• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Keputusan Pembelian 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.3 Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Keputusan Pembelian 18

komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran meliputi tiga tujuan utama yaitu untuk menyebarkan informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi untuk melakukan pembelian atau menarik konsumen (komunikasi persuasif), dan mengingatkan khalayak untuk melakukan pembelian ulang (komunikasi mengingatkan kembali).

Respon atau tanggapan konsumen sebagai komunikan meliputi : a. Efek kognitif, yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu.

b. Efek afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melakukan sesuatu, yang diharapkan adalah realisasi pembelian.

c. Efek konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku selanjutnya, yang diharapkan adalah pembelian ulang.

Tahap yang dilalui oleh konsumen menurut Lavidge dan Steiner (dalam Sudiana, 1986) adalah :

1. Awareness (kesadartahuan) : penerima pesan iklan (receiver) pertama harus sadar akan merk atau jasa yang diiklankan.

2. Knowledge (pengetahuan) : setelah timbul awareness, receiver iklan harus mendapat informasi tentang bentuk produk, atribut produk, dan lainnya.

3. Liking (kesukaan) : informasi dan pengetahuan yang didapat konsumen mungkin mengakibatkan kesukaan (liking), suatu perasaan atau sikap yang positif terhadap produk yang diiklankan.

4. Preference (preferensi) : perasaan positif dapat membawa receiver pada suatu preference (preferensi) untuk memiliki sesuatu dibanding merek alternatif lainnya.

5. Conviction : conviction timbul ketika receiver menjadi yakin bahwa dia harus membeli produk dan membentuk niat membeli.

6. Purchase : langkah terakhir yang mengubah perasaan dan keyakinan receiver kepada perilaku membeli.

Kemudian, tahap-tahap ini dibagi menjadi tiga komponen menurut suatu konsep sistem sikap dan konsep psikologi sosial, yaitu :

1. Komponen kognitif terdiri dari tingkat kesadaran dan pengetahuan.

Komponen ini mengacu pada alam pikiran.

2. Komponen afektif yang merupakan aspek suka atau tidak suka diwakili dalam hierarki Lavidge dan Steiner sebagai tingkat kesukaan (liking) dan preferensi (preference). Komponen ini mengacu pada alam emosi.

3. Komponen konatif dalam model hierarki Lavigde dan Steiner ini diwakili oleh tingkat pembelian dan keyakinan (convince). Komponen ini mengacu pada alam motivasi.

Lavidge dan Steiner (dalam Sudiana, 1986) mengatakan bahwa serangkaian tahapan tersebut selalu timbul, bahkan untuk pesan-pesan yang sudah dikenal. Perbedaan efek di antara pesan yang baru dan pesan yang sudah lama hanyalah jumlah waktu yang dihabiskan pada setiap tahap dari proses tersebut.

Pengukuran pengetahuan khalayak ini akan dilihat adalah tahap-tahap pengetahuan menurut Everett M. Rogers (2003) dalam bukunya Diffusion of Innovation bahwa pengetahuan terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Awareness knowledge (sadar tahu) : tingkat pengetahuan dimana seseorang sadar akan adanya ide, produk, atau jasa yang baru.

2. How to knowledge (pengetahuan teknis) : tingkat pengetahuan yang meliputi informasi yang diperlukan mengenai penggunaan suatu ide, produk, atau jasa. Disini khalayak mengetahui unsur-unsur, model, setting, lagu, slogan, serta warna yang ada dalam suatu iklan.

3. Principle knowledge (pengetahuan prinsipil) : tingkat pengetahuan yang berkenaan dengan prinsip-prinsip berfungsinya suatu ide, produk, atau jasa. Disini seseorang mengerti lebih dalam mengenai suatu ide, produk, atau jasa, serta pesan yg disampaikan.

2.1.4 Komunikasi Pemasaran Melalui Iklan yang Efektif

Iklan tidak hanya berkaitan dengan pemberian informasi tetapi juga harus dibuat sedemikian rupa agar menarik minat khalayak, orisinal, serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasif sehingga para konsumen atau khalayak secara suka rela terdorong untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan yang diinginkan pengiklan (Jefkins, 1997). Untuk mengefektifkan iklannya, perusahaan-perusahaan besar seringkali mempekerjakan konsultan humas yang bertugas untuk mendidik pasar (memberikan berbagai informasi mengenai kegiatan-kegiatan dan produk-produk perusahaan tadi).

Menurut Jefkins (1997), salah satu cara untuk menyampaikan pesan secara cepat dan tepat adalah dengan menggunakan lagu-lagu singkat (jingle) atau slogan-slogan singkat yang menarik. Teknik lainnya adalah melengkapi iklan dengan gambar-gambar. Kedua bentuk ekspresi tersebut, yakni kata-kata dan gambar, sejak lama telah digunakan dalam periklanan televisi sehingga didapati berbagai frase-frase singkat namun efektif. Komunikasi yang efektif senantiasa sangat ditentukan oleh perpaduan antara kata-kata dan gambar.

Model-model iklan modern begitu terampil dalam memainkan kata-kata yang dipilih adar terkesan unik dan memikat, sehingga dapat memaksa khalayak untuk berhenti dan sejenak merenungkan maknanya.

Iklan yang disampaikan sebaiknya diramu sedemikian rupa, sehingga pesan yang akan disampaikan mudah dicerna dan dimengerti oleh masyarakat, serta mengandung informasi yang benar. Dengan demikian, harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk suatu produk setara dengan mutu yang sebenarnya dari produk tersebut. Seandainya suatu iklan dapat terpatri secara mendalam dalam benak konsumen, dan konsumen mencermatinya dengan sudut pandang yang benar, maka hal itu diartikan sebagai hasil kerja mekanisme pasar. Fenomena ini dalam pemasaran dikenal dengan sebutan “iklan yang efektif” (Durianto, et al. 2003).

Tipe pesan iklan untuk menimbulkan daya tarik rasional menurut Setiadi (2003), yaitu:

1. Aktual

2. Potongan kehidupan 3. Demonstrasi

4. Iklan perbandingan

Menurut Durianto (2003) secara umum dikenal tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas periklanan, yaitu : penjualan, pengingatan, dan persuasi. Efektivitas periklanan yang berkaitan dengan penjualan dapat diketahui melalui riset tentang dampak penjualan. Sedangkan efektivitas periklanan yang berkaitan dengan pengingatan dan persuasi dapat diketahui melalui riset tentang dampak komunikasi.

Iklan efektif mempengaruhi niat beli dan pembelian melalui sikap terhadap iklan dan sikap terhadap merek. Rancangan iklan yang meliputi attraction, comprehension, acceptability, dan self-involvement mempengaruhi sikap konsumen (Zuraida & Chasanah, 2001). Dalam proses komunikasi, sebuah pesan efektif dalam mempersuasi khalayak bila pesan tersebut mencakup unsur-unsur daya tarik, keterlibatan diri, penerimaan, dan pemahaman dari khalayak sasaran dalam perancangan dan penuangan ke dalam media.

Agar menghasilkan iklan yang efektif, program periklanan harus memperhatikan unsur-unsur yang membentuknya. Proses manajemen periklanan harus memperhatikan lima unsur yang disebut sebagai (5)M (Kotler, 2005b), yaitu :

a. Mission (misi) : apakah tujuan periklanan?

b. Money (uang) : berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk belanja iklan?

c. Message (pesan) : pesan apa yang harus disampaikan?

d. Media (media) : media apa yang paling efektif dan efisien?

e. Measurement (pengukuran) : bagaimana mengevaluasi efektivitas iklan?

Gambar 2. Lima M Manajemen Periklanan (Kotler, 2005b)

Mission - Alokasi media secara

geografis

Komunikasi pemasaran entah dalam bentuk iklan “nada suara” seorang wiraniaga, brosur di tempat penjualan, atau pengemasan produk, menggambarkan sarana signifikan untuk membujuk konsumen. Kemampuan iklan untuk menciptakan sikap yang menyokong tahap suatu produk mungkin sering berpengaruh pada sikap konsumen terhadap produk itu sendiri. Iklan yang disukai atau dievaluasi secara menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap produk. Iklan yang tidak disukai mungkin menurunkan evaluasi produk oleh konsumen (Engel, et al. 1994).

Menurut Sutherland dan Sylvester (2007), efektivitas tayangan iklan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya :

a. Eksekusi. Apakah iklan itu bagus?

b. Uang dibelanjakan. Seberapa banyak uang dikeluarkan dalam satu minggu?

c. Jangkauan. Berapa persentase target penonton yang paling tidak mempunyai kesempatan satu kali untuk melihat?

d. Penayangan. Bagaimana iklan dijadwalkan setiap minggunya?

e. Jumlah pesaing yang ditayangkan dalam minggu yang sama dan berapa anggaran yang mereka belanjakan?

f. Jumlah eksekusi iklan yang berbeda untuk merek induk yang sama yang telah Anda tayangkan di minggu tertentu?

g. Peringkat keterlibatan target penonton dan kerumitan pesan yang perlu dikomunikasikan?

h. Tujuan iklan. Apakah pengingat pesan sudah ada atau apakah pengingat mengkomunikasikan pesan baru?

Metafora hierarki efek menyiratkan bahwa bila periklanan ingin sukses, ia harus menggerakkan konsumen dari satu tujuan ke tujuan berikutnya, seperti orang menaiki tangga (Shimp, 2003). Hierarki Efek menggambarkan bahwa iklan menggerakkan orang-orang dari suatu tahap yang awalnya tidak sadar akan suatu merek hingga akhirnya mereka membeli merek tersebut. Tahap pertengahan dalam hierarki menyajikan langkah-langkah yang secara progresif lebih dekat menuju pembelian merek hingga sampai pada tahap membangun loyalitas merek sebagai tahap puncak pada tangga efek-efek periklanan.

Tahapan hierarki dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1. Tahapan Hierarki Efek

Sumber : Shimp, 2003

Alasan dalam memanajemen media dikarenakan tiap-tiap media yang ada memiliki kekuatan dalam menyampaikan pesan dan terdapat juga kelemahan dalam menggunakannya. Dengan alasan tersebut, banyak perusahaan memanfaatkan lebih dari satu media dalam mempromosikan produknya (media mix).

Media Keunggulan Keterbatasan Koran Fleksibel, tepat waktu,

dipercaya, diterima luas dan local market coverage

Tidak awet, mutu reproduksi rendah dan pass-along

Biaya absolut tinggi, high clutter, fleeting exposure, dan selektifitas audiens kurang

Surat Langsung

Audiens terseleksi, fleksibel, dan tidak ada pesaing dalam medium yg sama dan personalisasi

Biaya agak tinggi dan citra surat sampah

Radio Massa, demografis, biaya rendah dan seleksi geografis

Audio saja, atensi rendah dibanding televisi, struktur tarif tak baku dan fleeting exposure dan tidak ada jaminan posisi iklan lama, dan kreatifitas terbatas Newsletter

Biaya relatif tinggi, kecuali menggunakan sukarelawan Internet

Selektifitas tinggi dan interaktif, serta biaya rendah

Media baru dengan pemakai terbatas

Iklan disebut efektif bila ia mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pengiklan. Perspektif ini mendefinisikan efektivitas dari sisi “keluaran” (output), atau dalam pengertian tentang apa yang telah dicapai. Namun, terdapat berbagai sudut pandang dalam mendefinisikan periklanan yang efektif dari perspektif

“masukan” (input), atau dalam pengertian komposisi dari iklan itu sendiri. Di kalangan para praktisi periklanan sendiri juga telah berbeda pandang terhadap masalah ini (Shimp, 2003).

Walaupun definisi tentang periklanan yang efektif yang dapat digunakan untuk segala kegunaan (multi purpose definition) dianggap tidak praktis karena tidak memberikan definisi yang tunggal, namun definisi tersebut bisa dianggap cukup baik karena mencakup berbagai karakteristik umum. Menurut Shimp (2003), pada taraf minimum, iklan yang baik (atau efektif) memuaskan beberapa pertimbangan berikut ini :

1. Iklan harus memperpanjang suara strategi pemasaran. Iklan bisa jadi efektif hanya bila cocok dengan elemen lain dari strategi komunikasi pemasaran yang diarahkan dengan baik dan terintegrasi.

2. Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang konsumen.

Para konsumen membeli manfaat-manfaat produk, bukan atribut atau lambangnya. Oleh karena itu, iklan harus dinyatakan dengan cara yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan, keinginannya, serta apa yang dinilai oleh konsumen daripada pemasar.

3. Periklanan yang efektif harus persuasif. Persuasi biasanya terjadi ketika produk yang diiklankan dapat memberikan keuntungan tambahan bagi konsumen.

4. Iklan harus menemukan cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan. Pada pengiklan secara kontinyu berkompetisi dengan para pesaingnya dalam menarik perhatian konsumen. Ini bukan tugas yang mudah karena sudah terlalu banyak iklan di media cetak, media elektronik, serta sumber-sumber informasi lainnya yang tersedia setiap hari ke hadapan konsumen. Saat ini, iklan di televisi telah digolongkan sebagai ”wallpaper audiovisual”, sesuatu yang sarkastik untuk menggambarkan bahwa konsumen/pemirsa hanya menonton iklan sekilas saja, seperti melihat wallpaper mereka yang baru mereka

perhatikan secara detail setelah bertahun-tahun terpasang di tembok rumahnya (Freberg dalam Shimp, 2003).

5. Iklan yang baik tidak pernah menjanjikan lebih dari apa yang bisa diberikan. Intinya adalah menerangkan dengan apa adanya, baik dalam pengertian etika serta dalam pengertian bisnis yang cerdas. Para konsumen belajar dengan cepat ketika mereka ditipu dan akan membenci si pengiklan.

6. Iklan yang baik mencegah ide kreatif dari strategi yang berlebihan.

Tujuan iklan adalah mempersuasi dan mempengaruhi; tujuannya bukan membagus-baguskan yang bagus dan melucu-lucukan yang lucu.

Penggunaan humor yang tidak efektif mengakibatkan orang-orang hanya ingat pada humornya saja, tetapi melupakan pesannya.

Dari penjelasan di atas, maka Schultz dan Tannenbaum dalam Shimp (2003) menyimpulkan bahwa :

”Iklan yang efektif adalah iklan yang diciptakan untuk pelanggan yang spesifik. Ia (iklan yang efektif) tersebut adalah iklan yang memikirkan dan memahami kebutuhan pelanggan. Ia adalah iklan yang mengkomunikasikan keuntungan yang spesifik. Ia juga adalah iklan yang menekankan pada tindakan spesifik yang harus diambil oleh konsumen. Iklan yang baik memahami bahwa orang-orang tidak membeli produk—mereka membeli keuntungan dari produk tersebut….. Lebih dari itu, [iklan yang efektif]

mendapat perhatian dan diingat, serta membuat orang-orang bertindak (melakukan pembelian).”

Iklan yang efektif adalah iklan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan mudah dicerna dan dimengerti oleh masyarakat dan mengandung informasi yang benar sehingga mekanisme pasar berhasil bekerja untuk menjadikan pesan suatu iklan dapat tertanam secara mendalam dalam benak konsumen dan konsumen mencermatinya dengan sudut pandang yang benar (Durianto, et al., 2003).

Sasaran komunikasi atau pengiklanan menetapkan apa yang harus dilakukan oleh program iklan dengan caranya sendiri. Biasanya berupa dampak tertentu terhadap khalayak yang dipilih menjadi sasaran iklan, seperti : menumbuhkan kesadaran, menimbulkan permintaan, menumbuhkan pendapat yang sesuai. Agar efektif, program-program periklanan perlu memiliki tujuan

khusus, khalayak khusus, dan sarana khusus. Iklan efektif harus mendapat perhatian, menarik, dan dapat mengingatkan.

Menurut Lavidge & Steiner (dalam Sudiana, 1986), suatu model alur peringkat pengaruh kesadaran (hierarchy-of-effect models) yang terbentuk dengan beberapa tahapan yakni kesadaran, pengetahuan, menyukai, kegandrungan, dan pembelian. Tahap pertama mencakup tingkat-tingkat pengetahuan dan kesadaran yang dapat di bandingkan dengan komponen pengetahuan akan kognitif sikap. Komponen afektif dari suatu sikap, aspek suka-tidak suka, terwakili, dalam model Lavidge dan Steiner oleh peringkat menyukai atau kegandrungan. Komponen sikap mengingatkan adalah komponen konatif, sedangkan unsur motivasi atau tindakan diwakili oleh peringkat keyakinan dan pembelian, yang merupakan dua tingkat terakhir dalam model tersebut.

Pada model ini, mewakili proses bekerjanya iklan dan menganggap bahwa ada serangkaian tahap yang harus dilalui oleh seorang konsumen, mulai dari pertama kali menyadari keberadaan suatu produk atau jasa sampai pada proses membeli. Premis dasar model ini adalah efek iklan lebih makin timbul setelah jangka waktu tertentu daripada terjadi seketika. Kemudian, mereka juga mengatakan bahwa komunikasi iklan mungkin tidak membawa konsumen pada respon tingkah laku atau tindakan, tapi serangkaian efek ini akan timbul terlebih dahulu dengan pengisian tiap tahap yang penting sebelum melangkah pada tahap berikutnya (Belch dan Belch, 1990).

Jika kita berbicara tentang efek, maka kita juga berbicara mengenai keberhasilan suatu pesan dalam menimbulkan pengaruh bagi khalayaknya.

Aaker dan Myers (1987) mengatakan bahwa ada dua syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu pesan dikatakan berhasil atau efektif, yaitu :

1. Khalayak harus terkena media dan memperhatikan iklan.

2. Khalayak harus mengartikan pesan tersebut sama seperti yang dimaksud oleh pengiklan.

Patti dan Moriarty (1990) mengatakan bahwa keefektifan suatu pesan iklan salah satunya diukur dari tercapainya efek komunikasi yang menjadi tujuan pembuat iklan. Suatu iklan dapat dikatakan efektif bila efek komunikasi yang menjadi tujuan pembuat iklan tercapai dan apa yang ingin dikatakan pembuat iklan dapat ditangkap oleh khalayak sasarannya. Selain itu, Moriarty (1991) juga menyatakan bahwa agar suatu iklan mampu mencapai tujuannya, ada beberapa

hal yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, iklan yang efektif harus mendapatkan perhatian (attention getting), menarik (interesting), serta dapat mengingatkan (remembering). Ia juga mengemukakan hal secara lebih terperinci, alternatif-alternatif yang dapat dilakukan untuk melakukan hal-hal di atas : pada sebuah iklan televisi, terdapat elemen-elemen yang terkandung di dalamnya yang dapat dilihat melalui elemen audio, slogan, talent, props (produk dan logo), serta setting (warna dan nuansa).

Dokumen terkait