• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN

4.7. Hubungan Karakteristik Wilayah dengan Kejadian

Paru di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 Tuberkulosis Paru

Kasus Kontrol Total Nilai

R Square

No Karakteristik Wilayah

N % n % N % P 1 Ketinggian Permukaan Tanah

dari Permukaan Laut

a. > 373 meter b. < 373 meter 49 16 37.7 12.3 37 28 28.5 21.5 86 44 66.2 33.8 0.026 0.195 2 Curah Hujan a. < 2732 mm/tahun b. < 2732 mm/tahun 42 23 32.3 17.7 29 36 22.3 27.7 71 59 54.6 45.4 0.022 0.201

3 Jarak Tempuh ke Sarana Kesehatan a. < 4610 meter b. > 4610 meter 33 32 25.4 24.6 18 47 13.8 36.2 51 79 39.2 60.8 0.007 0.236 ٭ signifikan prob < α = 0,05

Tabel 4.6. diatas menunjukkan dari 66.2% dengan ketinggian permukaan tanah dari permukaan laut > 373 meter mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 37.7%, sedangkan dari 33.8% pada ketinggian permukaan tanah dari permukaan laut < 373 meter mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 21.5%, artinya bahwa tingginya permukaan tanah lebih memungkinkan mengakibatkan tuberkulosis paru.

Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan ketinggian permukaan

tanah dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,026 (p<0,05). Kemudian

berdasarkan uji regresi logistik dengan metode enter diperoleh R Square yaitu

besarnya 0.195 atau 19.5% artinya, variasi ketinggian permukaan tanah menjelaskan tuberkulosis paru (kategori lemah).

Kondisi curah hujan > 2732 mm/tahun sebesar 54.6% mayoritas menderita tuberkulosis paru yaitu 32.3%, sedangkan 45.4% curah hujan < 2732 mm/tahun mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 27.7%, artinya bahwa curah hujan

tinggi memungkinkan mengakibatkan tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square

menunjukkan bahwa terdapat hubungan curah hujan dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,022 (p<0,05). Kemudian berdasarkan uji regresi logistik

dengan metode enter diperoleh R Square yaitu besarnya 0.201 atau 20.1% artinya,

variasi curah hujan menjelaskan tuberkulosis paru (kategori lemah).

Jarak tempuh ke sarana kesehatan ≤ 4610 meter sebesar 39.2% mayoritas

menderita tuberkulosis paru yaitu 25.4%, sedangkan 60.8% jarak tempuh ke sarana kesehatan > 4610 meter mayoritas tidak menderita tuberkulosis paru yaitu 36.2%, artinya bahwa jarak tempuh yang dekat lebih kecil memungkinkan mengakibatkan

tuberkulosis paru. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan jarak

tempuh ke sarana kesehatan dengan kejadian Tuberkulosis paru dengan nilai p = 0,007 (p<0,05). Kemudian berdasarkan uji regresi logistik dengan metode enter

diperoleh R Square yaitu besarnya 0.236 atau 23.6% artinya, variasi jarak tempuh ke

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Karakteristik Penderita (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Status Gizi, Status Imunisasi BCG, Status Sosial Ekonomi, dan Tindakan) dengan Kejadian Tuberkulosis Paru.

Karakteristik penderita yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru terdiri dari umur dimana daya tahan tubuh pada usia sangat muda atau awal kelahiran, biasanya cenderung dengan jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan yang rendah, dapat di hubungkan dengan beberapa penyakit paru akibat kerja, pengetahuan yang rendah, pola makan dan konsumsi gizi pada seseorang dapat menetukan, tidak mendapatkan imunisasi BCG, kondisi sosial ekonomi rendah dan tindakan seseorang.

5.1.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Tuberkolosis Paru.

Hasil penelitian menunjukkan dengan uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara umur responden dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p

= 0,018 (p<0,05). Artinya bahwa frekuensi dan jumlah umur ≤ 30 tahun sangat

berdampak terhadap kejadian tuberkolosis paru. Hal ini sependapat dengan Sudijo (1997), bahwa kasus TB paru banyak ditemukan pada golongan umur 30-40 tahun, sedangkan Gerdunas (2002), menyatakan penyakit tuberkolosis paru menyerang sebagian besar kelompok produktif usia kerja yaitu 15-50 tahun.

Penelitian ini tidak sependapat dengan hasil penelitian Arsunan Arsin, Azriful, dan Aisyah (2003), bahwa tidak ada hubungan umur responden dengan kejadian TB paru di Makasar.

5.1.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Tuberkolosis Paru.

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara jenis kelamin responden dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p=0,027 (p<0,05). Artinya bahwa jenis kelamin sangat berdampak terhadap terjadinya tuberkolosis paru. Pada penelitian ini diperoleh bahwa laki-laki lebih banyak menderita tuberkolosis paru, dapat kita asumsikan bahwa perempuan lebih memperhatikan kesehatannya dibandingkan dengan laki-laki. Biasanya laki-laki kurang memperhatikan kesehatannya dan kebiasaan hidupnya sehari-hari banyak menimbulkan faktor pemicu terjadinya penyakit misalnya penyakit tuberkolosis paru.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Arsunan Arsin, Azriful, dan Aisyah (2003), ada hubungan jenis kelamin responden dengan kejadian TB paru di Makasar.

5.1.3. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara pendidikan dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,004 (p<0,05). Artinya bahwa pendidikan seseorang sangat berdampak terhadap terjadinya tuberkolosis paru. Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden yang tidak sekolah lebih banyak menderita tuberkolosis paru.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arsunan Arsin, Azriful, dan Aisyah (2003), bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan responden dengan kejadian TB paru di Makasar.

5.1.4. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara pekerjaan dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,015 (p<0,05). Artinya bahwa pekerjaan seseorang sangat berdampak terhadap terjadinya tuberkolosis paru. Pada penelitian ini diperoleh bahwa pekerjaan responden dapat dihubungkankan dengan penyakit paru akibat kerja. Penyakit

tuberkolosisis paru adalah airborne infection maka penyebaran penyakit dapat terjadi

dilingkungan kerja.

Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Arsunan Arsin, Azriful, dan Aisyah (2003), bahwa tidak ada hubungan jenis pekerjaan responden dengan kejadian TB paru di Makasar.

5.1.5. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara pengetahuan dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,003 (p<0,05). Pada penelitian ini diperoleh bahwa pengetahuan yang dimiliki responden berpengaruh pada kejadian tuberkolosis paru. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Iwan Suwarsa (2001), bahwa hubungan variabel pengetahuan dengan kejadian TB paru BTA(+) secara statistik tidak bermakna (p=0,5489).

Aditama (1988), mengatakan bahwa pengetahuan penderita TB paru masih kurang memadai, masih cukup banyak penderita yang menyatakan TB paru disebabkan oleh pikiran, keturunan, dan menyatakan TB paru menular melalui alat makan atau minuman.

5.1.6. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara status gizi dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden yang menderita tuberkolosis paru lebih banyak dengan status gizi buruk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arsunan Arsin, Azriful, dan Aisyah (2003), ada hubungan status gizi responden dengan kejadian TB paru di Makasar.

Menurut Soemirat (2000), bahwa penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan masyarakat akibat dari kelebihan atau kekurangan gizi, merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia seperti penyakit tuberkolosis paru dan penyakit lainnya. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan responden imunologis terhadap penyakit.

5.1.7. Hubungan Status Imunisasi BCG dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chis Square terdapat hubungan

signifikan antara status imnisasi BCG dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden yang menderita tuberkolosis paru lebih banyak yang tidak mendapatkan imunisasi BCG.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sutikno (2004), Erni Murniasih dan Livana (2007), bahwa ada hubungan bermakna antara status imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru. Sedangkan Crofton (1993), mengatakan bahwa BCG dapat memberikan 80% perlindungan terhadap penyakit tuberkolosis selama 15 tahun bila diberikan sebelum infeksi pertama kali.

Imunisasi BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil yang hidup yang telah dilemahkan atau dihilangkan virulensinya, Basil ini berasal dari suatu strain tuberculosis bovin yang diabaikan selama beberapa tahun dalam laboratorium. Vaksin BCG merangsang kekebalan, Baksil tuberkolosis dapat memasuki tubuh tetapi dalam kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan mengendalikan dan membunuh kuman-kuman tersebut.

5.1.8. Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara status sosial ekonomi dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden yang menderita tuberkolosis paru lebih banyak yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan sering memeriksakan kesehatannya dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan, yang memiliki kartu jaminan kesehatan akan mengurangi biaya untuk memeriksakan kesehatannya.

5.1.9. Hubungan Tindakan dengan Kejadian Tuberkolosis Paru

Hasil penelitian menunjukkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan

signifikan antara tindakan dengan kejadian tuberkolosisis paru, dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden yang menderita tuberkolosis paru lebih banyak dengan tindakan buruk. Tindakan yang tampak pada manusia dipengaruhi oleh genetic dan lingkungan yang juga merupakan penentu dari tindakan manusia tersebut. (Notoatmodjo, 2003).

5.2. Hubungan Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah (Kepadatan Hunian

Dokumen terkait