• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.7 Hubungan Konsumsi Suplemen Tablet Besi (Fe) dengan Kadar Hemoglobin pada

Konsumsi tablet besi adalah suplemen tablet besi yang dikonsumsi ibu hamil selama kehamilan. Pada ibu hamil kecukupan zat besi sangat dibutuhkan untuk membantu mensuplai oksigen keseluruh tubuh ibu dan janin. Zat besi pada ibu hamil adalah sekitar 20-30 mg setiap hari, untuk membantu mencukupi kebutuhan itu maka diberikan suplemen tablet besi bagi setiap ibu hamil, setidaknya ibu mengkonsumsi 90 tablet besi pada masa kehamilan. Krisnatuti (2000)

Berdasarkan konsumsi suplemen tablet besi yaitu 100% yang mengkonsumsi suplemen tablet besi (≥90) dengan kadar hemoglobin normal. Yang suplemen tablet besi kurang (<90) sebesar 23,1% memiliki kadar hemoglobin normal dan 76,9% anemia dengan suplemen tablet besi kurang (<90). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ibu hamil masih kurang mengkonsumsi suplemen tablet besi. Hasil uji chi square menunjukkan nilai p=0,0001 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi suplemen tablet besi dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Ani, dkk (2007) dilakukan di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten-Badung Bali Tingginya prevalensi anemia pada wanita hamil memberikan efek negatif terhadap kesehatan dan ekonomi. Bebagai studi anemia

pada wanita hamil dapat memberikan efek pada kehamilan, setelah kelahiran, anak-anak dan bahkan sampai masa dewasa. Salah satu efek anemia adalah kelahiran premature dimana hal ini berasosiasi dengan masalah baru seperti berat badan lahir rendah, defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan pertumbuhan. Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya IQ dan kemampuan belajar.

Dalam upaya mengontrol anemia pada ibu hamil di Indonesia telah dilakukan program tablet besi dimana setiap wanita hamil diberikan 90 mg tablet besi sejak periode kehamilan. Anemia masih merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk Indonesia.WHO menganjurkan program standar untuk mengontrol anemia pada ibu hamil, “iron pills program”. Setiap wanita hamil akan diberikan 90 tablet besi (66 mg sulfas ferosus dikombinasikan dengan asam folat). Indonesia mengadopsi program WHO ini. Hasil dari program ini tidak memuaskan. Tidak ada penurunan anemia pada ibu hamil secara signifikan, termasuk di Indonesia. Tidak ada penjelasan secara ilmiah untuk menjelaskan kesenjangan ini. Kesenjangan ini diasumsikan bahwa di negara berkembang, cadangan besi tubuh pada ibu hamil sangat rendah atau mungkin kosong sehingga program pemberian tablet besi tidak cukup untuk memenuhi cadangan besi tubuh selama masa kehamilan. Pemberian tablet besi sejak masa prahamil dibutuhkan untuk mengisi cadangan besi dan memenuhi peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Rustan, dkk (2001)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2013 paling banyak pada kelompok umur 27-29 tahun 30,0%, berpendidikan tamat SMA/SMK 46,0%, pekerjaan suami sebagai tukang bangunan 30,0% dengan pengahsilan <2 juta 78,0%, pada usia kehamilan ibu adalah 8 bulan 56,0% dan pada kehamilan pertama 44,0%.

2. Anemia banyak terjadi pada ibu hamil, tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dapat memberikan dampak negatif terhadap janin yang dikandungnya dan ibu dalam kehamilan, dimana di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2013 terdapat ibu hamil 60,0% yang mengalami anemia.

3. Kurangnya akan kecukupan energi pada ibu hamil mengalami energi defisit 42,0%, dan dari hasil uji chi-square menunjukan nilai p=0,001 yang artinya ada hubungan kecukupan energi dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2013.

4. Kurangnya akan kecukupan protein pada ibu hamil mengalami protein defisit 32,0%, dan dari hasil uji chi-square menunjukan nilai p=0,013 yang artinya ada hubungan kecukupan protein dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2013.

5. Berdasarkan kecukupan zat besi 90,0% yang mengalami zat besi kurang, dari hasil uji chi-square menunjukan nilai p=0,007 yang artinya ada hubungan kecukupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2013. 6. Berdasarkan kecukupan asam folat 44,0% yang asam folat kurang, dari hasil iju

chi-square menunjukan nilai p=0,002 yang artinya ada hubungan kecukupan asam folat dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2013.

7. Berdasarkan kecukupan vitamin B12 70,0% yang vitamin B12 baik, dari hasil uji chi-square menunjukan nilai p=0,115 yang artinya tidak ada hubungan kecukupan vitamin B12 dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2013.

8. Berdasarkan konsumsi suplemen tablet besi 78,0% yang kurang mengkonsumsi tablet besi, dari hasil uji chi-square menunjukan nilai p=0,0001 yang artinya ada hubungan konsumsi suplemen tablet besi dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan

Medan Sunggal tahun 2013. 6.2Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, ada beberapa hal yang dapat disarankan demi keperluan pengembangan dari hasil penelitian tentang kadar

hemoglobin pada ibu hamil trimester ketiga di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2013.

Kepada ibu hamil agar memperhatikan pola konsumsi pangan dan memberikan informasi kepada ibu hamil bagaimana menjaga kesehatan janin, tentang pentingnya kecukupan gizi dan suplemen tablet besi agar kebutuhan zat besi dapat terpenuhi serta dapat lebih cepat menurunkan masalah kekurangan gizi pada ibu hamil terutama anemia gizi besi dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sebagai sumber daya pembangunan bangsa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Menurut Kusmiyati (2009), status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan selama masa kehamilan karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu guna pertumbuhan dan perkembangan janin. Menurut Hendrawan Nasedul yang dikutip oleh Mitayani (2010), gizi pada saat kehamilan adalah zat makanan atau menu yang takaran semua zat gizinya dibutuhkan oleh ibu hamil setiap hari dan mengandung zat gizi seimbang dengan jumlah sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Kondisi kesehatan ibu sebelum dan sesudah hamil sangat menentukan kesehatan ibu hamil. Sehingga demi suksesnya kehamilan, keadaan gizi ibu pada waktu konsepsi harus dalam keadaan baik, dan selama hamil harus mendapat tambahan energi, protein, vitamin, dan mineral.

Perubahan kebutuhan gizi ibu hamil tergantung dari kondisi kesehatan si ibu. Kusmiyati (2009), mengungkapkan dasar pengaturan gizi ibu hamil adalah adanya penyesuaian faali selama kehamilan, yaitu sebagai berikut :

1. Peningkatan basal metabolisme dan kebutuhan kalori. Metabolisme basal pada masa 4 bulan pertama mengalami peningkatanan kemudian menurun 20-25% pada 20 minggu terakhir.

2. Perubahan fungsi alat pencernaan karena perubahan hormonal, peningkatan HCG, estrogen, progesteron menimbulkan berbagai perubahan seperti mual muntah,

motilitas lambung sehingga penyerapan makanan lebih lama, peningkatan absorbsi nutrien, dan motilitas usus sehingga timbul masalah obstipasi.

3. Peningkatan fungsi ginjal sehingga banyak cairan yang dieksresi pada pertengahan kehamilan dan sedikit cairan dieksresi pada bulan-bulan terakhir kehamilan.

4. Peningkatan volume dan plasma darah hingga 50%, jumlah eritrosit 20-30% sehingga terjadi penurunan hemodilusi dan konsentrasi hemoglobin.

Ibu hamil harus mendapatkan gizi yang adekuat baik jumlah maupun susunan menu serta mendapat akses pendidikan kesehatan tentang gizi. Malnutrisi kehamilan akan menyebabkan volume darah menjadi berkurang, aliran darah ke uterus dan plasenta berkurang dan transfer nutrien melalui plasenta berkurang sehingga janin pertumbuhan janin menjadi terganggu.

Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam meningkatkan kebutuhan gizi pada ibu hamil adalah :

a. Buruknya status gizi ibu

b. Usia ibu yang masih sangat muda c. Kehamilan kembar

d. Jarak kehamilan yang rapat e. Tingkat aktivitas fisik yang tinggi

f. Penyakit-penyakit tertentu yang menyebabkan malabsorbsi g. Konsumsi rokok dan alkohol

h. Konsumsi obat legal (antibiotik dan phenytoin) maupun obat ilegal (narkoba), (Aritonang, 2010).

Menurut Salmah (2006), peningkatan berat badan sangat menentukan kelangsungan hasil akhir kehamilan. Bila ibu hamil sangat kurus makan akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah (BBLR) dan bayi prematur. Sebab-sebab terjadinya penurunan atau peningkatan berat badan pada ibu hamil yaitu edema, hipertensi kehamilan, dan makan yang banyak/berlebihan. Menurut Kusmiyati (2009), proporsi kenaikan berat badan selama hamil adalah sebagai berikut :

1. Pada trimester I kenaikan berat badan ibu lebih kurang 1 kg yang hampir seluruhnya merupakan kenaikan berat badan ibu.

2. Pada trimester II sekitar 3 kg atau 0,3 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini disebabkan pertumbuhan jaringan ibu.

3. Pada Trimester III sekitar 6 kg atau 0,3-0,5 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini karena pertumbuhan jaringan janin.

2.1.1. Energi

Menurut Almatsier (2009), seorang wanita selama kehamilan memiliki kebutuhan energi yang meningkat. Energi ini digunakan untuk pertumbuhan janin, pembentukan plasenta, pembuluh darah, dan jaringan yang baru. Selain itu, menurut Mitayani (2010), tambahan kalori dibutuhkan sebagai cadangan lemak serta untuk proses metabolisme jaringan baru. Menurut Arisman (2004) ibu hamil memerlukan sekitar 80.000 tambahan kalori pada kehamilan. Dari jumlah tersebut, berarti setiap harinya tambahan kalori yang dibutuhkan ibu hamil adalah sekitar 300 kkal/hari.

Menurut Almatsier (2009), kebutuhan energi yang tinggi paling banyak diperoleh dari bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni.

2.1.2. Protein

Menurut Aritonang (2010), pada saat hamil terjadi peningkatan kebutuhan protein yang disebabkan oleh peningkatan volume darah dan pertumbuhan jaringan baru. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan adalah sebanyak 925 gr yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Widyakarya Pangan dan Gizi VIII 2004 menganjurkan penambahan sebanyak 17 gram untuk kehamilan pada trimester ketiga atau sekitar 1,3 g/kg/hr. Dengan demikian, dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 67-100 gr. Perkiraan faktorial protein terhadap komponen-komponen pertambahan pada kehamilan normal cukup bulan dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perkiraan Faktorial Protein Terhadap Komponen-Komponen Pertambahan Pada Kehamilan Normal Cukup Bulan

Komponen Pertambahan Berat (gr) Protein (gr)

Janin 3400 440 Plasenta 650 100 Cairan amnion 800 3 Rahim 970 166 Darah 1250 81 Cairan Ekstrasellular 1680 135 Total 8750 925

Menurut Almatsier (2009) bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam hal jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, dan kerang. Selain sumber hewani, ada juga yang berasal dari nabati seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan.

2.1.3. Vitamin dan Mineral

Menurut Almatsier (2009), bagi pertumbuhan janin yang baik dibutuhkan berbagai vitamin dan mineral seperti vitamin C, asam folat, zat besi, kalsium, dan zink. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi 2004 untuk tambahan gizi ibu hamil pada trimester ketiga adalah vitamin A +300 RE, vitamin C +10 mg, tiamin +0,3 mg, riboflavin +0,3 mg, niasin +4 mg, asam folat

+200 µg, vitamin B12 +0,2 µg, kalsium +150 mg, magnesium +40 mg, zat besi +13

mg, zink +10,2 mg,serta iodium +50 µg.

2.1.4. Zat Besi

Menurut Almatsier (2009), selama hamil, zat besi banyak dibutuhkan untuk mensuplai pertumbuhan janin dan plasenta serta meningkatkan jumlah sel darah merah ibu. Zat besi merupakan senyawa yang digunakan untuk memproduksi hemoglobin yang berfungsi untuk :

1. Mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh 2. Sintesis enzim yang terkait besi

3. Penggunaan oksigen untuk produksi energi sel (Aritonang, 2010).

Menurut Arisman (2004), menyatakan total besi yang diperlukan selama hamil adalah 1040 mg. Dari jumlah ini, 200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika

melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Sebanyak 300 mg ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah, dan 200 mg lenyap ketika melahirkan.

Menurut Aritonang (2010), ada dua bentuk besi yang terdapat dalam pangan, yaitu besi heme yang terdapat dalam produk-produk hewani dan besi nonheme yang terdapat dalam produk-produk nabati. Makanan dari produk hewani seperti hati, ikan dan daging yang harganya relatif mahal dan belum sepenuhnya terjangkau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Selain sumber hewani, ada juga makanan nabati yang kaya akan zat besi seperti singkong, kangkung, dan sayuran berwarna hijau lainnya. Namun, zat besi dalam makanan tersebut lebih sulit penyerapannya. Dibutuhkan porsi besar sumber nabati untuk mencukupi kebutuhan besi sehari.

Adapun makanan-makanan yang dapat meningkatkan absorpsi besi selama hamil diantaranya sebagai berikut :

a. Konsumsi makanan yang dapat meningkatkan absorpsi besi, yaitu daging, sayur, dan buah yang kaya vitamin C.

b. Menghindari penghambat (inhibitor) absorpsi besi seperti teh dan kopi (Aritonang, 2010).

Tambahan vitamin dan mineral bagi ibu hamil tidak melebihi 100% terkecuali zat besi. Jumlah sebanyak ini tidak akan mungkin tercukupi hanya melalui diet. Oleh karena itu, suplementasi zat besi sangat penting sekali, bahkan kepada ibu hamil status gizinya sudah baik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dkk (2011), di wilayah kerja puskesmas Barandasi dan carangki Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan diperlukan konsumsi suplementasi tablet besi dan menjadi suatu pilihan yang tepat untuk mencukupi kebutuhan besi ibu selama hamil. Akan tetapi, pada penelitian yang dilakukan dari 200 sampel, 188 sampel ibu hamil diantaranya yang mengkonsumsi tablet besi, masih terdapat 40,4% yang mengalami anemia, dan ibu hamil yang mengalami anemia rata-rata hanya mengkonsumsi tablet besi sebanyak 30 biji. Masih tingginya angka anemia pada ibu hamil sekalipun telah disuplementasi tablet besi, karena jumlah tablet Fe yang dikonsumsi oleh ibu hamil rata-rata hanya kurang dari 30 biji, belum dapat memenuhi kebutuhan zat besi ibu, apalagi asupan makanan yang kaya akan zat besi jumlahnya juga sangat rendah. Maka dari itu pola konsumsi ibu hamil berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin dan konsumsi tablet besi. 2.1.5. Asam Folat

Menurut Aritonang (2010), asam folat berperan dalam berbagai proses metabolik seperti metabolisme beberapa asam amino, sintesis purin, dan timidilat sebagai senyawa penting dalam sintesis asam nukleat. Selain itu Almatsier (2009), menyebutkan bahwa asam folat juga dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sum-sum tulang belakang dan untuk pendewasaannya. Sekitar 24-60% wanita baik di negara berkembang maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam folat di dalam makanan mereka sehari-hari tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka disaat hamil. Kekurangan asam folat berkaitan dengan tingginya insiden komplikasi kehamilan

seperti aborsi spontan, toxemia, prematur, pendeknya usia kehamilan dan hemorrhage (pendarahan).

Widyakarya Pangan dan Gizi 2004 menganjurkan penambahan sebanyak 200

µg untuk ibu hamil, yang dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi suplemen.

Suplementasi sebaiknya diberikan sekitar 28 hari setelah ovulasi atau pada 28 hari pertama kehamilan. Besarnya suplementasi adalah 280, 660, dan 470 µg per hari,

masing-masing pada trimester I, II, dan III. Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi, hati, brokoli, sayuran hijau, kacang-kacangan, ikan, daging, jeruk, dan telur.

2.1.6 Vitamin B12

Vitamin B12 merupakan vitamin larut air yang berperan penting dalam berfungsi normalnya otak dan sistem saraf, serta dalam pembentukan darah. Vitamin ini terlibat dalam metabolisme setiap sel dalam tubuh, terutama pengaruhnya pada sintesis dan regulasi DNA serta pada sintesis asam lemak dan produksi energi (Anonim, 2012).

Vitamin B12 merupakan kebutuhan pokok manusia dalam jumlah yang sangat kecil yaitu 2 mikro-gram per hari. Vitamin B12 hanya ditemukan di dalam daging hewan dan produk-produk hewani. Orang yang hanya makan sayuran (vegetarian) dapat melindungi diri sendiri melawan defisiensi (kekurangan) dengan menambah konsumsi susu, keju dan telur. Hal ini berarti sekitar satu cangkir susu atau satu butir telur untuk satu harinya. Untuk seorang vegetarian yang tidak memakan semua produk dari hewan dapat memperoleh sumber vitamin B12 dari susu kedelai atau ragi

yang sudah ditumbuhkan dalam lingkungan yang kaya akan vitamin B12 (Anonim, 2008).

2.2 Pola Makan Ibu Hamil

Menurut Sediaoetama (1996), keadaan kesehatan ibu hamil tergantung dari pola makannya sehari-hari yang dapat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Menurut Margaret Mead yang dikutip oleh Almatsier (2009), pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan (food patern) diartikan sebagai cara seseorang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan sosio-ekonomi yang dialaminya dan dikaitkan dengan kebiasaan makan. Sedangkan Husada (2009), menyebutkan, pengertian pola makan pada dasarnya mendekati definisi pengertian diet dalam ilmu gizi. Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar seseorang tetap sehat. Untuk mencapai pola makan sehat tersebut tidak terlepas dari masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ serta menghasilkan energi.

Menurut Almatsier (2009), di dalam susunan pola makan seseorang ada satu bahan makanan yang dianggap penting, dimana satu hidangan dianggap tidak lengkap apabila bahan makanan tersebut tidak ada, bahan makanan tersebut adalah bahan

makanan pokok. Di Indonesia bahan makanan pokok adalah beras dan di beberapa daerah menggunakan jagung, sagu, dan ubi jalar.

Pola makan di suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua bagian :

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah.

2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-kultural setempat memegang peranan penting dalam konsumsi pangan penduduk. Menurut Den Hartog dan Hautvast (1980) dalam Almatsier (2009), fungsi makanan menurut aspek sosio-kultural adalah sebagai fungsi kenikmatan (gastronomik), untuk menyatakan jati diri, fungsi religi (magis), fungsi komunikasi, status ekonomi, dan sebagai simbol kekuasaan. Jumlah penduduk adalah kunci utama yang menentukan tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan di suatu daerah. Demikian juga dalam hal keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola konsumsi anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi berkurang pula.

Adapun aspek-aspek yang dapat mempengaruhi pola makan seseorang yaitu : 1. Jumlah makanan, yaitu banyaknya makanan yang dimakan atau diminum yang

dihitung untuk mendapatkan gambaran secara kuantitatif mengenai asupan zat gizi tertentu.

2. Jenis makanan, yaitu bahan makanan yang diolah, disusun, dan dihidangkan yang dibagi kedalam kelompok makanan pokok, kelompok lauk-pauk, kelompok sayur, dan kelompok buah cuci mulut (Sediaoetama, 1993).

3. Frekuensi makanan, yaitu tingkat keseringan mengkonsumsi sejumlah bahan makanan tertentu atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, dan tahun. Frekuensi makanan menggambarkan pola konsumsi makanan secara kualitatif (Supariasa, 2002).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nila Krisnawati (2010), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan ibu dengan kejadian Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil. Oleh karena itu ibu hamil harus memiliki pola makan yang baik diantaranya harus memenuhi sumber karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral demi tercapainya kesehatan ibu dan bayi. Sedangkan menurut Husada (2009), juga menyatakan bahwa salah satu pedoman pola makan sehat adalah makanan triguna, yaitu:

1. Mengandung zat tenaga seperti beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, roti, dan mie yang mengandung karbohidrat serta minyak dan lemak yang mengandung lemak.

2. Mengandung zat pembangun yang berguna untuk pertumbuhan dan mengganti jaringan yang rusak. Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari hewan mengandung protein hewani adalah telur, ikan, ayam, daging, kerang, udang, kepiting, susu, serta hasil olahannya. Sedangkan jenis makanan yang mengandung protein nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan adalah kacang tanah,

kacang merah, kacang ijo, kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, dan lain sebagainya.

3. Mengandung zat pengatur yang berguna untuk mengatur semua fungsi tubuh dan melindungi tubuh dari penyakit. Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua jenis sayu-sayuran dan buah-buahan. Bahan makanan ini mengandung berbagai macam vitamin dan mineral.

Menurut Thorn (2003), mengungkapkan cara termudah untuk menjamin pola makan yang sehat adalah dengan memilih berbagai makanan segar secara keseluruhan, karena makanan yang telah mengalami pemrosesan tinggi akan kehilangan banyak zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Makanan ibu selama hamil diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi karena dengan diet yang tepat saat hamil, akan dapat mengurangi resiko pembentukan janin abnormal dan membantu menjamin bayi tumbuh dengan baik.

Untuk memperoleh pengaruh yang lebih baik dari pola makan ibu hamil, perlu diperhatikan prinsip ibu hamil, yaitu jumlah lebih banyak, mutu lebih baik, selain itu susunan menu juga harus seimbang. Ibu hamil harus mengkonsumsi makanan yang bervariasi setiap hari, minimal mengandung 5 porsi buah dan sayur, 5 porsi karbohidrat kompleks, 5 porsi protein dan lemak, dan dilengkapi dengan kombinasi makanan produk susu.

Dokumen terkait