• Tidak ada hasil yang ditemukan

(95% CI)Spotting Tidak

5.2.4. Hubungan Jenis Kontrasepsi Terhadap Kejadian Spotting

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi kejadian spotting menstruasi pada akseptor kontrasepsi kombinasi yaitu 26,2% dan akseptor kontrasepsi progestin yaitu 6,2%. (Tabel 4.19)

0% 10% 20% 30% Kombinasi Progestin K e ja d ia n S p o tt in Jenis Kontrasepsi Spotting Tidak Spotting

0% 5% 10% 15% 20% Lama Penggunaan > 1 tahun Lama Penggunaan 1 tahun P o la M e n st ru Lama Penggunaan Pola Menstruasi Teratur

Pola Menstruasi Tidak Teratur

0% 5% 10% 15% 20% Lama Penggunaan > 1 tahun Lama Penggunaan 1 tahun La m a M e n st ru Lama Penggunaan Lama Menstruasi Terganggu Lama Menstruasi Tidak Terganggu

penggunaan kontrasepsi terhadap gangguan lama menstruasi pada ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014.

RP gangguan lama menstruasi pada akseptor dengan lama penggunaan ≤ 1

tahun dan > 1 tahun adalah 1,53 dengan 95%CI: 1,17-2,03. Artinya, ibu PUS dengan lama penggunaan > 1 tahun kemungkinan beresiko mengalami gangguan lama menstruasi 1,53 kali lebih besar dibandingkan lama penggunaan≤ 1 tahun.

Lama menstruasi adalah periode menstruasi dihitung berdasarkan jumlah hari tanggal mulainya menstruasi yang lalu sampai mulainya menstruasi berikutnya. Lama menstruasi dibagi menjadi 4 yaitu polimenorea apabila panjang siklus kurang dari 21 hari, normal apabila panjang siklus antara 21–35 hari, oligomenorea apabila panjang siklus antara 36 –90 hari dan amenorea apabila panjang siklus lebih dari 90 hari.19

Berdasarkan penelitian Agustina di Purwodadi didapatkan bahwa antara lama pemakaian DMPA berhubungan dengan lama menstruasi.45Semua sistem kontrasepsi progesteron mengubah pola menstruasi, tetapi mekanisme yang mendasari gangguan menstruasi ini masih belum banyak dipahami. Pada sebagian besar pemakai, terjadi insiden bercak darah yang tidak teratur dan sedikiti atau perdarahan diluar siklus kadang- kadang berkepanjangan dan kadang- kadang dengan oligomenorea atau bahkan amenorea. Sebagian besar wanita mengalami penurunan volume darah total perbulan karena kehilangan darah.44

Terhadap jumlah darah haid, pemakaian DMPA memberikan pengaruh berkurangnya darah haid hingga 50 – 70 % terutama pada hari pertama dan kedua.

0% 5% 10% 15% 20% Lama Penggunaan > 1 tahun Lama Penggunaan 1 tahun S ik lu s M e n st ru Lama Penggunaan Siklus Menstruasi Terganggu Siklus Menstruasi Tidak Terganggu

lama penggunaan > 1 tahun kemungkinan beresiko mengalami gangguan siklus menstruasi 1,49 kali lebih besar dibandingkan lama penggunaan≤1 tahun.

Hal ini sejalan dengan penelitian Selvia di Di Rb Kusmahati I Karanganyar bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan jenis kontrasepsi suntik DMPA dengan kejadian amenorhea. Artinya semakin lama penggunaan KB suntik DMPA maka semakin meningkat kejadian amenorhea.46

Menurut Prawirohardjo (2005) hormon progesteron mempunyai fungsi diantaranya mempersiapkan organisme untuk menerima suatu kehamilan, jadi merupakan syarat mutlak untuk konsepsi dan implantasi. Beberapa khasiat hormon progesteron pada masing- masing organ sasaran yang ada di dalam DMPA terhadap endometrium menyebabkan sekretorik endometrium, dan bilamana progesteron terlalu lama mempengaruhi endometrium maka endometrium menjadi sedikit sekali. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya amenorhea. 47 Pemberian DMPA yang semakin lama atau rutin setiap 3 bulannya akan mempengaruhi estrogen di dalam tubuh sehingga pengaruh estrogen di dalam tubuh kurang kuat terhadap endometrium, sehingga endometrium kurang sempurna dan kejadian amenorhea yang semakin bertambah.11

Pada penggunaan kontrasepsi implan perubahan perdarahan yang terjadi, terutama perdarahan yang lama dan tidak teratur, akan berkurang sejalan dengan waktu dan masalah akan berkurang pada akhir tahun pertama. Pada tahun pertama pemakaian, 66% mengalami menstruasi tidak teratur dan 7% amenorea. Setelah 3-5 tahun pemakaian, hanya 38% yang mengalami menstruasi tidak teratur.5

0% 5% 10% 15% 20% 25% Lama Penggunaan > 1 tahun Lama Penggunaan 1 tahun K e ja d ia n S p o Lama Penggunaan Spotting Tidak Spotting

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Agustina bahwa, ada hubungan antara lama pemakaian depo medroksiprogesteron asetat dengan spoting .45Perdarahan dan spottingmenurun secara progresif seiring setiap satu kali penyuntikan ulang sehingga setelah lima tahun, 80% pengguna menjadi amenorhea. Suntikan DMPA lebih sering menyebabkan perdarahan, spotting dan amenorhea dibanding dengan NET-EN.11

Pada akseptor pil juga dapat terjadi spotting. Penyebabnya bukan oleh terlalu lamanya fungsi ovarium tertekan oleh kontrasepsi hormonal, melainkan karena efek langsung kontrasepsi hormonal terhadap endometrium. Komponen gestagen terbukti sebagai penyebab spotting. Pada umunya perdarahan bercak terjadi pada permulaan penggunaan pil, dan jarang ditemukan pada penggunaan jangka panjang. 13 Berdasarkan teori pada penggunaan suntik kombinasi juga ditemukan perdarahan spotting, begitu juga dengan suntik progestin dan implan sering ditemukan perdarahan tidak teratur berupa spotting.5

6.1. Kesimpulan

6.1.1. Karakteristik umur ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014 yang lebih banyak terdapat pada ibu PUS berumur 25-28 tahun 27,1%

6.1.2. Karakteristik pendidikan ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014 yang lebih banyak terdapat pada pendidikan ibu tamat SMA/sederajat 65,2%

6.1.3. Karakteristik pekerjaan ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014 lebih banyak terdapat pekerjaan IRT 64,8%

6.1.4. Karakteristik jumlah anak ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai tahun 2014 lebih banyak jumlah anak≥ 3 orang 54,8%

6.1.5. Jenis kontrasepsi hormonal dengan proporsi terbanyak adalah jenis kontrasepsi suntik 3 bulan dengan persentase 35,7%.

6.1.6 Lama pemakaian kontrasepsi yang digunakan ibu PUS dengan proporsi terbesar yaitu lebih dari 1 tahun 51,9%.

6.1.7. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kontrasepsi hormonal dengan gangguan pola menstruasi di Kelurahan Binjai tahun 2014

6.1.8. Ibu PUS yang menggunakan kontrasepsi progestin kemungkinan beresiko mengalami gangguan pola menstruasi 3,07 kali lebih besar dibandingkan yang menggunakan kontrasepsi kombinasi.

6.1.9. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kontrasepsi hormonal dengan gangguan lama menstruasi di Kelurahan Binjai tahun 2104.

6.1.10. Ibu PUS yang menggunakan kontrasepsi progestin kemungkinan beresiko mengalami gangguan lama menstruasi 2,5 kali lebih besar dibandingkan yang menggunakan kontrasepsi kombinasi.

6.1.11. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kontrasepsi hormonal dengan gangguan siklus menstruasi di Kelurahan Binjai tahun 2104.

6.1.12. Ibu PUS yang menggunakan progestin kemungkinan beresiko mengalami gangguan siklus menstruasi 2,9 kali lebih besar dibandingkan yang menggunakan kontrasepsi kombinasi.

6.1.13. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kontrasepsi hormonal dengan kejadian spotting di Kelurahan Binjai tahun 2104.

6.1.14. Ibu PUS yang menggunakan progestin kemungkinan beresiko mengalami spotting 0,3 kali lebih besar dibandingkan yang menggunakan kontrasepsi kombinasi.

6.1.15. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan gangguan pola menstruasi di Kelurahan Binjai tahun 2104. 6.1.16. Lama penggunaan kontrasepsi belum dapat disimpulkan sebagai faktor resiko

terjadinya gangguan pola menstruasi.

6.1.17. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan gangguan lama menstruasi di Kelurahan Binjai tahun 2104.

6.1.18.Ibu PUS dengan lama penggunaan ≤ 1 tahun kemungkinan beresiko

mengalami gangguan lama menstruasi 1,53 kali lebih besar dibandingkan lama penggunaan > 1 tahun.

6.1.19. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan gangguan siklus menstruasi di Kelurahan Binjai tahun 2104. 6.1.20. Ibu PUS dengan lama penggunaan ≤ 1 tahun kemungkinan beresiko

mengalami gangguan siklus menstruasi 1,49 kali lebih besar dibandingkan lama penggunaan > 1 tahun.

6.1.21. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian spotting di Kelurahan Binjai tahun 2104.

6.1.22 Lama penggunaan kontrasepsi belum dapat disimpulkan sebagai faktor resiko terjadinya spotting

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Tenaga Kesehatan (Bidan, BKKBN)

Selalu memberikan KIE kepada akseptor KB tentang macam-macam KB serta efek sampingnya sehingga akseptor dapat memakai alat kontrasepsi secara efektif. 6.2.2. Bagi Ibu PUS (Akseptor KB)

a. Diharapkan akseptor dapat memilih alat kontrasepsi yang tepat.

b. Menanyakan kepada bidan atau tenaga kesehatan tentang macam-macam alat kontrasepsi sebelum memilih alat kontrasepsi tertentu.

c. Selalu memantau perubahan efek samping sehingga apabila ada kelainan dapat segera di atasi.

6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi gangguan menstruasi.

Indonesia. Jakarta:BKKBN.

2. Population Reference Bureau. 2013.World Population Data Sheet. Diunduh di www.prb.org pada tanggal 1 Maret 2014.

3. BPS, BKKBN. 2010.Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta. 4. BPS, BKKBN. 2012.Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta. 5. BKKBN. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. PT Bina

Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta.

6. BKKBN Medan. 2013.Informasi Analisi Program Tahun 2013. Medan. 7. DKK Medan. 2013. Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2013.

Medan.

8. Bagian Obstetri dan Ginekologi. 1980. Teknik Keluarga Berencana. Bandung : FK UNPAD.

9. Melani, Niken, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Fitramaya.

10. Everett, Suzzane. 2008. Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.

11. Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Harapan.

12. Manuaba. 2001. Kapita selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

13. Baziad, Ali. 2008. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

14. Siswosudarmo, HR, dkk. 2007. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

15. Saifuddin, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

pustaka Sarwono Prawirohardjo.

19. Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

20. Sarwono, Prawirohardjo. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.

21. Llewelillyn, Derek. Jones. 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

22. Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human Physiology: From cells to systems) Edisi II. Jakarta : EGC.

23. Benson, Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Ed 9. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

24. Price, Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.Jakarta: EGC.

25. Chapman, Vicky. 2006.Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

26. Departemen Kesehatan RI. 2009.Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Departemen Kesehatan dan JICA.

27. Rukiyah, Ai Yeyeh. 2009.Asuhan Kebidanan I. Jakarta : CV. Trans Info Media.

30. Saifudin, Abdul Bari. 2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : Yayasan bina pustaka.

31. Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

32. Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.

33. Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.

34. Wals, Linda. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

37. Sastroasmoro, dkk. 2002.Dasar-Dasar Metodologi Klinis. Jakarta: CV Agung Seto.

38. Hidayat, A.A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Jakarta : Heath Books.

38. Kamus Besar Bahasa Indonesia diunduh di http://kbbi.web.id/ 20 Februari 2014 39. Anggia. Riyanti. 2012. Hubungan Jenis dan Lama Pemakaian Kontrasepsi

Hormonal Dengan Gangguan Menstruasi di BPS (Bidan Praktek Swasta) Wolita M.J. Sawong Kota Surabaya. Surabaya: FKM UNAIR. 40. Hartati. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Perubahan Pola Menstruasi Pada Akseptor Kb Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (Dmpa) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja I Purwokerto.Jurnal Keperawatan Sudirman.

41. Lesmana. 2012. Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Kb Suntik Dengan Gangguan Siklus Haid Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus Tahun 2012. Universitas Malahayati Bandar Lampung.

42. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

43. Yayuk. 2013. Hubungan Pengguanan Kontrasepsi Dengan Siklus Menstruasi Pada Akseptor Kb Suntik DMPA Di Bps Harijati Ponorogo. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo

44. Glasier, Anna, A.G. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta; EGC.

45. Agustina. 2008. Hubungan Lama Pemakaian Depo Medroksiprogesteron Asetat Dengan Gangguan Menstruasi Di Perumahan Petragriya Indah Purwodadi Tahun 2008. Akademi Kebidanan An-Nur

Purwodadi, 2 Juni 2014.

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/503/4a.pdf 46. Selvia. 2012. Hubungan Antara Lama Pemakaian Kb Suntik DMPA

Dengan Kejadian Amenorhea Pada Akseptor Kb Suntik Dmpa Di Rb Kusmahati I Karanganyar. Maternal Volume 7 Edisi Oktober 2012.

HUBUNGAN JENIS DAN LAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI

Dokumen terkait