• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap dengan adopsi teknologi biogas

TINJAUAN PUSTAKA

Hipotesis 4: Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap dengan adopsi teknologi biogas

Tabel 7 mengungkapkan karakteristik peternak yang terdiri peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi, persepsi dan sikap peternak yang secara kolektif berhubungan dengan adopsi teknologi biogas.

Tabel 7. Nilai koefisien korelasi ganda karakteristik, persepsi dan sikap peternak pada adopsi peternak tentang teknologi biogas

No Variabel r'yx r’yx.rxx rxy Hasil Perhitungan

1 Umur 0.088 0.258125 0.088 2 Pendidikan 0.208 0.103119 0.208 R2 = 0.38 3 Pendapatan 0.117 0.389881 0.117 4 Pengalaman -0.168 -0.10246 -0.168 r = 0.62 5 Jumlah Ternak -0.073 -0.31415 -0.073 6 Jumlah Keluarga -0.246 -0.3173 -0.246 7 Partisipasi 0.015 0.199568 0.015 8 Kontak dengan penyuluh -0.062 -0.11455 -0.062

9 Jarak instalasi biogas -0.232 0.102305 -0.232

10 Info biogas -0.243 -0.25133 -0.243

11 Selang waktu tahu

biogas 0.309 0.235284 0.309

12 Motivasi 0.049 0.18376 0.049

13 Persepsi -0.091 -0.45316 -0.091

14 Sikap 0.050 0.120824 0.050

Keterangan: r’yx = hasil perhitungan koefisien korelasi adopsi dengan semua variabel X rxx = hasil perhitungan koefisien korelasi karakteristik

rxy = hasil perhitungan koefisien korelasi semua variabel X dengan adopsi Tabel 7 menunjukkan bahwa hubungan bersama antara karakteristik, persepsi dan sikap peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, persepsi peternak dan sikap peternak akan meningkatkan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,62 satuan. Secara bersama-sama peubah tersebut berpengaruh pada adopsi peternak tentang teknologi biogas 0,38 atau 38%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain pada adopsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 62%.

Pembahasan

Koofisien korelasi peubah karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas diantaranya motivasi, pendapatan, pendidikan, pengalaman, jumlah ternak, selang peternak tahu sampai peternak menggunakan biogas, jarak biogas dengan dapur peternak dan kontak peternak dengan penyuluh. Hasil tersebut masih sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 (lihat Tabel 4). Besarnya koefisien korelasi ini tercapai karena adanya sinergi pada peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak yang secara kolektif berhubungan dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas.

Pengaruh karakteristik peternak pada persepsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas sebesar 48 persen. Pengaruh tersebut masih tergolong lemah, karena faktor eksternal di luar penelitian ini memiliki pengaruh yang lebih besar. Besarnya pengaruh faktor ekternal tersebut dapat berupa tanggapan atau persepsi peternak masih kurang tentang gas dari biogas yang dapat digunakan memasak untuk sehari-hari, selain itu masih kurangnya peternak yang menggunakan teknologi biogas. Hal tersebut dapat terjadi, karena peternak yang belum menggunakan biogas beranggapan bahwa biogas yang ada sekarang tidak dapat bertahan lama, akibat konstruksinya yang mudah rusak. Persepsi muncul karena seseorang mengorganisir dan menginterpretasikan kesan yang mereka tangkap memalalui indera sehingga muncul suatu makna. Hal ini senada dengan pendapat Robbins (2001) persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Perilaku orang didasarkan pada persepsi akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri.

Artikel yang dikutip pada Management Consulting Courses (2011) mengemukakan bahwa persepsi mengacu pada cara seseorang untuk memahami dunia sekitarnya. Persepsi merupakan kumpulan proses pada individu yang menyadari kejadian sekitar yang kemudian diinterpretasikan terkait dengan informasi yang diterima. Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dapat berupa faktor internak dan faktor eksternal. Faktor internal berupa (a) batasandari sensor yang dimiliki, indera yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki batasan yang berdampak pada perbedaan respon bagi tiap situasi yang dihadapi. (b) faktor psikologis, seperti keperibadian, pengalaman, masa lalu, dan proses pembelajaran serta motivasi. Faktor ekternal berupa target yang diobsevasi dan situasi pada saat seseorang melihat suatu objek atau kejadian.

Besarnya koefisien korelasi karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas nampak pada (1) bertambahnya keuntungan peternak yang menggunakan biogas dibandingkan dengan yang menggunakan minyak tanah, LPG, kayu bakar atau menggunakan arang untuk memasak, (2) bertambahnya penerimaan peternak tentang teknologi biogas karena sesuai dengan nilai-nilai yang dipercaya peternak setempat, serta sesuai dengan kegiatan pengolahan limbah peternakan yang sudah ada sebelumnya, (3) bertambahnya pemahaman peternak tentang cara merakit kompor biogas, memudahkan peternak memasak menggunakan biogas, memudahkan peternak memasukkan feses ke

dalam digester, memudahkan peternak mengelola limbah biogas dan

memudahkan peternak merawat teknologi biogas, (4) bertambahnya keinginan peternak untuk mencoba memasukkan feses ketangki pengurai, keinginan peternak mencoba memasak menggunakan biogas bertambah, bertambahnya keinginan peternak mencoba menggunakan limbah biogas pada tanaman dan mengolah limbah biogas menjadi pupuk oleh peternak bertambah, (5) bertambahnya pengalaman peternak menggunakan biogas untuk masak, keamanan penggunaan gas dari biogas karena tidak mudah meledak, dan biogas tidak mempengaruhi bau makanan yang dimasak. Karena ini senada dengan pendapat Rogers dalam Hanafi (1971), menyatakan sifat-sifat biogas seperti: (1) keuntungan relatif yang mengadopsian suatu inovasi. Keuntungan relatif terdiri

dari keuntungan ekonomis, dalam bentuk rendahnya biaya awal, kecilnya resiko, ketidak-nyamanan, hemat tenaga dan waktu serta imbalan yang diterima, (2) ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol tidak akan diadopsi secepat ide yang kompatibel dengan situasi masyarakat setempat, (3) kompatibilitas bisa berupa memberi jaminan yang lebih besar dan resiko lebih kecil oleh penggunanya. Suatu inovasi mungkin kompatibel jika ada kesesuaian dengan kepercayaan sosiokultural serta tingkat kebutuhan masyarakat dengan teknologi tersebut, suatu ide baru dapat digolongkan ke dalam kontinum ”rumit sederhana”. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan dari pihak lain tidak. (4) ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat dan (5) hasil inovasi-inovasi tertentu dapat dilihat dan dapat dikomunikasikan terhadap orang lain dan ada juga yang tidak bisa, sehingga dapat mempengaruhi adopsi seseorang.

Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), menyatakan

sifat-sifat inovasi diantaranya: (1) keuntungan relatif suatu teknologi baru, (2) kompatibilitas teknologi baru dengan kebiasaan pengguna, (3) kemudahan penggunaan teknologi baru, (4) derajad kerumitan teknologi yang rendah dan (5) kemudahan melihat hasil teknologi tersebut.

Selanjutnya Robbins (1996), mengemukakan persepsi merupakan suatu

proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh latar belakang yang berbeda atau karakteristik individunya. Selain itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) pengaruh dari dalam diri seseorang itu sendiri dan (2) pengaruh dari luar diri seseorang. Kedua faktor tersebut memperlihatkan persepsi sebagai proses pencarian informasi.

Hasil penelitian ini senada dengan temuan Hasumati dan Ahlawat (2010) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, media massa, interaksi dengan masyarakat, kosmopolitan, adat-istiadat, suku atau bangsa, kepemilikan lahan

menunjukkan pengaruh positif pada persepsi. Sama halnya dengan penelitian Kaliky dan Hidayat (2002), mengemukakan bahwa karakteristik individu turut mempengaruhi pandangan/persepsi seseorang. terhadap suatu stimulus (objek). Secara psikologis setiap orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Karakteristik individu diantaranya meliputi: umur, pendidikan, kepemilikan ternak, pendapatan keluarga, pengalaman beternak, kosmopolitan.

Selanjutnya temuan Lilis (2010), mengemukakan bahwa hubungan antara karakteristik dengan persepsi peternak sapi potong positif namun sangat lemah. Karakteristik peternak diantaranya umur, pendidikan, pengalaman, kepemilikan ternak, hubungan individu dengan instansi terkait. Sedangkan pesepsi peternak tentang teknologi IB diantaranya tingkat pengetahuan peternak, minat peternak dan penilaian peternak. Penilaian peternak terdiri dari peubah keuntungan peternak, kompatabilitas, kemudahan penerapan IB, triabilitas dan observabilitas.

Sama halnya dengan pendapat Aryanti, (2008) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Penelitian ini searah dengan pendapat Kunthi (2005) bahwa terbentuknya persepsi pada diri individu dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya: (a) Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitar sekaligus, (b) Set merupakan harapan seseorang (c) Kebutuhan, kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi bagi tiap individu. (d) Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi. (e) Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda.

Berdasarkan pernyataan yang dikutip pada bahwa persepsi adalah proses kognitif (di dalam pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimuli dari lingkungan yang dapat ditangkap melalui

inderanya. Tiap-tiap orang mempunyai persepsi sendirisendiri karena: (a) perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli, (b) perbedaan kemampuan dalam menafsirkan atau memberi arti pada stimuli tersebut. Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap persepsi: (1) Karakteristik objek: penampilan, penampilan, cara berkomunikasi dan status seseorang. (2) Karakteristik individu: konsep diri seseorang. Konseptual kognitif, pengalaman, emosi, motivasi kebutuhan. (3) Karakteristik situasional: situasi sosial, situasi organisasi dan situasi alam.

Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa teori diatas menunjukkan adanya hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh pemerintah setempat yaitu memperhatikan karakteristik peternak untuk menyalurkan bantuan teknologi biogas, dapat menentukan baik buruknya persepsi peternak tentang teknologi biogas. Hasil pengamatan dilapangan, peternak mengalami kendala dalam merawat instalasi biogas yang berbahan plastik. Plastik yang mudah sobek menyebabkan gas tidak dapat digunakan untuk memasak seperti gas LPG, minyak tanah dan kayu bakar.

Koofisien korelasi karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan sikap peternak tentang teknologi biogas diantaranya motivasi, selang waktu peternak tahu sampai peternak menggunakan biogas, pendidikan, pendapatan, pengalaman dan jarak biogas dengan dapur peternak. Hasil korelasi setiap variabel tersebut masih sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama semua variabel karakteristik tersebut (ditunjukkan pada Tabel 5).

Pengaruh karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas sebesar 38 persen. Pengaruh tersebut sangat lemah dibandingkan faktor eksternal yang tidak diteliti pada penelitian ini yang mencapai 62 persen. Faktor tersebut dapat berupa pengaruh dari orang lain yaitu sikap seseorang sering juga dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekitar terutama orang yang memiliki pekerjaan yang berbeda. Tidak adanya pendampingan, instansi terkait atau pihak yang berkepentingan perlu melakukan pendampingan teruama pada peternak yang

baru menggunakan teknologi biogas untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi terutama jika terdapat kebocoran. Disisi lain, pembentukan sikap seseorang tergantung juga pada budaya. Hal tersebut searah dengan temuan Fenny (2009) bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok yang bersifat konservatif yaitu orang yang paling mudah memusuhi orang lain dan mudah curiga, paling suka memaksa dan paling cepat kecewa pada orang lain. Selanjutnya menurut Sri (2008) bahwa pembentukan sikap seseorang tergantung pada budaya tempat tinggal individu tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widiyanta (2002) yang menunjukkan bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting berpengaruh pada perubahan sikap. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ramdhani (2009), bahwa sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang dilakukan individu. Oleh karena itu, mempelajari sikap berarti perlu juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaluatif, yaitu: (a) Faktor-faktor genetik dan fisiologik (umur), (b) Pengalaman Personal, (c) Pengaruh orang tua (keluarga), (d) Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat dan (e) Media massa adalah media yang hadir di tengah tengah masyarakat.

Penelitian ini juga senada dengan temuan Mei dan Kurniasari (2008), keduanya mengemukakan bahwa kemampuan seseorang untuk menentukan sikap menerima teknologi erat hubungannya dengan karakteristik internal diantaranya umur, tingkat pendidikan formal dan non formal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja, kosmopolitan, permodalan, tata nilai adat, frekweinsi kontak dengan instansi terkait dan kerakteristik eksternal diantaranya kontak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, pengaruh tokoh masyarakat, ketersediaan sarana dan prasara. Disamping itu juga dipengaruhi oleh sifat-sifat teknologi itu sendiri seperti relative advantage, compatibility, complexcity, triability, observability dan ketersediaan inputcomplementer.

Selanjutnya hasil temuan Winarni (2001) mengemukakan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda akan membedakan respon petani

terhadap ragam metode penyuluhan, baik berupa respon poitif maupun negatif. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang diantaranya Umur, metode kunjungan, diskusi, ceramah, demonstrasi, pendidikan formal, pendidikan non formal petani, tingkat kekosmopolitan dan pendapatan keluarga petani.

Berbeda dengan temuan di atas Fenny (2009), mengemukakan bahwa karakteristik sosial anatar lain umur, tingkat pendidikan dan kosmopolitan, begitu pula karakteristik ekonomi seperti luas lahan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap peternak. Hal yang mendasari keberhasilan program pengembangan peternakan tanpa ada pengaruh karakteristik pada sikap peternak, karena apabila peternak memperoleh kepercayaan dan kemudahan mendapatkan bantuan dan merasa yakin bahwa diri dan keluarganya akan mendapatkan manfaat besar dari setiap perbaikan yang terkandung dalam program-program pengembangan peternakan. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk khawatir bahwa peternak tidak akan responsif terhadap aneka rangsangan ekonomi dan kesempatan-kesempatan baru guna memperbaiki standar hidupnya.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat Sri (2008), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya, (1) Pengalaman pribadi, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat (2) Kebudayaan, pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan (3) Orang lain yang dianggap penting (Significant Others), yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita (4) Media massa, berupa media cetak dan elektronik, dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita (5) Institusi/lembaga pendidikan dan agama, institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang dan (6) Faktor emosional, suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego, dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama).

Pendapat Rogers dalam

Dinas Peternakan Kota Kendari (2010), menjelaskan bahwa untuk mengubah sikap petani pembinaan harus secara terprogram dan berkesinambungan sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah bersangkutan, melalui pembinaan petani diharapkan dapat timbul kepemimpinan non formal di pedesaan yang akan mampu menghimpun, menggerakkan dan mengarahkan

Soekartawi, (1988), mengemukakan bahwa pengaruh cepat lambatnya seseorang dalam mengadopsi inovasi karena adanya perbedaan individu, umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, keberanian mengambil resiko dan sikap seseorang. Hal senada dikemukakan oleh Halim (1992), bahwa karakteristik individu merupakan suatu ciri atau sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dengan semua aspek kehidupan lingkungan sosial. Karakteristik individu dapat meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, status sosial, status ekonomi, bangsa dan lain-lain. Karakteristik individu yang menentukan perilakunya dan meliputi berbagai variabel seperti, motif, nilai, sikap kepribadian dan sikap berinteraksi satu sama lain.

Hampir sama dengan pendapat Kurnia (2002), yang menyatakan sikap merupakan kecendrungan seseorang untuk mengetahui, merasakan dan bertindak terhadap suatu objek. Sikap bukanlah tingkah laku, tetapi merupakan kecendrungan untu merasa, berfikir, bertindak dan bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap suatu objek. Penentu sikap diantaranya: (1) keinginan individu yaitu keinginan seseorang untuk mencapai kepuasan, (2) informasi meliputi keinginan seseorang dalam mengembangkan pengetahuannya, (3) keyakinan individu akan suatu teknologi dan (4) kepribadian (refleksi dan kepribadian seseorang).

Sama halnya dengan Soekartawi (1988), mengemukakan dalam proses

pengambilan keputusan apakah seseorang menerima atau menolak inovasi adalah banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi interen orang tersebut (misalnya pendidikan, status sosial, umur dan sebagainya) serta situasi eksteren atau situasi lingkungan (misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan mendengar radio, televisi, menghadiri temu karya dan sebagainya).

petani dalam melaksanakan usahataninya. Pembinaan petani diperlukan sarana dan prasarana untuk penyaluran informasi pertanian, pemilikan bahan-bahan informasi harus selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan sasaran atau pengguna. seperi jenis media penyuluhan pertanian mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga harus selalu dipertimbangkan dalam pemilikan media yang akan digunakan. Media penyuluhan pertanian diharapkan berperan sebagai sumber informasi, diharapkan mampu mempengaruhi pengetahuan, sikap, motivasi petani, dalam proses adopsi dan difusi inovasi pertanian.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif karakteristik peternak pada sikap peternak tentang teknologi biogas. Karakteristik peternak terdiri dari dimensi umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas, dan motivasi peternak. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah setempat. Untuk meningkatkan sikap peternak tentang teknologi biogas, maka perlu meningkatkan karakteristik peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.

Koofisein korelasi karakteristik peternak yang paling berhubungan dengan adopsi peternak tentang diantaranya selang dari tahu sampai menggunakan teknologi biogas, pendidikan, pendapatan, umur, motivasi peternak, kontak dengan anggota kelompok, dan jarak instalasi biogas dari penampung gas ke dapur. Hasil korelasi tersebut sangat lemah, sehingga dilakukan analisis dengan menggunakan korelasi ganda untuk mengetahui hubungan bersama semua variabel karakteristik. Hasilnya menunjukkan keeratan hubungan peubah karakteristik peternak dengan adopsi peternak di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan mencapai 0,57 (lihat Tabel 6). Hal tersebut disebabkan, karena setiap peubah dari karakteristik peternak secara bersama-sama memberikan konteribusi

pada adopsi peternak tentang teknologi biogas dan nampak pada bertambahnya jumlah

Besarnya koefisien korelasi ganda karakteristik peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas terjadi karena hubungan peubah umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, jumlah keluarga, kontak

peternak dengan anggota kelompok, kontak dengan penyuluh, jarak digester

dengan dapur peternak, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu dari peternak tahu biogas sampai peternak menggunakan biogas dan motivasi peternak dengan adopsi peternak tentang teknologi biogas dilakukan secara bersama-sama. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), bahwa beberapa hal yang mempengaruhi adopsi seseorang diantaranya umur, pendidikan, pola hubungan, motivasi, sifat adopsi, interaksi individual, kelompok, anggota keluarga dan sumber informasi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh

Ibrahim et al. (2003), bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan

seseorang mengadopsi inovasi, antara lain: umur, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, dan pola hubungan serta kegiatan penyuluhan.

Senada dengan temuan Mei dan Kurniasari (2008), mengatakan bahwa kemampuan menentukan sikap menerima atau mengadopsi teknologi erat hubungannya dengan faktor internal dan eksternal pengguna. Karakteristik internal meliputi: umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, alasan menggunakan teknologi, pendapatan pengguna, jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Kemudian faktor eksternal adalah kekosmopolitan pengguna teknologi, keanggotaan dalam kelompok, frekwensi interaksi dengan lembaga, ketersediaan sarana dan prasarana serta jenis pengambila keputusan.

Penelitian Mursidi et al. (2008), menjelaskan bahwa variabel umur,

pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, alasan melakukan usaha, jumlah tenaga kerja, cosmopolitan, frekwensi kontak dengan penyuluh tidak memperlihatkan hubungan nyata, namun variabel pendidikan formal dan pendapatan petani memperlihatkan hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Azizi dan Nasution (2008), menyatakan bahwa ada beberapa variabel yang mempunyai pengaruh terhadap teknologi, diantaranya:

umur, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga, cosmopolitan serta kontak dengan penyuluh.

Selanjutnya hasil penelitian Walekhwa et al. (2009), mengemukakan

bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adopsi biogas, faktor utama yang mempengaruhi adopsi seorang petani yaitu faktor sosial ekonomi, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh faktor pribadi (umur pengguna, pendidikan formal, ukuran keluarga, luas lahan, banyaknya jumlah ternak, jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal pengguna), kelembagaan dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengantemuan Suharyanto et al. (2002), menyatakan bahwa teknologi yang didesiminasikan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pengguna/petani. Sebaik apapun teknologi yang dihasilkan akan tidak berguna

apabila tidak diadopsi oleh pengguna/petani. Perilaku pengguna banyak

dipengaruhi, antara lain pemilihan sistem teknologinya, sangat kondisi individu, kondisi lingkungan baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial ekonomi. Selain peubah tersebut, ada beberapa peubah bebas diantaranya umur, pendidikan, pendapatan, luas lahan, sikap, pengetahuan dan norma sosial.

Hasil temuan Hamalik (1999) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran

Dokumen terkait