• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Keterkaitan Antara Parameter

4.3.2. Hubungan Kandungan Logam Pb dan Zn Dalam Air Dengan Makrozoobentos

Berdasarkan hasil uji korelasi antara kandungan logam Pb dan Zn dalam air dengan makrozoobentos, memperlihatkan adanya korelasi negatif serta nilai yang bervariasi. Hasil uji korelasi antara kandungan logam Pb dalam air dengan makrozoobentos mempunyai hubungan berkisar antara -12,7 %-1,000, sedangkan korelasi kandungan logam Zn berkisar antara -97,9 %-20,7 %. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara kandungan logam berat Pb dalam air dengan kandungan logam berat Pb dalam makrozoobentos pada stasiun 3 dengan nilai koefisien korelasi (r) = -1,000, 75

sedangkan nilai koefisien korelasi lainnya tidak nyata pada selang kepercayaan 95%. Untuk lebih jelasnya hasil korelasi dan regresi antara kandungan logam Pb dan Zn dalam air dengan makrozoobentos berdasarkan stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil korelasi dan regresi antara kandungan logam Pb dan Zn dalam air (x) dengan makrozoobentos (y).

Stasiun Logam Regresi R2 Korelasi

1 y = -213.010 x + 11.928 0.059 -0,244 2 y = -6262x + 127.140 0.264 -0,514 3 Timbal (Pb) y = -8456x + 127.550 1.000 -1,000* 4 y = -10839.575x +203.651 0.543 -0,737 5 y = -972.52x + 61.397 0.0161 -0,127 1. y = -489.815x + 45.375 0.856 -0,925 2. y = -185.98x + 18.544 0.1115 -0,334 3. Seng (Zn) y = 327.64x + 7.5831 0.043 0,207 4. y = -802.61x + 54.608 0.9386 -0,969 5. y = -953.948x + 66.819 0.959 -0,979

Keterangan: *) nyata pada taraf kepercayaan 95 % (p< 0,05)

Hasil uji korelasi kandungan logam Pb dan Zn dalam air dengan kandungan logam Pb dan Zn dalam makrozoobentos diperoleh bahwa hanya logam Pb yang berpengaruh secara nyata (p<0,05) dengan selang kepercayaan 95 % yang mempunyai nilai korelasi sebesar (r) -1,000 (nilai signifikansi 0.01) yang terdapat di stasiun 3, sedangkan stasiun yang lainnya tidak nyata dengan nilai masing-masing -0,244 (ST. 1), -0,514 (ST. 2), -0,737 (ST. 4), dan -0,127 (ST. 5). Selanjutnya hasil analisis regresi diperoleh persamaan, yaitu: y = -8456x + 127,550 dengan koefisien determinasinya (R2) yang tinggi sebesar 1,000. Hubungan tersebut adalah regresi negatif yang berarti bahwa makin tinggi kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada stasiun 3 maka makin rendah kandungan logam berat Pb dalam air.

Sedangkan korelasi kandungan logam berat Zn dalam air dengan makrozoobentos tidak berpengaruh secara nyata, padahal nilai koefisien korelasi yang diperoleh juga besar sebagaimana yang terdapat di stasiun 1, 4, dan 5, yaitu: masing-masing -0,925, -0,969, dan -0,979. Hal ini kemungkinan erat kaitannya karena logam Zn termasuk logam esensial yang dibutuhkan oleh organisme dalam proses metabolisme, sehingga pada konsentrasi tertentu tidak berbahaya bagi

organisme tertentu. Sedangkan logam Pb termasuk logam yang tidak dibutuhkan oleh organisme dalam proses metabolisme walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit.

Logam berat seperti Pb berasal dari alam secara alamiah, industri, kegiatan manusia, dan juga berasal dari udara yang turun pada saat musim hujan dan masuk ke dalam perairan melalui aliran sungai sehingga kandungan logam berat dalam perairan meningkat dan dalam waktu tertentu organisme air dapat mengakumulasi logam berat terutama pada bagian organ. Akumulasi biologis dapat terjadi melalui absorpsi langsung terhadap logam berat yang terdapat dalam air dan melalui rantai makanan. Akumulasi terjadi karena kecendrungan logam berat untuk membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat organik yang terdapat dalam tubuh organisme (Sanusi dkk, 1985). Hal ini akan mengakibatkan kandungan logam berat dalam tubuh organisme lebih tinggi di bandingkan dengan logam berat dalam lingkungan. Dengan terjadinya akumulasi biologis, maka organisme yang hidup di perairan yang mempunyai kadar logam berat yang tinggi (tercemar) khususnya hewan bentos, di dalam jaringan tubuhnya akan terdapat kandungan logam berat yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena cara hidup bentos yang relatif rendah aktivitasnya dan cenderung menetap di dasar perairan, sehingga akan selalu terpapar terhadap logam berat yang ada di sekitarnya.

Dalam suatu perairan bioakumulasi logam berat ditentukan oleh adanya interaksi 3 faktor, yaitu: (1) faktor kontaminasi, berhubungan dengan kondisi paparannya secara langsung atau melalui jalur tropik (ekosistem), (2) faktor abiotik, berhubungan dengan karakter fisika-kimia kolom air dan sedimen, (3) faktor biotik, berhubungan dengan kekhasan struktur dan fungsi dari organisme hidup (Boudou dan Ribeyre dalam Boudou et al, 1998). Bioakumulasi logam berat dalam tubuh organisme dapat terjadi karena adanya sejenis protein (metalotionein) dalam tubuh organisme yang bersangkutan berfungsi sebagai pengikat logam berat. Unsur logam berat masuk ke dalam tubuh organisme melalui 3 cara, yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi, kemudian diikat oleh protein pada sel. Sebagian besar logam berat yang terakumulasi dalam tubuh organisme masuk melalui rantai makanan dan sedikit yang masuk melalui air.

Menurut Darmono dan Arifin (1989 dalam Kusumahadi, 1998), ada tiga teori mekanisme penyerapan logam dalam jaringan organisme perairan, yaitu: (1) penyerapan logam melalui mekanisme pengangkutan yang berhubungan dengan mekanisme pengaturan tekanan osmosis oleh organisme terhadap air di sekitarnya (osmoregulasi), (2) peningkatan ion-ion logam menyentuh bagian tertentu dari permukaan jaringan dan masuk ke dalam sitoplasma, dan (3) logam dalam bentuk kristal kecil atau larutan yang segera ditangkap oleh sel epitel dan secara endositosis logam tersebut dibawa masuk dan dilepas ke dalam sitoplasma.

Menurut Simkiss dan Mason (1983), logam masuk ke dalam jaringan tubuh biota secara umum melalui tiga cara, yaitu: (1) endositosis, dimana pengambilan partikel dari permukaan sel dengan membentuk wahana perpindahan oleh membran plasma, pada proses ini berperan dalam pengambilan logam berat dalam bentuk tidak terlarut, (2) diserap dari air, 90 % dari kandungan logam dalam jaringan berasal dari penyerapan oleh sel epitel insang, insang diduga sebagai organ yang menyerap logam berat dari air, dan (3) diserap dari makanan dan sedimen, penyerapan logam oleh biota bergantung pada strategi mendapat makanan dan life histories dari biota, pada jenis filter feeder penyerapan terbesar bukan dari larutan, tetapi dari makanan dan partikel yang disaring.

Logam berat yang terdapat di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh organisme perairan melalui rantai makanan, difusi permukaan kulit, dan juga melalui insang. Di antara ke tiga proses masuknya logam berat tersebut ke dalam tubuh, yang paling besar adalah melalui rantai makanan. Loedin (1985) dalam Mokoagouw (2000), mengemukakan bahwa sekalipun di dalam perairan kandungan logam berat rendah, tetapi sudah diabsorbsi secara biologis dalam tubuh hewan air serta akan terikat dalam rantai makanan. Hal tersebut menyebabkan logam berat terkumpul dan meningkat kandungannya dalam jaringan tubuh organisme yang hidup (Proses bioakumulasi). Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya, makin tinggi kandungan logam berat dalam perairan akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan air tersebut.

Menurut Meeldowney et al. (1993 dalam Kusumahadi 1998), dalam perairan logam berat dapat menyebar secara horizontal dan vertikal, sehingga terdistribusi dalam badan air dan sebagian diserap oleh mikroorganisme. Pada umumnya logam berat sampai ke organisme melalui absorpsi, rantai makanan, dan insang, tergantung dari jenis organismenya. Umumnya bentos mengambil logam berat melalui makanan, makanan tersebut dihancurkan di dalam usus kemudian diserap oleh darah. Hasil analisis regresi hubungan kandungan logam Pb dan Zn dalam air dengan makrozoobentos dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.3.3. Hubungan Kandungan Logam Pb dan Zn Dalam Sedimen Dengan

Dokumen terkait