• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Pola Makan dengan Obesitas pada Guru SMP

5.1.2 Hubungan Kecukupan Gizi (Kecukupan Energi,

Obesitas pada Guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa

Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa guru pada kategori lebih sebanyak 91,7% yang obesitas dan sebanyak 8,3% yang tidak obesitas. Sedangkan guru dengan jumlah kecukupan energi pada kategori baik sebanyak 22,2% yang obesitas dan sebanyak 77,8% yang tidak obesitas dan tidak ada guru dengan kecukupan energi kurang. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji

60

chi square diketahui bahwa terdapat hubungan antara kecukupan energi dengan obesitas p=0,001 < 0,05. Artinya, jumlah energi yang dikonsumsi turut menentukan status obesitas pada guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa. Ratio Prevalence (RP) guru yang obesitas dengan kecukupan energi lebih dibandingkan kecukupan energi baik yaitu sebesar 4,125 dengan 95% CI (1,724-9,872). Artinya, kecukupan energi yang berlebih merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.

Berdasarkan penelitian sebanyak 91,7% guru yang obesitas dengan kategori kecukupan energi lebih. Sumbangan energi terbesar pada penelitian ini yaitu, protein dan lemak. Jenis makanan sumber energi yang sering dikonsumsi oleh guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa adalah dari kelompok makanan lauk-pauk seperti telur ayam dan juga udang serta dari jenis jajanan seperti gorengan, nasi goreng, dan juga keripik, dimana jenis jajanan tersebut mengandung banyak minyak dan kalori yang tinggi. Selain itu di SMP Negeri 3 Tanjung Morawa tersedia dapur dimana di dapur tersebut tersedia teh dan juga kopi sehingga disela waktu kosong jam mengajar guru sering mengkonsumsi minuman seperti teh dan kopi. Minuman tersebut mengandung gula dan berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan menyatakan bahwa di dalam gula mengandung kalori (364 kal). Dengan demikian, kebiasaan seperti ini dapat meningkatkan jumlah energi di dalam tubuh sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan obesitas pada guru.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh T Kristina pada pedagang sayur di lingkungan XIII Kelurahan Kwala Bekala Medan menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah asupan energi dengan

61

obesitas. rata-rata tingkat konsumsi energi pedagang sayur ialah sebesar 2833,53 kkal, bila dibandingkan dengan kecukupan energi rata rata per orang/hari yaitu 2150 kkal, maka rata-rata tingkat konsumsi pedagang sayur berada diatas Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG).

Energi di dalam tubuh diperlukan untuk metabolisme basal, yaitu energi yang diperlukan pada waktu seseorang beristirahat. Energi juga diperlukan untuk mengolah makanan itu sendiri, untik aktivitas jasmani, berfikir, pertumbuhan, dan pembuangan sisa makanan. Namun jika terjadi kelebihan energi di dalam tubuh maka energi akan disintesis menjadi lemak tubuh, sedangkan lemak yang telah tersedia dalam tubuh tidak terpakai untuk energi. Akibatnya, penimbunan lemak terus terjadi dan mengakibatkan obesitas (Devi, 2010).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa guru dengan jumlah kecukupan karbohidrat pada kategori lebih 100% yang mengalami obesitas dan tidak ada guru yang tidak obesitas. Sedangkan pada kategori baik 52,9% guru mengalami obesitas dan 47,1% yang tidak obesitas. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji fisher’s exact test diketahui bahwa terdapat hubungan antara kecukupan karbohidrat dengan obesitas p=0,016 < 0,05.Dengan demikian jumlah karbohidrat yang dikonsumsi turut menentukan status obesitas pada guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa. Dilihat dari perbandingan kecukupan karbohidrat lebih dengan kecukupan karbohidrat baik denagn obesitas pada guru memiliki Ratio Prevalence (RP) sebesar 1,889 dengan 95% CI (1,376-2,593) yang berarti, kecukupan karbohidrat lebih merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.

62

Sumber karbohidrat utama yang sering dikonsumsi oleh guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa adalah nasi dimana dalam 150 g nasi menyumbangkan karbohidrat sebesar (43 g). Karbohidrat merupakan salah satu suplai energi bagi tubuh sehingga jika mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang banyak dan sering akan menyebabkan suplai energi meningkat dan mengakibatkan obesitas.

Konsumsi karbohidrat yang berlebih menyebabkan suplai energi yang berlebih pada tubuh. Energi yang berlebih tersebut juga akan disintesis menjadi lemak tubuh, sedangkan lemak yang tersedia didalam tubuh tidak terpakai untuk energi maka akan menyebabkan terjadinya obesitas (Devi, 2010).

Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan oleh Cristina pada pekerja onshore pria perusahaan migas x di Kalimantan Timur menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan obesitas. kejadian obesitas lebih tinggi pada responden yang mengkonsumsi karbohidrat lebih dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsi karbohidrat cukup.

Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa guru dengan jumlah kecukupan protein pada kategori lebih 62,5% mengalami obesitas dan 37,5% yang tidak obesitas. Sedangkan pada kategori baik sebanyak 50% guru yang obesitas dan sebanyak 50% yang tidak obesitas. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji fisher’s exact test diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara kecukupan protein dengan obesitas p=1,000 > 0,05. Hal ini berarti jumlah protein yang dikonsumsi tidak turut menentukan status obesitas pada guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa. Ratio Prevalence (RP) obesitas pada guru dengan

63

kecukupan protein lebih dibandingkan yang kecukupan protein baik sebesar 1,250 dengan 95% CI (0,306-5,102). Hal ini berarti, kecukupan protein belum dapat dikatakan secara pasti sebagai faktor risiko terjadinya obesitas sebab nilai RP-nya terletak diantara 0,306-5,102.

Sumber protein yang sering dikonsumsi oleh guru pada penelitian ini adalah telur, ikan teri, ikan dencis, ikan tongkol dan udang. Protein tidak berhubungan dengan obesitas, hal ini kemungkinan disebabkan karena konsumsi energi guru yang tinggi sehingga fungsi protein sebagai sumber energi kurang berperan dalam meningkatkan berat badan yang dapat mengakibatkan obesitas. Dalam hal ini protein dalam tubuh lebih berperan ke fungsinya sebagai zat pembangun bagi pemeliharaan jaringan tubuh.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Marpaung dimana tidak terdapat hubungan antara kecukupan protein dengan obesitas. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai p= 0,160 > 0,005.

Penelitian ini berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan oleh T Kristina yang menyebutkan tidak ada hubungan antara kecukupan protein dengan tingkat kegemukan pada pedagang sayur dimana berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p=0,425 > 0,05.

Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Cristina yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kecukupan protein dengan obesitas (p=0,543).

Dalam hal ini protein menjalankan fungsi utamanya yaitu sebagai pemeliharaan dan membangunsel-sel serta jaringan tubuh sehingga protein tidak

64

berbungsi sebagai penghasil energi di dalam tubuh karena dalam keadaan yang berlebih protein dapat diubah menjadi energi dan lemak yang disimpan dalam tubuh (Almatsier, 2010).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa semua guru dengan jumlah kecukupan lemak pada kategori lebih sebanyak 76,9% yang menderita obesitas dan sebanyak 23,1% yang tidak obesitas. Sedangkan guru dengan kecukupan lemak pada kategori baik sebanyak 37,5% guru yang obesitas dan sebanyak 62,5% guru yang tidak obesitas. Sedangkan pada kategori lebih semua guru menderita obesitas. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi square diketahui bahwa terdapat hubungan antara kecukupan lemak dengan obesitas p=0,021 < 0,05. Dengan demikian jumlah lemak pada makanan yang dikonsumsi turut menentukan status obesitas pada guru SMP Negeri 3 Tanjung Morawa. Dilihat dari Ratio Prevalence (RP) Obesitas pada guru dengan kecukupan lemak lebih dibandingkan yang kecukupan lemak baik sebesar 2,051 dengan 95% CI (1,053-3,995) yang artinya kecukupan lemak berlebih merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.

Hal ini disebabkan karena kebiasaan guru yang mengkonsumsi makanan jenis lauk-pauk yang digoreng, disambal dan gulai dan jenis sayuran yang ditumis, dimana jenis olahan makanan tersebut mengandung banyak minyak. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dapat dilihat bahwa minyak mengandung lemak yang tinggi (98 g). konsumsi lemak dalam jumlah yang banyak dan dengan kategori sering dapat menyebabkan obesitas karena lemak merupakan sumber energi padat dan penghasil energi yang besar.

65

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marpaung diamana terdapat hubungan antara kecukupan lemak dengan obesitas pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui p=0,0001 < 0,005.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bantarpraci (2012) yang menyebutkan adanya hubungan yang bermakna antara kecukupan lemak dengan obesitas. berdasarkan hasil uji statistik nilai p= <0,001. Analisis hubungan antara kecukupan lemak dengan obesitas mendapatkan odds ratio sebesar 4,818 yang berarti bahwa dengan kecukupan lemak yang berlebih memiliki peluang 4,818 kali untuk terkena obesitas.

Pola konsumsi dalam penelitian ini digambarkan dengan besarnya asupan energi, asupan karbohidrat, asupan protein, dan asupan lemak. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square dan dengan uji fisher’s exact test menunjukkan dari keempat jenis asupan tersebut, asupan energi, asupan karbohidrat, dan asupan lemak memiliki hubungan yang signifikan terhadap obesitas (p < 0,05).Sedangkan asupan protein tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap obesitas (p > 0,05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hutahaean, hasil uji statistik didapat hubungan antara kecukupan energi, karbohidrat dan lemak dengan obesitas, kecukupan protein dengan obesitas secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna.

5.1.3. Hubungan Frekuensi Makan dengan Obesitas pada Guru SMP Negeri

Dokumen terkait