• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepailitan dengan lelang memiliki hubungan yang saling terkait satu dengan yang lain, secara umum lelang merupakan salah satu cara pelaksanaan eksekusi dalam kepailitan. Hubungan kepailitan dengan lelang dapat dilihat pada tahap pemberesan harta pailit dan keadaan insolvensi.

a. Keadaan Insolvensi

Pengertian insolvensi tertuang dalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) UUK dan PKPU “yang dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar”. Dengan demikian, keadaan insolvensi adalah “suatu keadaan dimana debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya”. Harta pailit berada dalam keadaan insolvensi dapat dilihat dalam Pasal 178 ayat (1) UUK dan PKPU :

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.

Hubungan kepailitan dengan lelang dalam keadaan insolvensi terjadi pada saat dimulainya keadaan insolvensi, dimana kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat

mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UUK dan PKPU. Sebelum keadaan insolvensi, hak eksekusi kreditor pemegang hak agunan ditangguhkan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh hari) sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan,99 dan jangka waktu tersebut berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhir lebih cepat atau pada saat dimulai keadaan insolvensi.100

Kreditor separatis dalam melaksanakan hak eksekusinya menggunakan cara penjualan di muka umum (lelang) dengan menggunakan instrumen lelang eksekusi hak tanggungan, dimana Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau disebut dengan UUHT, mengatur cara pelunasan utang debitor sebagaiman diatur dalam Pasal 6 UUHT, “apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri

Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU dihubungkan dengan Pasal 59 ayat (1) UUK dan PKPU, bahwa kewenangan kreditor separatis untuk melaksanakan hak eksekusi dimulai setelah habisnya jangka waktu penangguhan selama 90 (sembilan puluh hari) sejak putusan pernyataan pailit diucapkan hingga 2 (dua) bulan setelah debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi.

99 Lihat Pasal56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

100

Lihat Pasal57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. Hanya saja dalam kepailitan, kreditor separatis diberikan waktu paling lama hingga 2 (dua) bulan setelah keadaan insolvensi, apabila tidak berhasil maka maka harus diserahklan kepada Kurator yang akan melakukan penjualan harta pailit.

Kreditor separatis diberikan pilihan dalam melaksanakan eksekusi lelang hak tanggungan yaitu kreditor mengajukan permohonan lelang langsung ke KPKNL (parate eksekusi) atau dengan meminta penetapan terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri untuk melaksanakan lelang (fiat eksekusi).

Dalam praktiknya, kreditor separatis memilih cara parate eksekusi dengan pertimbangan waktu yang cukup singkat sehingga kreditor dapat menggunakan haknya secara maksimal. Seperti dalam kasus pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan pada KPKNL Medan sesuai Risalah Lelang Nomor 011/2010 tanggal 14 Januari 2010 dengan pemohon lelang PT Bank CIMB Niaga Tbk. dan debitor PT Sumatra Rotanindo yang telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 02/Pailit/2008/PN.Niaga/PN.Mdn. tanggal 03 Pebruari 2009, dimana Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator menyetujui PT Bank CIMB Niaga Tbk. selaku kreditor separatis untuk melaksanakan eksekusi terlebih dahulu dengan alasan dan pertimbangan antara lain sebagai berikut : 1. Bahwa PT Bank CIMB Niaga Tbk. Adalah kreditor separatis pemegang hak

2. Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menentukan bahwa kreditor pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak tanggungan lainnya dapat melakukan eksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.

3. Bahwa oleh karena sesuatu hal Kurator belum dapat melaksanakan pengurusan dan pemberesan kepailitan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 56 ayat 1 UUK dan PKPU. Tenggang waktu itu saat ini telah terlewati. Kreditor pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan eksekusi.

4. Bahwa berdasarkan surat pernyataan dari kuasa hukum PT Bank CIMB Niaga Tbk, bersedia menanggung dan membayar semua biaya-biaya dan beban-beban kepailitan, termasuk tagihan pajak yang terutang dari Kantor Pajak.

Adapun syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk. antara lain sebagai berikut :

a. Hak eksekusi sebagai pemegang hak tanggungan untuk melaksanakan penjualan di muka umum (lelang) benda yang menjadi agunan diberikan paling lambat 2 (dua) bulan. Jika tidak berhasil pengurusan dan pemberesan kepailitan menjadi hak Kurator dan Kurator akan melaksanakan eksekusi.

b. Penjualan di muka umum (lelang) dilaksanakan melalui Kantor Pelaynanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan, dan yang dilelang hanya

terhadap benda (aset) yang menjadi agunan, yaitu tanah dan banguna PT Sumatra Rotanindo tidak termasuk yang dilelang barang-barang bergerak seperti barang inventaris kantor, dan lain-lainnya.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Kurator tentang hasil penjualan (lelang) benda (aset) yang menjadi agunan, dan menyerahkan sisa hasil penjualan kepada Kurator setelah dikurangi jumlah utang-utang debitor.

d. Melaksanakan pembayaran terhadap semua beban-beban kepailitan PT Sumatra Rotanindo, seperti tagihan buruh, tagihan listrik, tagihan PDAM.

Berdasarkan alasan-alasan dan syarat-syarat yang diajukan oleh Balai Harta Peninggalan, dapat dijelaskan bahwa Kurator menyetujui eksekusi yang dilakukan oleh kreditor separatis disebabkan PT Bank CIMB Niaga Tbk. bersedia membayar biaya-biaya kepailitan dan tagihan-tagihan dan mengupayakan harga lelang yang setingi-tingginya. Persetujuan pelaksanaan eksekusi yang diberikan Kurator kepada kreditor separatis selain untuk memenuhi hak kreditor sebagai pemegang hak jaminan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UUK dan PKPU juga sebagai manifestasi dari asas mengakui hak separatis kreditor pemegang hak jaminan dalam kepailitan.

b. Pemberesan Harta Pailit

Putusan pailit yang telah diputuskan mengakibatkan debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan ditetapkan. Kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta

kekayaan debitor pailit oleh undang-undang kepada seorang Kurator yang diangkat bersamaan dengan ditetapkannya putusan pailit.

Terdapat beberapa aspek kepailitan dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta kekayaan debitor pailit, yakni harta pailit, Kurator, Hakim Pengawas dan tindakan pemberesan harta pailit

Menurut Pasal 184 ayat (1) UUK dan PKPU :

2. Dengan tetap memperhatikan Pasal 15 ayat (1), Kurator harus memulai pemberesan dan menjual harta pailit (setelah dilakukan pencocokan piutang) tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitor apabila :

a. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak, atau

b. Pengurusan terhadap perusahaan debitor dihentikan.

Disamping ketentuan Pasal 184 ayat (1) UUK dan PKPU, perlu pula diperhatikan Pasal 69 ayat (2) UUK dan PKPU yang menentukan :

Dalam melaksanakan tugasnya Kurator :

1. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu orang debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.

2. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka (dengan tujuan) meningkatkan nilai harta pailit.

Ketentuan Pasal 185 ayat (1) UUK dan PKPU, semua benda harus dijual di muka umum (dilelang) sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (1) tidak tercapai, menurut Pasal 185 ayat (2) penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas. Sedangkan menurut

Pasal 185 ayat (3) UUK dan PKPU, semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan (artinya, tidak dapat dijual baik melalui lelang maupun di bawah tangan) maka Kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut, namun harus dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.

Kurator dapat menggunakan jasa debitor dengan memberikan imbalan jasa (upah) yang besarnya ditentukan oleh Hakim Pengawas. Jika harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar, maka Hakim Pengawas segera mengadakan rapat dan para kreditor untuk membicarakan mengenai cara pemberesan harta pailit. Undang-undang telah memberikan 2 (dua) alternatif pemberesan harta pailit. Alternatif pertama, harta pailit dijual di muka umum melalui mekanisme lelang, sedangkan alternatif kedua, harta pailit dijual di bawah tangan setelah memperoleh izin dari Hakim Pengawas.

Tindakan pemberesan harta pailit selanjutnya, Kurator harus membuat suatu daftar mengenai pembayaran kepada kreditor yang wajib memperoleh pengesahan dari Hakim Pengawas. Di dalam daftar tersebut harus dimuat informasi tentang penerimaan dan pengeluaran (termasuk imbalan jasa bagi Kurator), nama para kreditor, jumlah pencocokan tiap tagihan dan pembagian yang harus diterima oleh setiap tagihan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 189 ayat (1) dan (2) UUK dan PKPU.

Apabila dalam pelaksanaan pemberasan harta pailit diperlukan biaya-biaya, misalnya biaya-biaya yang berkenaan dengan pelaksanaan lelang harta palit, maka

semua biaya tersebut dapat dibebankan pada bagian harta pailit yang bersangkutan. Pembebanan biaya-biaya tersebut pada harta pailit diberikan landasan hukum dalam Pasal 191 UUK dan PKPU.

Pemberesan harta pailit berakhir, segera setelah para kreditor menerima pembayaran penuh piutangnya atau segera setelah daftar pembagian penutup memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Setelah lewat satu bulan, Kurator harus memberikan pertangungjawaban tentang pemberesan harta pailit yang telah dilakukannya kepada Hakim Pengawas.

Semua putusan berkenaan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang ditetapkan Pengadilan Niaga bersifat final. Kecuali jika ditentukan sebaliknya. Artinya, penetapan Pengadilan Niaga yang menyangkut pengurusan dan pemberesan harta pailit tidak dapat dimintakan kasasi atau peninjauan kembali.

Hubungan kepailitan dengan lelang dalam proses pemberesan harta pailit dapat dilihat pada Pasal 185 ayat (1) UUK dan PKPU yang mensyaratkan “semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan”. Penjualan di muka umum itu adalah lelang yang diatur dalam Vendu Reglement Stbl. 1908/189, Vendu Instructie Stbl. 1908/190, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang.

Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengamanatkan bahwa “penjualan di muka umum (lelang) merupakan cara penjualan yang diutamakan dalam penjualan harta pailit”. Dengan demikian, peranan lelang masih dianggap relevan dalam sistem perundang-undangan dan peranan lelang difungsikan untuk mendukung upaya law enforcement pada hukum perdata, hukum pidana, hukum pajak, dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang Hak Tanggungan, Undang-undang Perpajakan serta UUK dan PKPU sendiri yang memilih lelang sebagai cara penjualan dalam pelaksanaan eksekusi.

J. Mekanisme Pelaksanaan Lelang Eksekusi Harta Pailit Pada Kantor

Dokumen terkait