kabupaten Tapanuli Tengah 0-1,266 m

18 Kabupaten Tapanuli Selatan 0-1,915 m

19 Kabupaten Mandailing Natal 0-500 m

20 Kabupaten Nias 0-800 m

21 Kabupaten Serdang Bedagai 0-500 m

22 Kabupaten Samosir 300-2,200 m

23 Kabupaten Pakpak Bharat 700-1,500 m

24 Kabupaten Humbanghasundutan 330-2,075 m

25 Kabupaten Nias Selatan 0-800, m

(21)

Tabel 4.2 Luas Daerah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No Nama Kabupaten / Kota Luas / Area

9 Kabupaten Deli Serdang 2.486,14 3,46

10 Kabupaten Karo 2.127,25 2,96

11 Kabupaten Dairi 1.927,80 2,69

12 Kabupaten Simalungun 4.368,60 6,09

13 Kabupaten Asahan 3.675,79 5,13

14 Kabupaten Labuhan Batu 2.561,38 3,57

15 Kabupaten Toba Samosir 2.352,35 3,28

16 Kabupaten Tapanuli Utara 3.764,65 5,25

17 Kabupaten Tapanuli Tengah 2.158,00 3,01

18 Kabupaten Tapanuli Selatan 4.352.,86 6,07

19 Kabupaten Mandailing Natal 6.620.70 9,24

20 Kabupaten Nias 3.495,39 4,88

21 Kabupaten Serdang Bedagai 1.913,33 2,67

22 Kabupaten Samosir 2.433,50 3,39

23 Kabupaten Pakpak Bharat 1.218,30 1,70

24 Kabupaten Humbanghasundutan 2.297,20 3,20

25 Kabupaten Nias Selatan 1.625.91 2,26

26 Kabupaten Batu Bara 904,96 1,26

27 Kabupaten Padang Lawas 3.892,74 5,43

28 Kabpatenpaten Padang Lawas Utara 3.918,05 5,46

29 Kabupaten Labuhan Batu Selatan 3,116 4,34

30 Kabupaten Labuhan Batu Utara 3.545,80 4,95

Sumber: SUDA-BPS Sumatera Utara 2013

*) Kabupaten Nias Utara, Nias Barat, dan Kota Gunung Sitolomasih tergabung di Kabupaten Nias

Jarak ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota kabupaten/kota

(22)

Tabel 4.3. Luas Daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

8 Kabupaten Langkat (Stabat) 42

9 Kabupaten Deli Serdang (Lubuk Pakam) 28

10 Kabupaten Karo (Kabanjahe) 78

11 Kabupaten Dairi (Sidikalang) 151

12 Kabupaten Simalungun (Prapat) 175

13 Kabupaten Asahan (Kisaran) 158

14 Kabupaten Labuhan Batu (Rantau Prapat) 285

15 Kabupaten Toba Samosir (Balige) 232

16 Kabupaten Tapanuli Utara (Tarutung) 281

17 Kabupaten Tapanuli Tengah (Pandan) 357

18 Kabupaten Tapanuli Selatan (P.Sidempuan) 389 19 Kabupaten Mandailing Natal (Penyabungan) 460 Sumber: SUDA-BPS Sumatera Utara 2013

4.1.2 Kependudukan

Sumatera Utara adalah provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di

Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Berdasarkan survei

penduduk 2013, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 12.982.204 jiwa

dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 180 jiwa per km2.

Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ada di perkotaan. Kabupaten/kota

yang kepadatan penduduknya tertinggi ialah Medan 7.913 jiwa per km2, Sibolga

7.844 jiwa per km2, dan Tebing Tinggi 3.779 jiwa per km2. Kepadatan penduduk

yang terendah ialah Pakpak Bharat, yaitu 33 jiwa per km2, Nias 38 jiwa per km2,

dan Serdang Bedagai 49 jiwa per km2. Jumlah penduduk dan angka kepadatan

(23)

Jumlah penduduk laki-laki di Sumatera Utara lebih sedikit daripada

penduduk perempuan. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 6.498.850 jiwa dan

laki-laki sebanyak 6.483.354 jiwa, dengan sex ratio 99,76%. Rerata banyaknya

anggota keluarga di Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 4,33 (yang berarti

setiap keluarga terdiri atas 4-5 anggota keluarga). Kabupaten yang rerata jumlah

anggota keluarganya paling banyak terdapat di Kabupaten Nias Selatan, yaitu 5,23

orang, dan yang paling sedikit di Kabupaten Karo, yaitu 3,83 orang.

Komposisi penduduk Sumatera Utara menurut kelompok umur

menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 33,24%,

yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 62,87%, dan yang berusia tua (>65

tahun) sebesar 3,89%. Dengan demikian, Angka Beban Tanggungan (Dependency

Ratio) penduduk Sumatera Utara tahun 2010 sebesar 59,06%.Angka ini tidak

mengalami perubahan jika dibandingkan dengan tahun 2009.

Permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi

masyarakat. Sejak terjadinya krisis moneter, jumlah penduduk miskin meningkat

secara drastis hingga mencapai 30,77% pada tahun 1998. Angka ini sudah turun

secara signifikan sejak tahun 1999, tetapi data terakhir menunjukkan bahwa

jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 sebesar 1.474.230 jiwa atau 12,55%.

Persentase penduduk miskin tertinggi terdapat di Kabupaten Nias, yaitu 22,57%

dan yang terendah di Kabupaten Deli Serdang, yaitu 5,17%.

Jika dibandingkan penduduk yang tinggal di kota dengan penduduk yang

tinggal di desa, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan

(24)

4.2 Sosial Budaya 4.2.1 Pendidikan

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah

dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui

pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan.

Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu

faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam memengaruhi keputusan

seseorang untuk berperilaku sehat.

Peningkatan kualitas sekolah dan partisipasi penduduk tentu perlu

didukung penyediaan sarana fisik pendidikan dan jumlah guru yang memadai. Di

tingkat pendidikan dasar, jumlah sekolah dasar (SD) tahun 2008 ialah 10.227 unit

dengan jumlah guru 82.772 orang dan jumlah murid 1.939.595 orang. Rasio

murid SD dengan sekolah ialah 189 murid per sekolah. Jumlah sekolah lanjutan

tingkat pertama (SLTP) ialah 1.996 unit dengan jumlah guru 38.569 orang dan

jumlah murid 670.079 orang. Rasio murid SLTP dengan sekolah ialah 336 murid

per sekolah. Pada tahun yang sama, jumlah sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA)

sebanyak 1.421 sekolah dengan jumlah guru 33.706 orang dan jumlah murid

556.183 orang. Rasio murid dengan sekolah sebesar 428 murid persekolah.

Jumlah perguruan tinggi swasta (PTS) tahun 2008 sebanyak 323, terdiri atas 37

universitas,126 sekolah tinggi,3 institut,144 akademi, dan 13 politeknik.

Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari angka melek huruf,

khususnya penduduk yang berusia 10 tahun keatas yang dapat membaca dan

(25)

yang melek huruf ialah 97,58 %dan persentase laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan, yaitu 98,47% dan 96,72%. Persentase penduduk berumur 10 tahun

keatas yang melek huruf per kabupaten/kota pada tahun 2013 yang terendah

terdapat di Nias Selatan, yaitu 84,96% dan di Nias Barat sebesar 86,40%.

4.2.2 Agama

Sesuai dengan falsafah negara, pelayanan kehidupan beragama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan

ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dan mengatasi berbagai

masalah sosial budaya yang mungkin menghambat kemajuan bangsa. Data BPS

Sumatera Utara menunjukkan bahwa sarana ibadah umat beragama meningkat

setiap tahun. Pada 2013, jumlah mesjid sebanyak 9.290 unit, langgar/musala

10.168 unit, gereja Protestan 11.989 unit, gereja Katolik 2.164 unit, kuil 65 unit

dan wihara 367 unit, dan Cetiya 78 unit (SUDA 2013). Angka ini meningkat

khususnya untuk mesjid dan gereja. Pada 2013, jumlah mesjid sebanyak 9.201

unit, langgar/musala 10.184 unit, gereja Protestan 10.148 unit, gereja Katolik

2.098 unit, kuil 72 unit dan wihara 367 unit, dan Cetiya 78 unit (SUDA 2013).

4.2.3 Ketenagaan Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Sumatera Utara

yang berumur 15 tahun ke atas mengalami peningkatan dari tahun 2013 ke tahun

2015, yaitu dari 68,33% menjadi 69,14%. Di pihak lain, Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari 9,10%pada 2013 menjadi 8,45% pada

2015. Dari tingkat pendidikan, persentase angkatan kerja berumur 15 tahun keatas

(26)

21,81%, tamat SMP 23,25%, tamat SMA 31,99%, diploma I/II/III/IV dan

universitas 6,62% (SUDA 2013). Data di atas memperlihatkan dengan jelas

bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja di Sumatera Utara sebagian besar

berpendidikan SD kebawah.

Selanjutnya, jika dilihat dari status pekerjaan utama, 27,70% penduduk

berusia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah buruh atau karyawan, 20,67% adalah

penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga, 20,17% adalah penduduk yang

berusaha sendiri, 19,51% adalah penduduk yang bekerja dibantu anggota

keluarga. Hanya 3,23% penduduk yang berusaha dengan mempekerjakan buruh

tetap/karyawan.

Penduduk Sumatera Utara paling banyak bekerja di sektor pertanian

(perkebunan, perikanan, dan peternakan), yaitu 46.72% ; sektor perdagangan,

hotel, dan restoran sebesar 20.04%; jasa (perorangan, perusahaan, dan

pemerintahan) 12.06%, sedangkan sektor industri hanya 8.69%. Selebihnya,

penduduk bekerja disektor penggalian dan pertambangan, listrik, gas dan air

minum, bangunan, angkutan dan komunikasi dan keuangan (SUDA, 2013).

4.2.4 Derajat Kesehatan

Derajat kesehatan yang optimal tampak dari unsur kualitas hidup dan

unsur-unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas dan status

gizi. Untuk kualitas hidup, indikatornya adalah Angka Harapan Hidup Waktu

Lahir. Untuk mortalitas disepakati tiga indikator, yaitu Angka Kematian Bayi per

1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita per 1.000 kelahiran hidup, dan

(27)

disepakati empat belas indikator, yaitu Angka "Acute Flaccid Paralysis" (AFP)

pada anak usia <15 tahun per100.000 anak, Angka Kesembuhan Penderita TB

Paru BTA +, persentase balita dengan pneumonia ditangani, persentase

HIV/AIDS ditangani, prevalensi HIV (persentase kasus terhadap penduduk

berisiko), persentase Infeksi Menular Seksual (IMS) diobati, Angka Kesakitan

Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 penduduk, persentase DBD

ditangani, Angka Kesakitan Malaria per 1.000 penduduk, persentase penderita

malaria diobati, persentase penderita kusta selesai berobat, kasus penyakit filaria

ditangani, jumlah kasus dan angka kesakitan penyakit menular yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I). Sementara itu, status gizi disepakati lima indikator,

yaitu persentase kunjungan Neonatus, persentase kunjungan bayi, persentase

BBLR ditangani, persentase balita dengan gizi buruk dan persentase kecamatan

bebas rawan gizi. Pencapaian imunisasi Hepatitis B di Sumatera Utara rendah.

Pencapaian imunisasi Hepatitis B di Sumatera Utara masih rendah sesuai

dengan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara hingga Desember 2011.

Dari 33 kabupaten/kota, baru empat kabupaten/kota pencapaian imunisasi

Hepatitis B di atas 80%. Sisanya dibawah 80%. Empat daerah yang mencapai

target, antara lain, ialah Samosir, Asahan, Medan, dan Deli Serdang. Di sisi lain,

cakupan lebih dari 80% imunisasi pendukung lainnya hingga di penghujung tahun

2011 dengan pencapaian 60% keberhasilan kabupaten/kota dalam imunisasi

tersebut.Imunisasi BCG, misalnya, hanya pada 18 kabupaten/kota yang

cakupannya di bawah 80%. Pada kabupaten/kota lain, cakupannya lebih dari 80

(28)

80%, yakni sebanyak 14 kabupaten/kota, antara lain, Labuhan Batu Selatan, Dairi,

Gunung Sitoli, Padang Lawas, Nias Utara, Nias, Tanjung Balai, Padang Lawas

Utara, Nias Barat, Madina, Pakpak Bharat, Tapanuli Selatan, Sibolga, Padang

Sidempuan, dan Nias Selatan. Pencapaian untuk imunisasi polio 4, hanya 15

kabupaten/kota yang mencapai cakupan di atas 80%. Untuk cakupan imunisasi

polio, 1,12 kabupaten/kota saja yang cakupan imunisasinya di bawah 80%,

sedangkan kabupaten/kota lain di atas 80%.

4.2.5 Mortalitas (Angka Kematian)

Angka kematian masyarakat dari waktu ke waktu mendeskripsikan

perkembangan derajat kesehatan masyarakat dan juga sebagai indikator dalam

penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan

lain. Angka kematian umumnya dihitung dengan melakukan survei dan penelitian.

Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian

yang terjadi di Sumatera Utara sampai akhir tahun 2014 diuraikan dibawah ini.

4.2.6 Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rateialah indikator

yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik di

tingkat provinsi maupun di tingkat nasional.AKB merujuk pada jumlah bayi yang

meninggal pada fase kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per

1000 kelahiran hidup. Banyak program pembangunan kesehatan di Indonesia

berfokus pada upaya penurunan AKB.

Bertolak dari profil kesehatan kabupaten/kota (lihat lampiran tabel 7), dari

(29)

Dari angka ini diperhitungkan AKB di Sumatera Utara hanya 7,73/1.000 kelahiran

hidup pada 2013. Rendahnya angka ini mungkin dikarenakan kasus-kasus yang

dilaporkan ialah kasus kematian di sarana pelayanan kesehatan, sedangkan

kasus-kasus kematian di masyarakat belum seluruhnya dilaporkan.

Berdasarkan Susenas 2007-2008 (BPS-SU), Angka Kematian Bayi pada

tahun 2008 sebesar 25,60 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun bila

dibandingkan dengan AKB tahun 2013 sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup.

Cakupan kunjungan bayi Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 dapat dilihat

pada gambar 4.1 di bawah ini :

Gambar 4.1 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA : Laporan Kinerja B12 Tahun 2013

Berdasarkan data BPS, AKB di Sumatera Utara setiap tahun mengalami

penurunan. Pada tahun 2001, AKB sebesar 39,4 per 1.000 kelahiran hidup dan

pada tahun 2008 mampu diturunkan menjadi 25,6 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil

(30)

tahun 2013 mencatat AKB Sumatera Utara 23/1.000 kelahiran hidup.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) yang dilaksanakan Departemen

Kesehatan pada 2013 menunjukkan bahwa penyebab kematian terbanyak pada

kelompok bayi 0-6 hari didominasi oleh gangguan/kelainan pernafasan (35,9%),

prematuritas (32,4%), dan sepsis (12%). Penyebab utama kematian bayi pada

kelompok 7-28 hari ialah Sepsis (20,5%), malformasi kongenital (18,1%). dan

pnemonia (15,4%). Penyebab utama kematian bayi pada kelompok 29 hari 11

bulan ialah diare (31,4%), pnemonia (23,8), dan meningitis/ensefalitis (9,3%).

Faktor utama ibu yang berkontribusi terhadap lahir mati dan kematian bayi 0-6

hari adalah hipertensi maternal (23,6%), komplikasi kehamilan dan kelahiran

(17,5%), ketuban pecah dini, dan pendarahan antepartum masing-masing 12,7%

(Riskesda, 2013).

Menurut pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia (2013) cakupan kunjungan bayi pada tahun 2013 menunjukkan bahwa

cakupan pelayanan kesehatan bayi di Provinsi Sumatera Utara telah mencapai

target renstra, yaitu 93,53%. Cakupan pelayanan kesehatan bayi di Sumatera

Utara (2013) yang tertinggi terdapat di Kabupaten Mandailing Natal 134,71% dan

cakupan terendah di Kabupaten Gunung Sitoli 44,24%.

4.2.7 Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka kematian balita menggambarkan peluang untuk meninggal pada

fase kelahiran dan sebelum bayi berusia 5 tahun. Berdasarkan hasil Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2013 diperoleh hasil

bahwa angka kematian balita (AKABA) di Sumatera Utara sebesar 67 per 1000

(31)

kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah daripada AKABA pada tahun 2012-2013

yang sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup. Secara umum AKABA diIndonesia

cenderung mengalami penurunan.

4.2.8 Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator

keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. AKI mengacu pada jumlah

kematian ibu, mulai dari masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Berdasarkan

laporan dari profil kesehatan kabupaten/kota, AKI maternal yang dilaporkan di

Sumatera Utara hanya 116/100.000 kelahiran hidup, tetapi ini belum bisa

menggambarkan AKI yang sebenarnya pada populasi. Dari hasil survei AKI dan

AKB yang dilaksanakan oleh FKM-USU, AKI Provinsi Sumatera Utara tercatat

268/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014. Apabila dibandingkan dengan

angka nasional, AKI Sumatera Utara lebih tinggi. Hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2013 menyebutkan bahwa AKI Indonesia

sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini turun dibandingkan dengan

AKI tahun 2002 yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup.

4.2.9 Status Gizi

Tabel 4.4 Prevalensi Status Gizi Balita (BB/BT) menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera UtaraTahun 2013

Kabupaten/Kota Gemuk (%)

(32)

Kabupaten/Kota Gemuk (%)

Status Gizi Menurut BB/TB Sangat

Sumber : Riskesdas 2013

4.2.10 Angka Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tabel 4.5 Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara

(33)

Tabel 4.5 (Lanjutan)

Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2013

4.3 Karakteristik Individu Pemimpin

Karakateristik individu pemimpin adalah sifat dan keadaan yang terdapat

peda diri pemimpin Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota di Sumatera Utara.

Adapaun unsurnya adalah sebagai berikut: Umur, Kelamin, Agama, Pendidikan,

(34)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Responden Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No Variabel Frekuensi %

1 Umur

<45 tahun 14 42,4

≥45 tahun 19 57,6

2 Jenis Kelamin

Laki-Laki 23 69,7

Perempuan 10 30,3

3 Pendidikan

S1 16 48,5

S2 17 51,5

4 Pengalaman Kerja

<10 tahun 13 39,4

≥10 tahun 20 60,6

5 Pengalaman Organisasi

<10 tahun 13 39,4

≥10 tahun 20 60,6

6 Pendidikan Penjenjangan

Diklatpim III 9 27,3

Diklatpim II 24 72,7

Jumlah 33 100

Dari tabel 4.6 di atas dapat disimpulkan bahwa umur responden ≥45 tahun

dan jenis kelamin responden laki-laki sangat dominan, yaitu—secara

berturut-turut—19 orang (57,6%)dan 23 orang (67,7%). Begitu juga, pengalaman kerja

responden ≥10 tahun dan pengalaman organisasi responden ≥10 tahun sebanyak

20 orang (60,6%), sertapendidikan penjenjangan Diklatpim II sebanyak 24 orang

(72,7%), kecuali pendidikan responden S-1 dan S-2 yang hampir berimbang,

(35)

4.4 Gaya Kepemimpinan

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Gaya Kepemimpinan Direktif, Suportif, Partisipatif, Orientasi Prestasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No Variabel Frekuensi %

4 Orientasi Prestasi

Kurang 15 45,5

Baik 18 54,5

Jumlah 33 100

Tabel 4.7 menjelaskan bahwakepemimpinan yang bergaya direktif dan

bergaya orientasi prestasi dominan pada kategori baik, yaitu masing-masing 20

orang (60,6%) dan 18 orang (54,5%). Sebaliknya, kepemimpinan yang bergaya

suportif dan bergaya partisipatif justru dominan pada kategori kurang, yakni 17

orang (51,5%) dan 18 orang (54,5%). Namun kepemimpinan yang bergaya

orientasi prestasi di dominasi kategori baik 18 orang (54,5%).

4.5 Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Fokus, Lentur, Cepat, Ramah, Adil

Tabel 4.8 Distribusi Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Fokus, Lentur, Cepat, Ramah, Adil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

(36)

No Variabel Frekuensi %

Baik 14 42,4

3 Dimensi Cepat

Kurang 16 48,5

Baik 17 51,5

4 Dimensi Ramah

Kurang 16 48,5

Baik 17 51,5

5 Dimensi Adil

Kurang 12 36,4

Baik 21 63,6

Jumlah 33 100

Pada tabel 4.8 tampak bahwa dimensi fokus, dimensi cepat, dimensi

ramah, dan dimensi adil pada kategori baik adalah mayoritas dalam kaitan dengan

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan. Distribusinya ialah 21 orang (63,6%)

pada dimensi fokus, 17 orang (51,5%) pada dimensi cepat dan dimensi ramah, dan

21 orang (63,6%) pada dimensi adil. Satu-satunya dimensi yang lebih banyak

dengan kategori kurang ialah dimensi lentur, yaitu 19 orang (57,6%).

4.6 Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Tabel 4.9 Distribusi Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No Kemampuan Fleksibilitas

Kepemimpinan Frekuensi %

1 Kurang 14 42,4

2 Baik 19 57,6

Jumlah 33 100

Tabel 4.9 di atas bermaknabahwa kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

yang baik sebanyak 19 orang (57,6%), sedangkan kemampuan fleksibilitas

(37)

4.7 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kemampuan Fleksibiltas Kepemimpinan

4.7.1 Hubungan Umur dengan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan umur dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10 Hubungan Umur dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No Umur

Kemampuan Fleksibilitas

Kepemimpinan Total

p value

Kurang Baik

N % N % N %

1 <45 tahun 10 71,4 4 28,5 14 100

0,011*

2 ≥ 45 tahun 4 21,1 15 78,9 19 100

Jumlah 14 42,4 19 57,6 33 100,0 *signifikan pada α = 0,05

Pada tabel 4.10, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang tergolong

kurang lebih banyak pada responden <45 tahun, yakni10 orang (71,4%), dari pada

responden ≥ 45 tahun, yakni 4 orang (21,1%). Namun, kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan yang tergolong baik lebih banyak pada responden ≥45 tahun,

yaitu 15 orang (78,9%), dari pada responden <45 tahun, yaitu 4 orang (28,5%).

Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,011; artinya, ada hubungan umur

dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan.

4.7.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan jenis kelamin dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

(38)

Tabel 4.11 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara

Pada tabel 4.11, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang berkategori

kurang didominasi laki-laki,11 orang (47,8%), daripada perempuan, 3 orang

(30%). Begitu pula, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang berkategori

baik didominasi laki-laki, 12 orang (52,2%), dari pada perempuan, 7 orang (70%).

Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,569; artinya, tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan.

4.7.3 Hubungan Pendidikan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan pendidikan dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12 Hubungan Pendidikan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotadi

(39)

Pada tabel 4.12, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang berkategori

kurang lebih dominan pada responden S-1, yakni 11 orang (68,7%), daripada

responden S-2, yakni 3 orang (17,6%). Akan tetapi, kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan yang berkategori baik lebih dominan pada responden S-2, yaitu 14

orang (82,4%), dari pada responden S-1, yaitu 5 orang (31,3%). Dari hasil uji chi

square diperoleh nilai p = 0,009; artinya, ada hubungan pendidikan dengan

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan.

4.7.4 Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan pengalaman kerja dengan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Hubungan Karakteristik Individu Pengalaman Kerja dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No. Pengalaman

Tabel 4.13 menjelaskan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang

kurang lebih banyak terdapat pada responden dengan pengalaman kerja <10

tahun, yakni 9 orang (69,2%), daripada responden dengan pengalaman kerja ≥10

tahun, yakni 5 orang (25%). Sebaliknya, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

yang baik lebih dominan pada responden dengan pengalaman kerja ≥ 10 tahun,

(40)

yaitu 4 orang (30,8%). Hasil uji chi square menunjukkan nilai p = 0,031; artinya,

ada hubungan pengalaman kerja dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan.

4.7.5 Hubungan Pengalaman Organisasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan pengalaman kerja dengan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14 Hubungan Pengalaman Organisasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No. Pengalaman Organisasi

Kemampuan Fleksibilitas

Kepemimpinan Total p

value

Kurang Baik

N % N % N %

1 <10 tahun 9 69,2 4 30,8 13 100

0,031

2 ≥ 10 tahun 5 25,0 15 75,0 20 100

Jumlah 14 42,4 19 57,6 33 100

*signifikan pada α = 0,05

Tampak pada tabel di atas bahwa kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

yang berkategori kurang lebih banyak pada responden dengan pengalaman

organisasi <10 tahun, yakni 9 orang (69,2%), dari pada responden dengan

pengalaman organisasi ≥10 tahun, yakni 5 orang (25,0%). Sebaliknya,

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang berkategori baik lebih banyak pada

responden dengan pengalaman organisasi ≥10 tahun, yakni 15 orang (75,0%),

daripada responden dengan pengalaman organisasi <10 tahun, yakni 4 orang

(30,8%). Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,031; artinya, ada

(41)

4.7.6 Hubungan Pendidikan Penjenjangan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan pendidikan penjenjangan dengan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.15 Hubungan Pendidikan Penjenjangan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No. Pendidikan Penjenjangan

Kemampuan Fleksibilitas

Kepemimpinan Total

p value Kurang Baik

N % N % N %

1 Diklatpim III 8 88,9 1 11,1 9 100

0,004*

2 Diklatpim II 6 25,0 18 75,0 24 100

Jumlah 14 42,4 19 57,6 33 100,0 *signifikan pada α = 0,05

Pada tabel 4.15, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang tergolong

kurang lebih dominan pada pendidikan Diklatpim III, 8 orang (88,9%), daripada

pendidikan Diklatpim II, 6 orang (25,0%). Sementara itu, kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan yang tergolong baik lebih dominan pada pendidikan Diklatpim II,

18 orang (75,0%), dari pada pendidikan Diklatpim III, 1 orang (11,1%). Dari hasil

uji chi square diperoleh nilai p = 0,004; artinya, ada hubungan pendidikan

penjenjangan dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan.

4.8 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

4.8.1 Hubungan Direktif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Hubungan gaya kepemimpinan direktif dengan kemampuan fleksibilitas

(42)

Tabel 4.16 Hubungan Gaya Kepemimpinan Direktif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No.

Pada tabel 4.16 terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan

fleksibilitas kepemimpinan yang kurang dan gaya kepemimpinan direktif yang

kurang, yaitu 9 orang (69,2%). Namun, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

yang baik berkorelasi signifikan dengan gaya kepemimpinan direktif yang baik,

yaitu 15 orang (75,0%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,031,

artinya, terdapat hubungan gaya kepemimpinan direktif dengan kemampuan

fleksibilitas kepemimpinan.

4.8.2 Hubungan Suportif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Hubungan gaya kepemimpinan suportif dengan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.17 Hubungan Gaya Kepemimpinan Suportif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

(43)

Pada tabel 4.17, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang kurang

berkorelasi secara signifikan dengan gaya kepemimpinan suportif yang kurang,

yakni 12 orang (70,6%). Sebaliknya, kemampuan fleksibilitas kepemimpinan

yang baik berkorelasi secara siginifikan dengan gaya kepemimpinan suportif yang

baik, yakni 14 orang (87,5%). Dari hasil uji chi square diperoleh nilaip = 0,003;

artinya, ada hubungan gaya kepemimpinan suportif dengan kemampuan

fleksibilitas kepemimpinan.

4.8.3 Hubungan Partisipatif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Hubungan gaya kepemimpinan partisipatif dengan kemampuan

fleksibilitas kepemimpinan tampak pada tabel berikut:

Tabel 4.18 Hubungan Gaya Kepemimpinan Partisipatif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No. Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Pada tabel 4.18 dapat disimpulkan bahwa kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan yang kurang lebih dominan dengan gaya kepemimpinan

partisipatif yang kurang, yakni 12 orang (66,7%), daripada dengan gaya

kepemimpinan partisipatif yang baik, yakni 2 orang (13,3%). Sementara itu,

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang baik lebih dominan dengan gaya

kepemimpinan partisipatif yang baik, yakni 13 orang (86,7%), daripada dengan

(44)

uji chi square diperoleh nilai p = 0,006; artinya, ada hubungan gaya

kepemimpinan partisipatif dengan kemampuan fleksibilitas kepemimpinan.

4.8.4 Hubungan Orientasi Prestasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan

Hubungan gaya kepemimpinan orientasi prestasi dengan kemampuan

fleksibilitas kepemimpinan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.19 Hubungan Gaya Kepemimpinan Orientasi Prestasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provsu

No. Gaya Kepemimpinan Orientasi Prestasi

Kemampuan Fleksibilitas

Kepemimpinan Total

p value

Kurang Baik

N % N % N %

1 Kurang 12 66,7 6 33,3 18 100

0,000*

2 Baik 2 13,3 13 86,7 15 100

Jumlah 19 57,6 14 42,4 33 100 *signifikan pada α=0,05

Dari tabel 4.19 diketahui bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang kurang dengan gaya kepemimpinan

orientasi prestasi yang kurang, yaitu 12 orang (66,7%). Sebaliknya, korelasi yang

sama terdapat pada kemampuan fleksibilitas kepemimpinan yang baik dengan

gaya kepemimpinan orientasi prestasi yang baik, yaitu 13 orang (86,7%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,000; artinya, ada hubungan

yang signifikan antara gaya kepemimpinan orientasi prestasi dan kemampuan

(45)

4.9 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kemampuan Fleksibilitas Dimensi Adil

4.9.1 Hubungan Umur dengan Kemampuan Fleksibilitas Dimensi Adil Hubungan karateristik individu umur dengan kemampuan fleksibilitas

dimensi adil dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.20 Hubungan Umur dengan Kemampuan Fleksilitas Dimensi Adil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No Umur

Dimensi Adil

Total

p value

Kurang Baik

N % N % N %

1 <45 tahun 8 57,1 6 42,9 14 100

0,078

2 ≥45tahun 4 21,1 15 78,9 19 100

Total 12 36,4 21 63,6 33 100 *tidaksignifikan pada α=0,05

Tabel 4.20 menunjukkan korelasi yang lebih tinggi antara dimensi adil

yang kurang dan responden < 45 tahun, 8 orang (57,1%), dari pada responden ≥45

tahun, 4 orang (21,1%). Sebaliknya, dimensi adil yang baik berkorelasi lebih

tinggi dengan responden ≥45 tahun, 15 orang (78,9%) daripada dengan responden

<45 tahun, 6 orang (42,9%). Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,078;

artinya, ada hubungan umur dengan dimensi adil.

4.9.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan fleksibilitas Dimensi Adil

Hubungan jenis kelamin dengan dimensi adil dapat dilihat pada tabel

(46)

Tabel 4.21 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan fleksibilita Dimensi Adil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No. Jenis

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa dimensi adil yang berkategori kurang

lebih dominan pada laki-laki, yaitu 10 orang (43,5%), dari pada perempuan, yaitu

2 orang (20,0%). Demikian pula, dimensi adil yang berkategori baik lebih

dominan pada laki-laki, yaitu 13 orang (56,5%), daripada perempuan, yaitu

(80,0%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,371. Nilai ini

bermakna bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan dimensi adil.

4.9.3 Hubungan Pendidikan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan karakteristik individu pendidikan dengan Demampuan

fleksibilitas kepemimpinan dimensi adil dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.22 HubunganPendidikan Dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas KesehatanKabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No. Pendidikan

Tabel 4.22 menunjukkan bahwa dimensi adil yang kurang lebih banyak

(47)

daripada responden yang berpendidikan S-2, yakni 2 orang (11,8%). Sebaliknya,

dimensi adil yang baik lebih banyak ditemukan pada responden yang

berpendidikan S-2, yaitu 15 orang (88,2%), daripada responden yang pendidikan

S-1, yaitu 6 orang (37,5%). Selanjutnya, berdasarkan hasil uji chi square

diperoleh nilai p = 0,008; artinya, ada hubungan pendidikan dengan kemampuan

fleksibilitas dimensi adil.

4.9.4 Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan karakteristik individu pengalaman kerja dengan dimensi adil

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.23 Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara

No. Pengalaman

Pada tabel 4.23 di atas, dimensi adil yang kurang lebih dominan pada

pengalaman kerja responden <10 tahun, yaitu 8 orang (61,5%), daripada

pengalaman kerja responden ≥10 tahun, yaitu 4 orang (20,0%). Berbeda dengan

hal di atas, dimensi adil yang baik lebih dominan pada pengalaman kerja 10

tahun, yaitu 16 orang (80,0%), daripada pengalaman kerja responden <10 tahun,

yaitu 5 orang (38,5%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,040.

(48)

4.9.5 Hubungan Pengalaman Organisasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan karakteristik individu pengalaman organisasi dengan dimensi

adil dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.24 Hubungan Pengalaman Organisasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provsu

pengalaman organisasi responden <10 tahun, yakni 8 orang (61,5%), sedangkan

dimensi adil pada kategori baik dominan pada pengalaman organisasi ≥10 tahun,

yakni 16 orang (80,0%). Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,040;

artinya, ada hubungan pengalaman organisasi dengan dimensi adil.

4.9.6 Hubungan Pendidikan Penjenjangan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan karakteristik individu pendidikan penjenjangan dengan

kemampuan fleksibilitas kepemimpinan dimensi adil tampak pada tabel berikut:

Tabel 4.25 Hubungan Pendidikan Penjenjangan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

(49)

Pada tabel 4.25, dimensi adil yang kurang lebih dominan pada pendidikan

Diklatpim III, yakni 6 orang (66,7%) daripada pendidikan Diklatpim II, yakni 6

orang (25,0%). Sebaliknya, dimensi adil yang baik lebih dominan pada

pendidikan Diklatpim II, yaitu 18 orang (75%), daripada pendidikan Diklatpim

III, yaitu 3 orang (33,3%). Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,070;

artinya, ada hubungan pendidikan Diklatpim dengan dimensi adil.

4.10 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

4.10.1 Hubungan Direktif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan gaya kepemimpinan direktif dengan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan dimensi adil dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.26 Hubungan Gaya Kepemimpinan Direktif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No.

Pada tabel 4.26, dimensi adil yang kurang berkorelasi secara signifikan

dengan gaya direktif yang kurang, yaitu 8 orang (61,5%), daripada dengan gaya

direktif yang baik, yaitu 4 orang (20,0%). Sebaliknya, dimensi adil yang baik

berkorelasi secara signifikan dengan gaya direktif yang baik, yakni 16 orang

(80,0%), daripada dengan gaya direktif yang kurang, yaitu 5 orang (38,5%). Dari

(50)

kepemimpinan direktif dengan dimensi adil.

4.10.2 Hubungan Suportif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan gaya kepemimpinan suportif dengan dimensi adil dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.27 Hubungan Gaya Kepemimpinan Suportif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No

Pada tabel 4.27, dimensi adil yang kurang lebih dominan pada gaya

suportif yang kurang, 10 orang (58,8%), daripada gaya suportif yang baik, 2 orang

(12,5%). Sementara itu, dimensi adil yang baik lebih dominan pada gaya suportif

yang baik, 14 orang (87,5%), daripada gaya suportif yang kurang, 7 orang

(41,2%). Selanjutnya, dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,016; artinya,

ada hubungan gaya kepemimpinan suportif dengan dimensi adil.

4.10.3 Hubungan Partisipatif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan gaya kepemimpinan partisipatif dengan dimensi adil dapat

(51)

Tabel 4.28 Hubungan Gaya Kepemimpinan Partisipatif dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

No.

Pada tabel 4.28 di atas, dimensi adil yang kurang lebih dominan pada gaya

partisipatif yang kurang, yaitu 10 orang (55,6%), daripada gaya partisipatif yang

baik, yaitu 2 orang (13,3%). Sebaliknya, dimensi adil yang baik lebih dominan

pada gaya partisipatif yang baik, yaitu 13 orang (86,7%), daripada gaya

partisipatif yang kurang, yaitu 8 orang (44,4%). Dari hasil uji chi square diperoleh

nilai p = 0,032; artinya, ada hubungan gaya kepemimpinan partisipatif dengan

dimensi adil.

4.10.4 Hubungan Gaya Kepemimpinan Orientasi Prestasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil

Hubungan gaya kepemimpinan berorientasi prestasi dengan dimensi

adil dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.29 Hubungan Gaya Kepemimpinan Orientasi Prestasi dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dimensi Adil Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

(52)

Tabel 4.29 menunjukkan bahwa dimensi adil yang kurang lebih dominan

pada gaya orientasi prestasi yang kurang, yakni 10 orang (66,7%), daripada gaya

orientasi prestasi yang baik, yakni 2 orang (11,1%). Sementara itu, dimensi adil

yang baik lebih dominan pada gaya orientasi prestasi yang baik, yakni 16 orang

(88,9%), daripada gaya orientasi prestasi yang kurang, yakni 5 orang (33,3%).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,003; artinya, ada hubungan

gaya kepemimpinan orientasi prestasi dengan dimensi adil.

4.11 Hubungan Capaian Program Kesehatan dengan Kemampuan Fleksibilitas Kepemimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan yang kurang terdapat di Binjai, Tanjung Balai, Labuhan Batu

Utara, Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas, Pakpak Bharat, Humbang

Hasundutan, Toba Samosir, Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Samosir, Pematang

Siantar, dan Nias Utara.

Berdasarkan master data diperoleh keadaan kemampuan fleksibilitas

kepemimpinan kepala dinas kesehatan kabupaten /kota di Provinsi Sumatera Utara

sebagai berikut:

(1) Dinas Kesehatan Kota Medan: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi baik,

dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(2) Dinas Kesehatan Kota Binjai: Diklatpim kurang, gaya orientasi prestasi

kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(3) Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

(53)

(4) Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(5) Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(6) Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(7) Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara Diklatpim kurang, gaya orientasi

prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(8) Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(9) Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(10) Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu Utara: Diklatpim baik, gaya

orientasi prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(11) Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu: Diklatpim kurang, gaya orientasi

prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(12) Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu Selatan: Diklatpim kurang, gaya

orientasi prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(13) Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara: Diklatpim baik, gaya

orientasi prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(14) Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(54)

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(16) Dinas Kesehatan Kota Padang Sidempuan: Diklatpim kurang, gaya orientasi

prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(17) Dinas Kesehatan Kabupaten Pakpak Bharat: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(18) Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi baik, kemampuan fleksibilitas pimpinan baik;

(19) Dinas Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan: Diklatpim baik, gaya

orientasi prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(20) Dinas Kesehatan Toba Samosir: Diklatpim kurang, gaya orientasi prestasi

kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(21) Dinas Kesehatan Kota Sibolga: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi baik,

dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(22) Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(23) Dinas Kesehatan Kabupaten Karo: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(24) Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Utara: Diklatpim kurang, gaya orientasi

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(25) Dinas Kesehatan Kabupaten Nias: Diklapim baik, gaya orientasi prestasi

kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(26) Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Barat: Diklatpim kurang, gaya orientasi

(55)

(27) Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli: Diklatpim baik, gaya orientasi prestasi

kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(28) Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah: Diklatpim kurang, gaya

orientasi prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(29) Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan: Diklatpim kurang, gaya orientasi

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(30) Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal: Diklatpim baik, gaya

orientasi prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik;

(31) Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir: Diklatpim kurang, gaya orientasi

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang;

(32) Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi baik, dan fleksibilitas kepemimpinan baik

(33) Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar: Diklatpim baik, gaya orientasi

prestasi kurang, dan fleksibilitas kepemimpinan kurang.

Jika kemampuan fleksibiltas kepemimpinan baik dan cakupan indikator

derajat kesehatan baik atau jika kemampuan fleksibiltas kepemimpinan kurang

dan cakupan indikator derajat kesehatan buruk, keduanya dianggap bersesuaian.

Namun, jika kemampuan fleksibiltas kepemimpinan baik dan cakupan indikator

derajat kesehatan buruk atau jika kemampuan fleksibiltas kepemimpinan kurang

Gambar

Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan instrumen
Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Tabel 4.1 Ketinggian Kabupaten/Kota dari Permukaan Laut
+7

Referensi

Dokumen terkait

INDONESIA 3.5 Mengenal teks permintaan maaf tentang sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan

Perbedaan tersebut dipengaruhi dari pekerja- an memetik teh dengan alokasi waktu antara 6 sampai 8 jam per hari memiliki tingkat ak- tivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan de-

From the results of testing and analysis that has been done can be concluded some thing that is classification analysis of opinion sentiment film in

20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, batasan Industri Kecil dan Menengah didefinisikan sebagai : (a) Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi produktif yang

Based on the development of computerizing a case-based reasoning to determine the action of the psychological therapy for the patients in Post-accident, it can be

Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa nilai tolerance semua variabel bebas (efikasi diri dan keunggulan bersaing) adalah lebih besar dari nilai ketetapan 0,1. dan nilai VIF semua

Uji hipotesis digunakan untuk menjawab pengajuan hipotesis yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih efektif dibandingkan dengan

From tests result, nurse working schedule generated by Simulated Annealing algorithm with combination to PCS cooling method and transition rules based on cost matrix have a better