• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI KERJA PERTANIAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

6.2.3 Hubungan Karakteristik Individu Dengan Nilai Kerja Pertanian

Dalam masyarakat Batak diketahui bahwa anak laki-laki sebagai penerus keturunan dan seringkali diidentikkan untuk menjadi gambaran keberhasilan orangtua atau diharapkan memberikan status sosial bagi keluarganya. Selain itu, anak sulung juga cenderung menjadi gambaran bagi adik-adiknya terutama ketika anak sulung tersebut berjenis kelamin laki-laki, maka bebannya pun bertambah yaitu menjadi gambaran bagi adik-adiknya sekaligus dapat memberikan status sosial bagi keluarganya. Secara singkat Tabel 37 menggambarkan hubungan karakteristik individu dengan nilai kerja pertanian.

Tabel 37. Nilai Kerja Pertanian Menurut Karaktersitik Individu, 2008 Nilai Kerja Pertanian

Buruk Tidak baik

dan tidak buruk Baik Total Karaktersitik Individu N % N % N % N % Jenis Kelamin Laki-laki 7 17,9 26 66,7 6 15,4 39 100 Perempuan 5 7,5 50 74,6 12 17,9 67 100 Posisi Anak Tunggal 0 0,0 6 85,7 1 14,3 7 100 Sulung 4 11,8 24 70,6 6 17,6 34 100 Tengah 4 10,0 29 72,5 7 17,5 40 100 Bungsu 4 16,0 17 68,0 4 16,0 25 100 Fakultas Pertanian 2 16,7 9 75,0 1 8,3 12 100 Kedokteran Hewan 0 0,0 2 100 0 0,0 2 100

Perikanan dan Ilmu Kelautan 1 8,3 8 66,7 3 25,0 12 100

Peternakan 1 14,3 5 71,4 1 14,3 7 100

Kehutanan 1 5,6 13 72,2 4 22,2 18 100

Teknologi Pertanian 4 36,4 6 54,4 1 9,1 11 100

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

2 11,1 13 72,2 3 16,7 18 100

Ekonomi Manajemen 1 4,8 16 76,2 4 19,0 21 100

Ekologi Manusia 0 0,0 4 80,0 1 20,0 5 100

Berdasarkan pernyataan-pernyataan dari responden mengenai nilai kerja pertanian terkait dengan jenis kelamin, maka tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan nilai kerja pertanian. Ditinjau dari posisi anak maka secara keseluruhan diketahui bahwa posisi anak tidak berhubungan dengan nilai kerja pertanian. Hal ini dibuktikan dengan uji chi-square yang nilai chi-square hitung lebih kecil 1,652 dari chi-square tabel sebesar 12,592. Dari diskusi dengan responden diperoleh informasi bahwa dalam keluarganya tidak ada lagi perbedaan anak laki-laki dan perempuan, semuanya ditekankan untuk menjadi terbaik. Memang anak laki-laki sebagai penerus keturunan, namun terlepas dari itu dalam keluarga Batak sekarang ini memandang perempuan dan laki-laki sama saja tapi ketika akan berkeluarga nanti anak perempuan diarahkan patuh kepada suami sebagai kepala keluarga.

Melihat hasil tabulasi silang dan hasil analisis statistik chi-squarenya maka dapat dikatakan bahwa Fakultas tidak berhubungan dengan nilai kerja pertanian. Hal ini dibuktikan dengan pengujian statistik chi-square dengan seluruh nilai kerja yang nilai chi-square hitung sebesar 13,303 lebih kecil dari chi-square tabel yaitu 26,296. Seperti yang telah disampaikan bahwa tahun pertama kuliah IPB telah diberikan mata kuliah dasar pertanian sehingga mereka semua memiliki pengetahuan dasar seputar dunia pertanian dan mereka juga mengutarakan bahwa pelajaran di IPB tidak sepenuhnya tentang pertanian. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa IPB memiliki keistimewaan karena ilmu pertanian dan non-pertanian diperoleh saat kuliah.

Tabel 38 secara ringkas menunjukkan hubungan antara proses sosialisasi, aktivitas sosial dan karakteristik individu dengan nilai kerja pertanian. Dari hasil uji statistik yang dilakukan diperoleh informasi bahwa proses sosialisasi, aktivitas sosial dan karakteristik individu berhubungan tidak nyata dengan nilai kerja pertanian. Namun, dari diskusi kelompok diperoleh informasi yang berbeda seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa dalam budaya Batak terdapat usaha untuk mendapatkan status sosial sehingga meskipun dari pengujian statistik menunjukkan tidak ada hubungan nilai budaya dengan nilai kerja pertanian namun para orangtua masih menjalankan sosialisasi nilai budaya tersebut kepada keturunan melalui kata-kata pengharapan atau permintaan langsung dari orangtua bahkan melalui cerita-cerita tentang keberhasilan orang lain. Secara singkat Tabel 38 menggambarkan hasil uji statistik antara proses sosialisasi nilai kerja pertanian dengan nilai kerja pertanian.

Tabel 38. Hasil Pengujian Chi-square Proses Sosialisasi, Aktivitas Sosial dan Karakteristik Responden Terhadap Nilai Kerja, 2008

Nilai Kerja Pertanian Hasil

Proses Sosialisasi

1. Dimensi lahan 2. Dimensi tenaga kerja 3. Dimensi modal

4. Dimensi pasar, komoditi dan transportasi

5. Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

6. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat 7. Dimensi harapan-harapan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Aktivitas Sosial a. Dimensi lahan b. Dimensi tenaga kerja c. Dimensi modal

d. Dimensi pasar, komoditi dan transportasi

e. Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

f. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat g. Dimensi harapan-harapan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Karakteristik Individu a. Dimensi lahan b. Dimensi tenaga kerja c. Dimensi modal

d. Dimensi pasar, komoditi dan transportasi

e. Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

f. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat g. Dimensi harapan-harapan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan Tidak Berhubungan

BAB VII KESIMPULAN

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mahasiswa Batak Toba menilai kerja pertanian sebagai pekerjaan yang tidak baik serta tidak buruk juga. Mereka memandang bahwa pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan sulit dan dianggap ‘kurang berkelas’ bagi mahasiswa. Berdasarkan tujuh dimensi nilai kerja pertanian, dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja dan dimensi pasar komoditi dan transportasi merupakan dimensi yang paling berpengaruh bagi mahasiswa sehingga kerja pertanian dipandang sebagai pekerjaan yang buruk. Pekerjaan pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang rendah atau status sosialnya rendah dan cenderung dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan rendah. Selain itu, pasar untuk hasil pertanian sulit diperoleh dan membutuhkan transportasi dalam proses pengangkutan produk pertanian serta jenis komoditi yang ditanam pun harus disesuaikan dengan kondisi topografi dan pasar.

Dimensi harapan-harapan merupakan dimensi yang paling memberikan pengaruh besar terhadap mahasiswa sehingga pekerja pertanian dinilai sebagai pekerjaan yang tidak baik dan tidak buruk. Harapan-harapan orangtua terhadap anaknya adalah meraih tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Apapun jenis pekerjaannya dipandang baik apabila mampu meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan dimensi yang paling mempengaruhi mahasiswa untuk menilai kerja pertanian sebagai pekerjaan yang baik adalah dimensi lahan. Hal dikarenakan lahan memiliki fungsi ekonomi sekaligus fungsi sosial.

Tidak satupun dari proses sosialisasi, aktivitas sosial dan karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan nilai kerja pertanian. Namun

realitasnya, karakteristik orangtua mempengaruhi mahasiswa menilai kerja pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua maka semakin rendah proses sosialisasi nilai kerja pertanian. Demikian dengan tingkat pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan orangtua maka semakin rendah proses sosialisasi nilai kerja pertanian. Orangtua berharap dengan tingkat pendidikan yang tinggi, anaknya akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Melihat jenis pekerjaan, sebagian besar orangtua bekerja sebagai non-petani sehingga proses sosialisasi nilai kerja pertanian rendah karena orangtua akan cenderung mensosialisasi nilai kerja yang dilakukan oleh orangtua. Semakin tingkat pendidikan maka orangtua berharap anaknya akan semakin jauh dari pekerjaan pertanian. Karakteristik orangtua yang berhubungan nyata dengan proses sosialisasi nilai kerja pertanian adalah lahan dan domisi. Orangtua yang memiliki lahan akan lebih cenderung melakukan proses sosialisasi nilai kerja pertanian karena lahan merupakan modal utama dalam bertani. Demikian juga dengan domisili, orangtua responden yang berdomisili di daerah Tapanuli akan cenderung melakukan sosialisasi nilai kerja pertanian karean daerah Tapanuli memiliki lingkungan pertanian lebih luas dibanding di daerah Non-Tapanuli.

Sosialisasi nilai kerja pertanian cenderung tinggi pada mahasiswa yang berasal dari keluarga petani dan orangtua bertempat tinggal di daerah pertanian. Sosialisasi nilai kerja pertanian cenderung rendah pada mahasiswa yang tinggal di daerah yang jauh dari lahan pertanian dan orangtua bukan petani. Sosialisasi nilai kerja pertanian tinggi dengan ciri seperti sosialisasi nilai kerja rendah mahasiswa tetapi mereka dapat mengenal pertanian ketika liburan ke kampung halaman, diajak oleh kerabat atau tetangga pada musim-musim tertentu, misalnya pada saat

musim panen serta pada saat kuliah. Besar kecilnya ruang lingkup organisasi yang diikuti mahasiswa tidak memberikan pengaruh dalam menilai kerja pertanian karena mereka mengikuti organisasi lebih ditujukan untuk mengasah softskill, menambah jaringan serta menambah pengetahuan serta pengalaman berorganisasi.

Meskipun orangtua telah memberikan kebebasan untuk menentukan jalan hidup masing-masing tanpa melihat karakteristik individu yaitu jenis kelamin, posisi anak dalam keluarga maupun fakultas. Namun realitasnya, orangtua cenderung mengarahkan anaknya untuk kelak mencari pekerjaan yang memberikan status sosial. Para orangtua akan menganggap dirinya telah berhasil dalam mendidik anak dan akan bangga bila anaknya telah berhasil melewati 3H (hagabeon, hamoraon dan hasangapon) yakni memperoleh status sosial. Adanya nilai-nilai 3H yang ditanamkan para mahasiswa dipandang sebagai suatu harapan-harapan orangtua kepada anaknya setelah dewasa sehingga mereka menganggap harapan tersebut sebagai tugas yang harus diselesaikan. Semua pekerjaan dianggap memiliki nilai yang baik apabila dapat menciptakan status sosial termasuk nilai kerja dari pertanian.