• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. MODEL KONSEPTUAL ALOKASI SUMBER DAYA AIR

5.4 Metoda Analisis

5.4.2 Hubungan Manfaat Marjinal, Biaya Marjinal, dan

5.4.2.1 Sektor Listrik

Hubungan manfaat marjinal atau marginal benefit (MB), biaya marjinal atau marginal cost (MC) dan biaya marjinal pengguna atau marginal user cost

(MUC) di sektor listrik adalah sebagai berikut:

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 ( ) ( ) t t j ij j j j t t j j j j j MB MC t t MB MC β σ β σ λ λ β σ β σ = + = − (131) 5.4.2.2 Sektor Irigasi

Hubungan MB, MC dan MUC di sektor irigasi adalah sebagai berikut:

2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 ( ) ( ) t t j j j j j t t j j j j j MB MC t t MB MC β σ β σ λ λ β σ β σ = + = − (132)

5.4.2.3 Sektor Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota

Hubungan MB, MC dan MUC di sektor perusahaan daerah air minum kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 ( ) ( ) β σ β σ λ λ β σ β σ = + = − t t j j j j j t t j j j j j MB MC t t MB MC (133) 5.4.2.4 Sektor Industri

Hubungan MB, MC dan MUC di sektor industri adalah sebagai berikut:

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 ( ) ( ) t t j j j j j t t j j j j j MB MC t t MB MC β σ β σ λ λ β σ β σ = + = − (134)

5.4.2.5 Sektor Perusahaan Air Minum DKI Jakarta

Total manfaat berupa penerimaan total dari sektor Perusahaan Air Minum DKI Jakarta adalah:

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 ( ) ( ) t t j j j j j t t j j j j j MB MC t t MB MC β σ β σ λ λ β σ β σ = + = − (135)

5.4.3 Estimasi Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal

Manfaat marjinal diestimasi berdasarkan data survey biaya persatuan unit air yang ada di Perusahaan Umum Jasa Tirta II dan lapangan untuk mengestimasi manfaat marjinal tentang berapa intersep dan koefisien variabel volume air (xij). Telah dibuat estimasi intersep dan koefisien xij

5.4.4 Estimasi Alokasi Air

untuk skenario- skenario alokasi air bila dibuat kuota untuk setiap sektor. Untuk membuat estimasi fungsi biaya berdasarkan data survei dari pengelola dan pengguna air di Daerah Irigasi Jatiluhur, tabel biaya tetap dan koefisien biaya tidak tetap untuk setiap skenario diasumsikan sama karena tidak menambah sumberdaya manusia, perubahan teknologi, dan penambahan modal/kapital.

Alokasi air setiap sektor pengguna untuk irigasi, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industri dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta harus optimum. Hal ini perlu dibuat optimum agar penggunaan air sesuai dengan kebutuhan dan lebih efisien. Alokasi optimum ini dikaitkan dengan ketersediaan minimum dan maksimum air di waduk yang perlu juga mendapatkan perhatian. Dengan alokasi optimum diharapkan tidak terjadi konflik kepentingan antara pengelola dan pengguna. Dari sisi pengelola, alokasi air harus mendapatkan profit yang optimum dan dari sisi pengguna, alokasi air mendapatkan layanan yang lebih baik untuk mendukung kepentingan usahanya.

5.4.4.1 Kuota Air Untuk Irigasi

Air di Daerah Irigasi Jatiluhur sebagian besar digunakan untuk irigasi pertanian. Oleh karena itu air untuk irigasi pertanian dibuat perencanaan skenario dengan memberikan kuota air untuk irigasi pertanian Daerah Irigasi Jatiluhur. Dengan kuota itu diharapkan model dapat berinteraksi dengan yang non irigasi.

5.4.4.2 Alokasi Pengguna Air Non Irigasi.

Setelah air untuk irigasi dibuat kuota, air selebihnya dialokasikan untuk kepentingan nonirigasi, yaitu perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, indstri, dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta serta dibuang ke laut di tiap-tiap wilayah dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Dalam hal ini untuk pengguna air nonirigasi sebagai pengguna waduk Juanda juga harus dapat dialokasikan dengan baik agar tidak terjadi kompetisi antara pengguna.

5.4.4.3 Proporsi Pengguna Air

Air sebagai barang ekonomi harus direncanakan dengan baik penggunaanya agar benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, penggunaan air harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dengan jelas sesuai dengan keperluannya, sehingga dapat direncanakan dengan baik pengalokasiannya.

5.4.5 Konsep Analisis Ekonomi

5.4.5.1 Nilai Sekarang Manfaat Sosial Bersih Optimal

Pada Daerah Irigasi Jatiluhur pengelolanya tunggal yaitu Perusahaan Umum Jasa Tirta II dan produknya hanya tunggal juga, yaitu air untuk irigasi pertanian dan air baku untuk non pertanian. Maka dalam penelitian ini dibatasi

pada manfaat sosial bersih total (total net social benefit) optimum pada horizon waktu 16 tahun untuk pengelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II yang merupakan Badan Usaha dibawah Kementerian BUMN dan secara teknis dibawah Kementerian Pekerjaan Umum. Di sini Perusahaan Umum Jasa Tirta II tugas utamanya adalah sebagai operator atau pengelola air di Daerah Irigasi Jatiluhur. Karena pengelola berwujud Perusahaan Umum (Perum), maka pengelola harus dapat memberikan manfaat sosial bersih dari usahanya. Oleh karena itu perlu dibuat perhitungan manfaat sosial bersih total optimum selama horizon waktu tertentu, yaitu tahun 2010 ─ 2025.

5.4.5.2 Manfaat Sosial Bersih Parsial

Dalam menghitung manfaat sosial bersih total optimum model juga membuat informasi yang lebih rinci tentang manfaat sosial bersih secara parsial kalau skenario alokasi air dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengelola guna membuat kebijakan internal agar perusahaan dapat memberikan manfaat sosial bersih per sektor, dan per skenario per periode tahunan.

5.4.5.3 Perbandingan Manfaat Antara Kondisi Riil dengan Model

Manfaat sosial bersih persektor hasil model akan dipersandingkan dengan yang tidak menggunakan model agar pengelola dapat mengetahui mana yang lebih baik di antaranya. Demikian juga, pengelola dapat memperbandingkan manfaat total antara dengan model menggunakan manfaat marjinal dan menggunakan biaya marjinal

5.4.5.4 Manfaat dan Biaya Marjinal serta Biaya Marjinal Pengguna

Perlu dibuat oleh pengelola fungsi manfaat marjinal dan biaya marjinal untuk mengestimasi biaya produksi air per didistribusikan sampai dengan

pengguna per satuan m3

βMB(t) = βMC(t) + µ(t) (136)

. Dalam konteks dinamik, manfaat marjinal akan maksimum pada saat manfaat marjinal sama dengan biaya marjinal ditambah dengan marginal user cost (MUC). Hubungan ketiga variabel tersebut dinyatakan sebagai berikut:

dimana MB adalah manfaat marjinal, MC adalah biaya marjinal dan (t) adalah

biaya marjinal pengguna (marginal user cost).

5.5 Skenario-Skenario Kebijakan

Kebijakan dapat dibuat sesuai dengan kondisi-kondsi bila terjadi, misalnya skenario air untuk irigasi dialokasikan 85 persen, 80 persen, 70 persen dan 60 persen, berapa alokasi air untuk sektor yang lain. Selanjutnya setiap skenario dilihat bila tingkat pertumbuhan 5 persen dan 10 persen dan setiap tingkat pertumbuhan dilihat tingkat diskontonya misalnya 5 persen, 10 persen dan 15 persen. Skenario ini digunakan untuk melihat dampaknya terhadap manfaat manfaat sosial bersih dan manfaat marjinal dan biaya marjinal pengguna sektor- sektor lain. Dari sekian banyak alternatif dirumuskan alternatif mana yang paling dapat disarankan Adapun tiap-tiap skenario dapat dijelaskan sebagai berikut.

5.5.1 Skenario Kebutuhan Air Untuk Irigasi

Pertumbuhan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri ke depan semakin pesat maka keduanya akan membutuhkan air baku dari Waduk Juanda akan meningkat terus. Hal ini diperkirakan bahwa kebutuhan keduanya akan menggeser kepentingan irigasi kalau dilihat dari sisi pengelola. Untuk itu, perlu dilakukan simulasi apabila air untuk irigasi sebesar 85 persen, 80 persen, 70 persen atau 60 persen. Maka, dari sini diharapkan dapat diperoleh gambaran

terhadap alokasi air untuk semua pengguna. Sampai saat ini penggunaan air Waduk Juanda untuk irigasi mendekati 85 persen. Air selebihnya digunakan untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri. Apabila yang dikeluarkan pengelola dari Waduk Juanda lebih dari yang dibutuhkan karena untuk mengejar pendapatan perusahaan, air selebihnya dibuang ke laut melalui Sungai Citarum sebagai saluran pembuang. Stok waduk diperkirakan 25-30 persen per tahunnya atau lebih dari 1000 juta m3

5.5.2 Skenario Kondisi Saat Kini atau Status Quo

.

Dalam kerangka analisis statik surplus sosial diperoleh secara maksimum pada saat keseimbangan pasar terjadi pada volume air diperlukan pengguna atau pada saat manfaat marjinal sama dengan biaya marjinal dimana tingkat diskonto sumber daya tidak dihasilkan. Volume ini juga disebut sebagai kondisi keseimbangan pada pasar kompetitif. Kondisi saat kini dapat dinyatakan dari sisi manfaat marjinal (=MB) dan biaya marjinal (=MC). Andaikan MB dan MC nilainya sama, hasil manfaat sosial bersih seluruh system akan membuat salah satu alternatif pilihan keputusan, bila:

tMB tMC

β =β (137)

Manfaat marjinal p dan volume air baku tiap-tiap pengguna bersumber dari p gabungan pengguna (MBir+MBnonair

5.5.3 Skenario Sesuai Perencana Sosial

) dikaitkan dengan biaya marjinal gabungan (=MC), sehingga diperoleh manfaat marjinal p dan volume air baku dari tiap-tiap pengguna.

MB dan MC ditentukan bila sesuai dengan kondisi ketersediaan air. Hal ini akan sesuai dengan ketentuan alokasi air yang diinginkan.

( ) ( ) ( )

t t

TOT TOT

MB t MC t t

β =β +λ (138)

5.5.4 Skenario Kuota Tiap-Tiap Sektor

MB dan MC dilihat per sektor dengan rumus sebagai berikut

, ( ) , ( ) , ( ) t t i j i j i j MB t MC t t β =β +λ (139) Apabila pemerintah membantu biaya pemeliharaan MC kepada pengelola, hal itu akan berpengaruh kepada MB dan akhirnya manfaat sosial bersih perusahaan akan lebih tinggi tahun ini dari pada tahun sebelumnya. Dalam skenario ini MC air untuk irigasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air diestimasi bahwa air untuk irigasi tidak dipungut biaya jasa pengelolaan sumberdaya air (BJPSDA). Namun, tanpa melihat undang- undang tetapi dari sisi ilmu pengetahuan maka air irigasi memberikan fungsi manfaat marjinal seperti sektor yang lain, sehingga memberi dampak kepada manfaat marjinal total. Sementara itu, biaya untuk keperluan irigasi tetap disediakan untuk operasi dan pemeliharaan Daerah Irigasi Jatiluhur. Dari sini nanti akan didapat berapa nilai atau harga air yang dapat diganti dengan bantuan pemerintah atau yang disumbangkan pengelola kepada pemerintah.

Dengan skenario kebijakan 2 tingkat pertumbuhan ekonomi, 3 tingkat diskonto dan 4 skenario alokasi air untuk irigasi serta 5 sektor dan 4 wilayah, maka model akan dapat menggambarkan kepada pengelola sumber daya air di Daerah Irigasi Jatiluhur dalam mengelola sehingga dapat diambil keputusan secara ekonomi dan hidrologi di tiap-tiap sektor dan tiap-tiap wilayah dan secara secara keseluruhan.

Analisis yang lain adalah menggunakan net present value dengan melihat komponen benefit dan komponen biaya berdasarkan tingkat pertumbuhan

ekonomi dan tingkat diskonto yang ditentukan. Analisis dapat dilakukan dengan

B/C Ratio, yaitu dengan membandingkan antara present value manfaat dan biaya dengan cara membaginya. Bila nilai B/C ratio lebih besar 1, maka sistem dinyatakan layak secara ekonomis.

Selanjutnya analisis dapat dilakukan dengan analisis sensitivitas, yaitu dengan melihat naik turunnya tingkat diskonto, tingkat pertumbuhan ekonomi atau perubahan kebijakan pemerintah untuk melihat dari sisi perencana social. Dengan analisis sensitivitas dimaksudkan untuk analisis bila didalam perjalanan pada kurun waktu tertentu terjadi perubahan yang dibuat perencana social semula.

5.5.5 Pengukuran Model untuk Setiap Skenario

Fungsi manfaat marjinal berbentuk fungsi linier untuk mendapatkan total manfaat konsumsi dengan cara mengintegrasikan fungsi manfaat marjinal.

Format umum manfaat marjinal seperti terlihat pada persamaan (77) dan bentuk integrasinya seperti tersebut pada persamaan (78). Tabel 4 adalah alat untuk mengukur estimasi manfaat marjinal yaitu koefisien c dan d. Untuk mendapatkan koefisien manfaat marjinal mula-mula diperkirakan dengan memilih angka yang mendekati, kemudian dimasukkan ke dalam model. Bila hasilnya belum optimal maka dilakukan trial and error sampai dengan mendapatkan jumlah manfaat sosial menjadi optimal solution found. Walaupun demikian belum tentu kebenarannya, tetapi perlu dilihat output manfaat marjinal, biaya marjinal dan biaya marjinal pengguna yang hasilnya harus non negatif dan jumlah volume air harus non negatif dan bila diterapkan di lapangan harus mendekati kebenaran. Misalnya air untuk irigasi di Tarum Barat untuk mengairi sawah seluas 55 000 hektar, maka output minimalnya berupa volume air sebesar 55 ribu Ha x 16 ribu

m3/Ha/tahun= 880 juta m3

Tabel 4. Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 60 Persen dan 70 Persen pada Skenario Perencana Sosial

/tahun. Apabila hal tersebut diatas dapat dipenuhi, maka angka trial and error menjadi koefisien manfaat marjinal c dan d, serta biaya marjinal k, b dan a .

Tabel 5 digunakan untuk mengukur manfaat marjinal dan biaya marjinal pada skenario irigasi 80 persen dan 85 persen serta perencana sosial. Untuk mendapatkan koefisien c,d dan k,b,c dilakukan dengan cara yang sama dengan mencari koefisien c,d dan k,b,c pada Tabel 4.

c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 5.40 0.000001 0.00000037 Tarum Timur 25.405 0.0000003 0.70 0.0000075 0.000305 Tarum Utara 27.433 0.000009 0.80 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 35.000 0.000009 1.00 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 136.922 0.000004 80.00 0.000628 0.0002451 Tarum Utara 120.320 0.000005 65.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 137.361 0.000002 87.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 160.958 0.000007 105.00 0.0009285 0.000427 Tarum Utara 160.454 0.000005 100.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 161.105 0.000004 92.00 0.000714 0.0002486

PAM DKI Tarum Barat 225.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012

c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 5.40 0.000001 0.0000004 Tarum Timur 30.405 0.0000003 0.70 0.0000075 0.000305 Tarum Utara 32.433 0.000009 0.80 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 40.000 0.000009 1.00 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 106.922 0.000004 80.00 0.000628 0.0002451 Tarum Utara 90.320 0.000005 65.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 112.361 0.000002 87.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 135.958 0.000007 105.00 0.0009285 0.000427 Tarum Utara 140.454 0.000005 100.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 131.105 0.000004 92.00 0.000714 0.0002486

PAM DKI Tarum Barat 195.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012

Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 60 persen

Industri

Sektor Wilayah koef mb=c-dx koef mc=k-bx+ax

2

Irigasi

Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 70 persen

PAM K/K

Industri PAM K/K

Sektor Wilayah koef mb=c-dx koef mc=k-bx+ax

2

Tabel 5. Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 80 Persen, 85 Persen pada Skenario Perencana Sosial c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 5.40 0.000001 0.00000037 Tarum Timur 35.405 0.0000003 0.70 0.0000075 0.000305 Tarum Utara 37.433 0.000009 0.80 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 45.000 0.000009 1.00 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 96.922 0.000004 80.00 0.000628 0.0002451 Tarum Utara 80.320 0.000005 65.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 102.361 0.000002 87.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 125.958 0.000007 105.00 0.0009285 0.000427 Tarum Utara 130.454 0.000005 100.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 121.105 0.000004 92.00 0.000714 0.0002486

PAM DKI Tarum Barat 185.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012

c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 2.40 0.000001 0.00000037 Tarum Timur 20.405 0.0000003 15.30 0.0000075 0.000305 Tarum Utara 22.433 0.000009 15.40 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 30.000 0.000009 15.50 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 141.922 0.000004 20.00 0.000628 0.0002451 Tarum Utara 145.320 0.000005 25.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 147.361 0.000002 27.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 170.958 0.000007 35.00 0.0009285 0.000427 Tarum Utara 175.454 0.000005 30.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 176.105 0.000004 32.00 0.000714 0.0002486

PAM DKI Tarum Barat 205.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012

c d k b a Lisrik Juanda 28.386 0.0000035 75.00 0.00018 0.00012 Tarum Timur 47.405 0.00011 0.70 0.0000075 0.000305 Tarum Utara 50.433 0.00017 0.80 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 51.379 0.00015 1.00 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 130.922 0.0326 80.00 0.000628 0.0002451 Tarum Utara 120.320 0.02001 65.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 132.361 0.01326 87.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 307.958 0.44 105.00 0.0009285 0.000427 Tarum Utara 294.454 0.433 100.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 299.105 0.4464 92.00 0.000714 0.0002486

PAM DKI Tarum Barat 205.000 0.002 1.55 0.00018 0.00012

Irigasi

PAM K/K

Industri

Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Perencana Sosial Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 85 persen Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 80 persen

koef mc=k-bx+ax2

Irigasi

PAM K/K

Industri

Sektor Wilayah koef mb=c-dx koef mc=k-bx+ax

2

Irigasi

PAM K/K

Industri

Sektor Wilayah koef mb=c-dx

koef mc=k-bx+ax2

VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR

6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur

Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Pantai Utara Jawa Barat, dari barat yaitu DKI Jakarta sampai dengan ke timur Kabupaten Indramayu bagian barat. Sebelah selatan adalah Pegunungan Priangan dan sebelah utara adalah Laut Jawa. Oleh karena itu Daerah Irigasi Jatlihur sangat berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan industri serta pertanian di Provinsi Jawa Barat.

Gambaran perkembangannya disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dari tahun 2003─2007 meningkat terus secara signifikan. Hal ini dapat digambarkan seperti dalam Tabel 6.

Tabel 6. Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2003─2007

Uraian Laju Pertumbuhan Ekonomi(persen)

2003 2004 2005 2006 2007

Laju pertumbuhan ekonomi 4.39 4.77 5.62 6.01*) 6.41**) Sumber: BPS Jawa Barat, 2003─2007

*) angka sangat sementara. **) hasil estimasi triwulanan.

Kondisi makro ekonomi Jawa Barat tahun 2007, mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan, dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6.41 persen dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 4.39 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2007 berdasarkan BPS Jawa Barat

(2007) masih didominasi oleh sektor industri manufaktur sebesar 41.21 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 22.31 persen, dan sektor pertanian sebesar 12.45 persen, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pascakrisis tahun 1997 menunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatan terbesar di antaranya bersumber dari sektor industri di samping sektor perdagangan dan sektor pertanian.

Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Tahun 2003─2007

No

. Uraian

PDRB Regional Bruto Jawa Barat 2003 2004 2005 2006 2007

1. PDRB (Rp. Miliar) 234 793 304 458 389 268 473 556 542 270*)

2. Kontribusi Sektor Manufaktur (Persen) 43.60 41.88 44.46 45.24 41.21**) 3. Kontribusi Sektor Perdagangan, Hotel,

dan Restoran (Persen) 18.45 18.91 19.08 19.4 22.31

**)

4. Kontribusi Sektor Pertanian (Persen) 13.66 13.49 11.93 11.12 12.45**)

Sumber : BPS Jawa Barat, 2003─2007

*) angka sangat sementara estimasi triwulan III tahun 2007. **) angka sangat sementara estimasi triwulan IV tahun 2007.

Jadi sektor industri merupakan kontributor utama ekonomi di Provinsi Jawa Barat karena di Jawa Barat terdapat kawasan industri yang terbanyak di Indonesia, di antaranya di Bekasi, Karawang, Cikarang, Subang, dan Purwakarta. Jawa Barat sebagai produsen terbesar padi 40 komoditas agribisnis di Indonesia, khususnya komoditas padi, yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi padi nasional. Periode tahun 2003─2007 produksi padi di Jawa Barat menyumbang rata-rata kurang lebih 5 persen untuk produksi padi nasional. Luas sawah kurang lebih 25 persen sawah irigasi teknis yang ada di Jawa Barat.

Sektor industri tumbuh pesat di pantai utara pulau Jawa, seperti Bekasi, Karawang, Cikarang, dan Purwakarta yang semuanya beriringan dengan daerah

pertanian dimana Daerah Irigasi Jatiluhur memegang peranan penting karena berkaitan dengan irigasi teknis untuk mengairi sawah sebanyak 242 000 hektar.

Berdasarkan Tabel 8 antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2007, rata- rata tingkat pertumbuhan ekonomi di Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar 15.60 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Subang sebesar 18.22 persen, diikuti dengan Bekasi Kota sebesar 17.25 persen. Wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur atiluhur dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut merupakan wilayah sentra produksi pangan yang didominasi sektor pertanian apabila dihubungkan dengan tata guna lahan di wilayah tersebut, sedangkan Kabupaten Bekasi memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan terendah dari Kabupaten/Kota(K/K) di Daerah Irigasi Jatiluhur.

Tabel 8. Kondisi Perekonomian Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 2001-2007

No .

Kabupaten/ Kota

LPE dan Inflasi Jawa Barat(persen) Rata-Rata

Tingkat Per- tumbuhan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Kota Bekasi 10.08 11.03 11.91 12.95 19.23 22.38 25.42 17.25 2 Bekasi 32.48 34.83 37.79 41.01 48.39 57.18 66.52 12.54 3 Karawang 12.34 14.53 16.70 19.29 24.59 25.65 31.55 16.71 4 Purwakarta 5.23 5.86 6.27 6.77 8.53 9.70 11.27 14.33 5 Subang 4.56 5.23 7.34 9.60 10.70 12.12 13.75 18.22 6 Indramayu 16.45 17.53 18.05 23.59 31.90 31.90 34.54 14.60

Sumber: BPS Jawa Barat, 2008.

Tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tidak menggambarkan besarnya PDRB. Kabupaten Bekasi memiliki PDRB tertinggi, tetapi rata-rata tingkat pertumbuhannya tidak tinggi, dan merupakan wilayah pada urutan ke 4 dalam

dominasi sawah irigasinya. Kabupaten Indramayu dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi rendah memiliki PDRB tertinggi dibanding wilayah lainnya. Begitu pula dengan Kota Bekasi rata-rata tingkat pertumbuhan berada pada urutan ketiga memiliki PDRB lebih besar dibandingkan kedua wilayah di atas. Tabel 9 menggambarkan proyeksi jumlah penduduk di Daerah Irigasi Jatiluhur, di mana total penduduk pada tahun 2000 sebanyak 7.8 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 11.5 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk diperkirakan sekitar 1─2 persen tiap tahun selama 25 tahun. Jumlah penduduk tertinggi terjadi di wilayah perkotaan seperti Kota dan Kabupaten Bekasi serta Karawang, diperkirakan pada tahun 2025 masing-masing sekitar 23 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan air baku untuk domestik meningkat terus seiring dengan pertumbuhan penduduk (Nippon Koei, 2006).

Tabel 9. Proyeksi Penduduk di Daerah Irigasi Jatiluhur

No. Kabupaten/Kota

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku(Rp miliar)

2003 2005 2010 2015 2020 2025 1. Kota Bekasi 1 797 1 990 2 196 2 347 2 496 2 634 2. Bekasi 1 826 2 022 2 231 2 385 2 536 2 676 3. Karawang 1 786 1 978 2 183 2 333 2 481 2 618 4. Purwakarta 707 783 864 924 982 1 037 5. Subang 1 292 1 430 1 579 1 687 1 794 1 893 6. Indramayu 431 478 527 563 599 632 Total 7 839 8 681 9 580 10 239 10 888 11 490

Sumber: Nippon Koei, 2006

Tabel 10. berikut ini menggambarkan proyeksi permintaan air baku dari Daerah Irigasi Jatiluhur dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2025. Permintaan air baku untuk domestik per hari meningkat terus. Proyeksi pada tahun 2025 permintaan air baku untuk domestik di Karawang mencapai 312 m3/hari atau 3.61 m3/detik, diikuti Kota Bekasi sebesar 252 m3/hari atau 2.92 m3/detik. Pada tahun

2025 diperkirakan permintaan air baku untuk domestik di wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur diproyeksikan 1 018 juta m3/hari atau 11.78 m3

Tabel 10. Proyeksi Permintaan Air Baku

/detik. (Nippon Koei, 2006).

No. Kabupaten/Kota Proyeksi Permintaan Air baku(ribu m

3 /hari) 2003 2010 2015 2010 2025 1. Kota Bekasi 84 139 177 211 252 2. Bekasi 114 148 175 201 234 3. Karawang 224 253 272 289 312 4. Purwakarta 11 16 20 24 27 5. Subang 41 49 55 61 68 6. Indramayu 58 76 91 106 125 Total 532 681 790 892 1018

Sumber: Nippon Koei, 2006

6.2 Kondisi Sumber Air di Daerah Irigasi Jatiluhur

Pengembangan tenaga air yang mengalir tergantung pada volume air dan pada ketinggian yang mungkin tersedia. Tenaga potensial berbanding langsung dengan kedua peubah tersebut. Ilmu yang membahas kedua aspek tersebut antara lain hidrologi.

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan proses yang menyangkut masalah penyusutan dan penambahan sumberdaya air di dam pada permukaan bumi untuk setiap tahapan keberadaannya. Dengan ilmu hidrologi dapat diterapkan peningkatan kesejahteraan rakyat, seperti melalui kegiatan irigasi, pengendalian banjir, pembangkit listrik tenaga air, air baku untuk industri, dan domestic. Hidrologi yang akan dibahas menyangkut peredaran air dari dan ke bumi di permukaan, sedangkan hidrologi air bawah permukaan atau air tanah tidak akan dibahas dalam penelitian ini. Persamaan hidrologis adalah pernyataan secara sederhana dari hukum kekekalan masa yang dapat dinyatakan sebagai total

aliran masuk pada waduk harus sama dengan total aliran keluar ditambah dengan perubahan terhadap simpanan. Sumber utama dari aliran masuk adalah curah hujan, yaitu sumber-sumber aliran keluar adalah aliran permukaan, penguapan, pemeluhan, pencegatan, dan sebagainya. Perubahan simpanan adalah pengaruh dari perubahan permintaan, simpanan cekungan, dan simpanan sementara. Hubungan antara curah hujan dan aliran sangat rumit (Dandekar,1991) dan tidak akan dibahas secara rinci dalam penelitian ini.

Sungai Citarum terletak di Daerah Irigasi Jatiluhur di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yaitu kurang lebih 300 km, yang bersumber di Gunung Wayang Selatan Kota Bandung dan bermuara di Laut Jawa. Sungai ini melintasi kota Bandung, ibukota Jawa Barat yang sering membuat bencana banjir di kota Bandung, tetapi di hilir, air mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi untuk Jawa Barat atau secara nasional. Di hilir sungai Citarum telah dibangun Waduk Juanda oleh Pemerintah (tahun 1957─1967), kemudian Waduk Saguling (1985) dan Waduk Cirata (1988) oleh PT. PLN yang semuanya menghasilkan listrik. Waduk Juanda mempunyai multi fungsi dan diutamakan sebagai pengendali banjir, irigasi, air baku untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri, sedangkan produksi listrik oleh pembangkit listrik tenaga air, tergantung kebutuhan air di hilir, yaitu untuk irigasi, air baku untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri dapat dilihat pada Lampiran 9.

Aliran air sungai Citarum dari tahun 2001─2007, rata-rata 5 miliar m3/tahun, semula di tampung di waduk Saguling kemudian diteruskan ke waduk Cirata, keduanya untuk memproduksi listrik, dan terakhir air melalui Sungai

Citarum dialirkan sebagai inflow di Waduk Juanda (Jatiluhur). Air dari Waduk Juanda dikeluarkan sebagai outflow waduk sesuai keperluan di hilir ke sungai

Dokumen terkait