• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Eksekusi Harta Pailit Melalui Lelang dan Penjualan Di Bawah Tangan (Studi Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Eksekusi Harta Pailit Melalui Lelang dan Penjualan Di Bawah Tangan (Studi Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MEKANISME PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HARTA PAILIT PADA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG

MEDAN

H. Tinjauan Umum Kepailitan dan Lelang 1. Kepailitan

Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis,

Latis dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya pemogokan atau

kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau

berhenti membayar utangnya disebut dengan le faille. Di dalam bahasa Belanda

dipergunakan istilah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan

kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di dalam

bahasa Latin dipergunakan istilah failure.64

Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi dua

asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Pasal 1131

KUHPerdata menentukan bahwa “semua benda bergerak dan tidak bergerak dari

seorang debitor, baik yang sekarang ada, maupun yang akan diperolehnya (yang

masih akan ada) menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya”. Pasal

1132 KUHPerdata menentukan bahwa “benda-benda itu dimaksudkan sebagai

jaminan bagi para kreditornya bersama-sama dan hasil penjualan atas benda-benda itu

dibagi diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan/perbandingan tagihan

(2)

mereka, kecuali bilamana diantara mereka atau para kreditor terdapat alasan

pendahuluan yang sah”. Dari ketentuan tersebut debitor dipaksa untuk memenuhi

prestasinya kepada kreditor. Apabila debitor lalai yang berarti telah terjadi

wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh

utangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitor akan dibagi secara seimbang

kepada kreditor.65

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi

keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.

Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum

atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang aka nada di

kemudian hari. Pemberesan kepailitan dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan

hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan

tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proposional

(proporate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.66

Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau bankrupt adalah “the state or

conditional of a person (individual, partnership, corporation, municipality who is unable to pay its debt as they are, or became due, The teerm includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or whohas filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.”67

65

Ibid, hal.20

66 Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), hal.1

67 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan, (Jakarta: Raja Grafindo

(3)

Dari pengertian bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary di atas,

diketahui bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk

membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak

dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai

dengan proses pengajuan ke Pengadilan, baik atas permintaan debitor itu sendiri

maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Selanjutnya, Pengadilan

akan memeriksa dan memutuskan tentang ketidakmampuan seorang debitor. Putusan

tentang pailitnya debitor haruslah berdasarkan putusan Pengadilan, dalam hal ini

adalah Pengadilan Niaga yang diberikan kewenangan untuk menolak atau menerima

permohonan tentang ketidakmampuan debitor. Putusan Pengadilan ini diperlukan

untuk memenuhi asas publisitas, sehingga perihal ketidakmampuan seorang debitor

itu akan dapat diketahui oleh umum. Seorang debitor tidak dapat dinyatakan pailit

sebelum ada putusan pailit dari Pengadilan yang berkekutan hukum tetap.68

Pailit adalah suatu keadaan dimana seseorang berhenti tidak mampu lagi

membayar hutangnya dengan putusan Hakim atau Pengadilan Negeri.69

Mengenai defenisi kepailitan itu sendiri, tidak ditemukan dalam Faillisements

Verordening maupun dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1998. Namun, dalam

rangka untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas ada baiknya diketahui

pendapat dari beberapa sarjana tentang pengertian pailit, antara lain :

68 Sunarmi, op.cit., hal.23-24

69 M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, Dictionary of Law Complete Edition, (Surabaya,

(4)

R. Soekardono menyebutkan “kepailitan adalah penyitaan umum atas harta

kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Harta

Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan boedel dar

orang yang pailit.”70

Menurut Memorie van Toelichting (penjelasan umum) bahwa “kepailitan

adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan si berutrang

guna kepentingannya bersama para yang mengutangkan.”71

Siti Soemarti Hartono mengatakan bahwa “kepailitan adalah suatu lembaga

hukum dalam Hukum Perdata Eropah sebagai relaisasi dari dua asas pokok dalam

Hukum Perdata Eropah yang tercantum dalam Pasal-pasal 1131 dan 1132

KUHPerdata.”72

Pasal 1 angka (1) ini secara tegas menyatakan bahwa kepailitan ada sita

umum, bukan sita individual. Karena itu, disyaratkan dalam Undang-undang

Kepailitan bahwa untuk mengajukan permohonan pailit, harus memiliki 2 (dua) atau

lebih kreditor. Seorang debitor yang hanya memiliki 1 (satu) kreditor tidak dapat

dinyatakan pailit karena hal ini bertentangan dengan prinsip sita umum. Apabila Pengertian pailit dijumpai dalam Pasal 1 angka (1) UUK dan PKPU yang

menyebutkan “kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim

Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.”

70 Sunarmi, op.cit., hal.26

71 R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1983), hal.264 72

(5)

hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah sita individual, dimana sita individual

bukanlah sita dalam kepailitan. Dalam sita umum, maka seluruh harta kekayaan

debitor akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan Kurator, sehingga debitor

tidak memiliki hak untuk mengurus dan mengausai harta kekayaannya.73

Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU) dalam penjelasan umumnya

mengemukakan bahwa Undang-undang tersebut didasarkan pada beberapa asas.

Asas-asas tersebut antara lain (secara eksplisit disebutkan dengan kata-kata “antara

lain”, yang berarti tidak terbatas pada asas-asas yang disebutkan itu saja), adalah :74 1. Asas Keseimbangan

Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan

dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat

mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor

yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya

penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad

baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Dalam Undang-undang ini terdapat ketentuan yang memungkinkan

perusahaan debitor yang prospektif tetap dapat dilangsungkan.

73Ibid., hal.29

74 Penjelesan Umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

(6)

3. Asas Keadilan

Dalam kepailitan, asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan

mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang

berkepentingan. Asas keadilan adalah untuk mencegah terjadinya

kesewenangan-wenangan pihak penagih yang menbusahakan pembayaran atas taguhan

masing-masing teerhadap debitor, dengan tidak memperdulikan kreditor lainnya.

4. Asas Integrasi

Asas integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa

sistem hukum formal dan hukum materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh

dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

Selain asas-asas yang tercantum dalam penjelasan umum UUK dan PKPU

tersebut diatas, ada beberapa asas yang harus diperhatikan oleh Undang-undang

kepailitan suatu negara agar Undang-undang tersebut dapat memenuhi beberapa

kebutuhan dunia usaha, baik nasional maupun internasional, diantaranya :75 a. Asas Mendorong Invenstasi dan Bisnis

Undang-undang kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing

dan pasar modal, serta memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit

luar negeri. Indonesia telah menandatangani perjanjian Marrakesh/WTO

mengenai liberalisasi perdagangan jasa dan barang. Dalam hubungan itu,

undang-undang kepailitan harus dapat mendorong invenstasi asing dan menumbuhkan

kehidupan pasar modal. Selain itu, undang-undang kepailitan harus kondusif

75

(7)

untuk memudahkan bagi perusahaan-perusahaan Indonesia memperoleh kredit

dari luar negeri.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, undang-undang kepailitan seyogianya

membuat asas-asas dan ketentuan-ketentuan yang dapat diterima secara global

(globally accepted principles). Asas-asas tersebut harus sejalan dengan asas-asas

hukum kepailitan dari negara-negara para pemodal (investor) dan kreditor asing

yang diinginkan oleh pemerintah dan dunia usaha Indonesia untuk menanamkan

modalnya ke Indonesia dan memberikan kredit bagi kepentingan dunia usaha

Indonesia.

b. Asas Persetujuan Putusan Pailit Harus Disetujui oleh Para Kreditor Mayoritas

Sekalipun undang-undang kepailitan membolehkan permohonan pernyataan

pailit diajukan oleh salah satu kreditor saja, namun demi kepentingan para

kreditor lain, tidak seyogianya undang-undang kepailitan membuka kemungkinan

diperolehnya putusan pernyataan pailit yang diajukan oleh seorang kreditor harus

berdasarkan persetujuan para kreditor lain melalui lembaga rapat para kreditor

(creditors meeting).

Di pihak lain, sekalipun permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh

debitor sendiri, namun putusan pernyataan pailit itu seyogianya tidak diambil oleh

pengadilan tanpa disetujui oleh semua atau mayoritas kreditor (sebagaian besar

kreditor). Mayoritas kreditor yang dimaksudkan adalah para kreditor pemilik

(8)

puluh persen) dari jumlah utang debitor atau 2/3 atau ¾ dari jumlah utang debitor

adalah tergantung dari undang-undang kepailitan yang bersangkutan.

Dengan demikian, asas yang dianut dalam suatu undang-undang kepailitan

seyogianya ialah bahwa kepailitan pada dasarnya merupakan kesepakatan

bersama antara debitor dan para mayoritas kreditornya.

c. Asas Keadaan Diam (Standstill atau Stay)

Suatu undang-undang kepailitan seharusnya menganut ketentuan mengenai

berlakunya keadaan diam (standstill atau stay) yang berlaku secara otomatis

(berlaku demi hukum). Dengan kata lain, memberlakukan automatic standstill

atau automatic stay, sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan di

pengadilan. Ketentuan ini demi melindungi para kreditor dari upaya debitor untuk

menyembunyikan atau mengalihkan sebagian atau seluruh harta kekayaan debitor

kepada pihak lain yang dapat merugikan kreditor.

Selain bagi kepentingan para kreditor, berlakunya keadaan diam otomatis atau

keadaan diam demi hukum (automatic stay) sejak permohonan pernyataan pailit

didaftarkan di pengadilan, adalah juga untuk melindungi debitor dari upaya

kreditor secara sendiri-sendiri menagih tagihannya.

d. Asas Mengakui Hak Separatis Kreditor Pemegang Hak Jaminan

Lembaga hak jaminan harus dihormati oleh undang-undang kepailitan. Di

dalam ilmu hukum perdata, seorang pemegang hak jaminan (hak agunan)

(9)

diberikan oleh hukum kepada kreditor pemegang hak jaminan bahwa barang

jaminan (agunan) yang dibebani dengan hak jaminan tidak termasuk harta pailit.

Kreditor pemegang hak jaminan berhak melakukan eksekusi berdasarkan

kekuasaannya sendiri yang diberikan oleh undang-undang sebagai perwujudan

dari hak pemegang hak jaminan yang didahulukan dari para kreditor lainnya.

Ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU ditentukan bahwa “hak eksekusi

kreditor pemegang hak jaminan (hak agunan) ditangguhkan untuk jangka waktu

paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit

diucapkan”. Dengan demikian, kreditor separatis tidak dapat melaksanakan

eksekusi terhadap barang jaminan yang ada pada kreditor separatis sampai habis

masa penangguhan tersebut.

Pelaksanaan eksekusi terhadap hak jaminan oleh kreditor separatis dalam

jangka waktu 2 (dua) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UUK dan

PKPU. Apabila tidak berhasil dilaksanakan kreditor separatis wajib

menyerahkannya kepada Kurator.

e. Asas Proses Putusan Pernyataan PailitTerbuka Untuk Umum

Mengingat putusanpernyataan pailit terhadap seorang debitor berdampak luas

dan menyangkut kepentingan banyak pihak, maka proses kepailitan harus dapat

diketahui oleh masyarakat luas. Putusan pailit terhadap seorang debitor bukan

(10)

menyangkut semua kreditor, karena dengan putusan pailit oleh pengadilan itu

maka terhadap harta debitor diletakkan sita umum.

Putusan pailit bukan menyangkut kepentingan para kreditor saja, tetapi juga

menyangkut stakeholders yang lain dari debitor, yaitu negara sebagai penerima

pajak, para karyawan dan buruhnya, para pemasok barang dan jasa kebutuhan

debitor, para pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan barang dan jasa

debitor. Para pemasok maupun pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan

barang dan jasa debitor dapat pula berjumlah banyak. Oleh karena begitu banyak

pihak yang berkepentingan dengan debitor, maka semua hal sejak permohonan

pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan, selama proses pemeriksaan

berlangsung di pengadilan baik di pengadilan tingkat pertama maupun

banding/kasasi, ketika putusan pailit dijatuhkan oleh pengadilan di tingkat

pertama maupun banding/kasasi, sampai selama tindakan pemberesan dilakukan

oleh Kurator, harus dapat diketahui oleh umum.

Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang telah menganut asas ini. Di dalam penjelasan

umumnya dapat diketahui bahwa UUK dan PKPU memang menganut asas

(11)

Syarat-syarat kepailitan sangat penting, jika permohonan kepailitan tidak

memenuhi syarat, maka permohonan tersebut tdiak akan dikabulkan oleh Pengadilan

Niaga. Syarat-syarat kepailitan adalah sebagai berikut :76

a. Pailit ditetapkan apabila debitor yang mempunyai dua kreditor atau lebih tidak

mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo.

b. Paling sedikit harus ada 2 (dua) kreditor (concursus creditorum).

c. Harus ada utang.

Pengertian utang menurut Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU :

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi member hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

d. Syarat utang harus telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, menurut penjelasan Pasal 2

ayat (1) adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik

karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana

diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yangberwenang,

maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Pengertian

utang diberi batasan secara tegas, demikian pula pengertian jatuh waktu, hal ini

semata-mata untuk menghindari adanya berbagai penafsiran.77

76 Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal.31 77

(12)

e. Syarat cukup satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Bunyi Pasal 2 ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 37 tahun 2004

merupakan perubahan dari bunyi Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan

Nomor 4 tahun 1998 dan Faillissementsverordening Stb. 1905 No. 217 jo. S.

1906 No. 348. Bunyi Pasal 1 ayat (1) Fv adalah “setiap debitor yang tidak mampu

membayar utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali

utang tersebut, baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan seorang

kreditor atau beberaqpa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh hakim

yang menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit.”

f. Debitor harus dalam keadaan insolvent, yaitu tidak membayar lebih dari 50 %

utang-utangnya. Debitor harus telah berada dalam keadaan berhenti membayar

kepada para kreditornya, bukan sekedar tidak membayar kepada satu atau dua

orang kreditor saja.

2. Lelang

Istilah lelang berasal dari bahasa latin “auctio” yang berarti peningkatan harga

secara bertahap. Sebenarnya lelang telah lama dikenal, para ahli melalui penelitian

literature Yunani mengemukakan bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun

sebelum Masehi. Beberapa jenis lelang yang popular pada masa itu antara lain adalah

lelang karya seni, lelang tembakau, lelang kuda, lelang budak dan sebagainya.

Lelang sebetulnya merupakan suatu istilah hukum yang penjelasannya

(13)

memberikan definisi bahwa penjualan di muka umum ialah “pelelangan dan

penjualan barang yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang

semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun”. Dengan

melakukan pendaftaran, dimana orang-orang yang diundang sebelumnya sudah

diberitahukan tentang pelelangan itu, diberikan kesempatan kepadanya untuk

membeli dengan jalan menawar harga, menyetujui harga.78

Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang yang saat ini

berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 angka 1, mengatur lelang adalah “penjualan

barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau

lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang

didahului dengan Pengumuman Lelang”. Berdasarkan pengertian tersebut, KPKNL

membatasi pengertian lelang hanya pada penjualan di muka umum saja tidak

termasuk lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan. Terdapat kerancuan

pengertian antara lelang dalam arti penjualan barang dan lelang dalam arti pembelian

barang. Lelang dalam arti pembelian, khususnya dalam rangka pengadaan barang dan

jasa dalam kaitan APBN dikenal juga dengan istilah “lelang tender”, lelang dalam arti

penjualan dikenal dengan istilah “lelang” dengan pengertian sebagaimana diatur

Vendu Reglement.79

78 S.Mantayborbir dan Iman Jauhari, op. cit., hal. 8 79

(14)

Beberapa ahli juga memberikan pengertian tentang lelang, seperti pendapat

yang dikemukakan oleh Mr. Wennek dari Belanda dari Balai Lelang Rippon Boswel

and Company Swiss, yang mengatakan80

Menurut Christoper L. Allen, Auctioneer dari Australia mendefinisikan lelang

sebagai “the sale by auctions insolves an invitation to the public for the purchase of

real or personal property offered for sale by making successive increasing offers until, subject to the sellers reserve price the property is knocked down to the highest bidder”.

“an auction is a system of selling to the

public, a number of individual items, one at atime, commencing at a set time on a set day. The auctioneer conducting the auction invites offers of price for the item from the ateenders”.

81

Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada 3 (tiga), yaitu :

Pengertian lelang menurut pendapat Polderman (sebagaimana dikutip oleh

Rochmat Soemitro) dalam disertasinya tahun 1913 berjudul “Het Openbare aanbod”

meyebutkan bahwa :

82

a. Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid). b. Ada kehendak untuk mengikat diri.

c. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya.

80 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang Teori dan Praktek,

(Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2006), hal.23

81Ibid 82

(15)

Rochmat Soemitro selanjutnya mengutip pendapat Roell, Kepala Inspeksi

Lelang Jakarta tahun 1932 bahwa : “penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian

yang terjadi antara saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu

barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan

kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli

barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana kesempatan lenyap”.

Titik berat dari definisi yang diberikan Roell adalah pada kesempatan penawaran

barang.83

a. Cara penjualan barang.

Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-undang Lelang Direktorat

Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum-Sekretariat Jenderal Departemen

Keuangan :

Pengertian lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penaswaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan atau upaya mengumpulkan peminat. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian lelang adalah :

b. Terbuka untuk umum.

c. Penawaran dilakukan secara kompetisi.

d. Pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat.

e. Cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut di atas harus dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lelang

adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan

peminat melalui pegumuman yang dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang

dengan pencapaian harga yang optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau

83

(16)

turun-turun dan atau tertulis. Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur

berikut:84

a. Penjualan barang di muka umum.

b. Didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman.

c. Dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang.

d. Harga terbentuk dengan cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau

tertulis.

Selain itu, dalam pengertian lelang harus dipenuhi 5 (lima) unsur, yaitu :85

a. Penentuan harga bersifat kompetitif karena cara penawaran harga yang khusus,

yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau secara

turun-turun dan atau secara tertutup dan tertulis tanpa member prioritas kepada pihak

manapun untuk membeli.

Lelang adalah suatu bentuk penjualan barang.

b. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, kecuali kepada para calon peminat

lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat

ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.

c. Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat

transparan.

d. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien

dan efektif.

84Ibid, hal. 54 85

(17)

Pelaksanaan lelang harus sesuai dengan asas lelang guna mewujudkan

optimalisasi hasil lelang. Untuk itu, diperlukan pelaksanaan lelang yang efisien, adil,

terbuka dan akuntabel. Dalam rangka memenuhi hal tersebut, setiap pelaksanaan

lelang harus selalu memperhatikan asas-asas yaitu :86 a. Asas Keterbukaan

Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan hak asasi

pribadi, golongan dan rahasia negara.

Asas keterbukaan menghendaki agar setiap anggota masyarakat memepunyai

kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang, kecuali dilarang oleh peraturan

perundang-undangan. Dengan demikian setiap pelaksanaan lelang harus didahului

dengan pengumuman lelang yang berperan sebagai sumber bagi masyarakat

untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang

pelaksanaan lelang.

Asas ini bermuara pada upaya pencegahan terjadinya praktik persaingan

usaha tidak sehat dan tidak memberikan kesempatan adanya praktik korupsi,

kolusi dan nepotisme.

(18)

b. Asas Keadilan

Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal

dengan bukunya yang berjudul Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas

membuat adanya keadilan. Tujuan Undang-Undang Lelang adalah membuat

adanya keadilan dalan pelaksanaan lelang.

Asas keadilan dalam lelang mengandung pengertian bahwa dalam proses

pelaksanaan lelang harus memenuhi rasa keadilan secara proposional bagi setiap

pihak yang berkepentingan dan diberlakukan sama kepada penguna jasa lelang.

Dalam lelang terdapat kesetaraan antara hak Penjual untuk memperoleh sejumlah

uang dan hak Pembeli untuk memperoleh barang dengan harga yang disepakati.

Asas ini menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan isi lelang yang

tercantum dalam Risalah Lelang, yang mempunyai kekuatan untuk menuntut

prestasi secara adil dari para pihak dan memikul kewajiban untuk melaksanakan

isi Risalah Lelang itu dengan itikad baik (good faith).

Black Law’s Dictionary memberikan pengertian iktikad baik adalah “in or with good faith: honestly, openly, and sincerely; without deceit or fraud. Truly, actually; without simulation or pretense”.

Iktikad baik harus digunakan untuk memenuhi asas keadilan dalam

pelaksanaan lelang. Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaan lelang, bukan hanya

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Risalah Lelang yang wajib ditaati oleh

(19)

tertulis, yaitu kepatutan, kejujuran, tanpa tipu muslihat, dan tidak

menyembunyikan sesuatu yang buruk yang di kemudian hari dapat menimbulkan

kesulitan-kesulitan bagi pihak-pihak lain.

c. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum menurut Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme adalah “asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap

kebijakan penyelenggara Negara”.

Asas kepastian hukum ini menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan

menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan

dalam pelaksanaan lelang. Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang

oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik peralihan hak (acta van

transport) atas barang sekaligus sebagai alas penyerahan barang. Tanpa Risalah

Lelang, pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang tidak sah.

Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum tentang

hal-hal yang terjadi karena apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas sehingga dapat

menimbulkan ketidakpastian.Oleh karena itu, Risalah Lelang sebagai figur hukum

yang mengandung kepastian huokum harus diaktualisasikan dengan tegas dalam

(20)

d. Asas Efisiensi

Efisiensi dalam ilmu ekonomi digunakan untuk merujuk pada sejumlah

konsep yang terkait pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan seluruh

sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa.

Asas efisiensi dalam lelang akan memberikan jaminan pelayanan penjualan

dengan cepat dan mudah karena dilakukan pada waktu dan tempat yang telah

ditentukan, pengesahan sebagai pembeli dilakukan pada saat itu juga dan

penyelesaian pembayaran dilakuan secara tunai serta biaya yang sangat relatif

murah.

Asas ini juga akan menjamin pelaksanaan lelang menjadi media terbaik dalam

proses jual beli sebab potensi harga terbaik akan lebih mudah dicapai dikarenakan

secara teknis dan psikologis suasana kompetitif tercipta dengan sendirinya.

Dengan demikian akan terbentuk iklim pelaksanaan lelang yanga adil, kondusif

dan berdaya saing.

e. Asas Akuntabilitas

Asas akuntabilitas menurut Pasal 3 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi

dan Nepotisme adalah “asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil

akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara

(21)

Dengan demikian, asas ini menghendaki agar lelang yang dilaksanakan dapat

dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang terkait dan masyarakat.

Lelang berfungsi sebagai sarana penjualan barang yang bersifat khusus dan

transparan yang sejak semula dimaksudkan sebagai pelayanan umum, yaitu siapapun

dapat memanfaatkan jasa lelang. Namun demikian, lelang di Indonesia sebenarnya

mempunyai fungsi sebagai berikut :87

a. Fungsi privat, karena lelang merupakan institusi pasar yang mempertemukan

penjual dan pembeli, maka lelang berfungsi untuk memperlancar arus lalu lintas

perdagangan barang. Fungsi ini dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan

penjualan barang kepada masyarakat/pengusaha yang menginginkan barangnya

dilelang, maupun kepada peserta lelang.

b. Fungsi publik

1) Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka pengamanan terhadap asset

yang dimiliki/dikuasai oleh negara untuk meningkatkan efisiensi dan

efektifitas serta tertib dalam penganganan administrasi.

2) Memberikan pelayanan dalam penjualan barang yang bersifat cepat, aman,

tertib dan mewujudkan harga yang wajar.

3) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang miskin.

Dalam hal ini lelang juga memikul tugas untuk mengamankan pendapatan

negara melalui pajak, khususnya yang berkaitan dengan penjualan tanah yaitu

(22)

Pajak Penghasilan (PPh) dan juga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan.

Jenis lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam

hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Sifat lelang ditinjau dari sudut sebab

barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi.88

a. Lelang eksekusi

Adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan,

dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan.89

Lelang eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada lelang eksekusi Panitia

Urusan Piutang Negara (PUPN), lelang eksekusi pengadilan, lelang eksekusi

pajak, lelang eksekusi harta pailit, lelang eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak

Tanggungan (UUHT), lelang eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), lelang eksekusi barang rampasan, lelang

eksekusi jaminan fidusia, lelang eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai

atau barang yang dikuasai Negara-Bea Cukai, lelang barang temuan, lelang

eksekusi gadai, lelang eksekusi benda sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang

88Purnama Tioria Sianturi, op. cit., hal. 56 89

(23)

Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.90 b. Lelang non eksekusi

Adalah lelang selain lelang eksekusi yang meliputi lelang non eksekusi wajib

dan lelang non eksekusi sukarela.91

Lelang non eksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan

barang yang oleh peraturan perundang-undangan harus dijual secara lelang.92 Sedangkan lelang non eksekusi sukarela adalah lelang atas barang milik swasta,

orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.93

Lelang non eksekusi wajib termasuk tetapi tidak terbatas pada lelang Barang

Milik Negara/Daerah, lelang barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah

(BUMN/D), lelang barang yang menjadi Milik Negara-Bea Cukai, lelang Benda

Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) dan lelang kayu dan hasil

hutan lainnya dari tangan pertama.94

Lelang non eksekusi sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada lelang

barang milik BUMN/Daerah yang berbentuk persero, lelang harta milik bank

90Lihat Pasal5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang

91Purnama Tioria Sianturi, op. cit., hal. 57

92Lihat Pasal1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang

93Lihat Pasal1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang

94

(24)

dalam likuidasi terkecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan,

lelang barang milik perwakilan negara asing dan lelang barang milik swasta.95 Selain dilihat dari sudut sebab barang dilelang, lelang juga dapat dilihat dari

sudut penjual, dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang dibedakan

menjadi lelang yang sifatnya wajib dan lelang yang sifatnya sukarela.96

a. Lelang yang sifatnya wajib

Lelang yang dilaksanakan atas permintaan pihak yang menguasai/memiliki

suatu barang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dijual secara

lelang.

Contohnya : barang-barang inventaris milik instansi pemerintah, apabila sudah

dihapuskan maka berdasarkan Pasal 48 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004

tentang Perbendahraan, barang-barang tersebut harus dijual secara lelang melalui

Kantor Lelang, termasuk lelang atas putusan/penetapan lembaga peradilan yang

amar putusannya mewajibkan adanya penjualan secara lelang.

b. Lelang yang sifatnya sukarela

Lelang yang dilaksanakan atas permintaan masyarakat/pengusaha dan atau

dari pihak-pihak sebagaiman disebutkan dalam Pasal 7 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

95Lihat Pasal7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang

96

(25)

Penjual adalah “orang, badan hukum/usaha atau instansi yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang

secara lelang”.97

Dalam setiap pelaksanaan lelang, penjual memiliki hak dan kewajiban.

Adapun hak dan kewajiban itu adalah sebagai berikut :98

a. Hak-hak penjual adalah :

1) Menentukan cara penawaran lelang.

2) Menetapkan besarnya uang jaminan bagi peserta lelang serta menetapkan

harga limit yang wajar atas barang yang dilelang.

3) Menetapkan syarat-syarat lelang (apabila ada)

4) Menerima uang hasil lelang.

5) Menerima salinan Risalah Lelang.

b. Kewajiban-kewajiban penjual adalah :

1) Mengajukan permohonan/permintaan lelang ke KPKNL setempat.

2) Melengkapi syarat-syarat/dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

3) Mengadakan pengumuman lelang.

4) Membayar bea lelang penjual dan pajak/pungutan lainnya, seperti Pajak

Penghasilan (PPh).

5) Menyerahkan barang dan dokumen-dokumennya kepada pembeli lelang.

97

Lihat Pasal1 angka 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

(26)

6) Mentaati tata tertib lelang.

7) Atas permintaan Pejabat Lelang, menjelaskan/memberi informasi tentang

barang yang akan dilelang termasuk memberi akses peminat lelang untuk

melihat barang yang akan dilelang.

I. Hubungan Kepailitan dengan Lelang

Kepailitan dengan lelang memiliki hubungan yang saling terkait satu dengan

yang lain, secara umum lelang merupakan salah satu cara pelaksanaan eksekusi

dalam kepailitan. Hubungan kepailitan dengan lelang dapat dilihat pada tahap

pemberesan harta pailit dan keadaan insolvensi.

a. Keadaan Insolvensi

Pengertian insolvensi tertuang dalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) UUK dan

PKPU “yang dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar”.

Dengan demikian, keadaan insolvensi adalah “suatu keadaan dimana debitor tidak

mampu lagi membayar utang-utangnya”. Harta pailit berada dalam keadaan

insolvensi dapat dilihat dalam Pasal 178 ayat (1) UUK dan PKPU :

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.

Hubungan kepailitan dengan lelang dalam keadaan insolvensi terjadi pada saat

dimulainya keadaan insolvensi, dimana kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia,

(27)

mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan dalam jangka waktu paling

lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana diatur

dalam Pasal 59 ayat (1) UUK dan PKPU. Sebelum keadaan insolvensi, hak eksekusi

kreditor pemegang hak agunan ditangguhkan dalam jangka waktu paling lama 90

(sembilan puluh hari) sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan,99 dan jangka

waktu tersebut berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhir lebih cepat atau

pada saat dimulai keadaan insolvensi.100

Kreditor separatis dalam melaksanakan hak eksekusinya menggunakan cara

penjualan di muka umum (lelang) dengan menggunakan instrumen lelang eksekusi

hak tanggungan, dimana Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau

disebut dengan UUHT, mengatur cara pelunasan utang debitor sebagaiman diatur

dalam Pasal 6 UUHT, “apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU dihubungkan dengan Pasal 59

ayat (1) UUK dan PKPU, bahwa kewenangan kreditor separatis untuk melaksanakan

hak eksekusi dimulai setelah habisnya jangka waktu penangguhan selama 90

(sembilan puluh hari) sejak putusan pernyataan pailit diucapkan hingga 2 (dua) bulan

setelah debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi.

99 Lihat Pasal56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

100

(28)

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut”. Hanya saja dalam kepailitan, kreditor separatis diberikan waktu paling

lama hingga 2 (dua) bulan setelah keadaan insolvensi, apabila tidak berhasil maka

maka harus diserahklan kepada Kurator yang akan melakukan penjualan harta pailit.

Kreditor separatis diberikan pilihan dalam melaksanakan eksekusi lelang hak

tanggungan yaitu kreditor mengajukan permohonan lelang langsung ke KPKNL

(parate eksekusi) atau dengan meminta penetapan terlebih dahulu dari Ketua

Pengadilan Negeri untuk melaksanakan lelang (fiat eksekusi).

Dalam praktiknya, kreditor separatis memilih cara parate eksekusi dengan

pertimbangan waktu yang cukup singkat sehingga kreditor dapat menggunakan

haknya secara maksimal. Seperti dalam kasus pelaksanaan lelang eksekusi hak

tanggungan pada KPKNL Medan sesuai Risalah Lelang Nomor 011/2010 tanggal 14

Januari 2010 dengan pemohon lelang PT Bank CIMB Niaga Tbk. dan debitor PT

Sumatra Rotanindo yang telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 02/Pailit/2008/PN.Niaga/PN.Mdn.

tanggal 03 Pebruari 2009, dimana Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator

menyetujui PT Bank CIMB Niaga Tbk. selaku kreditor separatis untuk melaksanakan

eksekusi terlebih dahulu dengan alasan dan pertimbangan antara lain sebagai berikut :

1. Bahwa PT Bank CIMB Niaga Tbk. Adalah kreditor separatis pemegang hak

(29)

2. Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menentukan bahwa kreditor

pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak

tanggungan lainnya dapat melakukan eksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi

kepailitan.

3. Bahwa oleh karena sesuatu hal Kurator belum dapat melaksanakan pengurusan

dan pemberesan kepailitan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 56 ayat 1 UUK dan PKPU. Tenggang

waktu itu saat ini telah terlewati. Kreditor pemegang hak tanggungan dapat

melaksanakan eksekusi.

4. Bahwa berdasarkan surat pernyataan dari kuasa hukum PT Bank CIMB Niaga

Tbk, bersedia menanggung dan membayar semua biaya-biaya dan beban-beban

kepailitan, termasuk tagihan pajak yang terutang dari Kantor Pajak.

Adapun syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan oleh

PT Bank CIMB Niaga Tbk. antara lain sebagai berikut :

a. Hak eksekusi sebagai pemegang hak tanggungan untuk melaksanakan penjualan

di muka umum (lelang) benda yang menjadi agunan diberikan paling lambat 2

(dua) bulan. Jika tidak berhasil pengurusan dan pemberesan kepailitan menjadi

hak Kurator dan Kurator akan melaksanakan eksekusi.

b. Penjualan di muka umum (lelang) dilaksanakan melalui Kantor Pelaynanan

(30)

terhadap benda (aset) yang menjadi agunan, yaitu tanah dan banguna PT Sumatra

Rotanindo tidak termasuk yang dilelang barang-barang bergerak seperti barang

inventaris kantor, dan lain-lainnya.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Kurator tentang hasil penjualan

(lelang) benda (aset) yang menjadi agunan, dan menyerahkan sisa hasil penjualan

kepada Kurator setelah dikurangi jumlah utang-utang debitor.

d. Melaksanakan pembayaran terhadap semua beban-beban kepailitan PT Sumatra

Rotanindo, seperti tagihan buruh, tagihan listrik, tagihan PDAM.

Berdasarkan alasan-alasan dan syarat-syarat yang diajukan oleh Balai Harta

Peninggalan, dapat dijelaskan bahwa Kurator menyetujui eksekusi yang dilakukan

oleh kreditor separatis disebabkan PT Bank CIMB Niaga Tbk. bersedia membayar

biaya-biaya kepailitan dan tagihan-tagihan dan mengupayakan harga lelang yang

setingi-tingginya. Persetujuan pelaksanaan eksekusi yang diberikan Kurator kepada

kreditor separatis selain untuk memenuhi hak kreditor sebagai pemegang hak jaminan

sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UUK dan PKPU juga sebagai manifestasi

dari asas mengakui hak separatis kreditor pemegang hak jaminan dalam kepailitan.

b. Pemberesan Harta Pailit

Putusan pailit yang telah diputuskan mengakibatkan debitor pailit demi

hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak

(31)

kekayaan debitor pailit oleh undang-undang kepada seorang Kurator yang diangkat

bersamaan dengan ditetapkannya putusan pailit.

Terdapat beberapa aspek kepailitan dalam rangka pengurusan dan pemberesan

harta kekayaan debitor pailit, yakni harta pailit, Kurator, Hakim Pengawas dan

tindakan pemberesan harta pailit

Menurut Pasal 184 ayat (1) UUK dan PKPU :

2. Dengan tetap memperhatikan Pasal 15 ayat (1), Kurator harus memulai pemberesan dan menjual harta pailit (setelah dilakukan pencocokan piutang) tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitor apabila :

a. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak, atau

b. Pengurusan terhadap perusahaan debitor dihentikan.

Disamping ketentuan Pasal 184 ayat (1) UUK dan PKPU, perlu pula

diperhatikan Pasal 69 ayat (2) UUK dan PKPU yang menentukan :

Dalam melaksanakan tugasnya Kurator :

1. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu orang debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.

2. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka (dengan tujuan) meningkatkan nilai harta pailit.

Ketentuan Pasal 185 ayat (1) UUK dan PKPU, semua benda harus dijual di

muka umum (dilelang) sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan. Dalam hal penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 185 ayat (1) tidak tercapai, menurut Pasal 185 ayat (2) penjualan di

(32)

Pasal 185 ayat (3) UUK dan PKPU, semua benda yang tidak segera atau sama sekali

tidak dapat dibereskan (artinya, tidak dapat dijual baik melalui lelang maupun di

bawah tangan) maka Kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan

terhadap benda tersebut, namun harus dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.

Kurator dapat menggunakan jasa debitor dengan memberikan imbalan jasa

(upah) yang besarnya ditentukan oleh Hakim Pengawas. Jika harta pailit berada

dalam keadaan tidak mampu membayar, maka Hakim Pengawas segera mengadakan

rapat dan para kreditor untuk membicarakan mengenai cara pemberesan harta pailit.

Undang-undang telah memberikan 2 (dua) alternatif pemberesan harta pailit.

Alternatif pertama, harta pailit dijual di muka umum melalui mekanisme lelang,

sedangkan alternatif kedua, harta pailit dijual di bawah tangan setelah memperoleh

izin dari Hakim Pengawas.

Tindakan pemberesan harta pailit selanjutnya, Kurator harus membuat suatu

daftar mengenai pembayaran kepada kreditor yang wajib memperoleh pengesahan

dari Hakim Pengawas. Di dalam daftar tersebut harus dimuat informasi tentang

penerimaan dan pengeluaran (termasuk imbalan jasa bagi Kurator), nama para

kreditor, jumlah pencocokan tiap tagihan dan pembagian yang harus diterima oleh

setiap tagihan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 189 ayat (1) dan (2) UUK dan

PKPU.

Apabila dalam pelaksanaan pemberasan harta pailit diperlukan biaya-biaya,

(33)

semua biaya tersebut dapat dibebankan pada bagian harta pailit yang bersangkutan.

Pembebanan biaya-biaya tersebut pada harta pailit diberikan landasan hukum dalam

Pasal 191 UUK dan PKPU.

Pemberesan harta pailit berakhir, segera setelah para kreditor menerima

pembayaran penuh piutangnya atau segera setelah daftar pembagian penutup

memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Setelah lewat satu bulan, Kurator harus

memberikan pertangungjawaban tentang pemberesan harta pailit yang telah

dilakukannya kepada Hakim Pengawas.

Semua putusan berkenaan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit

yang ditetapkan Pengadilan Niaga bersifat final. Kecuali jika ditentukan sebaliknya.

Artinya, penetapan Pengadilan Niaga yang menyangkut pengurusan dan pemberesan

harta pailit tidak dapat dimintakan kasasi atau peninjauan kembali.

Hubungan kepailitan dengan lelang dalam proses pemberesan harta pailit

dapat dilihat pada Pasal 185 ayat (1) UUK dan PKPU yang mensyaratkan “semua

benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan”. Penjualan di muka umum itu adalah lelang yang

diatur dalam Vendu Reglement Stbl. 1908/189, Vendu Instructie Stbl. 1908/190,

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor

(34)

Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang mengamanatkan bahwa “penjualan di muka umum

(lelang) merupakan cara penjualan yang diutamakan dalam penjualan harta pailit”.

Dengan demikian, peranan lelang masih dianggap relevan dalam sistem

perundang-undangan dan peranan lelang difungsikan untuk mendukung upaya law enforcement

pada hukum perdata, hukum pidana, hukum pajak, dan lain sebagainya. Hal ini dapat

dilihat dalam Undang-undang Hak Tanggungan, Undang-undang Perpajakan serta

UUK dan PKPU sendiri yang memilih lelang sebagai cara penjualan dalam

pelaksanaan eksekusi.

J. Mekanisme Pelaksanaan Lelang Eksekusi Harta Pailit Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan

Salah satu jenis lelang eksekusi yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang Medan yaitu lelang eksekusi harta pailit yang terjadi

akibat kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditor

menurun, sedangkan kreditor mengharapkan utang harus diselesaikan secara cepat

dan efektif. Untuk memberikan kesempatan kepada kreditor dalam mengupayakan

penyelesaian yang adil, diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara cepat,

terbuka dan efektif. Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan penyelesaian

utang piutang adalah peraturan kepailitan.

Pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit pada Kantor Pelayanan Kekayaan

(35)

1. Tahap Persiapan Lelang/Pra Lelang

Tahap Persiapan lelang eksekusi harta pailit pada KPKNL Medan dimulai dari

permohonan lelang, penentuan tempat dan waktu lelang, penentuan syarat lelang,

pelaksanaan pengumuman lelang, melakukan permintaan Surat Keterangan Tanah ke

Kantor Pertanahan setempat dan penyetoran uang jaminan lelang. Adapun pada tahap

persiapan lelang/pra lelang hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Kurator selaku pemohon lelang (penjual) mengajukan permohonan lelang secara

tertulis kepada Kepala KPKNL Medan untuk ditetapkan waktu pelaksanaan

lelangnya dengan melampirkan dokumen persyaratan lelang eksekusi harta pailit

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 angka 4 Peraturan Direktur

Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Lelang, yaitu sebagai berikut :

1) Salinan/fotokopi Surat Keputusan Penunjukan Pejabat Penjual;

2) Daftar barang yang akan dilelang;

3) Syarat lelang tambahan dari penjual (apabila ada), sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, antara lain :

a) Jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti secara fisik

barang yang akan dilelang.

b) Jangka waktu pengambilan barang oleh pembeli, dan/atau

c) Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan

(36)

4) Nilai limit barang yang dilelang;

5) Salinan/fotokopi putusan pailit daru Pengadilan Niaga;

6) Salinan/fotokopi daftar harta pailit;

7) Surat pernyataan dari penjual, sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila

terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana;

8) Asli dan/atau fotokopi bukti kepemilikan hak apabila berdasarkan peraturan

perundang-undangan diperlukan adanya bukti kepemilikan hak atau apabila

bukyi kepemilikan hak tidak dikuasai, harus ada surat pernyataan/surat

keterangan dari penjual bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti

kepemilikan hak dengan menyebutkan alasannya.

b. Kepala KPKNL Medan selanjutnya menunjuk Pejabat Lelang untuk memeriksa

kelengkapan dokumen persyaratan lelang eksekusi harta pailit dan meneliti

legalitas formal subjek dan objek lelang. Apabila kelengkapan dokumen

persyaratan formal belum terpenuhi, Pejabat Lelang wajib meminta kekurangan

berkas dimaksud kepada Kurator. Jika dokumen persyaratan lelang yang ada

ternyata masih meragukan maka Pejabat Lelang wajib menyelesaikannya terlebih

dahulu, seperti dengan meminta konfirmasi ke Kurator atau instansi yang terkait.

c. Setelah dinyatakan lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek

lelang, Kepala KPKNL Medan menetapkan jadwal pelaksanaan lelang berupa

(37)

d. Kurator selanjutnya mengumumkan rencana pelaksanaan lelang yang telah

ditetapkan oleh Kepala KPKNL Medan. Tata cara pengumuman lelang diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang, dimana penjualan secara lelang wajib didahului dengan

pengumuman lelang yang dilakukan oleh penjual.101 Pengumuman lelang paling

sedikit memuat :102 1) Identitas penjual;

2) Hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;

3) Jenis dan jumlah barang;

4) Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan,

khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan;

5) Spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;

6) Waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang;

7) Uang jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan

tempat penyetoran;

8) Nilai limit;

9) Cara penawaran lelang; dan

10)Jangka waktu kewajiban pembayaran lelang oleh pembeli.

101

Lihat Pasal41 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

102Lihat Pasal42 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

(38)

Pengumuman lelang harus dimuat melalui surat kabar harian yang memiliki

oplah/tiras 15.000 (lima belas ribu) eksemplar sehari. Untuk pengumuman lelang

eksekusi harta pailit terhadap barang tidak bergerak dan barang bergerak yang

dijual bersama-sama dengan barang bergerak, dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut :103

1) Pengumuman dilakukan 2 (dua) kali, jangka waktu pengumuman lelang

pertama ke pengumuman lelang kedua berselang 15 (lima belas) hari dan

diatur sedemikian rupa sehingga pengumuman lelang kedua tidak jatuh pada

hari libur/hari besar;

2) Pengumuman pertama diperkenankan tuidak menggunakan surat kabar harian,

tetapi dengan cara pengumuman melalui selebaran, tempelan yang mudah

dibaca oleh umum, dan/atau melalui media elektronik termasuk internet,

namun demikian dalam hal dikehendaki oleh penjual, dapat dilakukan melalui

surat kabar harian; dan

3) Pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan

paling singkat 14 (empat) hari sebelum pelaksanaan lelang.

Sedangkan untuk pengumuman lelang eksekusi harta pailit barang bergerak

dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 6 (enam) hari

sebelum pelaksanaan lelang.104

103Lihat Pasal44 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang

104 Lihat Pasal 44 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

(39)

e. Selain mengumumkan rencana pelaksanaan lelang, Kurator juga harus

memberitahukan kepada debitor tentang rencana pelaksanaan lelang.

f. Kepala KPKNL Medan selanjutnya meminta Surat Keterangan Tanah (SKT) ke

Kantor Pertanahan setempat, meningat pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah

dan bangunan wajib dilengkapi dengan SKT.105

g. Masyarakat yang berminat terhadap harta pailit yang dilelang, menyetorkan uang

jaminan lelang ke rekening penampungan lelang KPKNL Medan sebagaimana

yang tercantum dalam pengumuman lelang.

2. Tahap Pelaksanaan Lelang

Tahap pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit pada KPKNL Medan

menyangkut penentuan peserta lelang, pelaksanaan penawaran lelang dan penunjukan

pembeli lelang. Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan lelang,

sebagai berikut :

a. Pejabat Lelang mengecek peserta lelang/kuasanya, kehadirannya dan keabsahan

sebagai peserta lelang dengan bukti setoran uang jaminan lelang yang telah

disetorkan ke rekening penampungan lelang KPKNL Medan.

b. Pejabat Lelang memimpin lelang dengan memulai pembacaan bagian kepala

Risalah Lelang. Pembacaan tersebut diikuti dengan tanya jawab tentang

pelaksanaan lelang antara peserta lelang, Pejabat Penjual dan Pejabat Lelang.

105 Lihat Pasal22 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

(40)

c. Peserta lelang mengajukan penawaran lelang, yang dilakukan setelah Pejabat

Lelang membacakan kepala Risalah Lelang.

Penawaran dalam pelaksanaan lelang dilakukan dengan cara :

1) Penawaran lisan dilakukan dengan cara :

a) Pejabat Lelang menawarkan barang mulai dari nilai limit.

b) Melaksanakan penawaran dengan harga naik-naik dengan kelipatan

kenaikan ditetapkan oleh Pejabat Lelang.

c) Penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui nilai limit

ditetapkan sebagai pembeli oleh Pejabat Lelang.

2) Penawaran tertulis dilakukan dengan cara :

a) Formulir penawaran lelang yang disediakan oleh KPKNL dibagikan

kepada para peserta lelang.

b) Setelah Pejabat Lelang membacakan kepala Risalah Lelang, peserta lelang

diberi kesempatan untuk mengisi dan mengajukan penawaran tertulis

kepada Pejabat Lelang sesuai waktu yang telah ditentukan.

c) Pejabat Lelang membuka surat penawaran bersama-sama dengan Pejabat

Penjual.

d) Pejabat Lelang dan Pejabat Penjual membubuhkan paraf masing-masing

pada surat penawaran yang disaksikan oleh peserta lelang dan penawaran

(41)

e) Jika penawaran belum mencapai nilai limit, maka lelang dilanjutkan

dengan cara penawaran lisan dengan harga naik-naik. Jika tidak ada

penawar yang bersedia menaikkan penawaran secar lisan dengan

naik-naik, maka lelang dinyatakan ditahan, barang tidak terjual.

f) Jika terdapat dua atau lebih penawaran tertinggi yang sama dan telah

mencapai nilai limit, maka untuk menentukan pemenang lelang, para

penawar yang mengajukan penawaran tertinggi yang sama tersebut

dilakukan penawaran kembali secara lisan untuk menaikkan penawaran

tertinggi tersebut ditunjuk sebagai pemenang lelang/pembeli lelang.

d. Setelah proses penawaran lelang selesai, Risalah Lelang ditutup dengan

ditandatangani oleh Pejabat Lelang, Pejabat Penjual. Dalam hal barang yang

dilelang barang tidak bergerak, pembeli turut menandatangani Risalah Lelang,

tetapi untuk barang bergerak pembeli tidak perlu menandatangani Risalah Lelang.

3. Tahap Pasca Lelang

Tahap pasca lelang eksekusi harta pailit pada KPKNL Medan menyangkut

pembayaran harga lelang, penyetoran hasil lelang dan pembuatan Risalah Lelang.

Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap pasca lelang sebagai berikut :

a. Pembayaran harga lelang, pembeli lelang yang ditunjuk pada saat pelaksanaan

lelang wajib melunasi harga lelang dan bea lelang paling lama 3 (tiga) hari kerja

setelah pelaksanaan lelang.106

106 Lihat Pasal71 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang

(42)

penampungan lelang KPKNL Medan pada bank persepsi yang ditunjuk. Bea

lelang pembeli dan penjual dipungut sebesar 1 % (satu) perseen dari harga lelang

sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2003.

b. Penyetoran hasil lelang, setelah pembeli lelang menyetorkan harga lelang ke

rekening KPKNL Medan, maka Bendahara Penerima KPKNL Medan melakukan

penyetoran kepada yang berhak. Bea lelang pembeli dan penjual serta Pajak

Penghasilan (PPh) disetorkan ke kas negara paling lama 1 (satu) hari kerja setelah

pembayaran diterima107, sedangkan harga lelang dikurangi bea lelang penjual dan

Pajak Penghasilan (PPh) disetorkan ke Kurator paling lama 3 (tiga) hari kerja

setelah pembayaran diterima.108

c. Pembuatan Risalah Lelang, Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang berupa

minut, salinan dan kutipan. Pejabat Lelang memberikan kutipan Risalah Lelang

dan kuitansi pembayaran hasil lelang kepada pembeli lelang dan menyerahkan

salinan Risalah Lelang kepada Kurator. Kutipan Risalah Lelang diberikan kepada

pembeli lelang setelah pembeli lelang menunjukkan asli bukti pembayaran Bea

Perilahan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

d. Bagi peserta lelang yang tidak ditunjuk sebagai pembeli lelang, uang jaminan

lelang yang telah disetorkan ke rekening KPKNL Medan dikembalikan oleh

Bendaharawan Penerima KPKNL Medan tanpa potongan apapun juga kepada

107 Lihat Pasal74 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang

108

(43)

peserta lelang yang tidak menang. Pengembalian uang jaminan lelang paling lama

1 (satu) hari kerja sejak permintaan pengembalian dari peserta lelang diterima.

Untuk lebih jelasnya, mekanisme pelaksanaan lelang harta pailitpada KPKNL

Medan dapat dilihat pada skema berikut ini :

SKEMA 1

MEKANISME PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HARTA PAILIT PADA KPKNL MEDAN

Keterangan :

1. Surat permohonan lelang dari Kurator kepada KPKNL Medan

2. KPKNL Medan menentukan hari/tanggal lelang 3

KPKNL Medan Kantor Pertanahan

Peserta Lelang

Kas Negara

Bank Rekening KPKNL Medan

Kurator Pengumuman Lelang

(44)

2a. KPKNL Medan meminta Surat Keterangan Tanah ke Kantor Pertanahan jika

obyek lelangnya berupa tanah dan/atau tanah dan bangunan

3. Kurator melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan yang berlaku

4. Calon peserta menyetor uang jaminan lelang ke rekening KPKNL Medan

5. Kurator memberitahukan rencana pelaksanaan lelang kepada debitor

6. Pelaksanaan lelang dan menentukan pembeli lelang

7. KPKNL Medan mengembalikan uang jaminan lelang kepada peserta lelang yang

tidak menang

7a. Pembeli lelang melunasi pembayaran harga lelang berikut bea lelang pembeli

8. KPKNL Medan menyetorkan bea lelang dan Pajak Penghasilan (PPh) (jika ada)

ke kas negara

9. KPKNL Medan menyerahkan harga lelang kepada Kurator setelah dikurangi bea

lelang penjual dan Pajak Penghasilan (PPh) (jika ada)

4. Studi Kasus Pelaksanaan Lelang Eksekusi Harta Pailit PT Aneka Surya Agung

Pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit PT Aneka Surya Agung berdasarkan

Putusan Pegadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor

02/Pailit/2005/PN.Niaga/Mdn. tanggal 22 Desember 2005, dimana telah ditunjuk

Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator. Dalam tahap pemberesan harta pailit,

Balai Harta Peninggalan Medan mengajukan permohonan lelang aset PT Aneka

Surya Agung berupa :

(45)

1) Dua bidang tanah yang menjadi satu kesatuan masing-masing seluas 4.096 m2

(SHM No.50 atas nama Ng Sai Tju) dan seluas 3.828 m2 (SHGB No.06 atas

nama Ng Sai Tju), berikut bangunan pabrik dan kantor diatasnya terletak di

Jalan Industri No.54 Desa Tanjung Morawa B, Kecamatan Tanjung Morawa,

Kabupaten Deli Serdang.

2) Tiga bidang tanah yang menjadi satu kesatuan masing-masing seluas + 1.981

m2 (SHM No.41 atas nama Anggiat Sugiarto, seluas 1.896 m2 (SHGB No.42

atas nama Anggiat Sugiarto), dan seluas 934 m2 (SHGB No.45 atas nama

Anggiat Sugiarto), berikut bangunan pabrik dan kantor diatasnya terletak di

Jalan Industri No.9 Desa Tanjung Morawa B, Kecamatan Tanjung Morawa,

Kabupaten Deli Serdang.

3) Mesin-mesin dan peralatan kantor.

b. Paket B, yang terdiri dari sebidang tanah seluas + 161 m2 (SHGB No.212 atas

nama Ng Sai Tju), berikut bangunan rumah/kantor yang ada diatasnya, terletak di

Jalan Kompleks Taman Putri Hijau Blok D No.51 Kelurahan Silalas, Kecamatan

Medan Barat, Kota Medan.

Setelah menerima permohonan lelang dari Balai Harta Peninggalan Medan,

Kepala KPKNL memerintahkan Pejabat Lelang untuk meneliti dan memverifikasi

kelengkapan dokumen persyaratan lelang yang diajukan, untuk selanjutnya

(46)

KPKNL Medan juga meminta Surat Keterangan Tanah ke Kantor Pertanahan

Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.

Balai Harta Peninggalan Medan mengumumkan rencana pelaksanaan lelang

harta pailit PT Aneka Surya Agung di surat kabar harian Waspada pada tanggal 20

Juni 2006 dan 05 Juli 2006. Pengumuman lelang yang dilakukan sebagai

pemberitahuan kepada khalayak ramai yang berminat untuk melakukan penyetoran

uang jaminan lelang ke rekening KPKNL Medan sekaligus pemberitahuan kepada

para pihak yang berkepentingan untuk mengajukan sanggahan terhadap rencana

pelaksanaan lelang selain ada juga pemberitahuan rencana pelaksanaan lelangnya

kepada debitor pailit.

Pada saat pelaksanaan lelang yaitu pada tanggal 20 Juli 2006, untuk Paket A

tidak ada seorang pun yang melakukan penyetoran uang jaminan lelang sehingga

Pejabat Lelang menyatakan untuk Paket A Tidak Ada Peminat (TAP), sedangkan

untuk Paket B terdapat 1 (satu) orang peserta yang menyetorkan uang jaminan lelang

dan mengajukan surat penawaran sebesar Rp.550.000.000,- (lima ratus lima puluh

juta rupiah). Namun, penawaran yang diajukan peserta lelang tersebut belum

mencapai nilai limit yang ditetapkan oleh Balai Harta Peninggalan Medan sebesar

Rp.675.000.000,- (enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah). Selanjutnya Pejabat

Lelang melanjutkan penawaran lelang secara lisan dengan harga naik-naik dimulai

dari nilai limit dan langsung ditawar oleh peserta lelang sebesar Rp. 675.000.000,-

(47)

mencapai nilai limit yang ditetapkan maka Pejabat Lelang menunjuk peserta lelang

tersebut sebagai pembeli lelang yang sah sesuai Risalah Lelang Nomor 242/2006.

Selanjutnya pembeli lelang yang ditunjuk melunasi hasil lelang ke rekening

KPKNL Medan sebelum 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang, tepatnya pada

tanggal 25 Juli 2006. Bendaharawan penerima KPKNL Medan kemudian

menyetorkan bea lelang penjual dan pembeli masing-masing sebesar Rp.6.750.000,-

(enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) serta Pajak Penghasilan (PPh) sebesar

Rp.33.750.000,- (tiga puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) ke Kas

Negara pada tanggal 26 Juli 2006 tepatnya paling lama 1 (satu) hari kerja setelah

diterima sesuai Pasal 74 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan menyetorkan hasil bersih

lelang kepada Balai Harta Peninggalan Medan selaku penjual pada tanggal 26 Juli

2006 sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 74 ayat (3) Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang

mewajibkan bendaharawan penerima KPKNL melakukan penyetoran hasil bersih

lelang ke penjual paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.

Selain melunasi hasil lelang, pembeli lelang juga menyetorkan Bea Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp.32.250.000,- (tiga puluh dua

juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sebagai syarat untuk memperoleh Kutipan

Risalah Lelang. Pejabat Lelang kemudian menyerahkan Risalah Lelang kepada

(48)

Dari uraian pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit PT Aneka Surya Agung,

dapat dijelaskan bahwa pelakasanaan lelang dimaksud telah sesuai dengan peraturan

lelang yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang merupakan pedoman bagi KPKNL Medan

dalam melaksanakan lelang. Hal lain juga dapat dilihat dengan tidak adanya

sanggahan (verzet) baik sebelum pelaksanaan lelang maupun pada saat dan sesudah

pelaksanaan lelang karena proses yang dijalankan oleh Balai Harta Peninggalan

Medan dan KPKNL Medan mulai dari tahap pra lelang sampai dengan pasca lelang

telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya terhadap aset PT Aneka Surya Agung yang tidak berhasil terjual

pada pelaksanaan lelang 20 Juli 2006, Balai Harta Peninggalan mengajukan

permohonan lelangnya kembali dan ditetapkan oleh Kepala KPKNL Medan pada

tanggal 02 Nopember 2006. Pada pelaksanaan lelang harta pailit tersebut, barang

tidak bergerak berupa tanah dan bangunan pabrik tidak juga laku terjual sedangkan

untuk mesin-mesin dan peralatan kantor laku terjual dengan harga sebesar

Rp.1.050.000.000,- (satu milyar lima puluh juta rupiah) sesuai Risalah Lelang Nomor

Referensi

Dokumen terkait

1) Pengiriman duta dan konsulat ke negara lain yang merupakan negara ASEAN. Mading - masing negara ASEAN saling mengirimkan duta dan konsulat sebagai

Menurut Nasr Hamid, jelas asumsi ulama kuno tersbut dapat memunculkan rentetan asumsi lain seperti, al-Qur‟an yang diturunkan dapat dilupakan oleh Nabi, sejalan

Bank syariah pada umunya telah menggunakan murabahah sebagai instrumen pembiayaan (financing) yang utama (Jannah, 2009)...

Reliabilitas (kepercayaan) yang menunjukkan apakah sebuah pertanyaan dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu.Jadi kata kunci untuk syarat

Menempatkan pilihan Keadilan Restoratif dalam kebijakan hukum dan penegakan hukum pada peristiwa pidana tidak boleh dipertentangkan dengan pilihan lama Keadilan Retributif

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh pemberian air rebusan kunyit terhadap kejadian keputihan pada remaja putri di dusun Cebongan Kidul Tlogoadi

Kreativitas dan prestasi belajar siswa yang rendah menjadi pertimbangan bagi peneliti dan guru untuk melakukan sebuah upaya peningkatan dengan melalui sebuah

Hasil wawancara dan observasi menunjukkan rendahnya kreativitas dan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri 3 Pliken materi kegiatan ekonomi Indonesia permasalahan yang ada