4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.3 Hubungan Karakteristik Responden dengan Status Giz
4.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita (BB/U)
Terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita melalui pengukuran BB/U pada kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95% berdasarkan hasil uji korelasi Chi-square. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5. Apooh dan Krekling (2005), mengemukakan bahwa pengetahuan gizi ibu sangat berhubungan dengan status gizi anak balita.
Penelitian Rahmaulina (2008), menunjukkan adanya hubungan nyata dan positif antara pengetahuan ibu mengenai gizi dengan tumbuh kembang anak serta pemberian stimulasi psikososial pada anak. Semakin tinggi pendapatan per kapita dan pendidikan orang tua maka pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak serta pemberian stimulasi psikososial semakin baik. Pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak serta pemberian stimulasi psikososial juga menunjukkan hubungan positif dan signifikan dengan perkembangan kognitif anak. Semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak serta pemberian stimulasi psikososial pada anak maka perkembangan kognitif anak semakin baik.
4.3.2 Hubungan Antara Biaya Pengeluaran Pangan dengan Status Gizi Balita (BB/U)
Riset Kesehatan Dasar 2007 mengemukakan persentase rumah tangga dengan konsumsi energi rendah dan protein rendah menurut tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita menunjukkan pola spesifik, yaitu semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, semakin menurun persentase rumah tangga yang konsumsi energi dan proteinnya rendah. Hasil uji korelasi Chi-square
menunjukkan terdapat hubungan yang nyata antara biaya pengeluaran pangan dengan status gizi balita melalui pengukuran BB/U di kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95%. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Hasil penelitian Tuankotta (2012), menunjukkan terdapat hubungan berbeda secara bermakna antara pengeluaran keluarga untuk makanan dengan kecukupan total asupan energi pada anak usia 24-59 bulan. Pada keluarga yang pengeluaran untuk makanannya lebih tinggi sebesar 1.930 kali mengalami total asupan energi yang cukup, dibandingkan anak pada keluarga yang pengeluaran untuk makanannya lebih rendah.
4.3.3 Hubungan Antara Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Balita (BB/U)
Menurut Prasetyawati (2012), kesehatan tubuh anak sangat erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi. Zat-zat yang terkandung dalam makanan yang masuk dalam tubuh sangat mempengaruhi kesehatan. Faktor yang cukup dominan yang menyebabkan keadaan gizi kurang meningkat ialah perilaku memilih dan memberikan makanan yang tidak tepat kepada anggota keluarga termasuk anak-
anak. Dari hasil penelitian diketahui bahwa asupan zat gizi relatif masih kurang. Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang tidak nyata antara tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi kecuali pada zat gizi besi dan vitamin D. Terdapat hubungan nyata antara tingkat kecukupan zat gizi besi dan vitamin D dengan status gizi balita melalui pengukuran BB/U di kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95%. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Tella (2012), pada daerah Mapanget yang mengatakan bahwa hubungan pola makan dengan status gizi sangat kuat. Asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan anak dibarengi dengan pola makan yang baik dan teratur yang perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan perkenalan jam- jam makan dan variasi makanan dapat membantu mengkoordinasikan kebutuhan akan pola makan sehat pada anak.
Hasil penelitian Hendrayati et al (2013) menunjukkan dari jumlah sampel sebanyak 30 balita pada usia 24 – 59 bulan, tidak ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian wasting (p=0.061), tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian wasting (p=0.212), tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan kejadian wasting (p=0.261), ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan kejadian wasting (p=0.04). Secara umum asupan makanan tidak mempengaruhi kejadian wasting pada anak balita di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng, Makasar.
Menurut penelitian Bahmat et al (2012), ada hubungan yang signifikan antara asupan seng dan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara. Ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dan kejadian stunting pada bayi 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dan kejadian stunting pada bayi 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara. Seng dan Zat Besi merupakan Tabel 4.5 Hubungan variabel independen dengan status gizi balita (BB/U) usia
24-59 bulan di posyandu kelapa gading dan sukapura Jakarta Utara.
Parameter Signifikansi Odd Ratio
Pengetahuan Gizi Ibu Biaya Pengeluaran Pangan Zat Gizi Energi
Zat Gizi Protein Zat Gizi Lemak Zat Gizi Karbohidrat Zat Gizi Besi
Zat Gizi Kalsium Zat Gizi Fosfor Zat Gizi Vitamin A Zat Gizi Vitamin C Zat Gizi Vitamin D Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu 0.012 0.024 0.314 0.690 0.584 0.584 0.010 0.205 0.434 1 0.124 0.024 0.000 0.721 0.099 0.118 1.667 1.376 1.350 0.741 0.246 0.435 0.663 1 0.373 0.118 0.032 0.774
32
variabel yang paling kuat mempengaruhi kejadian stunting pada bayi 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara.
4.3.4 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita (BB/U) Menurut Salimar et al (2009), keluarga dengan ibu berpendidikan lebih tinggi (≥ SLTA) mempunyai peluang 1.405 kali memiliki anak balita dengan total asupan energi yang cukup dibandingkan dengan ibu berpendidikan rendah (< SLTA). Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan ibu dengan status gizi balita melalui pengukuran BB/U di kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95%. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5. Hasil penelitian Tuankotta (2012), menunjukkan adanya hubungan berbeda secara bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan kecukupan total asupan energi pada anak usia 24-59 bulan, dimana terdapat peluang anak dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 1.968 kali terhadap kecukupan total asupan energi dibandingkan anak dari ibu dengan tingkat pendidikan rendah. Dengan kata lain anak dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi berpeluang lebih besar untuk mendapatkan kecukupan total asupan energi dibandingkan anak dari ibu dengan tingkat pendidikan rendah.
4.3.5 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Balita (BB/U)
Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang tidak nyata (p > 0.05) antara pekerjaan ibu dengan status kesehatan balita melalui pengukuran BB/U pada kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95%. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5. Hasil penelitian Zahroh (2012) pada wilayah kerja puskesmas Kecamatan Ciputat Timur menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan gizi ibu tentang gizi buruk adalah pendidikan (p=0.000; r=0.761), umur (p=0.024; r=0.254), pekerjaan (p=0.000; r= -0.436), pendapatan (p=0.004; r=0.323), sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk adalah pengalaman (p=0.343).