• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kecerdasan Emosi dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi

BAB II. LANDASAN TEORI

D. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi

dengan Prestasi Belajar

Pendidikan identik dengan belajar karena kegiatan belajar dan segala aspek maupun faktor yang mempengaruhi belajar merupakan proses dalam pendidikan. Hakekat tujuan pembelajaran adalah tercapainya hasil pembelajaran yang optimal, sehingga siswa diharapkan dapat meraih prestasi belajar yang memuaskan. Prestasi belajar merupakan masalah yang penting sebab diperolehnya prestasi belajar pada siswa yang berada di bangku sekolah dapat diperoleh melalui beberapa usaha. Salah satu masalah yang menyebabkan murid droup out dari sekolah adalah rdanya prestasi belajar sekolah (Turner & Helms dalam Syafitri, 2004). Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, diantaranya adalah faktor kecerdasan emosi dan faktor motivasi berprestasi.

Menurut Goleman (2002) kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang, sedangkan 80% adalah sumbangan dari faktor lain, di antaranya adalah kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ). Goleman (2000) mendefinisikan kecerdasan emosi adalah kecakapan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan serta mampu mengelola suasana hati dan kecemasan ketika menghadapi kecemasan dalam berpikir. Kedua inteligensi itu sangat diperlukan dalam proses belajar siswa karena IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa di iringi penghayatan emosi terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Goleman (2002) menjelaskan bahwa keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Kecerdasan emosi bekerja

commit to user

secara sinergi dengan ketrampilan kognitif atau IQ, menurut Goleman bahwa orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa kecerdasan emosi, seseorang tidak bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang optimal. Pendapat Goleman ini diperkuat oleh pendapat McClelland (dalam Salam dan Welem, 2003) menjelaskan bahwa seseorang yang berprestasi tinggi senantiasa memiliki kecerdasan emosi dan ketrampilan kognitif yang bekerja secara bersama-sama, karena tanpa kecerdasan emosi seseorang tidak bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitifnya sesuai dengan potensinya secara maksimal dalam belajar maupun bekerja.

Hasil penelitian yang dilakukan Fahim dan Pishghadam (2007) yang menunjukkan bahwa EQ dan inteligensi akademis merupakan kualitas terpisah, dan kecerdasan emosi adalah prediktor yang lebih baik bagi kesuksesan dalam pendidikan. Dengan kata lain, keberhasilan pendidikan seseorang dapat dilihat dari kecerdasan emosi yang dimiliki. Kecerdasan emosi yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis, dan dapat mengurangi agresivitas khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002).

Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan siswa di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosionalnya dan sosial, yaitu mempunyai minat pada diri sendiri; tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk tidak berbuat nakal; mampu menunggu,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Sebagian besar siswa yang prestasi belajar di sekolahnya buruk menurut laporan tersebut tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosi ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti kertidakmampuan belajar). (Goleman, 2002).

Prestasi belajar tidak hanya ditentukan oleh intelegensi dan kecerdasan emosi saja, melainkan motivasi berprestasi juga ikut menetukan keberhasilan belajar seseorang. W. Santrock (1996) menjelaskan bahwa kemampuan siswa yang berprestasi pada dunia pendidikan banyak ditentukan oleh faktor motivasi berprestasi. Prestasi belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual saja karena seringkali siswa yang kurang cerdas mampu memperlihatkan kecenderungan motivasi berprestasi yang lebih adaptif, misalnya lebih tekun dalam membuat tugas dan lebih yakin dengan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah sehingga dapat menjadi siswa yang berprestasi di sekolah. Sebaliknya, beberapa siswa yang cerdas namun motivasi berprestasi rendah cenderung menjadi siswa yang berprestasi rendah, misalnya lebih mudah putus asa dan tidak yakin dengan kemampuan akademisnya sendiri.

Donald (dalam Wasty Sumanto, 1998) menjelaskan bahwa faktor yang ikut menentukan prestasi belajar siswa adalah motivasi dalam diri siswa itu untuk berprestasi. Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi prestasi belajar yang dicapainya rendah, karena tidak didukung oleh motivasi yang tinggi, sehingga mengakibatkan prestasi yang dicapaipun kurang optimal. Salah

commit to user

satu faktor pendukung agar prestasi yang dicapai dapat optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya, motivasi merupakan perubahan tenaga dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Motivasi berprestasi adalah suatu keinginan yang mendorong seseorang untuk melakukan tugas-tugas yang menantang demi mencapai kesuksesan. Penelitian membuktikan bahwa siswa yang cerdas dapat memiliki prestasi yang lebih rendah dibandingkan siswa lain yang kurang cerdas karena tidak memiliki motivasi berprestasi dalam dirinya (Berk dalam Welem, 2003).

Motivasi berprestasi dalam kegiatan belajar di sekolah merupakan penggerak dalam diri siswa, sehingga siswa tersebut terdorong untuk melakukan berbagai kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Motivasi berprestasi juga dapat berfungsi sebagai pendorong dalam usaha pencapaian prestasi (Morgan dalam, Frickson 1996). Seseorang melakukan usaha belajar karena adanya motivasi berprestasi pada diri siswa yang meyebabkan terwujudnya tingkah laku belajar dan pada akhirnya dapat mencapai prestos belajar yang optimal. Adanya motivasi berprestasi yang tinggi akan diikuti oleh adanya usaha yang tekun dalam belajar, usaha inilah yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Dokumen terkait