• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.3. Hasil Anilisis Bivariat

4.3.5. Hubungan Kepuasan Pasien dengan Kesetaraan

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Kesetaran dengan Hubungan Kepuasan Pasien Kesetaraan

Puas Tidak puas Jumlah 0,00

F % F % F %

42 45,2 56 54,6 98 100,0

Dari hasil analisis tabel 4.18. bahwa dari 42 orang responden yang tingkat kesetaraan baik mayoritas responden merasa puasterhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melakukan kewajibannya sebanyak 41 orang responden (97,6%) sedangkan responden yang kesetaran buruk mayoritas responden merasa tidak puas terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melakukan kewajibannya sebanyak 53 orang responden (94,6%). Dari hasil uji statistik pearsonchi square didapatkan nilai p = 0,000 < α=0,05 sehingga Ho ditolak dan memiliki hubungan yang bermakna. Artinya bahwa ada hubungan antara kesetaraan dengan kepuasan pasien.

BAB V PEMBAHASAAN 5.1. Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan 5.1.1. keterbukaan

Berdasarkan Tabel 4.2. hasil penelitian di Puskesmas Pandan dari beberapa Pernyataan pasien tentang Keterbukaan dari segi Tenaga kesehatan selalu berpenampikan rapi adalah 24 orang (24,5%) mengatakan sangat puas dengan penampilan Tenaga kesehatan yang selalu bernampilan rapi sebanyak 39 orang (39,8%) yang mengatakan bahwa tidak puas dengan penampilan tenaga kesehatan yang selalu tidak rapi.

Seperti yang diungkapan Foster Timothy R,V, (2002) mengatakan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien walaupun merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu dan mengenai performance pemberi jasa pelayanan kesehatan.

Seperti juga hasil penelitian Ervan Amri (2012) di Rumah Sakit Mutiara Medan dengan jumlah responden 85 orang, mayoritas responden mengatakan penampilan fisik kesehatan di Rumah Sakit baik sebanyak 68 orang (80%), sebanyak 16 orang (18%) mengatakan cukup baik dan sebanyak 1 orang (1,2%) mengatakan kurang baik

Berdasarkan table 4.2. hasil penelitian di Puskesmas Pandan pernyataan dari segi tenaga kesehatan menyiapkan alat yang dibutuhkan rapi sebanyak 36 orang (36,7%) mengatakan tenaga kesehatan tidak menyiapkan alat yang dibutuhkan rapi dan sebanyak 13 orang (13,3%) mengatakan menyiapakan alat dengan rapi Menurut (Aditama, 2000) fasilitas/sarana adalah sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sarana merupakan aset utama sebuah organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan adanya sarana yang lengkap, maka tenaga kesehatan akan mudah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan kesehatan dengan sarana kesehatan yang memadai juga akan mempengaruhi professional kerja tenaga kesehatan.

Seperti juga hasil penelitian Imelda Maria (2013) di Puskesmas Boawae Kec. Boawae Kab.Nagekeo dengan responden 40 orang mayoritas responden mengatakan penyiapaan alat dengan rapi sebanyak 35 orang (87,5%) menyatakan rapi dan lengkap dengan hanya 5 orang responden menyatakan kurang rapi dan lengkap sarana kesehatan adalah alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pada umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu: sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care),sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care), dan sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care).

Saat ini banyak tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku di Rumah Sakit dan Puskesmas dengan ilmu yang sudah dipelajari untuk diaplikasikan sesuai kode etik profesi. Tenaga

kesehatan yang dihadapinya adalah manusia, dalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien tenaga kesehatan harus menyiapkan alat sesuai dengan standart, sebaiknya melakukan pengembangan ilmu dan peningkatan pengetahuan seperti mengikuti pelatihan serta mengikuti seminar-seminar tentang kesehatan, hal ini sehubungan dengan semakin tingginya tuntunan masyarakat pemakai jasa kesehatan..

Berdasarkan tabel 4.2 hasil penelitian di Puskesmas Pandan pernyataan dari segi kondisi ruangan pemeriksaan pasien yang bersih dan rapi sebanyak 40 orang (39,2%) yang menyatakan sangat puas dan 58 orang (52,2%) yang menyatakan tidak puas dengan kondisi ruangan pemeriksaan. Banyak hal yang terjadi ketika pasien yang hendak menggunakan fasilitas keshatan dengan kondisi ruang pemeriksaan yang kurang kondusif seperti ruangan yang kelihatan kurang bersih atau kondisi uangan yang masih berantakan.

Seperti dalam lokakarya nasional tentang keperawatan tahun 1983 mengatakan peran perawat di Indonesia salah satunya adalah peran pelaksana keperwatan yaitu perawat yang bertanggung jawab dlam memberikan pelayanan keperawatan dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga kelompok masyarakat atau masyarakat,. Ini adalah merupakan peran utama dari perawat, perwat dapat memberikan asuhan keperwatan yang professional, menerapkn ilmu/teori, prinsip, konsep, dan menguji kebenarannya dalam situasi yang nyata, apakah criteria profesi dapat ditampilkan dan sesuai dengan harapan penerima jasa

keperwatan dengan kondisi ruangan yang rapi dan bersih yang bertujuan untuk kenyamanan pasien ketika hendak dilakukan pemeriksaan.

5.1.2. Emphaty

Berdasarkan Tabel 4.4. Hasil penelitian di Puskesmas Pandan dari beberapa pernyataan pasien tentang empati dari pelaynan yang diberikan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada keluarga pasien sebanyak 27 orang (27, 5%) sangat puas dan sebanyak 14 orang (14, 14,3%) yang mengatakan hasil yang ereka peroleh sangat tidak puas. Empati akan membantu dalam mempercepat hubungan antara keluarga pasien dengan tenaga kesehatan sehingga menjadikan pasien merasa diperhatikan dan pada akhirnya akan meningkatkan kepuasaan pasien terhadap pelayanan tenaga kesehatan

Jika pasien sudah memiliki rasa memiliki, percaya dan mempunyai ikatan emosional yang baik perawat atau dengan puskesmas, biasanya dia tidak mau pindah untuk dirawat ditempat lain, meskipun terjdi perubahan harga. Mereka sudah merasa nyaman, percaya dan simpati dan akan mudahnya mempromosikan Puskesmas kepada keluarga dan orang lain. Hal ini secara tidak langsung mempromosikan rasa kepercayaan terhadap masyarakat dan membawa dampak positif bagi Puskesmas.

Berdasarkann Tabel.4.4 hasil penelitian di Puskesmas Pandan dari beberapa point pertanyaan adanya jaminan kenyamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan sebanyak 21, 4 % merasa sangat Sangat Puas, sedangkan poin pertanyaan tenaga kesehatan memberikan informasi yang sesuai dibutuhkan keluarga pasien sebanyak

39,8 % merasa puas, kemudian untuk point pertanyaan tenaga kesehatan menjawab pertanyaan dari keluarga pasien dengan memuaskan sebanyak 34,7% merasa tidak puas dan point pertanyaan adanya jaminan kenyamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan sebanyak 28,6% merasa sangat tidak puas.

Seperti hasil penelitian Mastiur Napitpulu (2012) di RSUD Dolok sanggul menunjukkan bahwa jumlah responden yang menyatakan empati tenaga kesehatan dengan pasien baik sebanyak 50 % dan kurang baik kurang dari 50 % .

Menurut asumsi peneliti Empati berpengaruh terhadap kepuasaan karena dalam komunikasi yang efektif akan menimbulkan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat serta meningkatkan efektivitas komunikasi yang menyebabkan timbulnya kesepahamann antar tenaga kesehatan dengan pasien sehingga dapat mendorong kepuasaan

Empati dalam pelayanan merupakan perhatian yang diberikan suatu layanan usaha kepada pelanggannya. Pasien sebagai orang sakit pada umumnya sangat mengharapkan perhatian dari orang orang yang ada disekitarnya, perawat sebagai karyawan rumah sakit yang paling sering berinteraksi dengan pasien maupun keluarga pasien dituntut untuk bias menunjukkan rasa empatinya. Saat ini masih ditemukan perawat tidak pernah memberikan komentar terhadap apa yang dirasakan oleh pasien dan tenaga kesehatan tidak pernah menyebutkan penyebab apa yang dirasakan pasien

5.1.3 Sikap Mendukung

Berdasarkan tabel 4.6 hasil penelitian di Puskesmas Pandan dari beberapa pernyataan tentang sikap mendukung yaitu tenaga kesehatan memberikan penjelasaan setiap tindakan kepada keluarga pasien dengan ramah sebanyak 24 orang (24, 5%) sangat puas dan respon pasien yang sangat tidak puas sebanyak 26 orang (26,5%). Sikap mendukung salah satu satu factor yang sangat diperlukan

Menurut asumsi peneliti, sikap mendukung petugas member pengaruh terhadap kepuasaan pasien dimana pasien mendapatkan dukungan motivasi dari tenaga kesehatan untuk selalu tepat waktu dan selalu mendpatkan perkembangan kesehatan pasien, sehingga pasien merasa diperhatikan oleh tenaga kesehatan dan merasa puas.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Rahmat (2007) yang mengikuti devito yang menyatakan sikap positif adalah sikap sportif yang mengurangi sikap definisi dlam komunikasi. Orang yang bersikap defensive bila tidak menerima. Orang defense akan melindungi diri dari ancaman yang ditanggapainya dalam berkomunikasi daripada

memahami pesan orang lain. 5.1.4. Sikap Positif

Berdasarkan tabel 4.8 hasil penelitian di Puskesmas Pandan dari beberapa pernyataan tentang tenaga komunikasi keluarga pasien dengan tenaga kesehatan menjalin komunikasi yang baik sebanyak 27 orang (27, 6%) sangat puas dan sebanyak 29 orang. Salah satu ciri komunikasi interpersonal adalah mengandung umpan balik, interaksi dan koheransi komnikasi interpersonal merupakan komunikan

tatap muka karena itu kemungkinan umpan balik besar skali. Dalam komunikasi itu, dengan demikian diantara komunikator dan komunikan terjadi interaksi. Keduanya saling mempengaruhi, member serta menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran pengetahuan, perasaan dan perilaku.

Komunikasi interpersonal dari aspek sikap positif terwujud dengan sedikitnya dua cara: cara pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri, kedua perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. (Devito, 1994)

5.1.5. Kesetaraan

Berdasarkan hasil tabel 4.10 hasil penelitian di Puskesmas Pandan dari beberapa pernyataan tentang kesetaraan adalah kepuasaan pasien terhadap pelayanan perawatan sehingga mau berkunjung kembali dan menceritakn kepada orang lain sebanyak 29 orang (29,6%) sangat puas dan sebanyak 31 orang (31,6%) ini membuktikan masih adanya kesejangan terhadap pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan terhadap pasien, sehingga mencapai ketidak puasaan.

Salah satu strategi untuk meningkatkan kesetaraan adalah memperbaiki komunikasi antar dokter maupun perawat dengan pasien. Kualitas interaksi antara petugas kesehatan dan pasien merupakan bagian penting dalam menentukan derajat kepuasaan pasien. Meningkatnya interaksi petugas kesehatan dengan pasien setelah memperoleh informasi (Niven, 2002)

Dokumen terkait